Cari Blog Ini

Imam At-Tirmidzi

Begitu harum namanya disebut dalam untaian hikmah. Bertaut dengan Sang Musthafa, Khairul Anam shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi Mulia, yang tidak berkata dari nafsunya. Melainkan dari wahyu yang turun kepadanya.

Imam At-Tirmidzi, salah satu tanda kebenaran firman-Nya. Bahwa agama ini niscaya terjaga, dengan perantara ulama pengusung bendera sunnah. Hingga kelak kiamat tiba.

Nama asli At Tirmidzi adalah Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa As Sulami Al Bughi At Tirmidzi Adh Dharir. Inilah silsilah nasab beliau yang disebutkan dalam kebanyakan riwayat. Di sana ada pula riwayat lain yang sedikit berbeda dalam penyebutan kakek dan di atasnya dari moyang-moyang beliau.

KELAHIRAN BELIAU


Lahir pada tahun 209. Tidak diketahui dengan pasti tempat kelahiran beliau. Apakah di kota Tirmidz atau desa Bugh. Yang pasti, Tirmidz adalah sebuah kota kuno. Letaknya di muara sungai Balchia yang juga disebut sungai Jeihun, tepatnya sebelah selatan sungai itu. Jarak antara Tirmidz dan desa Bugh sekitar 6 farsakh (kurang lebih 33 Km). Ada juga tambahan keterangan dalam sebagian kisah bahwa beliau lahir dalam kondisi buta. Wallahu a’lam dengan akurasi riwayat ini. Yang lebih tepat, beliau mengalami kebutaan di masa tuanya karena banyak menangis.

GURU-GURU BELIAU


Beliau menjumpai banyak guru besar dalam bidang hadits. Mendengar hadits-hadits dari mereka dan meriwayatkannya. Masa itu memang dikenal sebagai era kebangkitan ilmu hadits dan cabang-cabangnya. Masa keemasan ini tidak lepas dari peran Imam Asy Syaf’i Al Muthallibi. Ia ajarkan ilmu ini kepada masyarakat luas, lebih khusus kepada penduduk Mesir dan Iraq.

Asy Syaf’i mengajarkan keharusan berhujah dengan As Sunnah, menjelaskan bagaimana kewajiban mengamalkan As Sunnah, sebagaimana kewajiban berhujah dan mengamalkan Al Quran. Beliau letakkan kaidah dan pokok-pokok dalam berhujah dengan hadits-hadits nabi.

Imam At Tirmidzi memang tidak menjumpai Asy Syafi’i. Bahkan para penulis kutubus sittah seperti Al Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan An Nasa’i tidak ada yang bertemu langsung dengan beliau karena beliau lebih dulu wafat. Namun, mereka bertemu dengan guru-guru besar yang sezaman dengannya atau murid-murid seniornya.

At-Tirmidzi juga murid senior Al Bukhari. Dia mengambil ilmu hadits, memperdalam ilmu fikih, bertanya dan mengambil faedah, dan saling beradu argumen. Ada kalanya At Tirmidzi mengikuti pendapat Al Bukhari dengan dalilnya. Dan terkadang, beliau tidak sependapat dengannya. Demikianlah keadaan para ulama sunnah, mereka selalu mengikuti kebenaran dan jauh dari sikap taqlid, bahkan mengingkarinya.

At Tirmidzi Bertualang Mempelajari Hadits


At Tirmidzi berkeliling negeri untuk mereguk ilmu. Beliau menemui para periwayat hadits yang tersebar di negeri Khurasan, Iraq, dan Hijaz (Makkah dan Madinah). Namun, sebagian ulama memiliki persangkaan kuat bahwa At Tirmidzi tidak sempat masuk dan menimba ilmu di negeri Baghdad. Buktinya, nama beliau tiada disebut oleh Al Khathib Al Baghdadi dalam Tarikh Baghdad. Bukti lain, ia tidak meriwayatkan satu hadits pun langsung dari Imam kota Baghdad sepeninggal Asy Syafi’i, yaitu Imam Ahmad bin Hanbal. Padahal At Tirmidzi menjumpai masa hidup Imam Ahmad yang lahir pada tahun 164 dan wafat tahun 241.

Namun, ada juga yang berpendapat bahwa tiada disebutnya nama At Tirmidzi dalam Tarikh Baghdad bukanlah melazimkan bahwa ia tiada pernah memasukinya. Ada kemungkinan lain yang melatari, yaitu bahwa At Tirmidzi masuk ke Baghdad setelah Imam Ahmad meninggal. Karena perjalanan ilmiah At Tirmidzi tidaklah bermula dari masa kecilnya, namun setelah beliau berusia lebih dari 20 tahun, yaitu pada tahun 234 H. Wallahu a’lam dengan dua pendapat ini mana yang lebih bisa kita pegangi.

MURID AT TIRMIDZI


Yang meriwayatkan hadits dari beliau sangat banyak. Di antara yang paling penting untuk disebut dari sekian banyak murid beliau adalah Abul Abbas Al Mahbubi. Ia seorang ahli hadits paling menonjol dari negeri Maru. Dan dialah yang meriwayatkan kitab Jami’ At Tirmidzi langsung dari beliau. Al Mahbubi dikenal sebagai muhaddits sekaligus saudagar di negeri Khurasan. Ia juga menjadi bidikan para pencari ilmu dari berbagai penjuru negeri.

OTAK CEMERLANG DAN DAYA INGAT YANG SEMPURNA


Dihikayatkan dari Al Idrisi dengan sanadnya dari At Tirmidzi bahwa ia bercerita, “Pada saat aku dalam perjalanan menuju Makkah, ketika itu aku telah menghimpun hadits-hadits yang berasal dari seorang syaikh dalam dua jilid. (Namun aku belum pernah bertemu langsung dengannya. Hadits-hadits itu aku dapatkan dari murid-muridnya). Di tengah perjalanan, dengan takdir Allah Syaikh tersebut berpapasan dengan kami. Setelah aku tahu bahwa itu adalah Syaikh yang sedang aku tulis hadits-haditsnya dalam dua jilid itu, maka aku pun bergegas menemuinya. Sebelum itu, kuambil terlebih dahulu ‘dua jilid kitab’ dari kantong perbekalan. Aku meminta syaikh tersebut membacakan hadits-haditsnya sehingga aku bisa mencocokkan dengan tulisanku. Ia pun mengabulkan permintaanku.

Subhanallah! Ternyata yang ada di hadapanku bukanlah buku yang berisi haditsnya. Melainkan dua jilid lain yang masih putih dan polos. Aku bingung dibuatnya. Namun, tidak mungkin pula aku berputar haluan menukar dua jilid yang kumaukan. Tak lama berselang syaikh itu membacakan hadits dan lafazhnya kepadaku. Di sela-sela pembacaan itu ia melihat kepadaku dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih. Maka dia menegurku, “Tidakkah engkau malu kepadaku?”

Aku katakan, “Bukan begitu perkaranya wahai Syaikh!” Aku pun memberitahukan kepadanya kenapa aku membawa buku kosong. Lalu aku berkata menghiburnya, “Namun aku telah menghafal semuanya wahai syaikh.”

Maka syaikh tersebut berkata, “Kalau begitu, ayo baca!” Maka aku pun membacakan kepadanya seluruhnya. Sayang, dia belum percaya dengan pengakuanku, maka dia pun bertanya menyidik, “Pasti telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?”

“Tidak wahai guru,” Jawabku.

Untuk membuktikan kebenaran ucapanku, aku meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadits gharib (hadits yang diriwayatkan hanya melaluinya sehingga tentu mustahil aku pernah mendengar hadits-hadits tersebut kecuali ketika itu), lalu berkata, “Coba ulangi apa yang kubacakan tadi.”

Dengan izin Allah, aku ternyata dapat membacakannya kembali dari pertama sampai selesai tanpa salah satu huruf pun. Sehingga syaikh itu berkata, “Wahai murid, aku belum pernah melihat orang sepertimu.”

PUJIAN ULAMA TERHADAP BELIAU


Imam Al Bukhari berkata kepada Imam At Tirmidzi, “Ilmu yang aku ambil manfaatnya darimu itu lebih banyak ketimbang ilmu yang engkau ambil manfaatnya dariku.”

Ibnu Hibban menuturkan, “Abu ‘Isa (At-Tirmidzi) adalah sosok ulama yang mengumpulkan hadits, membukukan, menghafal, dan mengadakan diskusi dalam hal hadits.”

Abu Ya’la Al Khalili menuturkan, “Muhammad bin Isa At Tirmidzi adalah seorang yang tsiqah (terpercaya keagamaan dan kemampuan hafalannya) menurut kesepakatan para ulama, terkenal dengan amanah, dan keilmuannya.”

Abu Sa’ad Al Idrisi menuturkan, “Imam At Tirmidzi adalah salah seorang imam yang diikuti dalam hal ilmu hadits. Beliau telah menyusun kitab Al Jami’, Tarikh, dan ‘Ilal dengan cara yang menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang alim yang kapabel. Beliau adalah seorang ulama yang menjadi contoh dalam hal hafalan.”

Al Hafizh Al Mizzi menuturkan, “Imam At Tirmidzi adalah salah seorang imam yang menonjol, dan termasuk orang yang Allah jadikan kaum muslimin mengambil manfaat darinya.”

HASIL KARYA BELIAU


Imam At Tirmizi mewariskan ilmunya, karya-karya beliau, di antara buku-buku beliau yang kita kenal adalah:
  1. Kitab Al Jami’, terkenal dengan sebutan Sunan At Tirmidzi.
  2. Kitab Al ‘Ilal
  3. Kitab Asy Syama’il An Nabawiyyah.

BELIAU WAFAT


Di akhir hidupnya, imam At Tirmidzi mengalami buta. Beberapa tahun beliau hidup bersabar tanpa penglihatan. Walaupun mata tidak bisa melihat. Namun qalbu senantiasa menerangi sisa-sisa hidupnya. Hingga pada bulan Rajab tahun 279 H beliau meninggal dalam usia 70 tahun. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmati beliau, dan menempatkan beliau di surga-Nya yang luas.


Sumber: Majalah Qudwah edisi 7 vol. 1 1434H/2013M, rubrik Biografi. Pemateri: Ustadz Abu Hamid Fauzi bin Isnaini.