Beliau bernama Syuja’ bin Wahb bin Rabiah bin Asad bin Shuhaib bin Malik bin Kabiir bin Ghannam bin Duudan bin Asad bin Khuzaimah Al Asady radhiyallahu ‘anhu. Berkuniah Abu Wahb. Syuja’ adalah shahabat Nabi yang termasuk Muhajirin dan As Sabiqunal Awwalun (yang pertama masuk Islam), di Negeri Mekkah, beliau adalah sekutu dari Bani Abdusy Syams. Berperawakan tinggi, kurus dengan badan yang agak bungkuk.
Di antara keutamaan beliau adalah beliau merupakan satu di antara shahabat yang ikut dalam hijrah ke Negeri Habasyah yang kedua. Lalu pulang kembali ke Mekkah karena menyangka bahwa penduduknya telah berislam. Maka saat mengetahui bahwa keislaman penduduk Mekkah adalah sekedar kabar burung, beliau pun berangkat menuju ke Madinah bersama saudara beliau Abu Sinan Uqbah bin Wahb radhiyallahu ‘anhu, untuk berhijrah. Ini terjadi setelah datang perintah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berhijrah ke negeri tersebut. Dengan ini beliau termasuk sebagai Muhajirin yang pertama.
Di Negeri Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan beliau dengan Aus bin Abdillah bin Al Harits Al Khazraji radhiyallahu ‘anhu. Mengikuti Perang Badar, semua peperangan dan peristiwa besar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian di antara keutamaan shahabat yang mulia ini.
Dalam sebuah peristiwa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Syuja’ bin Wahb radhiyallahu ‘anhu bersama dengan pasukan kecil berjumlah 24 orang kepada Bani Amir, salah satu inti Kabilah Hawazin, yang bertempat tinggal di daerah Siyyi, ujung Negeri Rukbah pada bulan Rabiul Awwal tahun 8 Hijriyyah. Tujuan pengiriman pasukan ini adalah untuk mengacaukan keadaan mereka, Kabilah Hawazin. Sebab kabilah ini adalah salah satu kabilah Arab yang sangat keras penentangannya terhadap Islam. Di antara buktinya adalah mereka merupakan kabilah badui yang bekerjasama dengan Quraisy dalam Perang Ahzab, dan menjadi salah satu pasukan besar di barisan musuh. Maka pasukan Syuja’ inipun menyerang mereka di waktu Subuh. Serangan yang mendadak dan mengejutkan. Dengan bantuan Allah, maka pasukan ini bisa mengalahkan musuh dengan mudah. Bahkan, kaum muslimin memperoleh harta ghanimah berupa unta dan kambing dalam jumlah yang banyak. Masing-masing anggota pasukan mendapatkan 15 ekor unta dari ghanimah tersebut.
DELEGASI KEPADA RAJA-RAJA SEKITAR JAZIRAH
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengutus beliau sebagai utusan kepada Al Mundzir bin Al Harits bin Abi Syamr Al Ghassani. Dia adalah raja yang berada di Guthah, Damaskus. Ia termasuk raja yang menjadi bagian dari kekaisaran Romawi. Beliau pun keluar dari Madinah menuju Guthah pada bulan Dzulhijjah tahun 6 Hijriyyah. Saat pengutusan ini, beliau menceritakan kisah tentang penjaga pintu Al Harits yang bernama Muraii, seorang berkebangsaan Romawi. Ia bertanya kepada beliau tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan isi dakwah beliau. Maka Syuja’ pun menceritakan tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan sifat-sifat beliau. Maka orang inipun menangis dan berkata, “Sungguh aku telah membaca Injil. Aku mendapatkan di dalamnya sifat-sifat Nabi ini, dan dulu aku menyangka beliau sedang safar menuju ke daerah Syam. Akupun melihatnya telah keluar dari negeri Al Qardh. Maka aku pun beriman kepadanya dan membenarkannya. Namun aku takut Al Harits membunuhku”. Maka tatkala Syuja’ bin Wahb pulang kembali ke Madinah, beliau pun menceritakan hal ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyampaikan salam Muraii kepada beliau, dan mengabarkan bahwa ia berada di atas agama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membenarkan cerita dan kabar tentang orang itu. Dalam riwayat lain, selain kepada Al Mundzir, Beliau juga diutus kepada penguasa Ghassan yang lain, yaitu kepada Jabalah bin Al Aiham Al Ghassani.
Beliau diutus pula kepada Kisra, raja persia. Sesampai di salah satu Negeri Persia, tepatnya di ibukota persia, yaitu Kota Madain, beliau pun meminta izin menemui Kisra guna menyampaikan surat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka sebelum Syuja’ masuk, Kisra telah menghiasi istananya dan mengumpulkan para pembesarnya. Setelah Syuja’ bin Wahb masuk, Kisra memerintahkan untuk mengambil surat itu dari tangan beliau. Namun, beliau menolak memberikannya kecuali beliau sendirilah yang memberikannya kepada Kisra. Maka, setelah diterima oleh Kisra, surat itu diserahkan kepada juru tulis Kisra untuk dibacakan. Baru saja dibacakan surat itu, Kisra telah marah. Ia marah sebab nama Rasulullahlah yang ditulis pertama kali sebelum namanya. Baginya, bangsa Arab adalah bangsa budak bagi kekaisaran Persia yang begitu besar, sehingga tidak layak menurutnya nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam disebut terlebih dahulu sebelum namanya. Diambillah surat itu dan dirobek-robek sambil berteriak marah. Seketika itu juga, Syuja’ diusir keluar istana.
Sebenarnya setelah kemarahan Kisra mereda, ia meminta pada pengawalnya untuk memanggil kembali Syuja’, namun beliau telah bersegera pergi dari istana tersebut. Bahkan pencarian Syuja’ pun dilanjutkan hingga di daerah Al Hirah, sebelah utara Kufah. Namun Syuja’ telah pergi mendahului mereka dan datang menghadap Rasulullah untuk menyampaikan kabar tentang Kisra yang merobek surat beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan
مَزَّقَ كِسۡرَى مُلۡكَهُ
“Kisra telah merobek-robek kerajaannya”
Benarlah apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan, sang raja Persia itupun akhirnya harus tewas di tangan putranya sendiri. Dan semakin hari, kekuasaan Persia tercabik-cabik, dan akhirnya tunduk kepada kekuasaan Islam di masa kekhilafahan Al Faruq, Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhu.
KEMATIAN BELIAU
Beliau meninggal dalam pertempuran Yamamah dalam rangka memerangi Musailamah Al Kadzdzab dan orang-orang yang murtad pada tahun sebelas Hijriyah. Beliau gugur bersama syuhada yang lainnya, para veteran perang Badar, Uhud, dan para Qurra, penghafal Al Quran di kalangan Muhajirin dan Anshar. Saat itu beliau berumur 40 an tahun. Semoga Allah meridhainya. [Ustadz Hammam]
Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 78 vol.07 1439H-2018H rubrik Figur.