Cari Blog Ini

Taisirul 'Allam - Hadits ke-181

الۡحَدِيثُ الۡحَادِي وَالثَّمَانُونَ بَعۡدَ الۡمِائَةِ 

١٨١ - عَنۡ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنۡهَا: أَنَّ حَمۡزَةَ بۡنَ عَمۡرٍو الۡأَسۡلَمِيَّ، قَالَ لِلنَّبِيِّ ﷺ: أَأَصُومُ فِي السَّفَرِ (وَكَانَ كَثِيرَ الصِّيَامِ). 
قَالَ: (إِنۡ شِئۡتَ فَصُمۡ، وَإنۡ شِئۡتَ فَأَفۡطِرۡ). 
181. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: Bahwa Hamzah bin ‘Amr Al-Aslami bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah aku boleh berpuasa ketika safar?” Dan beliau memang sering berpuasa. 
Nabi bersabda, “Jika engkau mau, berpuasalah dan jika engkau mau, tidak usah berpuasa.”[1]

الۡمَعۡنَى الۡإِجۡمَالِي: 

عَلِمَ الصَّحَابَةُ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمۡ أَنَّ الشَّارِعَ الرَّحِيمُ، مَا رَخَصَ فِي الۡفِطۡرِ فِي السَّفَرِ إِلَّا رَحۡمَةً بِهِمۡ وَإِشۡفَاقًا عَلَيۡهِمۡ. 
فَكَانَ حَمۡزَةُ الۡأَسۡلَمِيُّ عِنۡدَهُ جَلَدٌ وَقُوَّةٌ عَلَى الصِّيَامِ، وَكَانَ مُحِبًّا لِلۡخَيۡرِ، كَثِيرَ الصِّيَامِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ. 
فَسَأَلَ رَسُولَ اللهِ: (أَيَصُومُ فِي السَّفَرِ)؟ 
فَخَيَّرَهُ النَّبِيُّ ﷺ بَيۡنَ الصِّيَامِ وَالۡفِطۡرِ، فَقَالَ: إِنۡ شِئۡتَ فَصُمۡ، وَإِنۡ شِئۡتَ فَأَفۡطِرۡ. 

Makna secara umum: 

Para sahabat radhiyallahu ‘anhum mengetahui bahwa Allah Pembuat syariat ini adalah Maha Penyayang. Allah tidaklah memberi keringanan untuk tidak berpuasa ketika safar kecuali karena rahmat kepada mereka dan sayang terhadap mereka. Ketika itu, Hamzah Al-Aslami memiliki kemampuan dan kekuatan berpuasa. Beliau adalah orang yang mencintai perbuatan kebaikan dan banyak berpuasa radhiyallahu ‘anhu. Maka, beliau bertanya kepada Rasulullah apakah boleh berpuasa ketika safar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pilihan kepada Hamzah antara berpuasa dan tidak. Nabi bersabda, “Jika engkau mau, silakan berpuasa, dan jika engkau mau, tidak usah berpuasa.” 

مَا يُؤۡخَذُ مِنَ الۡحَدِيثِ: 

١- الرُّخۡصَةُ فِي الۡفِطۡرِ فِي السَّفَرِ، لِأَنَّهُ مَظِنَّةُ الۡمَشَقَّةِ. 
٢- التَّخۡيِيرُ بَيۡنَ الصِّيَامِ وَالۡفِطۡرِ، لِمَنۡ عِنۡدَهُ قُوَّةٌ عَلَى الصِّيَامِ، وَالۡمُرَادُ بِذٰلِكَ صَوۡمُ رَمَضَانَ، وَيُوَضِّحُهُ مَا أَخۡرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَالۡحَاكِمُ مِنۡ أَنَّ حَمۡزَةَ بۡنَ عَمۡرٍو (قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ ﷺ إِنِّي صَاحِبُ ظَهۡرٍ أُعَالِجُهُ، أُسَافِرُ وَأَكۡرِيهِ، وَرُبَّمَا صَادَفَنِي هَٰذَا الشَّهۡرُ يَعۡنِي رَمَضَانَ وَأَنَا أَجِدُ الۡقُوَّةَ عَلَيۡهِ وَأَجِدُنِي أَنۡ أَصُومَ أَهۡوَنَ عَلَيَّ مِنۡ أَنۡ أُؤَخِّرَهُ، فَيَكُونُ دَيۡنًا عَلَيَّ. فَقَالَ: (أَيُّ ذٰلِكَ شِئۡتَ يَا حَمۡزَةَ). 

Faedah dari hadis ini: 

  1. Rukhsah untuk tidak berpuasa ketika safar karena safar adalah suatu keadaan yang diduga kuat akan terjadi kesulitan. 
  2. Pemberian pilihan antara puasa dan tidak bagi siapa saja yang memiliki kekuatan berpuasa. Yang dimaukan dengan puasa di sini adalah puasa Ramadan. Yang memperjelas hal ini adalah riwayat Abu Dawud dan Al-Hakim bahwa Hamzah bin ‘Amr berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki suatu tunggangan yang biasa aku pergunakan baik untuk aku safar atau aku sewakan. Terkadang aku menjumpai bulan ini, yakni bulan Ramadan, dalam keadaan aku memiliki kekuatan pada bulan tersebut. Aku mendapati jika diriku berpuasa, maka hal itu lebih ringan bagiku daripada aku tunda sehingga berakibat aku berutang puasa.” Maka Nabi bersabda, “Silakan lakukan yang mana saja engkau inginkan wahai Hamzah.” 

[1] HR. Al-Bukhari nomor 1943 dan Muslim nomor 1121. Diriwayatkan pula oleh Malik (1/295), Ad-Darimi (2/9), Ibnu Majah nomor 1662, dan Abu Dawud nomor 2402.