Cari Blog Ini

Syarh Al-Qawa'idul Arba' - Kaidah Kedua (1)

الۡقَاعِدَةُ الثَّانِيَةُ: أَنَّهُمۡ يَقُولُونَ: مَا دَعَوۡنَاهُمۡ وَتَوَجَّهۡنَا إِلَيۡهِمۡ إِلاَّ لِطَلَبِ الۡقُرۡبَةِ وَالشَّفَاعَةِ.
فَدَلِيلُ الۡقُرۡبَةِ: قَوۡلُهُ تَعَالَى: ﴿وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوۡلِيَاءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلۡفَىٰ إِنَّ اللَّهَ يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ فِي مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهۡدِي مَنۡ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ﴾ [الزمر: ٣].
Syaikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah berkata: Kaidah kedua: bahwa mereka mengatakan: Tidaklah kami berdoa kepada mereka dan menghadapkan wajah kepada mereka kecuali untuk mendapatkan kedekatan dan syafa’at.
Dalil bahwa tujuan mereka untuk mendekatkan adalah firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan orang-orang yang menjadikan selain Dia sebagai wali-wali (mengatakan): Kami tidak menyembah mereka kecuali agar mereka mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk orang-orang yang pendusta lagi sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar: 3). 

الۡقَاعِدَةُ الثَّانِيَةُ: أَنَّ الۡمُشۡرِكِينَ الَّذِينَ سَمَّاهُمُ اللهُ مُشۡرِكِينَ وَحَكَمَ عَلَيۡهِمۡ بِالۡخُلُودِ فِي النَّارِ، لَمۡ يُشۡرِكُوا فِي الرُّبُوبِيَّةِ وَإِنَّمَا أَشۡرَكُوا فِي الۡأُلُوهِيَّةِ، فَهُمۡ لَا يَقُولُونَ إِنَّ آلِهَتَهُمۡ تَخۡلُقُ وَتَرۡزُقُ مَعَ اللهِ، وَأَنَّهُمۡ يَنۡفَعُونَ أَوۡ يَضُرُّونَ أَوۡ يُدَبِّرُونَ مَعَ اللهِ، وَإِنَّمَا اتَّخَذُوهُمۡ شُفَعَاءَ، كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى عَنۡهُمۡ: ﴿وَيَعۡبُدُونَ مِنۡ دُونِ اللهِ مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنۡفَعُهُمۡ وَيَقُولُونَ هَٰٓؤُلَآءِ شُفَعَٰٓؤُنَا عِنۡدَ اللهِ﴾ [يونس: ١٨]، ﴿مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنۡفَعُهُمۡ﴾ هُمۡ مَعُتَرِفُونَ بِهٰذَا، إِنَّهُمۡ لَا يَنۡفَعُونَ وَلَا يَضُرُّونَ، وَإِنَّمَا اتَّخَذُوهُمۡ شُفَعَاءَ، يَعۡنِي: وُسَطَاءَ عِنۡدَ اللهِ فِي قَضَاءِ حَوَائِجِهِمۡ، يَذۡبَحُونَ لَهُمۡ، وَيَنۡذُرُونَ لَهُمۡ، لَا لِأَنَّهُمۡ يَخۡلُقُونَ أَوۡ يَرۡزُقُونَ أَوۡ يَنۡفَعُونَ أَوۡ يَضُرُّونَ فِي اعۡتِقَادِهِمۡ، وَإِنَّمَا لِأَنَّهُمۡ يَتَوَسَّطُونَ لَهُمۡ عِنۡدَ اللهِ، وَيَشۡفَعُونَ عِنۡدَ اللهِ، هٰذِهِ عَقِيدَةُ الۡمُشۡرِكِينَ. 
Syaikh Shalih bin Fauzan bin 'Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah berkata: Kaidah kedua: Bahwa orang-orang musyrik yang Allah telah namai mereka sebagai orang musyrik dan telah menghukumi mereka kekal di dalam neraka, ternyata mereka tidak menyekutukan Allah di dalam perkara rububiyyah. Mereka menyekutukan Allah hanya di dalam perkara uluhiyyah. Mereka tidak mengatakan bahwa sesungguhnya sesembahan mereka menciptakan dan memberi rezeki bersama Allah. Mereka tidak pula mengatakan bahwa mereka dapat memberi manfaat, mendatangkan madharat, atau mengatur bersama Allah. Mereka hanya menjadikan sesembahan itu sebagai pemberi syafaat, sebagaimana yang telah Allah ta’ala firmankan mengenai mereka yang artinya, “Dan mereka menyembah dari selain Allah sesembahan yang tidak dapat mendatangkan madharat dan tidak dapat memberi manfaat. Dan mereka mengatakan bahwa sesembahan itu adalah pemberi syafaat kami di sisi Allah.” (QS. Yunus: 18). “Sesembahan yang tidak dapat mendatangkan madharat dan tidak dapat memberi manfaat”, orang-orang musyrik itu mengakui hal ini. Yaitu bahwa sesembahan itu tidak dapat memberi manfaat dan mendatangkan madharat. Orang-orang musyrik itu hanya menjadikan sesembahan mereka sebagai pemberi syafaat, yakni perantara di sisi Allah untuk menyampaikan kebutuhan mereka yang orang-orang musyrik itu menyembelih untuk mereka, bernadzar kepada mereka. Bukan karena sesembahan itu menciptakan atau memberi rezeki, memberi manfaat atau mendatangkan madharat menurut keyakinan mereka. Akan tetapi agar sesembahan itu menjadi perantara untuk mereka di sisi Allah dan memberi syafaat di sisi Allah. Inilah akidah orang-orang musyrik. 
وَأَنۡتَ لَمَّا تُنَاقِشِ الۡآنَ قُبُورِيًّا مِنَ الۡقُبُورِيِّينَ يَقُولُ هٰذَا الۡمَقَالَةَ سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَقُولُ: أَنَا أَدۡرِي أَنَّ هٰذَا الۡوَلِيَّ أَوۡ هٰذَا الرَّجُلَ الصَّالِحَ لَا يَضُرُّ وَلَا يَنۡفَعُ، وَلٰكِنۡ هُوَ رَجُلٌ صَالِحٌ وَأُرِيدُ مِنۡهُ الشَّفَاعَةَ لِي عِنۡدَ اللهِ. 
Ketika engkau pada zaman ini mencoba mendebat pemuja kuburan, maka ia akan mengucapkan ucapan yang sama persis. Dia katakan: Saya tahu bahwa wali atau orang shalih ini tidak dapat mendatangkan madharat atau manfaat, namun ia adalah orang shalih dan saya mengharap syafaat darinya untukku di sisi Allah. 
وَالشَّفَاعَةُ فِيهَا حَقٌّ وَفِيهَا بَاطِلٌ، الشَّفَاعَةُ الَّتِي هِيَ حَقٌّ وَصَحِيحَةٌ هِيَ مَا تَوَفَّرَ فِيهَا شَرۡطَانِ: 
الشَّرۡطُ الۡأَوَّلُ: أَنۡ تَكُونَ بِإِذۡنِ اللهِ. 
وَالشَّرۡطُ الثَّانِي: أَنۡ يَكُونَ الۡمَشۡفُوعُ فِيهِ مِنۡ أَهۡلِ التَّوۡحِيدِ، أَيۡ: مِنۡ عُصَاةِ الۡمُوَحِّدِينَ. 
فَإِنِ اخۡتَلَّ شَرۡطٌ مِنَ الشَّرۡطَيۡنِ فَالشَّفَاعَةُ بَاطِلَةٌ، قَالَ تَعَالَى: ﴿مَن ذَا الَّذِي يَشۡفَعُ عِنۡدَهُ إِلَّا بِإِذۡنِهِ﴾ [البقرة: ٢٥٥]، ﴿وَلَا يَشۡفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارۡتَضَىٰ﴾ [الأنبياء: ٢٨]، وَهُمۡ عُصَاةُ الۡمُوَحِّدِينَ، أَمَّا الۡكُفَّارُ وَالۡمُشۡرِكُونَ فَمَا تَنۡفَعُهُمۡ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ: ﴿مَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنۡ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاعُ﴾ [غافر: ١٨]. 
Syafaat itu ada yang benar dan ada yang batil. Syafaat yang benar adalah yang terpenuhi dua syarat: 
  1. Syafaat itu dengan izin Allah. 
  2. Orang yang disyafaati termasuk dari orang yang bertauhid, yaitu termasuk orang-orang yang bermaksiat dari kalangan orang yang bertauhid. 
Sehingga, jika satu syarat dari dua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka syafaat tersebut batil. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya kecuali dengan izin-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 255). “Dan mereka tidak dapat memberi syafaat kecuali untuk orang-orang yang diridhai-Nya.” (QS. Al-Anbiya`: 28), mereka adalah orang bertauhid yang jatuh dalam kemaksiatan. Adapun orang-orang kafir dan musyrik, maka syafaat para pemberi syafaat tidak dapat memberi manfaat kepada mereka, “Orang-orang zhalim itu tidak memiliki seorang pun teman dan tidak pula pemberi syafaat yang diterima syafaatnya.” (QS. Ghafir: 18). 
فَهٰؤُلَاءِ سَمِعُوا بِالشَّفَاعَةِ وَلَا عَرَفُوا مَعۡنَاهَا، وَرَاحُوا يَطۡلُبُونَهَا مِنۡ هٰؤُلَاءِ بِدُونِ إِذۡنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، بَلۡ طَلَبُوهَا لِمَنۡ هُوَ مُشۡرِكٌ بِاللهِ لَا تَنۡفَعُهُ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ، فَهٰؤُلَاءِ يَجۡهَلُونَ مَعۡنَى الشَّفَاعَةِ الۡحَقَّةِ وَالشَّفَاعَةِ الۡبَاطِلَةِ. 
Mereka itu telah mendengar syafaat namun tidak mengerti maknanya. Dan mereka berangkat mencari syafaat itu dari sesembahan mereka tanpa seizin Allah ‘azza wa jalla. Bahkan mereka mencari syafaat untuk orang yang menyekutukan Allah yaitu orang yang syafaat itu tidak bermanfaat untuknya. Maka, mereka itu tidak mengetahui makna syafaat yang benar dan syafaat yang batil.