Cari Blog Ini

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 5237

١١٦ - بَابُ خُرُوجِ النِّسَاءِ لِحَوَائِجِهِنَّ
116. Bab keluarnya wanita untuk hajat-hajat mereka


٥٢٣٧ - حَدَّثَنَا فَرۡوَةُ بۡنُ أَبِي الۡمَغۡرَاءِ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بۡنُ مُسۡهِرٍ، عَنۡ هِشَامٍ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ عَائِشَةَ قَالَتۡ: خَرَجَتۡ سَوۡدَةُ بِنۡتُ زَمۡعَةَ لَيۡلًا، فَرَآهَا عُمَرُ فَعَرَفَهَا، فَقَالَ: إِنَّكِ وَاللهِ يَا سَوۡدَةُ مَا تَخۡفَيۡنَ عَلَيۡنَا، فَرَجَعَتۡ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَذَكَرَتۡ ذٰلِكَ لَهُ، وَهُوَ فِي حُجۡرَتِي يَتَعَشَّى، وَإِنَّ فِي يَدِهِ لَعَرۡقًا فَأُنۡزِلَ عَلَيۡهِ، فَرُفِعَ عَنۡهُ وَهُوَ يَقُولُ: (قَدۡ أَذِنَ لَكُنَّ أَنۡ تَخۡرُجۡنَ لِحَوَائِجِكُنَّ). [طرفه في: ١٤٦]. 

5237. Farwah bin Abu Al-Maghra` telah menceritakan kepada kami: ‘Ali bin Mushir menceritakan kepada kami dari Hisyam, dari ayahnya, dari ‘Aisyah. Beliau mengatakan: Saudah binti Zam’ah keluar di suatu malam. ‘Umar melihatnya dan mengenalinya. ‘Umar berkata, “Demi Allah, sungguh engkau, wahai Saudah, tidak tersamarkan atas kami.” 

Saudah pun kembali menemui Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Saudah mengisahkan kejadian itu kepada beliau ketika beliau di dalam kamarku sedang makan malam. Sesungguhnya di tangan beliau masih memegang tulang yang berdaging, lalu diturunkan wahyu kepada beliau. Setelah selesai, beliau bersabda, “Kalian para wanita telah dizinkan keluar untuk hajat-hajat kalian.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 3102

٣١٠٢ - حَدَّثَنَا إِبۡرَاهِيمُ بۡنُ الۡمُنۡذِرِ: حَدَّثَنَا أَنَسُ بۡنُ عِيَاضٍ، عَنۡ عُبَيۡدِ اللهِ، عَنۡ مُحَمَّدِ بۡنِ يَحۡيَى بۡنِ حَبَّانَ، عَنۡ وَاسِعِ بۡنِ حَبَّانَ، عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا قَالَ: ارۡتَقَيۡتُ فَوۡقَ بَيۡتِ حَفۡصَةَ، فَرَأَيۡتُ النَّبِيَّ ﷺ يَقۡضِي حَاجَتَهُ، مُسۡتَدۡبِرَ الۡقِبۡلَةِ، مُسۡتَقۡبِلَ الشَّأۡمِ. [طرفه في: ١٤٥]. 

3102. Ibrahim bin Al-Mundzir telah menceritakan kepada kami: Anas bin ‘Iyadh menceritakan kepada kami dari ‘Ubaidullah, dari Muhammad bin Yahya bin Hibban, dari Wasi’ bin Habban, dari ‘Abdullah bin ‘Umar—radhiyallahu ‘anhuma—. Beliau berkata: Aku naik di atas rumah Hafshah, lalu aku melihat Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—buang hajat dengan membelakangi kiblat, menghadap Syam.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 4795

٤٧٩٥ - حَدَّثَنِي زَكَرِيَّاءُ بۡنُ يَحۡيَى: حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنۡ هِشَامٍ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهَا قَالَتۡ: خَرَجَتۡ سَوۡدَةُ بَعۡدَ مَا ضُرِبَ الۡحِجَابُ لِحَاجَتِهَا، وَكَانَتِ امۡرَأَةً جَسِيمَةً، لَا تَخۡفَى عَلَى مَنۡ يَعۡرِفُهَا، فَرَآهَا عُمَرُ بۡنُ الۡخَطَّابِ، فَقَالَ: يَا سَوۡدَةُ، أَمَا وَاللهِ مَا تَخۡفَيۡنَ عَلَيۡنَا، فَانۡظُرِي كَيۡفَ تَخۡرُجِينَ. قَالَتۡ: فَانۡكَفَأَتۡ رَاجِعَةً، وَرَسُولُ اللهِ ﷺ فِي بَيۡتِي، وَإِنَّهُ لَيَتَعَشَّى وَفِي يَدِهِ عَرۡقٌ، فَدَخَلَتۡ، فَقَالَتۡ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي خَرَجۡتُ لِبَعۡضِ حَاجَتِي، فَقَالَ لِي عُمَرُ كَذَا وَكَذَا، قَالَتۡ: فَأَوۡحَى اللهُ إِلَيۡهِ، ثُمَّ رُفِعَ عَنۡهُ، وَإِنَّ الۡعَرۡقَ فِي يَدِهِ مَا وَضَعَهُ، فَقَالَ: (إِنَّهُ قَدۡ أُذِنَ لَكُنَّ أَنۡ تَخۡرُجۡنَ لِحَاجَتِكُنَّ). 

4795. Zakariyya` bin Yahya telah menceritakan kepadaku: Abu Usamah menceritakan kepada kami dari Hisyam, dari ayahnya, dari ‘Aisyah—radhiyallahu ‘anha—. 

Beliau mengatakan: Saudah keluar untuk menunaikan hajatnya setelah memakai hijab. Saudah adalah seorang wanita yang besar. Hal itu tidak tersamar bagi orang yang mengenalnya. 

‘Umar bin Al-Khaththab melihatnya lalu berkata, “Wahai Saudah, ketahuilah, demi Allah, kami bisa mengenalimu. Perhatikan bagaimana engkau keluar rumah!” 

‘Aisyah berkata: Saudah pun kembali pulang. Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—sedang berada di rumahku dan beliau sedang makan sembari memegang tulang berdaging. 

Saudah masuk seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku keluar untuk sebagian hajatku lalu ‘Umar berkata kepadaku begini dan begini.” 

‘Aisyah berkata: Lalu Allah menurunkan wahyu kepada beliau. Kemudian setelah selesai dan tulang itu masih di tangan beliau, tidak beliau letakkan, beliau bersabda, “Sesungguhnya kalian para wanita telah diizinkan keluar untuk hajat kalian.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 6322

١٥ - بَابُ الدُّعَاءِ عِنۡدَ الۡخَلَاءِ
15. Bab doa ketika masuk tempat buang hajat


٦٣٢٢ - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ عَرۡعَرَةَ: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ، عَنۡ عَبۡدِ الۡعَزِيزِ بۡنِ صُهَيۡبٍ، عَنۡ أَنَسِ بۡنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا دَخَلَ الۡخَلَاءَ قَالَ: (اللّٰهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الۡخُبُثِ وَالۡخَبَائِثِ). [طرفه في: ١٤٢]. 

6322. Muhammad bin ‘Ar’arah telah menceritakan kepada kami: Syu’bah menceritakan kepada kami dari ‘Abdul ‘Aziz bin Shuhaib, dari Anas bin Malik—radhiyallahu ‘anhu—. Beliau mengatakan: Dahulu, Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—apabila masuk ke tempat buang hajat, beliau berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari setan jantan dan setan betina.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1888

١٣ – بَابٌ
13. Bab


١٨٨٨ - حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، عَنۡ يَحۡيَى، عَنۡ عُبَيۡدِ اللهِ بۡنِ عُمَرَ قَالَ: حَدَّثَنِي خُبَيۡبُ بۡنُ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ، عَنۡ حَفۡصِ بۡنِ عَاصِمٍ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: (مَا بَيۡنَ بَيۡتِي وَمِنۡبَرِي رَوۡضَةٌ مِنۡ رِيَاضِ الۡجَنَّةِ، وَمِنۡبَرِي عَلَى حَوۡضِي). [طرفه في: ١١٩٦]. 

1888. Musaddad telah menceritakan kepada kami dari Yahya, dari ‘Ubaidullah bin ‘Umar. Beliau berkata: Khubaib bin ‘Abdurrahman menceritakan kepadaku dari Hafshi bin ‘Ashim, dari Abu Hurairah—radhiyallahu ‘anhu—, dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Beliau bersabda, “Ruang antara rumahku dengan mimbarku adalah salah satu taman janah. Mimbarku di atas haudku.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 6588

٦٥٨٨ - حَدَّثَنِي إِبۡرَاهِيمُ بۡنُ الۡمُنۡذِرِ: حَدَّثَنَا أَنَسُ بۡنُ عِيَاضٍ، عَنۡ عُبَيۡدِ اللهِ، عَنۡ خُبَيۡبٍ، عَنۡ حَفۡصِ بۡنِ عَاصِمٍ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: (مَا بَيۡنَ بَيۡتِي وَمِنۡبَرِي رَوۡضَةٌ مِنۡ رِيَاضِ الۡجَنَّةِ، وَمِنۡبَرِي عَلَى حَوۡضِي). [طرفه في: ١١٩٦]. 

6588. Ibrahim bin Al-Mundzir telah menceritakan kepadaku: Anas bin ‘Iyadh menceritakan kepada kami dari ‘Ubaidullah, dari Khubaib, dari Hafsh bin ‘Ashim, dari Abu Hurairah—radhiyallahu ‘anhu—: Bahwa Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Ruang antara rumahku dengan mimbarku adalah salah satu taman janah. Mimbarku di atas haudku.”

Ziarah Kubur antara Syar'i dan Bid'ah

Hukum Berziarah Tahunan yang Terbatas (Waktu dan Tempatnya) ke Sebagian Kuburan


Bukan hanya musik, nyanyian ataupun minuman keras yang digandrungi oleh sebagian kaum muslimin. Akan tetapi mereka pun gandrung kepada yang namanya bid'ah bahkan kesyirikan -dan tentunya semuanya ini adalah kemunkaran yang harus diingkari dan dihilangkan-. Di antara kebid'ahan ataupun kesyirikan yang mereka gandrungi adalah berziarah ke kuburan-kuburan tanpa mengindahkan syarat-syaratnya.

Di antara mereka ada yang bersungguh-sungguh menyengaja mengadakan tour (perjalanan) ke kuburan tertentu bahkan dengan bangga dipasang pengumuman di masjid-masjid "Ikuti Ziarah Kubur ke Syaikh Fulan, dengan biaya perjalanan sekian". Yang datang ke sana pun macam-macam tujuannya, ada yang ingin cari berkah dari kuburan tersebut (ngalap berkah), cari rizki, cari jodoh, cari ketenaran atau ada juga yang hanya sekedar bermaksiat dengan lawan jenisnya. Suatu perbuatan yang melanggar syari'at, membuang-buang waktu dan harta belaka. Innaa lillaah wa innaa ilaihi raaji'uun.

Sesungguhnya ziarah-ziarah seperti ini apakah tahunan, bulanan ataupun yang sifatnya tertentu dan terbatas (waktu dan tempatnya) ke sebagian kuburan, di mana terjadi padanya berbagai kemunkaran seperti ikhtilath, tarian, ratap tangis dan yang lainnya dari berbagai jenis kemunkaran, tidaklah dibenarkan oleh syari'at sedikit pun, bahkan hal ini termasuk perbuatan yang diada-adakan dalam agama (baca: bid'ah), dan peribadatan yang jelek yang Allah tidak menurunkan sedikit pun keterangan akan hal ini.

Adalah wajib bagi orang-orang yang bertanggung jawab (dari kalangan penguasa) –semoga Allah memantapkan kita dan mereka di atas Al-Haq- dan 'ulama –semoga Allah memberikan taufiq kepada kita dan mereka- agar merubah kemunkaran yang jelek seperti ini yang mengajak kepada penghancuran 'aqidah islamiyyah dari hati-hati kaum muslimin yang laki-laki maupun perempuannya dengan adanya do'a mereka, penyembelihan, nadzar mereka untuk selain Allah dan praktek-praktek kesyirikan yang lainnya, dan juga akan mengajak kepada penghancuran akhlaq islamiyyah yang kuat.

Perbuatan ini dikatakan bid'ah karena mereka mengkhususkan waktu, tempat dan kuburan (tertentu) tanpa dalil syar'i. Dan sungguh terkumpul padanya sebagian kemunkaran-kemunkaran dan kesyirikan-kesyirikan, wal 'iyaadzu billaah.

Macam-macam Ziarah Kubur


Kemudian ketahuilah –semoga Allah memberikan taufiq kepadaku dan kepada kalian- bahwasanya ziarah kubur terbagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Ziarah Syar'i


Yaitu ziarah yang telah disyari'atkan oleh Islam dan harus terpenuhi padanya tiga syarat:

1). Tidak sungguh-sungguh (menyengaja) mengadakan perjalanan kepadanya

Dalilnya adalah hadits dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَشُدُّوا الرِّحَالَ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: مَسْجِدِيْ هَذَا، وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْمَسْجِدِ الأَقْصَى
"Janganlah kalian bersungguh-sungguh (menyengaja) mengadakan perjalanan kecuali kepada tiga masjid (yaitu): masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjidil Haram, dan Masjidil Aqsha." (HR. Al-Bukhariy no.1139 dan Muslim dalam kitab Al-Hajj 2/976 nomor khusus 415 dan ini lafazhnya, dan diriwayatkan pula oleh Al-Bukhariy no.1132 dan Muslim no.1397 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dengan lafazh penafian)

Kita disyari'atkan bersungguh-sungguh dan menyengaja untuk mengadakan perjalanan ke tiga masjid ini karena adanya keutamaan di sana yaitu dilipatkan pahala shalat di tiga masjid tersebut. Seperti shalat di Masjidil Haram maka pahalanya sama dengan 100.000 kali shalat di masjid yang lain selain Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha.

Adapun bersungguh-sungguh (menyengaja) mengadakan perjalanan ke selain tiga masjid ini dalam rangka mencari berkah dan keutamaan seperti ke kuburan, maka ini adalah perbuatan bid'ah.

2). Tidak boleh mengatakan perkataan yang keji

Dalilnya adalah hadits dari Buraidah radhiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا
"(Dulu) Aku pernah melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah kalian." (HR. Muslim no.977)

نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَزُوْرَ فَلْيَزُرْ وَلاَ تَقُوْلُوْا هُجْرًا
"... (Dulu) Aku pernah melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) barangsiapa yang ingin berziarah maka berziarahlah dan jangan mengatakan perkataan yang keji."

Maka perhatikanlah semoga Allah merahmatimu, bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita dari perkataan yang keji dan bathil ketika ziarah kubur, dan ucapan yang mana yang lebih keji dan lebih bathil daripada ucapan seseorang yang berdo'a (meminta) kepada selain Allah dari orang-orang yang telah mati, beristighatsah (meminta pertolongan ketika dalam kesulitan) kepada mereka ataupun ucapan-ucapan syirik lainnya?

Maka tentunya ini, demi Allah, benar-benar kekejian dan kebathilan yang paling puncaknya, akan tetapi perkaranya adalah sebagaimana yang Allah firmankan,
وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
"Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."

Ayat ini terdapat dalam 11 tempat di dalam Al-Qur`an yaitu, Al-A'raaf:187, Yuusuf:21, 40, 68, An-Nahl:38, Ar-Ruum:6, 30, Saba`:28, 36, Al-Mu`min:57, dan Al-Jaatsiyah:26.

Dan sungguh benar Allah ketika berfirman,
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلاَّ وَهُمْ مُشْرِكُونَ
"Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)." [Yuusuf:106]

3). Tidak boleh mengkhususkan dengan waktu tertentu karena tidak ada dalil yang mengkhususkan

Seperti mengkhususkan hari jum'at, hari raya ataupun hari-hari lainnya, karena tidak ada dalil yang menerangkan hal ini. Bahkan kita dianjurkan ziarah kubur kapan saja tanpa pengkhususan pada hari-hari tertentu.

2. Ziarah Bid'ah


Yaitu ziarah yang tidak terpenuhi padanya satu syarat dari syarat-syarat yang telah disebutkan, apalagi lebih dari satu syarat. Misalnya datang dari jauh-jauh untuk ziarah ke kuburan, atau beribadah kepada Allah di sekitar kuburan dengan anggapan dan perasaan mereka bahwa hal ini lebih mengkhusyu'kan dalam beribadah. Atau mengkhususkan hari-hari tertentu. Semuanya ini adalah perbuatan bid'ah.

3. Ziarah Syirik


Yaitu ziarah di mana pelakunya terjerumus pada salah satu jenis dari jenis-jenis kesyirikan seperti berdo'a (meminta) kepada selain Allah, atau menyembelih untuk mereka, atau bernadzar untuk mereka, atau beristighatsah kepada mereka, atau meminta perlindungan kepada mereka, atau meminta anak, meminta pertolongan, hujan, kesembuhan atau untuk mengalahkan musuh dan menghilangkan kemudharatan/bahaya serta mendatangkan kemanfaatan dan yang lainnya dari jenis-jenis kesyirikan. (Lihat Majmuu' Fataawaa Syaikhil Islaam Ibni Taimiyyah 1/165-166)

Disadur dari Al-Qaulul Mufiid fii Adillatit Tauhiid hal.192-194.

Hukum Meminta kepada Orang yang Dikubur


Orang yang datang ke kuburan seorang Nabi atau orang yang shalih, atau dia berkeyakinan bahwa tempat itu adalah kuburan seorang Nabi atau orang yang shalih padahal bukan, dan meminta kepadanya atau meminta pertolongannya, maka dalam hal ini ada beberapa keadaan.

Di antaranya, meminta sesuatu kepadanya, misalnya minta untuk menghilangkan sakitnya atau sakit binatangnya, atau melunasi hutangnya, atau membalaskan dendamnya terhadap musuhnya, atau menyehatkan keluarganya, binatangnya dan sebagainya, yang sebenarnya tidak ada yang mampu melakukannya selain Allah, dan semuanya ini adalah kemusyrikan yang jelas, pelakunya wajib untuk bertaubat, dan kalau tidak mau bertaubat maka dibunuh (dalam hal ini penguasa muslim yang melakukannya).

Syubhat Orang Musyrik dan Bantahannya


Kalau dia mengatakan, "Saya minta kepadanya karena dia lebih dekat kepada Allah daripada saya, supaya dia menolong saya dalam urusan-urusan ini. Saya menjadikannya perantara kepada Allah sebagaimana seseorang mendekat (dalam rangka minta bantuan) kepada raja dengan perantaraan orang-orang penting dan pembantu-pembantunya."

Maka kita katakan, "Ini termasuk perbuatan kaum musyrikin dan orang-orang Nashrani, karena mereka juga menganggap bahwa 'ulama mereka dan pendeta-pendeta yang mereka jadikan penolong-penolong dan perantara kepada Tuhan untuk memintakan pertolongan mengenai urusan dan permintaan mereka, itu lebih dekat kepada Tuhan. Demikianlah Allah memberitakan tentang kaum musyrikin yang mengatakan,
مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya." (Az-Zumar:3)
أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ شُفَعَاءَ قُلْ أَوَلَوْ كَانُوا لاَ يَمْلِكُونَ شَيْئًا وَلاَ يَعْقِلُونَ. قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
"Bahkan mereka mengambil pemberi syafa`at (penolong) selain Allah. Katakanlah, 'Dan apakah (kalian mengambilnya juga) meskipun mereka tidak memiliki sesuatu pun dan tidak berakal?'. Katakanlah, 'Hanya kepunyaan Allah syafa'at itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nyalah kalian dikembalikan'." [Az-Zumar:43-44]
مَا لَكُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلاَ شَفِيعٍ أَفَلاَ تَتَذَكَّرُونَ
"Tidak ada bagi kalian selain daripada-Nya seorang penolong pun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa`at. Maka apakah kalian tidak memperhatikan?" [As-Sajdah:4]
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
"Tiada yang dapat memberi syafa`at di sisi Allah tanpa izin-Nya." [Al-Baqarah:255]

Allah Ta'ala menjelaskan perbedaan antara Dia dan makhluk-Nya. Yaitu bahwasanya kebiasaan manusia adalah meminta pertolongan orang besar (seperti raja atau presiden) dengan perantaraan orang yang dekat atau yang dihormati oleh orang besar tersebut. Perantara itu minta kepada orang besar tersebut lalu dipenuhi keperluannya karena harapan, atau ketakutan, atau segan dan malu, atau karena kecintaan, atau karena alasan yang lain. Sedangkan Allah Yang Maha Suci, tidak ada yang dapat menolong di hadapan-Nya kecuali setelah mendapat izin-Nya, sehingga penolong yang telah diberi izin itu pun tidak melakukan selain yang dikehendaki-Nya, dan pertolongan itu pun atas izin-Nya, karena seluruh urusan ada di Tangan-Nya.

Allah tidak boleh disamakan dengan makhluk-Nya. Di mana makhluk itu (yaitu seperti raja) butuh kepada orang-orang (para pembantunya) untuk memberitahukan/mentazkiyah orang/rakyat yang datang minta bantuan kepadanya. Karena memang raja tersebut tidak mampu mengetahui keadaan semua rakyatnya. Adapun Allah, maka Dia adalah Dzat Yang Maha Mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya, tidak butuh kepada seorang pun untuk memberitahukannya. Maka hendaklah seseorang langsung berdo'a kepada Allah tanpa melalui perantara.

Sungguh kesyirikan yang besar apabila seseorang menjadikan perantara antara dirinya dan Allah dalam beribadah/berdo'a kepada-Nya, apakah perantara itu malaikat, nabi, orang shalih atau yang lainnya yang telah meninggal dunia. Seperti datang ke kuburan dan mengatakan kepada orang yang dikubur tersebut, "Ya Syaikh atau Ya Fulan, tolong mintakan kepada Allah agar memberi saya rizki, kesembuhan, naik jabatan dan lain-lainya."

Hal ini dikatakan syirik karena dia telah berdo'a (meminta) kepada selain Allah yang tidak mampu mengabulkannya kecuali Allah; dan menyamakan Allah dengan makhluk-Nya.

Allah membantah orang-orang musyrikin yang menjadikan berhala-berhala yang mereka sembah sebagai perantara atau penolong/pemberi syafa'at untuk mereka di sisi-Nya, dengan firman-Nya,
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاَءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لاَ يَعْلَمُ فِي السَّمَوَاتِ وَلاَ فِي الأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
"Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata, 'Mereka itu adalah pemberi syafa`at kepada kami di sisi Allah'. Katakanlah, 'Apakah kalian mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?'. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (itu)." [Yuunus:18]

Dan firman-Nya,
أَلاَ لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
"Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), 'Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya'. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar." [Az-Zumar:3]

Wallaahu A'lam. Diringkas dari Ziyaaratul Qubuur, karya Ibnu Taimiyyah dengan beberapa tambahan.

Sumber: Buletin Al-Wala` Wal-Bara` Edisi ke-31 Tahun ke-3 / 01 Juli 2005 M / 23 Jumadil Ula 1426 H.

Sunan An-Nasa`i hadits nomor 2033

٢٠٣٣ – (صحيح) أَخۡبَرَنِي مُحَمَّدُ بۡنُ قُدَامَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنۡ أَبِي فَرۡوَةَ عَنِ الۡمُغِيرَةِ بۡنِ سُبَيۡعٍ حَدَّثَنِي عَبۡدُ اللهِ بۡنُ بُرَيۡدَةَ عَنۡ أَبِيهِ، أَنَّهُ كَانَ فِي مَجۡلِسٍ فِيهِ رَسُولُ اللهِ ﷺ، فَقَالَ: (إِنِّي كُنۡتُ نَهَيۡتُكُمۡ أَنۡ تَأۡكُلُوا لُحُومَ الۡأَضَاحِي إِلَّا ثَلَاثًا؛ فَكُلُوا، وَأَطۡعِمُوا، وَادَّخِرُوا مَا بَدَا لَكُمۡ، وَذَكَرۡتُ لَكُمۡ أَنۡ لَا تَنۡتَبِذُوا فِي الظُّرُوفِ الدُّبَّاءِ، وَالۡمُزَفَّتِ وَالنَّقِيرِ، وَالۡحَنۡتَمِ؛ انۡتَبِذُوا فِيمَا رَأَيۡتُمۡ، وَاجۡتَنِبُوا كُلَّ مُسۡكِرٍ، وَنَهَيۡتُكُمۡ عَنۡ زِيَارَةِ الۡقُبُورِ؛ فَمَنۡ أَرَادَ أَنۡ يَزُورَ؛ فَلۡيَزُرۡ، وَلَا تَقُولُوا هُجۡرًا). [انظر ما قبله]. 

2033. [Sahih] Muhammad bin Qudamah telah mengabarkan kepadaku. Beliau berkata: Jarir menceritakan kepada kami dari Abu Farwah, dari Al-Mughirah bin Subai’: ‘Abdullah bin Buraidah menceritakan kepadaku dari ayahnya, bahwa beliau pernah berada di suatu majlis yang di situ ada Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Beliau bersabda, “Sesungguhnya dahulu aku telah melarang kalian dari makan daging-daging kurban kecuali selama tiga hari, sekarang silakan kalian makan, berikan, dan simpan menurut pandangan kalian. Aku dahulu juga telah menyebutkan kepada kalian agar jangan merendam kurma di dalam wadah dubba` (waluh yang sudah kosong), muzaffat (tempat yang dilapisi ter atau aspal), naqir (batang kayu yang dikeruk), dan hantam (guci hijau), sekarang silakan kalian merendam kurma di tempat yang kalian inginkan, namun jauhilah setiap minuman yang memabukkan. Aku dahulu melarang kalian dari ziarah kubur, sekarang siapa saja yang ingin berziarah, silakan berziarah namun jangan ucapkan ucapan jelek.”

Shahih Muslim hadits nomor 977

١٠٦ – (٩٧٧) - حَدَّثَنَا أَبُو بَكۡرِ بۡنُ أَبِي شَيۡبَةَ، وَمُحَمَّدُ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ نُمَيۡرٍ، وَمُحَمَّدُ بۡنُ الۡمُثَنَّى - وَاللَّفۡظُ لِأَبِي بَكۡرٍ وَابۡنِ نُمَيۡرٍ – قَالُوا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ فُضَيۡلٍ، عَنۡ أَبِي سِنَانٍ، - وَهُوَ ضِرَارُ بۡنُ مُرَّةَ - عَنۡ مُحَارِبِ بۡنِ دِثَارٍ، عَنِ ابۡنِ بُرَيۡدَةَ، عَنۡ أَبِيهِ؛ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (نَهَيۡتُكُمۡ عَنۡ زِيَارَةِ الۡقُبُورِ، فَزُورُوهَا، وَنَهَيۡتُكُمۡ عَنۡ لُحُومِ الۡأَضَاحِيِّ فَوۡقَ ثَلَاثٍ، فَأَمۡسِكُوا مَا بَدَا لَكُمۡ، وَنَهَيۡتُكُمۡ عَنِ النَّبِيذِ إِلَّا فِي سِقَاءٍ، فَاشۡرَبُوا فِي الۡأَسۡقِيَةِ كُلِّهَا، وَلَا تَشۡرَبُوا مُسۡكِرًا). 

قَالَ ابۡنُ نُمَيۡرٍ فِي رِوَايَتِهِ: عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ بُرَيۡدَةَ، عَنۡ أَبِيهِ. 

106. (977). Abu Bakr bin Abu Syaibah, Muhammad bin ‘Abdullah bin Numair, dan Muhammad bin Al-Mutsanna telah menceritakan kepada kami. Redaksi hadis ini milik Abu Bakr dan Ibnu Numair. Mereka berkata: Muhammad bin Fudhail menceritakan kepada kami dari Abu Sinan—beliau adalah Dhirar bin Murrah—, dari Muharib bin Ditsar, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya. Beliau mengatakan: Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Aku (dahulu) telah melarang kalian dari ziarah kubur, (sekarang) berziarahlah. Aku dahulu melarang dari menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari, sekarang silakan simpan menurut pandangan kalian. Aku dahulu melarang dari air rendaman kurma kecuali di dalam kantong kulit, sekarang silakan kalian minum minuman di semua wadah dan janganlah kalian meminum minuman memabukkan.” 

Ibnu Numair berkata di dalam riwayatnya: Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya. 

(...) - وَحَدَّثَنَا يَحۡيَىٰ بۡنُ يَحۡيَىٰ: أَخۡبَرَنَا أَبُو خَيۡثَمَةَ، عَنۡ زُبَيۡدٍ الۡيَامِيِّ، عَنۡ مُحَارِبِ بۡنِ دِثَارٍ، عَنِ ابۡنِ بُرَيۡدَةَ، أُرَاهُ عَنۡ أَبِيهِ - الشَّكُّ مِنۡ أَبِي خَيۡثَمَةَ - عَنِ النَّبِيِّ ﷺ. 

Yahya bin Yahya telah menceritakan kepada kami: Abu Khaitsamah mengabarkan kepada kami dari Zubaid Al-Yami, dari Muharib bin Ditsar, dari Ibnu Buraidah. Aku menduga dari ayahnya—keraguan ini dari Abu Khaitsamah—dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. 

(ح) وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكۡرِ بۡنُ أَبِي شَيۡبَةَ: حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ بۡنُ عُقۡبَةَ، عَنۡ سُفۡيَانَ، عَنۡ عَلۡقَمَةَ، بۡنِ مَرۡثَدٍ، عَنۡ سُلَيۡمَانَ بۡنِ بُرَيۡدَةَ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ. 

Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami: Qabishah bin ‘Uqbah menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari ‘Alqamah, dari Martsad, dari Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. 

(ح) وَحَدَّثَنَا ابۡنُ أَبِي عُمَرَ وَمُحَمَّدُ بۡنُ رَافِعٍ وَعَبۡدُ بۡنُ حُمَيۡدٍ. جَمِيعًا عَنۡ عَبۡدِ الرَّزَّاقِ، عَنۡ مَعۡمَرٍ، عَنۡ عَطَاءٍ الۡخُرَاسَانِيِّ؛ قَالَ: حَدَّثَنِي عَبۡدُ اللهِ بۡنُ بُرَيۡدَةَ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ. كُلُّهُمۡ بِمَعۡنَىٰ حَدِيثِ أَبِي سِنَانٍ. 

Ibnu Abu ‘Umar, Muhammad bin Rafi’, dan ‘Abd bin Humaid telah menceritakan kepada kami. Semuanya dari ‘Abdurrazzaq, dari Ma’mar, dari ‘Atha` Al-Khurasani. Beliau berkata: ‘Abdullah bin Buraidah menceritakan kepadaku dari ayahnya, dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Mereka semua semakna dengan hadis Abu Sinan.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 7396

٧٣٩٦ - حَدَّثَنَا قُتَيۡبَةُ بۡنُ سَعِيدٍ: حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنۡ مَنۡصُورٍ، عَنۡ سَالِمٍ، عَنۡ كُرَيۡبٍ، عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (لَوۡ أَنَّ أَحَدَكُمۡ إِذَا أَرَادَ أَنۡ يَأۡتِيَ أَهۡلَهُ فَقَالَ: بِاسۡمِ اللهِ، اللّٰهُمَّ جَنِّبۡنَا الشَّيۡطَانَ، وَجَنِّبِ الشَّيۡطَانَ مَا رَزَقۡتَنَا، فَإِنَّهُ إِنۡ يُقَدَّرۡ بَيۡنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذٰلِكَ، لَمۡ يَضُرُّهُ شَيۡطَانٌ أَبَدًا). [طرفه في: ١٤١]. 

7396. Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami: Jarir menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Salim, dari Kuraib, dari Ibnu ‘Abbas—radhiyallahu ‘anhuma—. Beliau mengatakan: Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Andai salah seorang kalian apabila hendak menggauli istrinya, dia mengucapkan: ‘Bismillah. Ya Allah, jauhkanlah setan dari kami dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada kami,’ lalu ditakdirkan lahir seorang anak dari hubungan antara keduanya ketika itu, maka setan tidak dapat memudaratkannya selama-lamanya.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 7335

٧٣٣٥ - حَدَّثَنَا عَمۡرُو بۡنُ عَلِيٍّ: حَدَّثَنَا عَبۡدُ الرَّحۡمَٰنِ بۡنُ مَهۡدِيٍّ: حَدَّثَنَا مَالِكٌ، عَنۡ خُبَيۡبِ بۡنِ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ، عَنۡ حَفۡصِ بۡنِ عَاصِمٍ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (مَا بَيۡنَ بَيۡتِي وَمِنۡبَرِي رَوۡضَةٌ مِنۡ رِيَاضِ الۡجَنَّةِ، وَمِنۡبَرِي عَلَى حَوۡضِي). [طرفه في: ١١٩٦].

7335. ‘Amr bin ‘Ali telah menceritakan kepada kami: ‘Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami: Malik menceritakan kepada kami dari Khubaib bin ‘Abdurrahman, dari Hafsh bin ‘Ashim, dari Abu Hurairah. Beliau mengatakan: Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Ruang antara rumahku dengan mimbarku adalah salah satu taman janah. Mimbarku di atas haudku.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 6388

٥٦ - بَابُ مَا يَقُولُ إِذَا أَتَى أَهۡلَهُ
56. Bab doa yang diucapkan ketika menggauli istrinya


٦٣٨٨ - حَدَّثَنَا عُثۡمَانُ بۡنُ أَبِي شَيۡبَةَ: حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنۡ مَنۡصُورٍ، عَنۡ سَالِمٍ، عَنۡ كُرَيۡبٍ، عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (لَوۡ أَنَّ أَحَدَهُمۡ إِذَا أَرَادَ أَنۡ يَأۡتِيَ أَهۡلَهُ قَالَ: بِاسۡمِ اللهِ، اللّٰهُمَّ جَنِّبۡنَا الشَّيۡطَانَ، وَجَنِّبِ الشَّيۡطَانَ مَا رَزَقۡتَنَا، فَإِنَّهُ إِنۡ يُقَدَّرۡ بَيۡنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذٰلِكَ، لَمۡ يَضُرَّهُ شَيۡطَانٌ أَبَدًا). [طرفه في: ١٤١]. 

6388. ‘Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami: Jarir menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Salim, dari Kuraib, dari Ibnu ‘Abbas—radhiyallahu ‘anhuma—. Beliau mengatakan: Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Andai salah seorang kalian apabila hendak menggauli istrinya, dia mengucapkan, ‘Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah setan dari kami dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada kami,’ lalu ditakdirkan anak dari hubungan pasutri itu, maka setan tidak dapat memudaratkannya selama-lamanya.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 5165

٦٧ - بَابُ مَا يَقُولُ الرَّجُلُ إِذَا أَتَى أَهۡلَهُ
67. Bab doa yang diucapkan suami ketika menggauli istrinya


٥١٦٥ - حَدَّثَنَا سَعۡدُ بۡنُ حَفۡصٍ: حَدَّثَنَا شَيۡبَانُ، عَنۡ مَنۡصُورٍ، عَنۡ سَالِمِ بۡنِ أَبِي الۡجَعۡدِ، عَنۡ كُرَيۡبٍ، عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (أَمَا لَوۡ أَنَّ أَحَدَهُمۡ يَقُولُ حِينَ يَأۡتِي أَهۡلَهُ: بِاسۡمِ اللهِ، اللّٰهُمَّ جَنِّبۡنِي الشَّيۡطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيۡطَانَ مَا رَزَقۡتَنَا، ثُمَّ قُدِّرَ بَيۡنَهُمَا فِي ذٰلِكَ، أَوۡ قُضِيَ وَلَدٌ، لَمۡ يَضُرَّهُ شَيۡطَانٌ أَبَدًا). [طرفه في: ١٤١]. 

5165. Sa’d bin Hafsh telah menceritakan kepada kami: Syaiban menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Salim bin Abu Al-Ja’d, dari Kuraib, dari Ibnu ‘Abbas. Beliau mengatakan: Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Ketahuilah, andai salah seorang kalian, ketika hendak menggauli istrinya, mengucapkan, ‘Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah setan dariku dan jauhkan setan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada kami,’ kemudian ditakdirkan atau ditetapkan adanya anak dari hubungan keduanya ketika itu, maka setan tidak dapat memudaratkannya selama-lamanya.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 3283

٣٢٨٣ - حَدَّثَنَا آدَمُ: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ: حَدَّثَنَا مَنۡصُورٌ، عَنۡ سَالِمِ بۡنِ أَبِي الۡجَعۡدِ، عَنۡ كُرَيۡبٍ، عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (لَوۡ أَنَّ أَحَدَكُمۡ إِذَا أَتَى أَهۡلَهُ قَالَ: اللّٰهُمَّ جَنِّبۡنِي الشَّيۡطَانَ، وَجَنِّبِ الشَّيۡطَانَ مَا رَزَقۡتَنِي، فَإِنۡ كَانَ بَيۡنَهُمَا وَلَدٌ لَمۡ يَضُرُّهُ الشَّيۡطَانُ، وَلَمۡ يُسَلَّطۡ عَلَيۡهِ). 

قَالَ: وَحَدَّثَنَا الۡأَعۡمَشُ، عَنۡ سَالِمٍ، عَنۡ كُرَيۡبٍ، عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ: مِثۡلَهُ. [طرفه في: ١٤١]. 

3283. Adam telah menceritakan kepada kami: Syu’bah menceritakan kepada kami: Manshur menceritakan kepada kami dari Salim bin Abu Al-Ja’d, dari Kuraib, dari Ibnu ‘Abbas. Beliau mengatakan: Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Andai salah seorang kalian apabila hendak menggauli istrinya, dia berdoa, ‘Ya Allah, jauhkanlah setan dariku dan jauhkan setan dari apa yang Engkau anugerahkan kepadaku,’ jika terlahir anak dari hubungan keduanya, maka setan tidak dapat memudaratkannya dan anak itu tidak akan dikuasai oleh setan.” 

Syu’bah berkata: Al-A’masy menceritakan kepada kami dari Salim, dari Kuraib, dari Ibnu ‘Abbas semisal hadis itu.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 3271

٣٢٧١ - حَدَّثَنَا مُوسَى بۡنُ إِسۡمَاعِيلَ: حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنۡ مَنۡصُورٍ، عَنۡ سَالِمِ بۡنِ أَبِي الۡجَعۡدِ، عَنۡ كُرَيۡبٍ، عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: (أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمۡ إِذَا أَتَى أَهۡلَهُ، وَقَالَ: بِسۡمِ اللهِ، اللّٰهُمَّ جَنِّبۡنَا الشَّيۡطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيۡطَانَ مَا رَزَقۡتَنَا، فَرُزِقَا وَلَدًا لَمۡ يَضُرُّهُ الشَّيۡطَانُ). [طرفه في: ١٤١]. 

3271. Musa bin Isma’il telah menceritakan kepada kami: Hammam menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Salim bin Abu Al-Ja’d, dari Kuraib, dari Ibnu ‘Abbas—radhiyallahu ‘anhuma—, dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Beliau bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya salah seorang kalian apabila hendak menggauli istrinya dan berdoa: Dengan nama Allah, ya Allah jauhkanlah setan dari kami dan jauhkan setan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada kami; lalu suami istri itu dianugerahi seorang anak, maka setan tidak dapat memudaratkannya.”

Shahih Al-Bukhari - 20. Kitab Keutamaan Salat di Masjid Makkah dan Madinah

٢٠ – كِتَابُ فَضۡلِ الصَّلَاةِ فِي مَسۡجِدِ مَكَّةَ وَالۡمَدِينَةِ
20. Kitab Keutamaan Salat di Masjid Makkah dan Madinah

1. Bab keutamaan salat di masjid Makkah dan Madinah
2. Bab masjid Quba`
3. Bab barang siapa mendatangi Masjid Quba` tiap hari Sabtu
4. Bab mendatangi masjid Quba` dengan berjalan kaki dan menaiki kendaraan
5. Bab keutamaan apa yang di antara kuburan Nabi dengan mimbar
6. Bab masjid Baitulmaqdis

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1193

٣ - بَابُ مَنۡ أَتَى مَسۡجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبۡتٍ
3. Bab barang siapa mendatangi Masjid Quba` tiap hari Sabtu


١١٩٣ - حَدَّثَنَا مُوسَى بۡنُ إِسۡمَاعِيلَ: حَدَّثَنَا عَبۡدُ الۡعَزِيزِ بۡنُ مُسۡلِمٍ، عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ دِينَارٍ، عَنِ ابۡنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَأۡتِي مَسۡجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبۡتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا، وَكَانَ عَبۡدُ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ يَفۡعَلُهُ. [طرفه في: ١١٩١]. 

1193. Musa bin Isma’il telah menceritakan kepada kami: ‘Abdul ‘Aziz bin Muslim menceritakan kepada kami dari ‘Abdullah bin Dinar, dari Ibnu ‘Umar—radhiyallahu ‘anhuma—. Beliau mengatakan: Dahulu, Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—biasa mendatangi Masjid Quba` tiap hari Sabtu dengan berjalan kaki atau menaiki hewan tunggangan. Dan dahulu, ‘Abdullah—radhiyallahu ‘anhu—pun biasa melakukannya.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1192

١١٩٢ – قَالَ: وَكَانَ يَقُولُ: إِنَّمَا أَصۡنَعُ كَمَا رَأَيۡتُ أَصۡحَابِي يَصۡنَعُونَ، وَلَا أَمۡنَعُ أَحَدًا أَنۡ يُصَلِّيَ فِي أَىِّ سَاعَةٍ شَاءَ مِنۡ لَيۡلٍ أَوۡ نَهَارٍ، غَيۡرَ أَنۡ لَا تَتَحَرَّوۡا طُلُوعَ الشَّمۡسِ وَلَا غُرُوبَهَا. [طرفه في: ٥٨٢]. 

1192. Nafi’ berkata: Ibnu ‘Umar berkata: Aku hanya berbuat sebagaimana aku melihat para sahabatku berbuat. Aku tidak menghalangi seorang pun untuk salat di waktu kapan pun yang dia kehendaki, baik di malam atau siang hari, hanya saja janganlah kalian bermaksud melakukan salat ketika matahari terbit dan jangan pula ketika tenggelamnya.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1190

١١٩٠ - حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ يُوسُفَ قَالَ: أَخۡبَرَنَا مَالِكٌ، عَنۡ زَيۡدِ بۡنِ رَبَاحٍ وَعُبَيۡدِ اللهِ بۡنِ أَبِي عَبۡدِ اللهِ الۡأَغَرِّ، عَنۡ أَبِي عَبۡدِ اللهِ الۡأَغَرِّ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: (صَلَاةٌ فِي مَسۡجِدِي هَٰذَا خَيۡرٌ مِنۡ أَلۡفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الۡمَسۡجِدَ الۡحَرَامَ). 

1190. ‘Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Malik mengabarkan kepada kami dari Zaid bin Rabah dan ‘Ubaidullah bin Abu ‘Abdullah Al-Agharr, dari Abu ‘Abdullah Al-Agharr, dari Abu Hurairah—radhiyallahu ‘anhu—: Bahwa Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Salat di masjidku ini lebih baik daripada seribu salat di tempat lainnya kecuali Masjidilharam.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1188

١ – بَابُ فَضۡلِ الصَّلَاةِ فِي مَسۡجِدِ مَكَّةَ وَالۡمَدِينَةِ
1. Bab keutamaan salat di masjid Makkah dan Madinah


١١٨٨ – حَدَّثَنَا حَفۡصُ بۡنُ عُمَرَ: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ قَالَ: أَخۡبَرَنِي عَبۡدُ الۡمَلِكِ، عَنۡ قَزَعَةَ قَالَ: سَمِعۡتُ أَبَا سَعِيدٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ أَرۡبَعًا قَالَ: سَمِعۡتُ مِنَ النَّبِيِّ ﷺ؛ وَكَانَ غَزَا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ ثِنۡتَي عَشۡرَةَ غَزۡوَةً. (ح). [طرفه في: ٥٨٦]. 

1188. Hafsh bin ‘Umar telah menceritakan kepada kami: Syu’bah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: ‘Abdul Malik mengabarkan kepadaku dari Qaza’ah. Beliau berkata: Aku mendengar empat hal dari Abu Sa’id—radhiyallahu ‘anhu—. Beliau mengatakan: Aku mendengar dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Abu Sa’id berperang bersama Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—sebanyak dua belas peperangan.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 242

٧٥ - بَابٌ لَا يَجُوزُ الۡوُضُوءُ بِالنَّبِيذِ وَلَا الۡمُسۡكِرِ
75. Bab tidak boleh wudu menggunakan air rendaman kurma, apalagi minuman yang memabukkan


وَكَرِهَهُ الۡحَسَنُ وَأَبُو الۡعَالِيَةِ، وَقَالَ عَطَاءٌ: التَّيَمُّمُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ الۡوُضُوءِ بِالنَّبِيذِ وَاللَّبَنِ. 

Al-Hasan dan Abu Al-‘Aliyah membencinya. ‘Atha` berkata: Tayamum lebih aku sukai daripada wudu menggunakan air rendaman kurma dan susu. 

٢٤٢ - حَدَّثَنَا عَلِيُّ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفۡيَانُ قَالَ: حَدَّثَنَا الزُّهۡرِيُّ، عَنۡ أَبِي سَلَمَةَ، عَنۡ عَائِشَةَ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: (كُلُّ شَرَابٍ أَسۡكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ). 

[الحديث ٢٤٢ – طرفاه في: ٥٥٨٥، ٥٥٨٦]. 

242. ‘Ali bin ‘Abdullah telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Sufyan menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Az-Zuhri menceritakan kepada kami dari Abu Salamah, dari ‘Aisyah, dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Beliau bersabda, “Setiap minuman yang memabukkan maka itu haram.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 241

٧٤ - بَابُ الۡبُزَاقِ وَالۡمُخَاطِ وَنَحۡوِهِ فِي الثَّوۡبِ
74. Bab ludah, ingus, dan semisalnya di pakaian


وَقَالَ عُرۡوَةُ، عَنِ الۡمِسۡوَرِ وَمَرۡوَانَ: خَرَجَ النَّبِيُّ ﷺ زَمَنَ حُدَيۡبِيَةَ، فَذَكَرَ الۡحَدِيثَ: وَمَا تَنَخَّمَ النَّبِيُّ ﷺ نُخَامَةً إِلَّا وَقَعَتۡ فِي كَفِّ رَجُلٍ مِنۡهُمۡ، فَدَلَكَ بِهَا وَجۡهَهُ وَجِلۡدَهُ. 

‘Urwah berkata dari Al-Miswar dan Marwan: Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—pernah keluar di masa Hudaibiyah. Lalu beliau menyebutkan hadis itu: Tidaklah Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—mengeluarkan dahak kecuali dahak itu jatuh di telapak tangan seseorang dari para sahabat. Lalu orang itu menggosokkannya ke wajah dan kulitnya. 

٢٤١ - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ يُوسُفَ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفۡيَانُ، عَنۡ حُمَيۡدٍ، عَنۡ أَنَسٍ قَالَ: بَزَقَ النَّبِيُّ ﷺ فِي ثَوۡبِهِ. طَوَّلَهُ ابۡنُ أَبِي مَرۡيَمَ قَالَ: أَخۡبَرَنَا يَحۡيَى بۡنُ أَيُّوبَ: حَدَّثَنِي حُمَيۡدٌ قَالَ: سَمِعۡتُ أَنَسًا عَنِ النَّبِيِّ ﷺ. [الحديث ٢٤١ – أطرافه في: ٤٠٥، ٤١٢، ٤١٣، ٤١٧، ٥٣١، ٥٣٢، ٨٢٢، ١٢١٤]. 

241. Muhammad bin Yusuf telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Humaid, dari Anas. Beliau berkata: Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—pernah meludah di pakaiannya. 

Ibnu Abu Maryam menyebutkan riwayat ini dengan panjang. Beliau berkata: Yahya bin Ayyub mengabarkan kepada kami: Humaid menceritakan kepadaku. Beliau berkata: Aku mendengar Anas dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 230

٢٣٠ - حَدَّثَنَا قُتَيۡبَةُ قَالَ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ قَالَ: حَدَّثَنَا عَمۡرٌو، عَنۡ سُلَيۡمَانَ قَالَ: سَمِعۡتُ عَائِشَةَ (ح). وَحَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبۡدُ الۡوَاحِدِ قَالَ: حَدَّثَنَا عَمۡرُو بۡنُ مَيۡمُونٍ، عَنۡ سُلَيۡمَانَ بۡنِ يَسَارٍ قَالَ: سَأَلۡتُ عَائِشَةَ عَنِ الۡمَنِيِّ يُصِيبُ الثَّوۡبَ فَقَالَتۡ: كُنۡتُ أَغۡسِلُهُ مِنۡ ثَوۡبِ رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَيَخۡرُجُ إِلَى الصَّلَاةِ وَأَثَرُ الۡغَسۡلِ فِي ثَوۡبِهِ بُقَعُ الۡمَاءِ. [طرفه في: ٢٢٩]. 

230. Qutaibah telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Yazid menceritakan kepada kami. Beliau berkata: ‘Amr menceritakan kepada kami dari Sulaiman. Beliau berkata: Aku mendengar ‘Aisyah. (Dalam riwayat lain) Musaddad telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: ‘Abdul Wahid menceritakan kepada kami. Beliau berkata: ‘Amr bin Maimun menceritakan kepada kami dari Sulaiman bin Yasar. Beliau berkata: Aku bertanya kepada ‘Aisyah tentang mani yang mengenai pakaian. Lalu beliau mengatakan: Dahulu aku mencuci pakaian Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—lalu beliau keluar untuk salat sementara bekas cucian masih terlihat di pakaian beliau. Yaitu ada bagian pakaian yang terlihat berwarna beda karena terkena air.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 240

٧٣ - بَابٌ إِذَا أُلۡقِيَ عَلَى ظَهۡرِ الۡمُصَلِّي قَذَرٌ أَوۡ جِيفَةٌ لَمۡ تَفۡسُدۡ عَلَيۡهِ صَلَاتُهُ
73. Bab apabila najis atau bangkai busuk dilemparkan ke atas punggung orang yang salat, maka salatnya tidak rusak karenanya


وَكَانَ ابۡنُ عُمَرَ إِذَا رَأَى فِي ثَوۡبِهِ دَمًا، وَهُوَ يُصَلِّي، وَضَعَهُ وَمَضَى فِي صَلَاتِهِ. 

Dahulu Ibnu ‘Umar jika melihat darah di pakaiannya ketika sedang salat, beliau meletakkannya dan tetap melanjutkan salatnya. 

قَالَ ابۡنُ الۡمُسَيَّبِ وَالشَّعۡبِيُّ: إِذَا صَلَّى وَفِي ثَوۡبِهِ دَمٌ أَوۡ جَنَابَةٌ، أَوۡ لِغَيۡرِ الۡقِبۡلَةِ، أَوۡ تَيَمَّمَ فَصَلَّى ثُمَّ أَدۡرَكَ الۡمَاءَ فِي وَقۡتِهِ، لَا يُعِيدُ. 

Ibnu Al-Musayyab dan Asy-Sya’bi berkata, “Apabila seseorang salat sementara (dia tidak tahu) di pakaiannya ada darah atau bekas junub, atau dia menghadap selain kiblat (karena keliru), atau tayamum lalu salat kemudian setelah itu mendapatkan air untuk bersuci dan masih di dalam waktu salat, maka dia tidak usah mengulang salat. 

٢٤٠ - حَدَّثَنَا عَبۡدَانُ قَالَ: أَخۡبَرَنِي أَبِي، عَنۡ شُعۡبَةَ، عَنۡ أَبِي إِسۡحَاقَ، عَنۡ عَمۡرِو بۡنِ مَيۡمُونٍ، عَنۡ عَبۡدِ اللهِ قَالَ: بَيۡنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ سَاجِدٌ (ح). وَحَدَّثَنِي أَحۡمَدُ بۡنُ عُثۡمَانَ قَالَ: حَدَّثَنَا شُرَيۡحُ بۡنُ مَسۡلَمَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا إِبۡرَاهِيمُ بۡنُ يُوسُفَ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ أَبِي إِسۡحَاقَ قَالَ: حَدَّثَنِي عَمۡرُو بۡنُ مَيۡمُونٍ: أَنَّ عَبۡدَ اللهِ بۡنَ مَسۡعُودٍ حَدَّثَهُ: 

240. ‘Abdan telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Ayahku mengabarkan kepadaku dari Syu’bah, dari Abu Ishaq, dari ‘Amr bin Maimun, dari ‘Abdullah. Beliau berkata: Ketika Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—sedang sujud. (Dalam riwayat lain) Ahmad bin ‘Utsman telah menceritakan kepadaku. Beliau berkata: Syuraih bin Maslamah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Ibrahim bin Yusuf menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Abu Ishaq. Beliau berkata: ‘Amr bin Maimun menceritakan kepadaku: Bahwa ‘Abdullah bin Mas’ud menceritakan kepadanya: 

أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يُصَلِّي عِنۡدَ الۡبَيۡتِ، وَأَبُو جَهۡلٍ وَأَصۡحَابٌ لَهُ جُلُوسٌ، إِذۡ قَالَ بَعۡضُهُمۡ لِبَعۡضٍ: أَيُّكُمۡ يَجِيءُ بِسَلَى جَزُورِ بَنِي فُلَانٍ، فَيَضَعُهُ عَلَى ظَهۡرِ مُحَمَّدٍ إِذَا سَجَدَ؟ فَانۡبَعَثَ أَشۡقَى الۡقَوۡمِ فَجَاءَ بِهِ، فَنَظَرَ حَتَّى إِذَا سَجَدَ النَّبِيُّ ﷺ، وَضَعَهُ عَلَى ظَهۡرِهِ بَيۡنَ كَتِفَيۡهِ، وَأَنَا أَنۡظُرُ لَا أُغَيِّرُ شَيۡئًا، لَوۡ كَانَ لِي مَنۡعَةٌ، 

Bahwa Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—pernah salat di dekat Kakbah, sementara Abu Jahl dan sahabat-sahabatnya sedang duduk. Tiba-tiba sebagian mereka berkata kepada yang lain, “Siapa di antara kalian yang berani membawa ari-ari unta bani Polan, lalu dia letakkan di atas punggung Muhammad ketika dia sedang sujud?” 

Lalu seseorang yang paling celaka bangkit dan membawakannya. Dia menunggu hingga ketika Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—sujud, dia letakkan di atas punggung di antara kedua pundaknya. Aku melihat namun aku tidak bisa berbuat apa-apa. Andai waktu itu aku bisa menghalangi mereka. 

قَالَ: فَجَعَلُوا يَضۡحَكُونَ وَيُحِيلُ بَعۡضُهُمۡ عَلَى بَعۡضٍ، وَرَسُولُ اللهِ ﷺ سَاجِدٌ لَا يَرۡفَعُ رَأۡسَهُ، حَتَّى جَاءَتۡهُ فَاطِمَةُ، فَطَرَحَتۡ عَنۡ ظَهۡرِهِ، فَرَفَعَ رَأۡسَهُ ثُمَّ قَالَ: (اللّٰهُمَّ عَلَيۡكَ بِقُرَيۡشٍ) ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، فَشَقَّ عَلَيۡهِمۡ إِذۡ دَعَا عَلَيۡهِمۡ، قَالَ: وَكَانُوا يُرَوۡنَ أَنَّ الدَّعۡوَةَ فِي ذٰلِكَ الۡبَلَدِ مُسۡتَجَابَةٌ، ثُمَّ سَمَّى: (اللّٰهُمَّ عَلَيۡكَ بِأَبِي جَهۡلٍ، وَعَلَيۡكَ بِعُتۡبَةَ بۡنِ رَبِيعَةَ، وَشَيۡبَةَ بۡنِ رَبِيعَةَ، وَالۡوَلِيدِ بۡنِ عُتۡبَةَ، وَأُمَيَّةَ بۡنِ خَلَفٍ، وَعُقۡبَةَ بۡنِ أَبِي مُعَيۡطٍ). وَعَدَّ السَّابِعَ فَلَمۡ نَحۡفَظۡهُ، قَالَ: فَوَالَّذِي نَفۡسِي بِيَدِهِ لَقَدۡ رَأَيۡتُ الَّذِينَ عَدَّ رَسُولُ اللهِ ﷺ صَرۡعَى فِي الۡقَلِيبِ قَلِيبِ بَدۡرٍ. 

[الحديث ٢٤٠ – أطرافه في: ٥٢٠، ٢٩٣٤، ٣١٨٥، ٣٨٥٤، ٣٩٦٠]. 

‘Abdullah bin Mas’ud berkata: Mereka tertawa dan saling menuding, sementara Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—terus sujud tidak mengangkat kepalanya. Hingga Fathimah mendatangi beliau lalu membuang kotoran dari punggungnya. Lalu beliau mengangkat kepalanya kemudian berdoa, “Ya Allah, binasakanlah orang-orang kafir Quraisy!” Sebanyak tiga kali. Doa kebinasaan itu terasa berat bagi mereka. 

‘Abdullah bin Mas’ud berkata: Mereka berpendapat bahwa doa di negeri itu mustajab. Kemudian Rasulullah menyebut nama mereka, “Ya Allah binasakanlah Abu Jahl, binasakanlah ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Al-Walid bin ‘Utbah, Umayyah bin Khalaf, dan ‘Uqbah bin Abu Mu’aith.” Beliau menyebutkan orang ketujuh, namun kami tidak menghafalnya. 

‘Abdullah bin Mas’ud berkata: Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku melihat orang-orang yang Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—sebutkan itu bergelimpangan di dalam sumur Badr.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 235, 236, dan 237

٧١ - بَابُ مَا يَقَعُ مِنَ النَّجَاسَاتِ فِي السَّمۡنِ وَالۡمَاءِ
71. Bab tentang najis yang jatuh ke dalam minyak samin dan air


وَقَالَ الزُّهۡرِيُّ: لَا بَأۡسَ بِالۡمَاءِ مَا لَمۡ يُغَيِّرۡهُ طَعۡمٌ أَوۡ رِيحٌ أَوۡ لَوۡنٌ. 

Az-Zuhri berkata, “Tidak mengapa (bersuci) dengan air selama rasa, bau, atau warnanya tidak berubah.” 

وَقَالَ حَمَّادٌ: لَا بَأۡسَ بِرِيشِ الۡمَيۡتَةِ. 

Hammad berkata, “Bulu-bulu bangkai tidak masalah (yaitu tidak najis).” 

وَقَالَ الزُّهۡرِيُّ - فِي عِظَامِ الۡمَوۡتَى، نَحۡوَ الۡفِيلِ وَغَيۡرِهِ -: أَدۡرَكۡتُ نَاسًا مِنۡ سَلَفِ الۡعُلَمَاءِ، يَمۡتَشِطُونَ بِهَا، وَيَدَّهِنُونَ فِيهَا، لَا يَرَوۡنَ بِهِ بَأۡسًا. 

Az-Zuhri berkata tentang tulang bangkai hewan seperti gajah atau selainnya, “Aku mendapati beberapa orang ulama terdahulu, mereka bersisir menggunakannya dan mewadahi minyak di situ, serta mereka berpendapat hal itu tidak masalah.” 

وَقَالَ ابۡنُ سِيرِينَ وَإِبۡرَاهِيمُ: وَلَا بَأۡسَ بِتِجَارَةِ الۡعَاجِ. 

Ibnu Sirin dan Ibrahim berkata, “Tidak mengapa memperdagangkan gading gajah.” 

٢٣٥ - حَدَّثَنَا إِسۡمَاعِيلُ قَالَ: حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنِ ابۡنِ شِهَابٍ، عَنۡ عُبَيۡدِ اللهِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ، عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ، عَنۡ مَيۡمُونَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ سُئِلَ عَنۡ فَأۡرَةٍ سَقَطَتۡ فِي سَمۡنٍ، فَقَالَ: (أَلۡقُوهَا وَمَا حَوۡلَهَا فَاطۡرَحُوهُ، وَكُلُوا سَمۡنَكُمۡ). 

[الحديث ٢٣٥ – أطرافه في: ٢٣٦، ٥٥٣٨، ٥٥٣٩، ٥٥٤٠]. 

235. Isma’il telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Malik menceritakan kepadaku dari Ibnu Syihab, dari ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah, dari Ibnu ‘Abbas, dari Maimunah: Bahwa Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—ditanya tentang tikus yang jatuh ke dalam minyak samin, lantas beliau bersabda, “Buanglah tikus itu dan yang di sekitarnya, lalu silakan konsumsi minyak samin kalian.” 

٢٣٦ - حَدَّثَنَا عَلِيُّ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ قَالَ: حَدَّثَنَا مَعۡنٌ قَالَ: حَدَّثَنَا مَالِكٌ، عَنِ ابۡنِ شِهَابٍ، عَنۡ عُبَيۡدِ اللهِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ عُتۡبَةَ بۡنِ مَسۡعُودٍ، عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ، عَنۡ مَيۡمُونَةَ: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ سُئِلَ عَنۡ فَأۡرَةٍ سَقَطَتۡ فِي سَمۡنٍ، فَقَالَ: (خُذُوهَا وَمَا حَوۡلَهَا فَاطۡرَحُوهُ). قَالَ مَعۡنٌ: حَدَّثَنَا مَالِكٌ مَا لَا أُحۡصِيهِ، يَقُولُ: عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ، عَنۡ مَيۡمُونَةَ. [طرفه في: ٢٣٥]. 

236. ‘Ali bin ‘Abdullah telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Ma’n menceritakan kepada kami. Beliau berkat: Malik menceritakan kepada kami dari Ibnu Syihab, dari ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud, dari Ibnu ‘Abbas, dari Maimunah: Bahwa Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—ditanya tentang seekor tikus yang jatuh ke dalam minyak samin, lantas beliau bersabda, “Ambil tikus itu dan buanglah yang di sekitarnya!” 

Ma’n berkata: Malik menceritakan kepada kami riwayat yang tidak bisa aku hitung. Beliau berkata: Dari Ibnu ‘Abbas, dari Maimunah. 

٢٣٧ - حَدَّثَنَا أَحۡمَدُ بۡنُ مُحَمَّدٍ قَالَ: أَخۡبَرَنَا عَبۡدُ اللهِ قَالَ: أَخۡبَرَنَا مَعۡمَرٌ، عَنۡ هَمَّامِ بۡنِ مُنَبِّهٍ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: (كُلُّ كَلۡمٍ يُكۡلَمُهُ الۡمُسۡلِمُ فِي سَبِيلِ اللهِ، يَكُونُ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ كَهَيۡئَتِهَا، إِذۡ طُعِنَتۡ، تَفَجَّرُ دَمًا، اللَّوۡنُ لَوۡنُ الدَّمِ، وَالۡعَرۡفُ عَرۡفُ الۡمِسۡكِ). [الحديث ٢٣٧ – طرفاه في: ٢٨٠٣، ٥٥٣٣]. 

237. Ahmad bin Muhammad telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: ‘Abdullah mengabarkan kepada kami. Beliau berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Hammam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Beliau bersabda, “Setiap luka yang diderita seorang muslim di jalan Allah, maka luka itu akan tetap seperti keadaannya pada hari kiamat. Ketika dia ditusuk, maka kelak (dari lukanya) mengucur darah. Warnanya warna darah, namun aromanya wangi kesturi.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 233 dan 234

٧٠ - بَابُ أَبۡوَالِ الۡإِبِلِ وَالدَّوَابِّ وَالۡغَنَمِ وَمَرَابِضِهَا
70. Bab hukum kencing unta, binatang berkaki empat, dan kambing; dan hukum kandangnya


وَصَلَّى أَبُو مُوسَى فِي دَارِ الۡبَرِيدِ وَالسِّرۡقِينِ، وَالۡبَرِّيَّةُ إِلَى جَنۡبِهِ، فَقَالَ: هَاهُنَا وَثَمَّ سَوَاءٌ. 

Abu Musa pernah salat di rumah transit para utusan dan tempat kotoran binatang, sedangkan di sebelahnya ada gurun. Beliau berkata, “Di sini dan di sana sama saja.” 

٢٣٣ - حَدَّثَنَا سُلَيۡمَانُ بۡنُ حَرۡبٍ قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بۡنُ زَيۡدٍ، عَنۡ أَيُّوبَ، عَنۡ أَبِي قِلَابَةَ، عَنۡ أَنَسٍ قَالَ: قَدِمَ أُنَاسٌ مِنۡ عُكۡلٍ أَوۡ عُرَيۡنَةَ، فَاجۡتَوَوُا الۡمَدِينَةَ، فَأَمَرَهُمُ النَّبِيُّ ﷺ بِلِقَاحٍ، وَأَنۡ يَشۡرَبُوا مِنۡ أَبۡوَالِهَا وَأَلۡبَانِهَا، فَانۡطَلَقُوا، فَلَمَّا صَحُّوا، قَتَلُوا رَاعِيَ النَّبِيِّ ﷺ وَاسۡتَاقُوا النَّعَمَ، فَجَاءَ الۡخَبَرُ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ، فَبَعَثَ فِي آثَارِهِمۡ، فَلَمَّا ارۡتَفَعَ النَّهَارُ جِيءَ بِهِمۡ، فَأَمَرَ فَقَطَعَ أَيۡدِيَهُمۡ وَأَرۡجُلَهُمۡ، وَسُمِرَتۡ أَعۡيُنُهُمۡ، وَأُلۡقُوا فِي الۡحَرَّةِ، يَسۡتَسۡقُونَ فَلَا يُسۡقَوۡنَ. قَالَ أَبُو قِلَابَةَ: فَهَٰؤُلَاءِ سَرَقُوا وَقَتَلُوا، وَكَفَرُوا بَعۡدَ إِيمَانِهِمۡ، وَحَارَبُوا اللهَ وَرَسُولَهُ. [الحديث ٢٣٣ – أطرافه في: ١٥٠١، ٣٠١٨، ٤١٩٢، ٤١٩٣، ٤٦١٠، ٥٦٨٥، ٥٦٨٦، ٥٧٢٧، ٦٨٠٢، ٦٨٠٣]. 

233. Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Anas. Beliau mengatakan: 

Ada orang-orang dari kabilah ‘Ukl atau desa ‘Urainah datang. Mereka tidak kerasan di Madinah (karena merasa sakit). Lalu Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—menyuruh agar mereka diberi beberapa ekor unta perah dan agar mereka meminum kencing dan susu unta itu. Mereka pun beranjak melakukannya. Ketika mereka sudah sehat, mereka membunuh penggembalanya Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan menggiring unta-unta. 

Berita itu sampai kepada Nabi di awal siang, lalu beliau mengirim pasukan mengejar mereka. Ketika siang sudah terik, mereka dibawa menghadap. Nabi memerintahkan agar tangan-tangan dan kaki-kaki mereka dipotong, mata-mata mereka ditusuk, dan dilemparkan di tanah berbatu. Mereka minta minum namun tidak diberi. 

Abu Qilabah berkata: Mereka ini telah mencuri dan membunuh. Mereka kafir setelah sebelumnya beriman dan mereka memerangi Allah dan Rasul-Nya. 

٢٣٤ - حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ قَالَ: أَخۡبَرَنَا أَبُو التَّيَّاحِ يَزِيدُ بۡنُ حُمَيۡدٍ، عَنۡ أَنَسٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يُصَلِّي قَبۡلَ أَنۡ يُبۡنَى الۡمَسۡجِدُ فِي مَرَابِضِ الۡغَنَمِ. 

[الحديث ٢٣٤ – أطرافه في: ٤٢٨، ٤٢٩، ١٨٦٨، ٢١٠٦، ٢٧٧١، ٢٧٧٤، ٢٧٧٩، ٣٩٣٢]. 

234. Adam telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Abu At-Tayyah Yazid bin Humaid mengabarkan kepada kami dari Anas. Beliau mengatakan: Dahulu sebelum masjid dibangun, Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—salat di kandang kambing.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1197

٦ – بَابُ مَسۡجِدِ بَيۡتِ الۡمَقۡدِسِ
6. Bab masjid Baitulmaqdis


١١٩٧ – حَدَّثَنَا أَبُو الۡوَلِيدِ: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ، عَنۡ عَبۡدِ الۡمَلِكِ: سَمِعۡتُ قَزَعَةَ مَوۡلَى زِيَادٍ قَالَ: سَمِعۡتُ أَبَا سَعِيدٍ الۡخُدۡرِيَّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ يُحَدِّثُ بِأَرۡبَعٍ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ، فَأَعۡجَبۡنَنِي وَآنَقۡنَنِي، قَالَ: (لَا تُسَافِرِ الۡمَرۡأَةُ يَوۡمَيۡنِ إِلَّا مَعَهَا زَوۡجُهَا، أَوۡ ذُو مَحۡرَمٍ، وَلَا صَوۡمَ فِي يَوۡمَيۡنِ: الۡفِطۡرِ وَالۡأَضۡحَى، وَلَا صَلَاةَ بَعۡدَ صَلَاتَيۡنِ: بَعۡدَ الصُّبۡحِ حَتَّى تَطۡلُعَ الشَّمۡسُ، وَبَعۡدَ الۡعَصۡرِ حَتَّى تَغۡرُبَ، وَلَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ: مَسۡجِدِ الۡحَرَامِ، وَمَسۡجِدِ الۡأَقۡصَى، وَمَسۡجِدِي). [طرفه في: ٥٨٦]. 

1197. Abu Al-Walid telah menceritakan kepada kami: Syu’bah menceritakan kepada kami dari ‘Abdul Malik: Aku mendengar Qaza’ah maula Ziyad berkata: Aku mendengar Abu Sa’di Al-Khudri—radhiyallahu ‘anhu—menceritakan empat hal dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Empat hal itu membuatku takjub. Nabi bersabda, “Seorang wanita tidak boleh melakukan safar selama dua hari kecuali ada suami atau mahram yang menyertainya. Tidak ada puasa di dua hari, yaitu hari Idulfitri dan Iduladha. Tidak ada salat setelah dua salat, yaitu setelah salat Subuh hingga matahari terbit dan setelah salat Asar hingga matahari terbenam. Tidak boleh melakukan safar dalam rangka mengunjungi masjid kecuali tiga masjid, yaitu Masjidilharam, Masjidilaqsa, dan masjidku.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 231 dan 232

٦٩ - بَابٌ إِذَا غَسَلَ الۡجَنَابَةَ أَوۡ غَيۡرَهَا فَلَمۡ يَذۡهَبۡ أَثَرُهُ
69. Bab apabila mencuci bekas junub atau selainnya namun bekasnya belum hilang


٢٣١ - حَدَّثَنَا مُوسَى قَالَ: حَدَّثَنَا عَبۡدُ الۡوَاحِدِ قَالَ: حَدَّثَنَا عَمۡرُو بۡنُ مَيۡمُونٍ قَالَ: سَأَلۡتُ سُلَيۡمَانَ بۡنَ يَسَارٍ فِي الثَّوۡبِ تُصِيبُهُ الۡجَنَابَةُ، قَالَ: قَالَتۡ عَائِشَةُ: كُنۡتُ أَغۡسِلُهُ مِنۡ ثَوۡبِ رَسُولِ اللهِ ﷺ، ثُمَّ يَخۡرُجُ إِلَى الصَّلَاةِ، وَأَثَرُ الۡغَسۡلِ فِيهِ بُقَعُ الۡمَاءِ. [طرفه في: ٢٢٩]. 

231. Musa telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: ‘Abdul Wahid menceritakan kepada kami. Beliau berkata: ‘Amr bin Maimun menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Aku bertanya kepada Sulaiman bin Yasar tentang pakaian yang terkena mani. Beliau berkata: ‘Aisyah mengatakan: Dahulu aku mencuci mani dari pakaian Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, kemudian beliau keluar untuk salat sedangkan masih ada bekas cucian di pakaian itu, yaitu terlihat beda warna karena terkena air. 

٢٣٢ - حَدَّثَنَا عَمۡرُو بۡنُ خَالِدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا زُهَيۡرٌ قَالَ: حَدَّثَنَا عَمۡرُو بۡنُ مَيۡمُونِ بۡنِ مِهۡرَانَ، عَنۡ سُلَيۡمَانَ بۡنِ يَسَارٍ، عَنۡ عَائِشَةَ، أَنَّهَا كَانَتۡ تَغۡسِلُ الۡمَنِيَّ مِنۡ ثَوۡبِ النَّبِيِّ ﷺ، ثُمَّ أَرَاهُ فِيهِ بُقۡعَةً أَوۡ بُقَعًا. [طرفه في: ٢٢٩]. 

232. ‘Umar bin Khalid telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Zuhair menceritakan kepada kami. Beliau berkata: ‘Umar bin Maimun bin Mihran menceritakan kepada kami dari Sulaiman bin Yasar, dari ‘Aisyah, bahwa dahulu beliau mencuci mani dari pakaian Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. (‘Aisyah berkata,) “Kemudian aku melihat pakaian itu ada satu atau beberapa bekas air.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 227 dan 228

٦٧ - بَابُ غَسۡلِ الدَّمِ
67. Bab mencuci bekas darah


٢٢٧ - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ الۡمُثَنَّى قَالَ: حَدَّثَنَا يَحۡيَى، عَنۡ هِشَامٍ قَالَ: حَدَّثَتۡنِي فَاطِمَةُ، عَنۡ أَسۡمَاءَ قَالَتۡ: جَاءَتِ امۡرَأَةٌ النَّبِيَّ ﷺ فَقَالَتۡ: أَرَأَيۡتَ إِحۡدَانَا تَحِيضُ فِي الثَّوۡبِ، كَيۡفَ تَصۡنَعُ؟ قَالَ: (تَحُتُّهُ، ثُمَّ تَقۡرُصُهُ بِالۡمَاءِ، وَتَنۡضَحُهُ، وَتُصَلِّي فِيهِ). [الحديث ٢٢٧ – طرفه في: ٣٠٧]. 

227. Muhammad bin Al-Mutsanna telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Yahya menceritakan kepada kami dari Hisyam. Beliau berkata: Fathimah menceritakan kepadaku dari Asma`. Beliau berkata: 

Seorang wanita datang kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—seraya bertanya, “Bagaimana pandanganmu jika salah seorang kami haid mengenai pakaiannya, apa yang dia lakukan?” 

Nabi menjawab, “Dia mengeriknya, membasahinya dengan air, dan membasuhnya. Lalu dia boleh memakainya untuk salat.” 

٢٢٨ - حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ: حَدَّثَنَا هِشَامُ بۡنُ عُرۡوَةَ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ عَائِشَةَ قَالَتۡ: جَاءَتۡ فَاطِمَةُ ابۡنَةُ أَبِي حُبَيۡشٍ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَالَتۡ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي امۡرَأَةٌ أُسۡتَحَاضُ فَلَا أَطۡهُرُ، أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (لَا؛ إِنَّمَا ذٰلِكِ عِرۡقٌ وَلَيۡسَ بِحَيۡضٍ، فَإِذَا أَقۡبَلَتۡ حَيۡضَتُكِ فَدَعِي الصَّلَاةَ، وَإِذَا أَدۡبَرَتۡ فَاغۡسِلِي عَنۡكِ الدَّمَ ثُمَّ صَلِّي). قَالَ: وَقَالَ أَبِي: (ثُمَّ تَوَضَّئِي لِكُلِّ صَلَاةٍ، حَتَّى يَجِيءَ ذٰلِكَ الۡوَقۡتُ). [الحديث ٢٢٨ – أطرافه في: ٣٠٦، ٣٢٠، ٣٢٥، ٣٣١]. 

228. Muhammad telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami: Hisyam bin ‘Urwah menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari ‘Aisyah. Beliau mengatakan: 

Fathimah putri Abu Hubaisy datang menemui Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang wanita yang terus mengalami istihadah sehingga aku tidak dalam keadaan suci. Apakah aku boleh meninggalkan salat?” 

Rasulullah—shallalahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Tidak boleh. Itu hanya darah dari urat dan bukan haid. Jika haidmu sudah datang, maka tinggalkan salat. Jika sudah lewat, maka mandi dan bersihkanlah darah darimu kemudian salatlah.” 

Hisyam berkata: Ayahku berkata, “Kemudian berwudulah setiap hendak salat hingga waktu haid datang lagi.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 226

٦٦ - بَابُ الۡبَوۡلِ عِنۡدَ سُبَاطَةِ قَوۡمٍ
66. Bab kencing di dekat tempat pembuangan sampah suatu kaum


٢٢٦ - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ عَرۡعَرَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ، عَنۡ مَنۡصُورٍ، عَنۡ أَبِي وَائِلٍ قَالَ: كَانَ أَبُو مُوسَى الۡأَشۡعَرِيُّ يُشَدِّدُ فِي الۡبَوۡلِ، وَيَقُولُ: إِنَّ بَنِي إِسۡرَائِيلَ، كَانَ إِذَا أَصَابَ ثَوۡبَ أَحَدِهِمۡ قَرَضَهُ. فَقَالَ حُذَيۡفَةُ: لَيۡتَهُ أَمۡسَكَ، أَتَى رَسُولُ اللهِ ﷺ سُبَاطَةَ قَوۡمٍ، فَبَالَ قَائِمًا. [طرفه في: ٢٢٤]. 

226. Muhammad bin ‘Ar’arah telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Abu Wa`il. Beliau berkata: 

Dahulu Abu Musa Al-Asy’ari bersikap keras dalam masalah kencing dan berkata: Sesungguhnya bani Israil dahulu, apabila air kencing mengenai pakaian salah seorang mereka, maka dia pun memotongnya. 

Hudzaifah berkata: Andai beliau menahan diri. Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—pernah datang ke tempat pembuangan sampah suatu kaum, lalu beliau kencing berdiri.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 225

٦٥ - بَابُ الۡبَوۡلِ عِنۡدَ صَاحِبِهِ، وَالتَّسَتُّرِ بِالۡحَائِطِ
65. Bab kencing di dekat temannya dan menjadikan dinding sebagai penutup


٢٢٥ - حَدَّثَنَا عُثۡمَانُ بۡنُ أَبِي شَيۡبَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنۡ مَنۡصُورٍ، عَنۡ أَبِي وَائِلٍ، عَنۡ حُذَيۡفَةَ قَالَ: رَأَيۡتُنِي أَنَا وَالنَّبِيُّ ﷺ نَتَمَاشَى، فَأَتَى سُبَاطَةَ قَوۡمٍ خَلۡفَ حَائِطٍ، فَقَامَ كَمَا يَقُومُ أَحَدُكُمۡ، فَبَالَ، فَانۡتَبَذۡتُ مِنۡهُ، فَأَشَارَ إِلَىَّ فَجِئۡتُهُ، فَقُمۡتُ عِنۡدَ عَقِبِهِ حَتَّى فَرَغَ. [طرفه في: ٢٢٤]. 

225. ‘Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Jarir menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Abu Wa`il, dari Hudzaifah. Beliau mengatakan: Aku teringat pernah berjalan bersama Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, lalu beliau datang ke tempat pembuangan sampah suatu kaum di belakang suatu dinding. Beliau berdiri sebagaimana salah seorang kalian berdiri, lalu kencing. Aku menyingkir dari beliau, lalu beliau memberi isyarat agar aku mendekat kepada beliau. Lalu aku berdiri di belakang beliau hingga beliau selesai.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 224

٦٤ - بَابُ الۡبَوۡلِ قَائِمًا وَقَاعِدًا
64. Bab kencing berdiri dan duduk


٢٢٤ - حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ، عَنِ الۡأَعۡمَشِ، عَنۡ أَبِي وَائِلٍ، عَنۡ حُذَيۡفَةَ قَالَ: أَتَى النَّبِيُّ ﷺ سُبَاطَةَ قَوۡمٍ، فَبَالَ قَائِمًا، ثُمَّ دَعَا بِمَاءٍ، فَجِئۡتُهُ بِمَاءٍ فَتَوَضَّأَ. 

[الحديث ٢٢٤ – أطرافه في: ٢٢٥، ٢٢٦، ٢٤٧١]. 

224. Adam telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Al-A’masy, dari Abu Wa`il, dari Hudzaifah. Beliau mengatakan: Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—datang ke tempat pembuangan sampah suatu kaum lalu kencing berdiri. Kemudian beliau minta air. Aku membawakan air untuk beliau lalu beliau berwudu.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 220

٦١ - بَابُ صَبِّ الۡمَاءِ عَلَى الۡبَوۡلِ فِي الۡمَسۡجِدِ 
61. Bab menuangkan air di atas kencing di dalam masjid 


٢٢٠ - حَدَّثَنَا أَبُو الۡيَمَانِ قَالَ: أَخۡبَرَنَا شُعَيۡبٌ، عَنِ الزُّهۡرِيِّ قَالَ: أَخۡبَرَنِي عُبَيۡدُ اللهِ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ عُتۡبَةَ بۡنِ مَسۡعُودٍ: أَنَّ أَبَا هُرَيۡرَةَ قَالَ: قَامَ أَعۡرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الۡمَسۡجِدِ، فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ، فَقَالَ لَهُمُ النَّبِيُّ ﷺ: (دَعُوهُ، وَهَرِيقُوا عَلَى بَوۡلِهِ سَجۡلًا مِنۡ مَاءٍ - أَوۡ ذَنُوبًا مِنۡ مَاءٍ - فَإِنَّمَا بُعِثۡتُمۡ مُيَسِّرِينَ، وَلَمۡ تُبۡعَثُوا مُعَسِّرِينَ). [الحديث ٢٢٠ – طرفه في: ٦١٢٨]. 

220. Abu Al-Yaman telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Syu’aib mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri. Beliau berkta: ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud mengabarkan kepadaku bahwa Abu Hurairah mengatakan: Seorang arab badui berdiri lalu kencing di dalam masjid. Orang-orang pun menghardiknya. Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda kepada mereka, “Biarkan dia! Tuangkan air seember ke atas kencingnya! Karena kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk menyulitkan.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 219

٦٠ - بَابُ تَرۡكِ النَّبِيِّ ﷺ وَالنَّاسِ الۡأَعۡرَابِيَّ حَتَّى فَرَغَ مِنۡ بَوۡلِهِ فِي الۡمَسۡجِدِ
60. Bab Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan para sahabat membiarkan seorang badui hingga dia selesai buang air kecil di dalam masjid 


٢١٩ - حَدَّثَنَا مُوسَى بۡنُ إِسۡمَاعِيلَ قَالَ: حَدَّثَنَا هَمَّامٌ: أَخۡبَرَنَا إِسۡحَاقُ، عَنۡ أَنَسِ بۡنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ رَأَى أَعۡرَابِيًّا يَبُولُ فِي الۡمَسۡجِدِ، فَقَالَ: (دَعُوهُ). حَتَّى إِذَا فَرَغَ، دَعَا بِمَاءٍ فَصَبَّهُ عَلَيۡهِ. 

[الحديث ٢١٩ – طرفاه في: ٢٢١، ٦٠٢٥]. 

219. Musa bin Isma’il telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Hammam menceritakan kepada kami: Ishaq mengabarkan kepada kami dari Anas bin Malik bahwa Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—melihat seorang badui kencing di dalam masjid, lalu beliau bersabda, “Biarkan dia!” 

Hingga ketika orang itu selesai, Nabi meminta air lalu memerintahkan agar dituangkan ke atas kencing badui tadi.

Memurnikan Do'a Hanya kepada Allah

Pengertian dan Macam-Macam Do'a


Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari yang namanya do'a. Kita berdo'a kepada Allah agar amalan kita diterima, agar diberi rizki, dikaruniai anak, dan sebagainya.

Sedangkan do'a itu sendiri adalah meminta atau memohon, yaitu meminta sesuatu kepada yang lain dalam rangka mendapatkan kemanfaatan atau dihilangkan/dihindarkan dari bahaya /kemudharatan.

Do'a itu ada dua macam: do'a mas`alah (permohonan) dan do'a ibadah. Adapun do'a permohonan adalah meminta sesuatu yang bermanfaat bagi orang yang meminta, yaitu untuk memperoleh kemanfaatan atau menghilangkan kemudharatan. Atau dengan kata lain: memohon untuk dipenuhi hajat (kebutuhan-kebutuhannya).

Do'a permohonan ini bisa bernilai ibadah jika do'a tersebut dari hamba kepada Tuhannya, karena hal tersebut mengandung unsur membutuhkan dan berserah diri kepada-Nya serta ia berkeyakinan bahwa Dialah Yang Maha Mampu dan Pemurah serta Luas Karunia dan Rahmat-Nya.

Seperti ini boleh dilakukan sesama hamba Allah asalkan yang diminta tersebut mampu mengabulkan dan mengerti tentang maksud permintaan tersebut seperti ucapan seseorang, "Ya fulan, berilah saya makan, Ya fulan berilah saya minum," dan yang sejenisnya, maka ini tidak masalah.

Haram Berdo'a kepada Orang Mati atau Ghaib


Adapun memohon atau meminta sesuatu kepada selain Allah yang tidak mampu mengabulkannya kecuali Allah, maka ia telah berbuat syirik dan kekufuran (pelakunya musyrik dan kafir), baik yang diminta tersebut orang hidup atau telah meninggal dunia. Karena orang yang telah mati atau yang masih hidup tapi ghaib (tidak ada di hadapan kita) tidak mungkin mampu melakukan hal yang diminta. Jika ia meminta kepadanya berarti ia punya keyakinan bahwa yang mati atau ghaib tadi memiliki kemampuan luar biasa di alam ini yaitu ikut andil dalam pengaturan alam ini. Karena itulah ia menjadi musyrik.

Seperti orang yang meminta rizki, jodoh, anak, kesembuhan dari penyakit, dibebaskan dari mara bahaya, naik pangkat/jabatan dan lainnya kepada orang yang telah mati yang telah dikubur maka dia musyrik. Atau meminta hal-hal ini kepada orang yang tidak hadir di hadapannya, maka dia pun musyrik. Karena semuanya ini tidak ada yang mampu mengabulkannya kecuali Allah saja.

Sungguh, amat sangat disesalkan dan merupakan musibah terbesar ketika sebagian kaum muslimin datang jauh-jauh ke kuburan, dan meminta kebutuhan-kebutuhan mereka kepada orang yang ada di kuburan tersebut, baik kuburan Sunan Gunung Jati yang ada di Cirebon, kuburan yang ada Garut ataupun tempat-tempat lainnya, yang semuanya ini adalah kesyirikan, Nas`alullaahas salaamah.

Sedangkan do'a ibadah adalah salah satu jenis dari jenis-jenis ibadah, yang tidak ada padanya permintaan ataupun permohonan secara lisan tapi meminta secara haal (keadaan). Semua ibadah masuk dalam jenis do'a ini. Setiap orang yang beribadah, seperti berpuasa, maka secara haal, dia ingin diberi pahala dan dihindarkan dari siksa, walaupun dalam puasanya tersebut dia tidak meminta secara lisan.

Dengan kata lain do'a ibadah adalah seseorang beribadah kepada yang dido'ai dengan harapan agar ia mendapatkan pahalanya dan takut akan siksaannya. Yang demikian ini tidak boleh diserahkan kepada selain Allah. Barangsiapa memalingkannya kepada selain Allah, berarti ia telah melakukan syirik besar yang membuatnya keluar dari agama Islam dan ia mendapatkan ancaman dari Allah sebagaimana dalam firman-Nya,
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِى سَيَدۡخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
"Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku, mereka akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina." (Al-Mu`min:60) 
[Lihat Syarh Tsalaatsatil Ushuul hal.55-56 dan Haasyiyah-nya hal.35-37]

Sangat banyak dalil-dalil yang menunjukkan bahwa do'a adalah ibadah, tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah dan barangsiapa yang berdo'a (meminta sesuatu) kepada selain Allah, yang tidak mampu mengabulkannya kecuali Allah, maka dia musyrik dan kafir.

Dalil-dalil dari Al-Qur`an


1. Firman Allah,
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." [Al-Baqarah:186]

2. Firman Allah,
وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لاَ يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَكُمْ وَلاَ أَنْفُسَهُمْ يَنْصُرُونَ
"Dan orang-orang (berhala) yang kalian seru selain Allah tidaklah sanggup menolong kalian, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri." [Al-A'raaf:197]

Maka orang-orang yang berdo'a (meminta) kepada orang yang mati adalah orang yang paling bodoh dan paling sesat, di samping termasuk orang musyrik.

3. Firman Allah,
وَلاَ تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لاَ يَنْفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ
"Dan janganlah kamu menyembah (berdo'a kepada) selain Allah apa-apa yang tidak memberi manfa`at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim." [Yuunus:106]

4. Firman Allah,
لَهُ دَعْوَةُ الْحَقِّ وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لاَ يَسْتَجِيبُونَ لَهُمْ بِشَيْءٍ إِلاَّ كَبَاسِطِ كَفَّيْهِ إِلَى الْمَاءِ لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَالِغِهِ وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلاَّ فِي ضَلاَلٍ
"Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) do'a yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka seru (sembah) selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu pun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan do'a (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka." [Ar-Ra'd:14]

5. Firman Allah,
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
"(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." [Al-Hajj:62, lihat juga Luqmaan:30]

6. Firman Allah,
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا ءَاخَرَ لاَ بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
"Dan barangsiapa berdo'a (menyembah) tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung." [Al-Mu`minuun:117]

7. Firman Allah,
فَلاَ تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا ءَاخَرَ فَتَكُونَ مِنَ الْمُعَذَّبِينَ
"Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang di 'adzab." [Asy-Syu'araa`:213]

8. Firman Allah,
يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ. إِنْ تَدْعُوهُمْ لاَ يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلاَ يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ
"Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kalian seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kalian menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruan kalian; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaan kalian. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikan kalian dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui." [Faathir:13-14]

9. Firman Allah,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
"Dan Tuhan kalian berfirman, 'Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina'." [Al-Mu`min:60]

Ayat ini menunjukkan bahwa do'a adalah termasuk ibadah, jika tidak maka tidak mungkin Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina".

10. Firman Allah,
قُلۡ أَرَءَيۡتُم مَّا تَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَرُونِى مَاذَا خَلَقُوا۟ مِنَ ٱلۡأَرۡضِ أَمۡ لَهُمۡ شِرۡكٌ فِى ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ ۖ ٱئۡتُونِى بِكِتَـٰبٍ مِّن قَبۡلِ هَـٰذَآ أَوۡ أَثَـٰرَةٍ مِّنۡ عِلۡمٍ إِن كُنتُمۡ صَـٰدِقِينَ ۝٤ وَمَنۡ أَضَلُّ مِمَّن يَدۡعُوا۟ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَن لَّا يَسۡتَجِيبُ لَهُۥٓ إِلَىٰ يَوۡمِ ٱلۡقِيَـٰمَةِ وَهُمۡ عَن دُعَآئِهِمۡ غَـٰفِلُونَ ۝٥ وَإِذَا حُشِرَ ٱلنَّاسُ كَانُوا۟ لَهُمۡ أَعۡدَآءً وَكَانُوا۟ بِعِبَادَتِهِمۡ كَـٰفِرِينَ
"Katakanlah: 'Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kalian seru (sembah) selain Allah; perlihatkan kepada-Ku apakah yang telah mereka ciptakan dari bumi ini atau adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam (penciptaan) langit? Bawalah kepada-Ku Kitab yang sebelum (Al-Qur`an) ini atau peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu), jika kalian adalah orang-orang yang benar'. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (do'a) nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do'a mereka? Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari peribadatan mereka." [Al-Ahqaaf:4-6]

11. Firman Allah,
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلاَ تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kalian berdo'a (menyembah) seseorang pun di samping (menyembah) Allah." [Al-Jinn:18]

12. Firman Allah yang artinya,
قُلۡ إِنَّمَآ أَدۡعُوا۟ رَبِّى وَلَآ أُشۡرِكُ بِهِۦٓ أَحَدًا ۝٢٠ قُلۡ إِنِّى لَآ أَمۡلِكُ لَكُمۡ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku hanya berdo'a (menyembah) Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya'. Katakanlah, 'Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatan pun kepada kalian dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan'." [Al-Jinn:20-21]

Dan ayat-ayat lain dalam bab ini (masalah ini) sangat banyak.

Dalil-dalil dari As-Sunnah


1. Dari An-Nu'maan bin Basyir radhiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
اَلدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةِ
"Do'a adalah ibadah",
kemudian beliau membaca ayat (yang artinya),
وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِىٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِى سَيَدۡخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
"Dan Tuhan kalian berfirman, 'Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina'." [Al-Mu`min:60]
(HR. Abu Dawud no.1479, At-Tirmidziy no.2969, 3247, 3372 dan Ibnu Majah no.3828, dan sanadnya shahih)

2. Dari 'Abdullah bin 'Abbas radhiyallahu 'anhu bahwasanya dia pada suatu hari pernah bonceng di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Rasulullah berkata kepadanya,
إِذَا سَأَلۡتَ فَاسۡأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسۡتَعَنۡتَ فَاسۡتَعِنۡ بِاللهِ
"...apabila engkau meminta (sesuatu) maka mintalah kepada Allah dan apabila engkau meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah, ... ." (HR. At-Tirmidziy no.2516, Ahmad 1/293, 303, 307, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Al-Misykaah no.5302 dan Zhilaalul Jannah no.316)

3. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
يَنۡزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَىٰ كُلَّ لَيۡلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنۡيَا - حِينَ يَبۡقَىٰ ثُلُثُ اللَّيۡلِ الۡآخِرُ - فَيَقُولُ: مَنۡ يَدۡعُونِي فَأَسۡتَجِيبَ لَهُ، وَمَنۡ يَسۡأَلُنِي فَأُعۡطِيَهُ، وَمَنۡ يَسۡتَغۡفِرُنِي فَأَغۡفِرَ لَهُ
"Rabb kita turun ke langit dunia setiap malam ketika tersisa sepertiga malam terakhir, lalu berfirman, 'Siapa yang berdo'a kepada-Ku maka akan Aku kabulkan baginya, siapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku beri, dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni." (HR. Al-Bukhariy no.1094 dan Muslim no.758)

Dan hadits-hadits yang lainnya.

Dari dalil-dalil ini diketahui bahwasanya berdo'a kepada selain Allah adalah syirik akbar dan kekufuran yang mengeluarkan dari agama (murtad), karena Allah menamakannya kesyirikan dan kekufuran sebagaimana terdapat dalam ayat-ayat di atas seperti surat: Ar-Ra'd, Al-Mu`minuun, Faathir, Al-Ahqaaf dan Al-Jinn.

Maka tidak halal bagi orang yang berakal untuk berdo'a kepada selain Allah seperti Al-Badawiy, Al-Jailaniy dan lainnya dari hamba-hamba Allah, yang tidak kuasa mendatangkan kemudharatan untuk dirinya, tidak pula kemanfaatan, tidak memliki kematian, kehidupan dan tempat kembali.

Diringkas dari Al-Qaulul Mufiid fii Adillatit Tauhiid hal.118-122.

Jangan Salah Faham!


Mendo'akan orang lain dengan kebaikan tidak masuk dalam pembahasan ini. Demikian juga minta dido'akan oleh orang lain yang masih hidup, tapi hal ini tidak dianjurkan, yang dianjurkan kita langsung berdo'a kepada Allah.

Mendo'akan orang tua yang sudah meninggal dunia, atau secara umum mendo'akan kaum muslimin baik yang sudah meninggal ataupun yang masih hidup adalah perbuatan terpuji. Misalnya, kita datang ke pekuburan (ziarah kubur), kita ucapkan salam untuk penghuni kuburan, mendo'akan supaya Allah mengampuni dosa-dosa mereka. Tentunya ketika ziarah kubur harus memperhatikan adab-adabnya di antaranya tidak boleh mengadakan perjalanan (safar) ke kuburan, karena hal ini dilarang oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (insya Allah dibahas pada edisi mendatang).

Juga mendo'akan kaum muslimin agar Allah memberi hidayah kepada mereka sehingga istiqomah di Jalan-Nya yang lurus. Wallaahu A'lam.

Sumber: Buletin Al-Wala` Wal-Bara` Edisi ke-30 Tahun ke-3 / 24 Juni 2005 M / 16 Jumadil Ula 1426 H.