Cari Blog Ini

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 2914

٨٨ - بَابُ مَا قِيلَ فِي الرِّمَاحِ
88. Bab riwayat yang menyebutkan penggunaan tombak


وَيُذۡكَرُ عَنِ ابۡنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ: (جُعِلَ رِزۡقِي تَحۡتَ ظِلِّ رُمۡحِي، وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنۡ خَالَفَ أَمۡرِي). 

Disebutkan dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, “Rezekiku ditetapkan di bawah bayangan tombakku. Kerendahan dan kehinaan ditimpakan kepada siapa saja yang menyelisihi perintahku.” 

٢٩١٤ - حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ يُوسُفَ: أَخۡبَرَنَا مَالِكٌ، عَنۡ أَبِي النَّضۡرِ مَوۡلَى عُمَرَ بۡنِ عُبَيۡدِ اللهِ، عَنۡ نَافِعٍ مَوۡلَى أَبِي قَتَادَةَ الۡأَنۡصَارِيِّ، عَنۡ أَبِي قَتَادَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ، حَتَّى إِذَا كَانَ بِبَعۡضِ طَرِيقِ مَكَّةَ، تَخَلَّفَ مَعَ أَصۡحَابٍ لَهُ مُحۡرِمِينَ، وَهُوَ غَيۡرُ مُحۡرِمٍ، فَرَأَى حِمَارًا وَحۡشِيًّا، فَاسۡتَوَى عَلَى فَرَسِهِ فَسَأَلَ أَصۡحَابَهُ أَنۡ يُنَاوِلُوهُ سَوۡطَهُ فَأَبَوۡا، فَسَأَلَهُمۡ رُمۡحَهُ فَأَبَوۡا، فَأَخَذَهُ، ثُمَّ شَدَّ عَلَى الۡحِمَارِ فَقَتَلَهُ، فَأَكَلَ مِنۡهُ بَعۡضُ أَصۡحَابِ النَّبِيِّ ﷺ وَأَبَى بَعۡضٌ، فَلَمَّا أَدۡرَكُوا رَسُولَ اللهِ ﷺ سَأَلُوهُ عَنۡ ذٰلِكَ، قَالَ: (إِنَّمَا هِيَ طُعۡمَةٌ أَطۡعَمَكُمُوهَا اللهُ). 

وَعَنۡ زَيۡدِ بۡنِ أَسۡلَمَ، عَنۡ عَطَاءِ بۡنِ يَسَارٍ، عَنۡ أَبِي قَتَادَةَ: فِي الۡحِمَارِ الۡوَحۡشِيِّ، مِثۡلُ حَدِيثِ أَبِي النَّضۡرِ، قَالَ: (هَلۡ مَعَكُمۡ مِنۡ لَحۡمِهِ شَىۡءٌ). [طرفه في: ١٨٢١]. 

2914. ‘Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami: Malik mengabarkan kepada kami dari Abu An-Nadhr maula ‘Umar bin ‘Ubaidullah, dari Nafi’ maula Abu Qatadah Al-Anshari, dari Abu Qatadah—radhiyallahu ‘anhu—: 

Bahwa beliau pernah bersama Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—hingga ketika di salah satu jalan Makkah, Abu Qatadah tertinggal bersama beberapa sahabatnya yang sedang muhrim. Adapun Abu Qatadah tidak sedang ihram. Dia melihat seekor zebra. Dia segera naik ke atas kudanya. Dia minta tolong para sahabatnya agar mengambilkan cemetinya, namun mereka tidak mau. Dia minta tolong mereka agar mengambilkan tombaknya, namun mereka tidak mau juga. Lantas dia mengambilnya sendiri. Kemudian dia memburu zebra itu dan membunuhnya. 

Sebagian sahabat Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—memakannya, sedangkan sebagian lagi tidak mau. Ketika mereka menyusul Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, mereka menanyakan kejadian itu kepada beliau. 

Beliau bersabda, “Itu adalah makanan yang Allah berikan kepada kalian.” 

Juga dari Zaid bin Aslam, dari ‘Atha` bin Yasar, dari Abu Qatadah tentang zebra, semisal hadis Abu An-Nadhr. Nabi bersabda, “Apakah kalian masih membawa sebagian dagingnya?”

Shahih Al-Bukhari - 28. Kitab Denda Binatang Buruan

 

  1. Bab denda binatang buruan dan yang semacamnya serta firman Allah taala:
  2. Bab apabila orang yang tidak berihram berburu, lalu menghadiahkan kepada orang yang berihram, maka boleh memakannya
  3. Bab apabila orang yang berihram melihat binatang buruan kemudian tertawa, lalu orang yang tidak berihram mengetahuinya
  4. Bab orang yang berihram tidak boleh membantu orang yang sedang tidak berihram untuk membunuh binatang buruan
  5. Bab seorang yang berihram tidak boleh memberi isyarat ke arah binatang buruan supaya diburu oleh orang yang tidak berihram
  6. Apabila ada yang menghadiahkan seekor zebra hidup kepada orang yang berihram, maka dia tidak boleh menerima
  7. Bab binatang yang boleh dibunuh oleh seorang yang berihram
  8. Bab tidak boleh memotong pepohonan tanah haram
  9. Bab tidak boleh mengusir hewan buruan tanah haram
  10. Bab peperangan tidak halal di Makkah
  11. Bab bekam bagi orang yang berihram
  12. Bab pernikahan orang yang berihram
  13. Bab wewangian yang dilarang bagi laki-laki dan wanita yang berihram
  14. Bab mandi bagi muhrim
  15. Bab memakai khuff (sejenis sepatu) bagi orang yang melakukan ihram apabila tidak mendapatkan sandal
  16. Bab apabila tidak mendapati kain yang disarungkan, maka silakan memakai sirwal (celana)
  17. Bab menyandang senjata bagi orang yang berihram
  18. Bab masuk ke tanah suci dan Makkah tanpa ihram
  19. Bab jika seseorang berihram dalam keadaan tidak tahu sementara ia memakai gamis
  20. Bab orang yang berihram meninggal di Arafah dan Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—tidak memerintahkan agar sisa manasik hajinya ditunaikan atas namanya
  21. Bab sunah orang yang berihram apabila meninggal
  22. Bab haji dan nazar atas nama orang yang sudah meninggal; serta seseorang berhaji atas nama seorang wanita
  23. Bab orang yang menghajikan orang yang tidak bisa mapan di atas tunggangan
  24. Bab haji seorang wanita atas nama seorang lelaki
  25. Bab hajinya anak kecil
  26. Bab hajinya wanita
  27. Bab barang siapa bernazar berjalan ke Kakbah

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1851

٢١ - بَابُ سُنَّةِ المُحۡرِمِ إِذَا مَاتَ
21. Bab sunah orang yang berihram apabila meninggal


١٨٥١ - حَدَّثَنَا يَعۡقُوبُ بۡنُ إِبۡرَاهِيمَ: حَدَّثَنَا هُشَيۡمٌ: أَخۡبَرَنَا أَبُو بِشۡرٍ، عَنۡ سَعِيدِ بۡنِ جُبَيۡرٍ، عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا: أَنَّ رَجُلًا كَانَ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ، فَوَقَصَتۡهُ نَاقَتُهُ وَهُوَ مُحۡرِمٌ، فَمَاتَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (اغۡسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدۡرٍ، وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوۡبَيۡهِ، وَلَا تَمَسُّوهُ بِطِيبٍ، وَلَا تُخَمِّرُوا رَأۡسَهُ، فَإِنَّهُ يُبۡعَثُ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ مُلَبِّيًا). [طرفاه في: ١٢٦٥، ١٢٦٧]. 

1851. Ya’qub bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami: Husyaim menceritakan kepada kami: Abu Bisyr mengabarkan kepada kami dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbas—radhiyallahu ‘anhuma—bahwa ada seseorang yang bersama Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Lalu untanya menghempaskannya sehingga mematahkan lehernya dalam keadaan dia sedang ihram. Lalu dia meninggal. 

Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Mandikan dia dengan air dan daun bidara, kafanilah dengan dua lembar pakaiannya, janganlah kenakan wewangian padanya, dan jangan kerudungi kepalanya! Karena dia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan bertalbiah.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1865 dan 1866

٢٧ - بَابُ مَنۡ نَذَرَ الۡمَشۡيَ إِلَى الۡكَعۡبَةِ
27. Bab barang siapa bernazar berjalan ke Kakbah


١٨٦٥ - حَدَّثَنَا ابۡنُ سَلَامٍ: أَخۡبَرَنَا الۡفَزَارِيُّ، عَنۡ حُمَيۡدٍ الطَّوِيلِ قَالَ: حَدَّثَنِي ثَابِتٌ، عَنۡ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ رَأَى شَيۡخًا يُهَادَى بَيۡنَ ابۡنَيۡهِ، قَالَ: (مَا بَالُ هَٰذَا؟) قَالُوا: نَذَرَ أَنۡ يَمۡشِيَ. قَالَ: (إِنَّ اللهَ عَنۡ تَعۡذِيبِ هَٰذَا نَفۡسَهُ لَغَنِيٌّ). وَأَمَرَهُ أَنۡ يَرۡكَبَ. 

[الحديث ١٨٦٥ – طرفه في: ٦٧٠١]. 

1865. Ibnu Salam telah menceritakan kepada kami: Al-Fazari mengabarkan kepada kami dari Humaid Ath-Thawil. Beliau berkata: Tsabit menceritakan kepadaku dari Anas—radhiyallahu ‘anhu—bahwa Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—melihat seseorang dipapah di antara dua putranya. 

Nabi bertanya, “Ada apa dengan orang ini?” 

Orang-orang menjawab, “Dia telah bernazar untuk berjalan (ke Kakbah).” 

Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah sama sekali tidak membutuhkan penyiksaan orang ini terhadap dirinya.” Dan beliau memerintahkannya untuk menaiki kendaraan. 

١٨٦٦ - حَدَّثَنَا إِبۡرَاهِيمُ بۡنُ مُوسَى: أَخۡبَرَنَا هِشَامُ بۡنُ يُوسُفَ: أَنَّ ابۡنَ جُرَيۡجٍ أَخۡبَرَهُمۡ قَالَ: أَخۡبَرَنِي سَعِيدُ بۡنُ أَبِي أَيُّوبَ: أَنَّ يَزِيدَ بۡنَ أَبِي حَبِيبٍ أَخۡبَرَهُ: أَنَّ أَبَا الخَيۡرِ حَدَّثَهُ، عَنۡ عُقۡبَةَ بۡنِ عَامِرٍ قَالَ: نَذَرَتۡ أُخۡتِي أَنۡ تَمۡشِيَ إِلَى بَيۡتِ اللهِ، وَأَمَرَتۡنِي أَنۡ أَسۡتَفۡتِيَ لَهَا النَّبِيَّ ﷺ فَاسۡتَفۡتَيۡتُهُ، فَقَالَ عَلَيۡهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: (لِتَمۡشِ وَلۡتَرۡكَبۡ). قَالَ: وَكَانَ أَبُو الۡخَيۡرِ لَا يُفَارِقُ عُقۡبَةَ. 

حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ، عَنۡ ابۡنِ جُرَيۡجٍ، عَنۡ يَحۡيَى بۡنِ أَيُّوبَ، عَنۡ يَزِيدَ، عَنۡ أَبِي الۡخَيۡرِ، عَنۡ عُقۡبَةَ... فَذَكَرَ الۡحَدِيثَ. 

1866. Ibrahim bin Musa telah menceritakan kepada kami: Hisyam bin Yusuf mengabarkan kepada kami: Bahwa Ibnu Juraij mengabarkan kepada mereka. Beliau berkata: Sa’id bin Abu Ayyub mengabarkan kepadaku: Bahwa Yazid bin Abu Habib mengabarkan kepadanya: Bahwa Abu Al-Khair menceritakan kepadanya dari ‘Uqbah bin ‘Amir. Beliau berkata: Ukhti telah bernazar untuk berjalan menuju Baitullah. Dia menyuruhku untuk menanyakannya kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, lalu aku pun bertanya kepada beliau. Beliau—‘alaihish shalatu was salam—bersabda, “Hendaklah dia berjalan dan menaiki kendaraan.” 

Yazid bin Abu Habib berkata: Abu Al-Khair tidak berpisah dengan ‘Uqbah. 

Abu ‘Ashim telah menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Yahya bin Ayyub, dari Yazid, dari Abu Al-Khair, dari ‘Uqbah… lalu beliau menyebutkan hadis itu.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1864

١٨٦٤ - حَدَّثَنَا سُلَيۡمَانُ بۡنُ حَرۡبٍ: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ، عَنۡ عَبۡدِ المَلِكِ بۡنِ عُمَيۡرٍ، عَنۡ قَزَعَةَ مَوۡلَى زِيَادٍ قَالَ: سَمِعۡتُ أَبَا سَعِيدٍ، وَقَدۡ غَزَا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ ثِنۡتَيۡ عَشۡرَةَ غَزۡوَةً، قَالَ: أَرۡبَعٌ سَمِعۡتُهُنَّ مِنۡ رَسُولِ اللهِ ﷺ - أَوۡ قَالَ: يُحَدِّثُهُنَّ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ - فَأَعۡجَبۡنَنِي وَآنَقۡنَنِي: (أَنۡ لَا تُسَافِرَ امۡرَأَةٌ مَسِيرَةَ يَوۡمَيۡنِ لَيۡسَ مَعَهَا زَوۡجُهَا أَوۡ ذُو مَحۡرَمٍ، وَلَا صَوۡمَ يَوۡمَيۡنِ: الۡفِطۡرِ وَالۡأَضۡحَى، وَلَا صَلَاةَ بَعۡدَ صَلَاتَيۡنِ: بَعۡدَ العَصۡرِ حَتَّى تَغۡرُبَ الشَّمۡسُ، وَبَعۡدَ الصُّبۡحِ حَتَّى تَطۡلُعَ الشَّمۡسُ، وَلَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ: مَسۡجِدِ الۡحَرَامِ، وَمَسۡجِدِي، وَمَسۡجِدِ الۡأَقۡصَى). [طرفه في: ٥٨٦]. 

1864. Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami: Syu’bah menceritakan kepada kami dari ‘Abdul Malik bin ‘Umair, dari Qaza’ah maula Ziyad. Beliau berkata: Aku mendengar Abu Sa’id—beliau telah berperang bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak dua belas kali—mengatakan: Empat hal yang aku dengar dari Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam;—atau beliau mengatakan: (Empat hal) yang beliau ceritakan dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Empat hal itu membuatku bahagia dan gembira. Yaitu, “Tidak boleh seorang wanita pun melakukan safar sejauh perjalanan dua hari dengan tidak bersama suaminya atau mahramnya. Tidak ada puasa di dua hari, yaitu Idulfitri dan Iduladha. Tidak ada salat setelah dua salat, yaitu: setelah Asar sampai matahari tenggelam dan setelah Subuh sampai matahari terbit. Tidak boleh mempersiapkan perjalanan (ke tempat-tempat yang diyakini memiliki keutamaan) kecuali ke tiga masjid, yaitu: Masjidilharam, masjidku, dan Masjidilaqsa.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1860

٢٦ - بَابُ حَجِّ النِّسَاءِ
26. Bab hajinya wanita


١٨٦٠ - وَقَالَ لِي أَحۡمَدُ بۡنُ مُحَمَّدٍ: حَدَّثَنَا إِبۡرَاهِيمُ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ جَدِّهِ: أَذِنَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ لِأَزۡوَاجِ النَّبِيِّ ﷺ فِي آخِرِ حَجَّةٍ حَجَّهَا، فَبَعَثَ مَعَهُنَّ عُثۡمَانَ بۡنَ عَفَّانَ وَعَبۡدَ الرَّحۡمَنِ بۡنَ عَوۡفٍ. 

1860. Ahmad bin Muhammad berkata kepadaku: Ibrahim menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari kakeknya: ‘Umar—radhiyallahu ‘anhu—mengizinkan para istri Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—(pergi haji) pada haji terakhir yang ‘Umar lakukan. ‘Umar mengutus ‘Utsman bin ‘Affan dan ‘Abdurrahman bin ‘Auf bersama mereka (untuk mengurusi keperluan mereka).

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1858 dan 1859

١٨٥٨ - حَدَّثَنَا عَبۡدُ الرَّحۡمَٰنِ بۡنُ يُونُسَ: حَدَّثَنَا حَاتِمُ بۡنُ إِسۡمَاعِيلَ، عَنۡ مُحَمَّدِ بۡنِ يُوسُفَ، عَنِ السَّائِبِ بۡنِ يَزِيدَ قَالَ: حُجَّ بِي مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ وَأَنَا ابۡنُ سَبۡعِ سِنِينَ. 

1858. ‘Abdurrahman bin Yunus telah menceritakan kepada kami: Hatim bin Isma’il menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Yusuf, dari As-Sa`ib bin Yazid. Beliau berkata: Aku dibawa haji bersama Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—ketika aku berumur tujuh tahun. 

١٨٥٩ - حَدَّثَنَا عَمۡرُو بۡنُ زُرَارَةَ: أَخۡبَرَنَا الۡقَاسِمُ بۡنُ مَالِكٍ، عَنِ الجُعَيۡدِ بۡنِ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ قَالَ: سَمِعۡتُ عُمَرَ بۡنَ عَبۡدِ العَزِيزِ يَقُولُ لِلسَّائِبِ بۡنِ يَزِيدَ، وَكَانَ قَدۡ حُجَّ بِهِ فِي ثَقَلِ النَّبِيِّ ﷺ. [الحديث ١٨٥٩ – طرفاه في: ٦٧١٢، ٧٣٣٠]. 

1859. ‘Amr bin Zurarah telah menceritakan kepada kami: Al-Qasim bin Malik mengabarkan kepada kami dari Al-Ju’aid bin ‘Abdurrahman. Beliau berkata: Aku mendengar ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata kepada As-Sa`ib bin Yazid. As-Sa`ib ini pernah dibawa haji bersama barang muatan Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syarh Al-Ajurrumiyyah - Kata yang Diikrab Menggunakan Harakat

الۡمُعۡرَبُ بِالۡحَرَكَاتِ:
Kata yang diikrab menggunakan harakat


قَوۡلُهُ: (فَالَّذِي يُعۡرَبُ بِالۡحَرَكَاتِ أَرۡبَعَةُ أَنۡوَاعٍ: الِاسۡمُ الۡمُفۡرَدُ، وَجَمۡعُ التَّكۡسِيرِ، وَجَمۡعُ الۡمُؤَنَّثِ السَّالِمُ، وَالۡفِعۡلُ الۡمُضَارِعُ الَّذِي لَمۡ يَتَّصِلۡ بِآخِرِهِ شَيۡءٌ، وَكُلُّهَا تُرۡفَعُ بِالضَّمَّةِ وَتُنۡصَبُ بِالۡفَتۡحَةِ، وَتُخۡفَضُ بِالۡكَسۡرَةِ، وَتُجۡزَمُ بِالسُّكُونِ. 

وَخَرَجَ عَنۡ ذٰلِكَ ثَلَاثَةُ أَشۡيَاءَ: جَمۡعُ الۡمُؤَنَّثِ السَّالِمُ؛ يُنۡصَبُ بِالۡكَسۡرَةِ، وَالِاسۡمُ الَّذِي لَا يَنۡصَرِفُ يُخۡفَضُ بِالۡفَتۡحَةِ، وَالۡفِعۡلُ الۡمُضَارِعُ الۡمُعۡتَلُّ الۡآخِرِ؛ يُجۡزَمُ بِحَذۡفِ آخِرِهِ). 

Ucapan mualif, “Kata yang diikrab menggunakan harakat ada empat macam: isim mufrad, jamak taksir, jamak muanas salim, fiil mudhari’ yang tidak ada huruf apapun yang menyambung di akhirnya. Semuanya di-raf’ menggunakan damah, di-nashb menggunakan fatah, di-khafdh menggunakan kasrah, dan di-jazm menggunakan sukun. Tiga jenis kata yang keluar dari aturan itu adalah jamak muanas salim, di-nashb menggunakan harakat kasrah, isim yang tidak ditanwin di-khafdh menggunakan fatah, dan fiil mudhari’ mu’tall akhir di-jazm dengan membuang huruf akhirnya.” 

وَقَوۡلُهُ: (وَالۡفِعۡلُ الۡمُضَارِعُ الَّذِي لَمۡ يَتَّصِلۡ بِآخِرِهِ شَيۡءٌ) نَزِيدُ: وَلَيۡسَ مَبۡنِيًّا. 

الَّذِي يُعۡرَبُ بِالۡحَرَكَاتِ، هَٰذِهِ الۡأَنۡوَاعُ الۡأَرۡبَعَةُ وَالدَّلِيلُ: التَّتَبُّعُ وَالاسۡتِقۡرَاءُ، فَإِنَّنَا تَتَبَّعۡنَا كَلَامَ الۡعَرَبِ، وَلَمۡ نَجِدۡ مِنۡ كَلَامِهِمۡ شَيۡئًا يُعۡرَبُ بِالۡحَرَكَاتِ إِلَّا هَٰذِهِ الۡأَنۡوَاعَ الۡأَرۡبَعَةَ. 

Ucapan mualif, “Dan fiil mudhari’ yang tidak bersambung apapun di akhirnya,” kita tambahkan: dan bukan mabni

Yang diikrab menggunakan harakat adalah empat macam kata ini. Dalilnya adalah pengamatan dan penelitian. Karena kami telah mengamati pembicaraan orang Arab dan kami tidak mendapati dari pembicaraan mereka suatu kata yang diikrab menggunakan harakat kecuali empat macam kata ini. 

وَقَوۡلُهُ: (وَكُلُّهَا تُرۡفَعُ بِالضَّمَّةِ وَتُنۡصَبُ بِالۡفَتۡحَةِ، وَتُخۡفَضُ بِالۡكَسۡرَةِ، وَتُجۡزَمُ بِالسُّكُونِ). 

تُجۡزَمُ بِالسُّكُونِ كُلُّهَا، هَٰذِهِ قَاعِدَتُهَا، ثُمَّ اسۡتَثۡنَى، فَقَالَ: (وَخَرَجَ عَنۡ ذٰلِكَ ثَلَاثَةُ أَشۡيَاءَ: جَمۡعُ الۡمُؤَنَّثِ السَّالِمُ يُنۡصَبُ بِالۡكَسۡرَةِ). 

مِنۡ أَيۡنَ خَرَجَ هَٰذَا؟ مِنۡ قَوۡلِهِ: (وَتُنۡصَبُ بِالۡفَتۡحَةِ) إِذَنۡ يُسۡتَثۡنَى مِنۡ ذٰلِكَ جَمۡعُ الۡمُؤَنَّثِ السَّالِمُ، هَٰذَا لَا يُنۡصَبُ بِالۡفَتۡحَةِ، وَإِنَّمَا يُنۡصَبُ بِالۡكَسۡرَةِ. 

Ucapan mualif, “Semua ini di-raf’ menggunakan damah, di-nashb menggunakan fatah, di-khafdh menggunakan kasrah, dan di-jazm menggunakan sukun.”

Di-jazm menggunakan sukun semuanya. Ini kaidahnya. Kemudian dikecualikan, maka mualif berkata, “Tiga macam kata yang keluar dari aturan itu: jamak muanas salim di-nashb menggunakan kasrah.” 

Kata ini keluar dari aturan yang mana? Dari ucapan mualif, “Di-nashb menggunakan fatah.” Jadi jamak muanas salim dikecualikan dari aturan itu. Karena kata ini tidak di-nashb menggunakan fatah, namun di-nashb menggunakan kasrah.

وَقَوۡلُهُ: (وَالِاسۡمُ الَّذِي لَا يَنۡصَرِفُ؛ يُخۡفَضُ بِالۡفَتۡحَةِ). 

هَٰذَا مُسۡتَثۡنًى مِنۡ قَوۡلِهِ: (تُخۡفَضُ بِالۡكَسۡرَةِ) يَعۡنِي: إِلَّا الِاسۡمَ الَّذِي لَا يَنۡصَرِفُ. 

Ucapan mualif, “Isim yang tidak ditanwin di-khafdh menggunakan fatah.” Ini pengecualian dari ucapan mualif, “Di-khafdh menggunakan kasrah.” Yakni kecuali isim yang tidak ditanwin. 

وَقَوۡلُهُ: (وَالۡفِعۡلُ الۡمُضَارِعُ الۡمُعۡتَلُّ الۡآخِرِ؛ يُجۡزَمُ بِحَذۡفِ آخِرِهِ). 

إِذَنۡ الۡقَاعِدَةُ سَلِيمَةٌ بِالۡاسۡتِثۡنَاءِ، فَالَّذِي يُعۡرَبُ بِالۡحَرَكَاتِ أَرۡبَعَةُ أَشۡيَاءَ: الِاسۡمُ الۡمُفۡرَدُ، جَمۡعُ التَّكۡسِيرِ، جَمۡعُ الۡمُؤَنَّثِ السَّالِمُ، الۡفِعۡلُ الۡمُضَارِعُ الَّذِي لَمۡ يَتَّصِلۡ بِآخِرِهِ شَيۡءٌ، وَلَيۡسَ مَبۡنِيًّا. 

مَعَ أَنَّ قَوۡلَنَا هُنَا (وَلَيۡسَ مَبۡنِيًّا) يُمۡكِنُ الِاسۡتِغۡنَاءُ عَنۡهُ؛ لِأَنَّ الۡمَبۡنِيَّ لَا بُدَّ أَنۡ يَتَّصِلَ بِآخِرِهِ نُونُ تَوۡكِيدٍ، أَوۡ نُونُ نِسۡوَةٍ. 

Ucapan mualif, “Fiil mudhari’ yang huruf akhirnya sakit di-jazm dengan membuang huruf akhirnya.” 

Jadi kaidah ini masih berlaku dengan pengecualian. Jadi kata yang diikrab menggunakan harakat ada empat macam kata: 
  • isim mufrad, 
  • jamak taksir
  • jamak muanas salim, 
  • fiil mudhari’ yang tidak bersambung apapun di akhirnya dan bukan mabni.

Namun, ucapan kami di sini “dan bukan mabni” mungkin saja untuk tidak diperlukan karena fiil mudhari’ yang mabni pasti bersambung dengan huruf nun taukid atau nun niswah di akhirnya. 

هَٰذِهِ الۡمُعۡرَبَاتُ بِالۡحَرَكَاتِ، قَاعِدَتُهَا: أَنَّهَا تُرۡفَعُ بِالضَّمَّةِ، وَتُنۡصَبُ بِالۡفَتۡحَةِ، وَتُجَرُّ بِالۡكَسۡرَةِ، وَتُجۡزَمُ بِالسُّكُونِ. لَكِنۡ خَرَجَ عَنۡ هَٰذَا ثَلَاثَةُ أَشۡيَاءَ: 

أَوَّلًا: جَمۡعُ الۡمُؤَنَّثِ السَّالِمُ، خَرَجَ فِي حَالِ النَّصۡبِ، فَهُوَ لَا يُنۡصَبُ بِالۡفَتۡحَةِ، وَإِنَّمَا يُنۡصَبُ بِالۡكَسۡرَةِ، وَيُرۡفَعُ بِالضَّمَّةِ عَلَى الۡأَصۡلِ، وَيُجَرُّ بِالۡكَسۡرَةِ عَلَى الۡأَصۡلِ، وَلَا يُجۡزَمُ؛ لِأَنَّهُ اسۡمٌ، وَالۡمُؤَلِّفُ قَالَ فِيمَا سَبَقَ: (فَلِلۡأَسۡمَاءِ مِنۡ ذٰلِكَ الرَّفۡعُ وَالنَّصۡبُ وَالۡخَفۡضُ، وَلَا جَزۡمَ فِيهَا). 

ثَانِيًا: الِاسۡمُ الَّذِي لَا يَنۡصَرِفُ، فَإِنَّهُ تُخۡفَضُ بِالۡفَتۡحَةِ، وَيُرۡفَعُ بِالضَّمَّةِ، وَيُنۡصَبُ بِالۡفَتۡحَةِ، وَيُسۡتَثۡنَى مِنَ الِاسۡمِ الَّذِي لَا يَنۡصَرِفُ إِذَا أُضِيفَ، أَوِ اقۡتَرَنَ بِـ(أَلۡ). 

الثَّالِث: وَالۡفِعۡلُ الۡمُضَارِعُ الۡمُعۡتَلُّ الۡآخِرِ، فَهَٰذَا مُسۡتَثۡنًى أَيۡضًا مِنۡ قَوۡلِهِ: (تُجۡزَمُ بِالسُّكُونِ) فَالۡفِعۡلُ الۡمُضَارِعُ الۡمُعۡتَلُّ الۡآخِرِ يُجۡزَمُ بِحَذۡفِ آخِرِهِ، وَيُرۡفَعُ بِالضَّمَّةِ، وَيُنۡصَبُ بِالۡفَتۡحَةِ. 

Ini adalah kata-kata yang diikrab menggunakan harakat. Kaidahnya adalah di-raf’ menggunakan damah, di-nashb menggunakan fatah, di-jarr menggunakan kasrah, dan di-jazm menggunakan sukun. Tetapi ada tiga macam kata yang keluar dari aturan ini:

Pertama: Jamak muanas salim yang keluar aturan ketika nashb. Kata ini tidak di-nashb menggunakan fatah, namun di-nashb menggunakan kasrah. Di-raf’ menggunakan damah sesuai kaidah asalnya. Di-jarr menggunakan kasrah sesuai kaidah asalnya. Tidak di-jazm karena isim. Mualif telah berkata di pembahasan sebelumnya, “Isim memiliki ikrab raf’, nashb, dan khafdh. Tidak ada jazm pada isim.” 

Kedua: Isim yang tidak ditanwin di-khafdh menggunakan fatah, di-raf’ menggunakan damah, di-nashb menggunakan fatah. Dikecualikan dari isim yang tidak ditanwin apabila di-idhafah atau diawali أَلۡ. 

Ketiga: Fiil mudhari’ yang huruf akhirnya sakit. Ini dikecualikan dari ucapan mualif, “Di-jazm menggunakan sukun.” Karena fiil mudhari’ yang huruf akhirnya sakit di-jazm dengan membuang huruf akhirnya, di-raf’ menggunakan damah, dan di-nashb menggunakan fatah.

إِذَنۡ فَالۡمُضَارِعُ يُرۡفَعُ بِالضَّمَّةِ، وَيُنۡصَبُ بِالۡفَتۡحَةِ، وَيُجۡزَمُ بِالسُّكُونِ، إِلَّا إِذَا كَانَ مُعۡتَلَّ الۡآخِرِ، فَيُجۡزَمُ بِحَذۡفِ آخِرِهِ. 

وَالِاسۡمُ الۡمُفۡرَدُ يُرۡفَعُ بِالضَّمَّةِ، وَيُنۡصَبُ بِالۡفَتۡحَةِ، وَيُجَرُّ بِالۡكَسۡرَةِ، وَيُسۡتَثۡنَى مِنۡ ذٰلِكَ الَّذِي لَا يَنۡصَرِفُ، فَيُجَرُّ بِالۡفَتۡحَةِ. 

وَجَمۡعُ الۡمُؤَنَّثِ السَّالِمُ يُرۡفَعُ بِالضَّمَّةِ، وَيُنۡصَبُ بِالۡكَسۡرَةِ، وَيُخۡفَضُ بِالۡكَسۡرَةِ. 

Jadi fiil mudhari’ di-raf’ menggunakan damah, di-nashb menggunakan fatah, dan di-jazm menggunakan sukun, kecuali apabila huruf akhirnya sakit, maka di-jazm dengan membuang huruf akhirnya. 

Isim mufrad di-raf’ menggunakan damah, di-nashb menggunakan fatah, dan di-jarr menggunakan kasrah. Dikecualikan dari itu adalah isim yang tidak ditanwin, di-jarr menggunakan fatah. Jamak muanas salim di-raf’ menggunakan damah, di-nashb menggunakan kasrah, dan di-khafdh menggunakan kasrah.

Syarh Al-Ajurrumiyyah - Pasal tentang Kata-kata yang Bisa Diikrab

فَصۡلٌ
Pasal


الۡمُعۡرَبَاتُ قِسۡمَانِ: قِسۡمٌ يُعۡرَبُ بِالۡحَرَكَاتِ، وَقِسۡمٌ يُعۡرَبُ بِالۡحُرُوفِ. 

Kata yang bisa diikrab ada dua bagian: satu bagian diikrab menggunakan harakat dan satu bagian lagi diikrab dengan huruf. 

فَالَّذِي يُعۡرَبُ بِالۡحَرَكَاتِ أَرۡبَعَةُ أَنۡوَاعٍ: الاسۡمُ الۡمُفۡرَدُ، وَجَمۡعُ التَّكۡسِيرِ، وَجَمۡعُ الۡمُؤَنَّثِ السَّالِم، وَالۡفِعۡلُ الۡمُضَارِعُ الَّذِي لَمۡ يَتَّصِلۡ بِآخِرِهِ شَيۡءٌ، وَكُلُّهَا تُرۡفَعُ بِالضَّمَّةِ وَتُنۡصَبُ بِالۡفَتۡحَةِ، وَتُخۡفَضُ بِالۡكَسۡرَةِ، وَتُجۡزَمُ بِالسُّكُونِ. 

Kata yang diikrab menggunakan harakat ada empat macam: 
  • isim mufrad, 
  • jamak taksir, 
  • jamak muanas salim, 
  • fiil mudhari’ yang tidak ada huruf apapun yang menyambung di akhirnya. 
Semuanya di-rafa’ menggunakan damah, di-nashab menggunakan fatah, di-khafdh menggunakan kasrah, dan di-jazm menggunakan sukun. 

وَخَرَجَ عَنۡ ذٰلِكَ ثَلَاثَةُ أَشۡيَاءَ: جَمۡعُ الۡمُؤَنَّثِ السَّالِمُ؛ يُنۡصَبُ بِالۡكَسۡرَةِ، وَالِاسۡمُ الَّذِي لَا يَنۡصَرِفُ يُخۡفَضُ بِالۡفَتۡحَةِ، وَالۡفِعۡلُ الۡمُضَارِعُ الۡمُعۡتَلُّ الۡآخِرِ؛ يُجۡزَمُ بِحَذۡفِ آخِرِهِ. 

Tiga jenis kata yang keluar dari aturan itu adalah: 
  • jamak muanas salim, di-nashab menggunakan harakat kasrah, 
  • isim yang tidak ditanwin di-khafdh menggunakan fatah, dan 
  • fiil mudhari’ mu’tall akhir di-jazm dengan membuang huruf akhirnya. 

وَالَّذِي يُعۡرَبُ بِالۡحُرُوفِ أَرۡبَعَةُ أَنۡوَاعٍ: التَّثۡنِيَةُ، وَجَمۡعُ الۡمُذَكَّرِ السَّالِمُ، وَالۡأَسۡمَاءُ الۡخَمۡسَةُ، وَالۡأَفۡعَالُ الۡخَمۡسَةُ، وَهِيَ: يَفۡعَلَانِ، وَتَفۡعَلَانِ، وَيَفۡعَلُونَ، وَتَفۡعَلُونَ، وَتَفۡعَلِينَ. 

فَأَمَّا التَّثۡنِيَةُ فَتُرۡفَعُ بِالۡأَلِفِ، وَتُنۡصَبُ وَتُخۡفَضُ بِالۡيَاءِ. 

وَأَمَّا جَمۡعُ الۡمُذَكَّرِ السَّالِمُ فَيُرۡفَعُ بِالۡوَاوِ، وَيُنۡصَبُ وَيُخۡفَضُ بِالۡيَاءِ. 

وَأَمَّ الۡأَسۡمَاءُ الۡخَمۡسَةُ فَتُرۡفَعُ بِالۡوَاوِ، وَتُنۡصَبُ بِالۡأَلِفِ، وَتُخۡفَضُ بِالۡيَاءِ. 

وَأَمَّا الۡأَفۡعَالُ الۡخَمۡسَةُ فَتُرۡفَعُ بِالنُّونِ، وَتُنۡصَبُ وَتُجۡزَمُ بِحَذۡفِهَا. 

Kata yang diikrab menggunakan huruf ada empat macam: 
  • tatsniyah (penggandaan isim), 
  • jamak muzakar salim, 
  • isim-isim yang lima, 
  • fiil-fiil yang lima yaitu: يَفۡعَلَانِ, تَفۡعَلَانِ, يَفۡعَلُونَ, تَفۡعَلُونَ, dan تَفۡعَلِينَ. 

Tatsniyah di-rafa’ menggunakan huruf alif, di-nashab dan di-khafdh menggunakan huruf ya. 

Jamak muzakar salim di-rafa’ menggunakan huruf wawu, di-nashab dan di-khafdh menggunakan huruf ya. 

Isim-isim yang lima di-rafa’ menggunakan huruf wawu, di-nashab menggunakan huruf alif, dan di-khafdh menggunakan huruf ya. 

Adapun fiil-fiil yang lima di-rafa’ menggunakan huruf nun, di-nashab dan di-jazm dengan membuangnya. 

الشَّرۡح 


يَقُولُ الۡمُؤَلِّفُ –رَحِمَهُ اللهُ-: (فَصۡلٌ) هَٰذَا الۡفَصۡلُ خُلَاصَةُ مَا سَبَقَ، وَقَدۡ جَمَعَهُ الۡمُؤَلِّفُ –رَحِمَهُ اللهُ- جَمۡعًا جَيِّدًا؛ لِأَنَّهُ فِي الۡأَوَّلِ جَاءَ مَوۡضِعُ التَّقۡسِيمِ عَلَامَاتِ الۡإِعۡرَابِ، أَمَّا هَٰذَا فَجَمَعَ كُلَّ نَوۡعٍ عَلَى حَدَّةٍ، يَعۡنِي: حَمۡعَ الۡمُذَكَّرِ السَّالِمَ وَحۡدَهُ، وَالۡمُثَنَّى وَحۡدَهُ، وَالۡأَسۡمَاءَ الۡخَمۡسَةَ وَحۡدَهَا، وَهَٰذَا يُقَرِّبُ لِلطَّالِبِ أَكۡثَرَ مِنَ الۡبَابِ الَّذِي قَبۡلَهُ. 

Mualif—rahimahullah—mengatakan, “Pasal.” Pasal ini adalah kesimpulan pembahasan sebelumnya. Mualif—rahimahullah—telah mengumpulkannya dengan baik karena di awal beliau membawakan topik pembagian tanda-tanda ikrab. Adapun di sini, beliau mengumpulkan setiap macam satu persatu. Yakni: Jamak muzakar salim sendiri, mutsanna sendiri, isim-isim yang lima sendiri. Ini lebih mendekatkan pemahaman penuntut ilmu daripada bab sebelumnya. 

وَقَوۡلُهُ: (الۡمُعۡرَبَاتُ قِسۡمَانِ: قِسۡمٌ يُعۡرَبُ بِالۡحَرَكَاتِ، وَقِسۡمٌ يُعۡرَبُ بِالۡحُرُوفِ). 

الۡحَرَكَاتُ الَّتِي هِيَ: الۡفَتۡحَةُ، وَالۡكَسۡرَةُ، وَالضَّمَّةُ. أَمَّا السُّكُونُ فَلَيۡسَ حَرَكَةً. 

وَبِالۡحُرُوفِ مِثۡلُ: الۡأَلِفِ، وَالۡيَاءِ، وَالۡوَاوِ، وَنَحۡوِهَا. 

وَهَٰذَا الۡفَصۡلُ لَا يُغۡنِي عَمَّا سَبَقَ، لَكِنَّهُ يَجۡمَعُ مَا سَبَقَ. 

Ucapan mualif, “Kata yang diikrab ada dua bagian: satu bagian diikrab menggunakan harakat dan satu bagian lagi diikrab menggunakan huruf.” 

Harakat adalah fatah, kasrah, dan damah. Adapun sukun bukan harakat. 

Menggunakan huruf, contohnya: alif, ya, wawu, dan semisalnya. 

Pasal ini tidak lepas dari pembahasan sebelumnya, tetapi mengumpulkan pembahasan sebelumnya.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 6372

٤٤ - بَابُ الدُّعَاءِ بِرَفۡعِ الۡوَبَاءِ وَالۡوَجَعِ 
44. Bab doa agar wabah dan penyakit diangkat


٦٣٧٢ - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ يُوسُفَ: حَدَّثَنَا سُفۡيَانُ، عَنۡ هِشَامِ بۡنِ عُرۡوَةَ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهَا قَالَتۡ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (اللّٰهُمَّ حَبِّبۡ إِلَيۡنَا الۡمَدِينَةَ، كَمَا حَبَّبۡتَ إِلَيۡنَا مَكَّةَ أَوۡ أَشَدَّ، وَانۡقُلۡ حُمَّاهَا إِلَى الۡجُحۡفَةِ، اللّٰهُمَّ بَارِكۡ لَنَا فِي مُدِّنَا وَصَاعِنَا). [طرفه في: ١٨٨٩]. 

6372. Muhammad bin Yusuf telah menceritakan kepada kami: Sufyan menceritakan kepada kami dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, dari ‘Aisyah—radhiyallahu ‘anha—. Beliau mengatakan: Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Ya Allah, buatlah kami mencintai Madinah sebagaimana Engkau buat kami mencintai Makkah atau lebih daripada itu! Pindahkan penyakit demam Madinah ke Juhfah (tempat tinggal Yahudi di waktu itu)! Ya Allah, berkahilah kami pada mud dan sha’ kami!”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 5677

٢٢ - بَابُ مَنۡ دَعَا بِرَفۡعِ الۡوَبَاءِ وَالۡحُمَّى
22. Bab barang siapa berdoa agar wabah dan demam hilang


٥٦٧٧ - حَدَّثَنَا إِسۡمَاعِيلُ: حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنۡ هِشَامِ بۡنِ عُرۡوَةَ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهَا أَنَّهَا قَالَتۡ: لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللهِ ﷺ وُعِكَ أَبُو بَكۡرٍ وَبِلَالٌ، قَالَتۡ: فَدَخَلۡتُ عَلَيۡهِمَا، فَقُلۡتُ: يَا أَبَتِ كَيۡفَ تَجِدُكَ؟ وَيَا بِلَالُ كَيۡفَ تَجِدُكَ؟ قَالَتۡ: وَكَانَ أَبُو بَكۡرٍ إِذَا أَخَذَتۡهُ الۡحُمَّى يَقُولُ: 

كُلُّ امۡرِىءٍ مُصَبَّحٌ فِي أَهۡلِهِ    وَالۡمَوۡتُ أَدۡنَى مِنۡ شِرَاكِ نَعۡلِهِ 

وَكَانَ بِلَالٌ إِذَا أُقۡلِعَ عَنۡهُ يَرۡفَعُ عَقِيرَتَهُ فَيَقُولُ: 

أَلَا لَيۡتَ شِعۡرِي هَلۡ أَبِيتَنَّ لَيۡلَةً    بِوَادٍ وَحَوۡلِي إِذۡخِرٌ وَجَلِيلُ 

وَهَلۡ أَرِدَنۡ يَوۡمًا مِيَاهَ مِجَنَّةٍ        وَهَلۡ تَبۡدُوَنۡ لِي شَامَةٌ وَطَفِيلُ 

قَالَ: قَالَتۡ عَائِشَةُ: فَجِئۡتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ فَأَخۡبَرۡتُهُ، فَقَالَ: (اللّٰهُمَّ حَبِّبۡ إِلَيۡنَا الۡمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوۡ أَشَدَّ، وَصَحِّحۡهَا، وَبَارِكۡ لَنَا فِي صَاعِهَا وَمُدِّهَا، وَانۡقُلۡ حُمَّاهَا فَاجۡعَلۡهَا بِالۡجُحۡفَةِ). [طرفه في: ١٨٨٩]. 

5677. Isma’il telah menceritakan kepada kami: Malik menceritakan kepadaku dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, dari ‘Aisyah—radhiyallahu ‘anha—; Bahwa beliau mengatakan: 

Ketika Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—tiba (di Madinah), Abu Bakr dan Bilal terkena penyakit. ‘Aisyah berkata: Aku masuk ke tempat keduanya lalu bertanya, “Wahai ayahanda, bagaimana keadaanmu? Wahai Bilal, bagaimana keadaanmu?” 

‘Aisyah berkata: Dahulu, Abu Bakr apabila mengalami demam, beliau bersyair, “Setiap orang menyantap hidangan pagi di tengah keluarganya, padahal kematian lebih dekat daripada tali sandalnya.” 

Adapun Bilal apabila tertahan (oleh penyakitnya), beliau mengangkat suara lalu bersyair, “Duhai, andai aku tahu apakah aku akan bisa menginap suatu malam di sebuah wadi dengan tanaman idzkhir dan jalil di sekelilingku? Apakah suatu hari aku akan bisa mendatangi air mata Mijannah? Apakah gunung Syamah dan Thafil akan terlihat olehku?” 

‘Urwah berkata: ‘Aisyah mengatakan: Aku mendatangi Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—lalu mengabarkannya kepada beliau. Beliau berdoa, “Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah seperti cintanya kami kepada Makkah atau lebih daripada itu! Sehatkanlah lingkungan Madinah! Berkahilah kami pada sha’ dan mudnya! Angkatlah demamnya dan pindahkan ke Juhfah (tempat tinggal Yahudi waktu itu)!”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 5654

٨ - بَابُ عِيَادَةِ النِّسَاءِ الرِّجَالَ
8. Bab wanita menjenguk pria


وَعَادَتۡ أُمُّ الدَّرۡدَاءِ رَجُلًا مِنۡ أَهۡلِ الۡمَسۡجِدِ، مِنَ الۡأَنۡصَارِ. 

Ummu Ad-Darda` menjenguk seorang lelaki ansar yang termasuk orang yang memakmurkan masjid. 

٥٦٥٤ - حَدَّثَنَا قُتَيۡبَةُ، عَنۡ مَالِكٍ، عَنۡ هِشَامِ بۡنِ عُرۡوَةَ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتۡ: لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللهِ ﷺ الۡمَدِينَةَ، وُعِكَ أَبُو بَكۡرٍ وَبِلَالٌ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا، قَالَتۡ: فَدَخَلۡتُ عَلَيۡهِمَا، قُلۡتُ: يَا أَبَتِ كَيۡفَ تَجِدُكَ؟ وَيَا بِلَالُ كَيۡفَ تَجِدُكَ؟ قَالَتۡ: وَكَانَ أَبُو بَكۡرٍ إِذَا أَخَذَتۡهُ الۡحُمَّى يَقُولُ: 

كُلُّ امۡرِىءٍ مُصَبَّحٌ فِي أَهۡلِهِ         وَالۡمَوۡتُ أَدۡنَى مِنۡ شِرَاكِ نَعۡلِهِ 

وَكَانَ بِلَالٌ إِذَا أَقۡلَعَتۡ عَنۡهُ يَقُولُ: 

أَلَا لَيۡتَ شِعۡرِي هَلۡ أَبِيتَنَّ لَيۡلَةً     بَوَادٍ وَحَوۡلِي إِذۡخِرٌ وَجَلِيلُ 

وَهَلۡ أَرِدَنۡ يَوۡمًا مِيَاهَ مِجَنَّةٍ         وَهَلۡ تَبۡدُوَنۡ لِي شَامَةٌ وَطَفِيلُ 

قَالَتۡ عَائِشَةُ: فَجِئۡتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ فَأَخۡبَرۡتُهُ، فَقَالَ: (اللّٰهُمَّ حَبِّبۡ إِلَيۡنَا الۡمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوۡ أَشَدَّ، اللّٰهُمَّ وَصَحِّحۡهَا، وَبَارِكۡ لَنَا فِي مُدِّهَا وَصَاعِهَا، وَانۡقُلۡ حُمَّاهَا فَاجۡعَلۡهَا بِالۡجُحۡفَةِ). 

[طرفه في: ١٨٨٩]. 

5654. Qutaibah telah menceritakan kepada kami dari Malik, dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, dari ‘Aisyah; Bahwa beliau mengatakan: 

Ketika Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—tiba di Madinah, Abu Bakr dan Bilal—radhiyallahu ‘anhuma—terkena penyakit. ‘Aisyah mengatakan: Aku masuk ke tempat keduanya lalu bertanya, “Wahai ayahanda, bagaimana keadaanmu? Wahai Bilal, bagaimana keadaanmu?” 

‘Aisyah berkata: Dahulu, apabila Abu Bakr mengalami demam, beliau bersyair, “Setiap orang menyantap hidangan pagi di tengah keluarganya, padahal kematian lebih dekat daripada tali sandalnya.” 

Adapun Bilal, apabila tertahan (penyakitnya) beliau bersyair, “Duhai, andai aku tahu apakah aku akan bisa menginap satu malam di suatu wadi dengan tanaman idzkhir dan jalil ada di sekelilingku? Apakah suatu hari aku bisa mendatangi air mata Mijannah? Apakah gunung Syamah dan Thafil akan tampak olehku?” 

‘Aisyah mengatakan: Aku datang menemui Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—lalu mengabarkannya kepada beliau. Beliau berdoa, “Ya Allah, buatlah kami mencintai Madinah seperti kecintaan kami kepada Makkah atau lebih dari itu! Ya Allah, sehatkanlah lingkungan Madinah dan berkahilah kami dalam mud dan sha’ Madinah! Angkat demamnya dan pindahkan ke Juhfah (tempat tinggal Yahudi waktu itu)!”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 3926

٣٩٢٦ - حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ يُوسُفَ: أَخۡبَرَنَا مَالِكٌ، عَنۡ هِشَامِ بۡنِ عُرۡوَةَ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهَا أَنَّهَا قَالَتۡ: لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللهِ ﷺ الۡمَدِينَةَ، وُعِكَ أَبُو بَكۡرٍ وَبِلَالٌ، قَالَتۡ: فَدَخَلۡتُ عَلَيۡهِمَا، فَقُلۡتُ: يَا أَبَتِ كَيۡفَ تَجِدُكَ؟ وَيَا بِلَالُ كَيۡفَ تَجِدُكَ؟ قَالَتۡ: فَكَانَ أَبُو بَكۡرٍ إِذَا أَخَذَتۡهُ الۡحُمَّى يَقُولُ: 

كُلُّ امۡرِئٍ مُصَبَّحٌ فِي أَهۡلِهِ         وَالۡمَوۡتُ أَدۡنَى مِنۡ شِرَاكِ نَعۡلِهِ 

3926. ‘Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami: Malik mengabarkan kepada kami dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, dari ‘Aisyah—radhiyallahu ‘anha—; bahwa beliau mengatakan: 

Ketika Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—tiba di Madinah, Abu Bakr dan Bilal ditimpa penyakit. ‘Aisyah berkata: Aku masuk ke tempat keduanya, lalu aku bertanya, “Wahai ayahku, bagaimana keadaanmu? Wahai Bilal, bagaimana keadaanmu?” 

‘Aisyah berkata: Apabila Abu Bakr mengalami demam, beliau bersyair, “Setiap orang menyantap sajian pagi di tengah keluarganya, padahal kematian lebih dekat daripada tali sandalnya.” 

وَكَانَ بِلَالٌ إِذَا أَقۡلَعَ عَنۡهُ الۡحُمَّى يَرۡفَعُ عَقِيرَتَهُ وَيَقُولُ: 

أَلَا لَيۡتَ شِعۡرِي هَلۡ أَبِيتَنَّ لَيۡلَةً     بِوَادٍ وَحَوۡلِي إِذۡخِرٌ وَجَلِيلُ 

وَهَلۡ أَرِدَنۡ يَوۡمًا مِيَاهَ مَجَنَّةٍ         وَهَلۡ يَبۡدُوَنۡ لِي شَامَةٌ وَطَفِيلُ 

Apabila Bilal tertahan oleh demam, dia mengangkat suara dan bersyair, “Duhai, andai aku tahu apakah aku akan bisa menginap suatu malam di wadi dengan tanaman idzkhir dan jalil ada di sekitarku? Apakah suatu hari aku akan bisa mendatangi air mata Majannah? Apakah gunung Syamah dan Thafil akan tampak olehku?” 

قَالَتۡ عَائِشَةُ: فَجِئۡتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ فَأَخۡبَرۡتُهُ، فَقَالَ: (اللّٰهُمَّ حَبِّبۡ إِلَيۡنَا الۡمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوۡ أَشَدَّ، وَصَحِّحۡهَا، وَبَارِكۡ لَنَا فِي صَاعِهَا وَمُدِّهَا، وَانۡقُلۡ حُمَّاهَا فَاجۡعَلۡهَا بِالۡجُحۡفَةِ). [طرفه في: ١٨٨٩]. 

‘Aisyah mengatakan: Aku mendatangi Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan mengabarkannya kepada beliau. Lalu beliau bersabda, “Ya Allah, buatlah kami mencintai Madinah seperti cinta kami kepada Makkah atau lebih! Sehatkanlah lingkungan Madinah! Berkahilah kami dalam sha’ dan mudnya! Angkat demamnya dan pindahkan ke Juhfah (tempat tinggal Yahudi di waktu itu)!”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 655 dan 656

٣٣ - بَابُ احۡتِسَابِ الۡآثَارِ
33. Bab mengharap pahala dari jejak langkah


٦٥٥ - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ حَوۡشَبٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبۡدُ الۡوَهَّابِ قَالَ: حَدَّثَنَا حُمَيۡدٌ، عَنۡ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (يَا بَنِي سَلِمَةَ، أَلَا تَحۡتَسِبُونَ آثَارَكُمۡ؟) وَقَالَ مُجَاهِدٌ فِي قَوۡلِهِ: ﴿وَنَكۡتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمۡ﴾ [يس: ١٢]. قَالَ: خُطَاهُمۡ. 

[الحديث ٦٥٥ – طرفاه في: ٦٥٦، ١٨٨٧]. 

655. Muhammad bin ‘Abdullah bin Hausyab telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: ‘Abdul Wahhab menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Humaid menceritakan kepada kami dari Anas. Beliau berkata: Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Wahai bani Salimah, apa kalian tidak mengharap pahala dari jejak langkah kalian?” 

Mujahid menafsirkan tentang firman Allah, “Dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.” (QS. Yasin: 12), beliau berkata, “Aatsaarahum artinya langkah-langkah kaki mereka.” 

٦٥٦ – وَحَدَّثَنَا ابۡنُ أَبِي مَرۡيَمَ: أَخۡبَرَنَا يَحۡيَى بۡنُ أَيُّوبَ: حَدَّثَنِي حُمَيۡدٌ: حَدَّثَنِي أَنَسٌ: أَنَّ بَنِي سَلِمَةَ أَرَادُوا أَنۡ يَتَحَوَّلُوا عَنۡ مَنَازِلِهِمۡ، فَيَنۡزِلُوا قَرِيبًا مِنَ النَّبِيِّ ﷺ، قَالَ: فَكَرِهَ رَسُولُ اللهِ ﷺ أَنۡ يُعۡرُوا الۡمَدِينَةَ، فَقَالَ: (أَلَا تَحۡتَسِبُونَ آثَارَكُمۡ؟) قَالَ مُجَاهِدٌ: خُطَاهُمۡ: آثَارُهُمۡ، أَنۡ يُمۡشَى فِي الۡأَرۡضِ بِأَرۡجُلِهِمۡ. [طرفه في: ٦٥٥]. 

656. Ibnu Abu Maryam telah menceritakan kepada kami: Yahya bin Ayyub mengabarkan kepada kami: Humaid menceritakan kepadaku: Anas menceritakan kepadaku: Bahwa bani Salimah hendak pindah dari rumah-rumah mereka lalu tinggal di dekat kediaman Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Anas berkata: Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—tidak suka apabila ada daerah di Madinah yang kosong ditinggalkan penduduknya, lalu beliau bersabda (kepada bani Salimah), “Apa kalian tidak mengharapkan pahala dari jejak langkah kalian?” 

Mujahid berkata, “Khuthaahum (langkah-langkah kalian) artinya aatsaarahum (jejak-jejak kalian), yaitu berjalan di atas tanah dengan kaki-kaki mereka.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 4589

١٤ - بَابٌ ﴿فَمَا لَكُمۡ فِي الۡمُنَافِقِينَ فِئَتَيۡنِ وَاللهُ أَرۡكَسَهُمۡ بِمَا كَسَبُوا﴾ ۝٨٨
14. Bab “Mengapa kalian menjadi dua kelompok dalam menyikapi orang-orang munafik? Padahal Allah telah membalikkan mereka (kepada kekafiran) disebabkan apa yang telah mereka lakukan” (QS. An-Nisa`: 88)


قَالَ ابۡنُ عَبَّاسٍ: بَدَّدَهُمۡ، فِئَةٌ: جَمَاعَةٌ. 

Ibnu ‘Abbas berkata, “Arkasahum artinya mencerai-beraikan mereka. Fi`ah artinya sekelompok.” 

٤٥٨٩ - حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بۡنُ بَشَّارٍ: حَدَّثَنَا غُنۡدَرٌ وَعَبۡدُ الرَّحۡمَٰنِ قَالَا: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ، عَنۡ عَدِيٍّ، عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ يَزِيدَ، عَنۡ زَيۡدِ بۡنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: ﴿فَمَا لَكُمۡ فِي الۡمُنَافِقِينَ فِئَتَيۡنِ﴾ رَجَعَ نَاسٌ مِنۡ أَصۡحَابِ النَّبِيِّ ﷺ مِنۡ أُحُدٍ، وَكَانَ النَّاسُ فِيهِمۡ فِرۡقَتَيۡنِ: فَرِيقٌ يَقُولُ: اقۡتُلۡهُمۡ، وَفَرِيقٌ يَقُولُ: لَا، فَنَزَلَتۡ: ﴿فَمَا لَكُمۡ فِي الۡمُنَافِقِينَ فِئَتَيۡنِ﴾. وَقَالَ: (إِنَّهَا طَيۡبَةُ تَنۡفِي الۡخَبَثَ، كَمَا تَنۡفِي النَّارُ خَبَثَ الۡفِضَّةِ). [طرفه في: ١٨٨٤]. 

4589. Muhammad bin Basysyar telah menceritakan kepadaku: Ghundar dan ‘Abdurrahman menceritakan kepada kami. Keduanya berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari ‘Adi, dari ‘Abdullah bin Yazid, dari Zaid bin Tsabit—radhiyallahu ‘anhu—bahwa tentang firman Allah, “Mengapa kalian menjadi dua kelompok dalam menyikapi orang-orang munafik?” beliau berkata: 

Sebagian orang dari rombongan sahabat Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—kembali pulang dari Uhud. Ketika itu para sahabat terbagi dua kelompok. Satu kelompok berkata: Kita bunuh mereka; sedangkan kelompok lainnya berkata: Tidak. Turunlah ayat, “Mengapa kalian menjadi dua kelompok dalam menyikapi orang-orang munafik?” 

Nabi bersabda, “Sesungguhnya Madinah adalah Thaibah yang menghilangkan kotoran, sebagaimana api menghilangkan kotoran perak.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 4050

٤٠٥٠ - حَدَّثَنَا أَبُو الۡوَلِيدِ: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ، عَنۡ عَدِيِّ بۡنِ ثَابِتٍ: سَمِعۡتُ عَبۡدَ اللهِ بۡنَ يَزِيدَ: يُحَدِّثُ عَنۡ زَيۡدِ بۡنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: لَمَّا خَرَجَ النَّبِيُّ ﷺ إِلَى أُحُدٍ، رَجَعَ نَاسٌ مِمَّنۡ خَرَجَ مَعَهُ، وَكَانَ أَصۡحَابُ النَّبِيِّ ﷺ فِرۡقَتَيۡنِ: فِرۡقَةً تَقُولُ: نُقَاتِلُهُمۡ، وَفِرۡقَةً تَقُولُ: لَا نُقَاتِلُهُمۡ، فَنَزَلَتۡ: ﴿فَمَا لَكُمۡ فِي الۡمُنَافِقِينَ فِئَتَيۡنِ وَاللهُ أَرۡكَسَهُمۡ بِمَا كَسَبُوا﴾ [النساء: ٨٨]. وَقَالَ: (إِنَّهَا طَيۡبَةُ، تَنۡفِي الذُّنُوبَ كَمَا تَنۡفِي النَّارُ خَبَثَ الۡفِضَّةِ). [طرفه في: ١٨٨٤]. 

4050. Abu Al-Walid telah menceritakan kepada kami: Syu’bah menceritakan kepada kami dari ‘Adi bin Tsabit: Aku mendengar ‘Abdullah bin Yazid menceritakan dari Zaid bin Tsabit—radhiyallahu ‘anhu—. Beliau mengatakan: 

Ketika Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—keluar perang menuju Uhud, sebagian orang yang bersama beliau kembali pulang. Ketika itu para sahabat Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—menjadi dua kelompok. Satu kelompok mengatakan: Kita perangi mereka. Satu kelompok lainnya mengatakan: Kita tidak perangi mereka. Turunlah ayat, “Mengapa kalian menjadi dua golongan dalam menyikapi orang-orang munafik? Padahal Allah telah membalikkan mereka (kepada kekafiran) disebabkan apa yang mereka lakukan.” (QS. An-Nisa`: 88). 

Beliau bersabda, “Madinah adalah Thaibah yang akan menghilangkan dosa-dosa sebagaimana api menghilangkan kotoran perak.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 7322

١٦ - بَابُ مَا ذَكَرَ النَّبِيُّ ﷺ وَحَضَّ عَلَى اتِّفَاقِ أَهۡلِ الۡعِلۡمِ، وَمَا أَجۡمَعَ عَلَيۡهِ الۡحَرَمَانِ مَكَّةُ وَالۡمَدِينَةُ، وَمَا كَانَ بِهِمَا مِنۡ مَشَاهِدِ النَّبِيِّ ﷺ وَالۡمُهَاجِرِينَ وَالۡأَنۡصَارِ، وَمُصَلَّى النَّبِيِّ ﷺ وَالۡمِنۡبَرِ وَالۡقَبۡرِ
16. Bab apa yang Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—sebutkan dan anjurkan untuk selaras dengan ulama dan yang disepakati oleh penduduk dua kota suci, yaitu: Makkah dan Madinah; serta apa saja yang berada di dua kota itu berupa tempat-tempat berkumpulnya Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersama muhajirin dan ansar, tempat salat Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, mimbar, dan kuburan beliau 


٧٣٢٢ - حَدَّثَنَا إِسۡمَاعِيلُ: حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنۡ مُحَمَّدِ بۡنِ الۡمُنۡكَدِرِ، عَنۡ جَابِرِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ السَّلَمِيِّ: أَنَّ أَعۡرَابِيًّا بَايَعَ رَسُولَ اللهِ ﷺ عَلَى الۡإِسۡلَامِ، فَأَصَابَ الۡأَعۡرَابِيَّ وَعۡكٌ بِالۡمَدِينَةِ، فَجَاءَ الۡأَعۡرَابِيُّ إِلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَقِلۡنِي بَيۡعَتِي، فَأَبَى رَسُولُ اللهِ ﷺ، ثُمَّ جَاءَهُ فَقَالَ: أَقِلۡنِي بَيۡعَتِي، فَأَبَى، ثُمَّ جَاءَهُ فَقَالَ: أَقِلۡنِي بَيۡعَتِي، فَأَبَى، فَخَرَجَ الۡأَعۡرَابِيُّ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (إِنَّمَا الۡمَدِينَةُ كَالۡكِيرِ، تَنۡفِي خَبَثَهَا وَيَنۡصَعُ طِيبُهَا). [طرفه في: ١٨٨٣]. 

7322. Isma’il telah menceritakan kepada kami: Malik menceritakan kepadaku dari Muhammad bin Al-Munkadir, dari Jabir bin ‘Abdullah As-Sulami: 

Bahwa seorang badui membaiat Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—untuk berislam. Lalu penyakit menimpa si badui itu di Madinah. Si badui datang kepada Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—seraya berkata, “Wahai Rasulullah, batalkan baiatku!” Namun Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—tidak mau. 

Kemudian si badui datang lagi kepada beliau seraya berkata, “Batalkan baiatku!” Namun Rasulullah tidak mau. 

Kemudian si badui datang lagi kepada beliau seraya berkata, “Batalkan baiatku!” Namun Rasulullah tidak mau. 

Si badui itu keluar. Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Sesungguhnya Madinah bagaikan ubub yang menghilangkan kotorannya, lalu kebaikannya akan tampak.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 7216

٥٠ - بَابُ مَنۡ نَكَثَ بَيۡعَةً
50. Bab barang siapa melanggar baiat


وَقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿إِنَّ ٱلَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ ٱللَّهَ يَدُ ٱللَّهِ فَوۡقَ أَيۡدِيهِمۡ ۚ فَمَن نَّكَثَ فَإِنَّمَا يَنكُثُ عَلَىٰ نَفۡسِهِۦ ۖ وَمَنۡ أَوۡفَىٰ بِمَا عَـٰهَدَ عَلَيۡهُ ٱللَّهَ فَسَيُؤۡتِيهِ أَجۡرًا عَظِيمًا﴾ [الفتح: ١٠]. 

Dan firman Allah taala, “Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu, mereka itu sesungguhnya berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan-tangan mereka. Maka, barang siapa yang melanggar janjinya, maka akibat pelanggarannya akan mengenai dirinya sendiri dan barang siapa yang memenuhi janjinya kepada Allah, maka kelak Allah memberinya pahala yang sangat besar.” (QS. Al-Fath: 10). 

٧٢١٦ - حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيۡمٍ: حَدَّثَنَا سُفۡيَانُ، عَنۡ مُحَمَّدِ بۡنِ الۡمُنۡكَدِرِ: سَمِعۡتُ جَابِرًا قَالَ: جَاءَ أَعۡرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَالَ: بَايِعۡنِي عَلَى الۡإِسۡلَامِ، فَبَايَعَهُ عَلَى الۡإِسۡلَامِ، ثُمَّ جَاءَ الۡغَدَ مَحۡمُومًا، فَقَالَ: أَقِلۡنِي، فَأَبَى فَلَمَّا وَلَّى، قَالَ: (الۡمَدِينَةُ كَالۡكِيرِ، تَنۡفِي خَبَثَهَا، وَيَنۡصَعُ طِيبُهَا). [طرفه في: ١٨٨٣]. 

7216. Abu Nu’aim telah menceritakan kepada kami: Sufyan menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Al-Munkadir: Aku mendengar Jabir mengatakan: 

Seorang badui datang kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—seraya berkata, “Baiatlah aku untuk berislam!” Nabi pun membaiatnya untuk melaksanakan syariat Islam. 

Kemudian si badui itu datang keesokannya dalam keadaan demam seraya berkata, “Batalkan baiatku!” Namun Nabi tidak mau. 

Ketika si badui berpaling, Nabi bersabda, “Madinah itu seperti ubub yang menghilangkan kotorannya, lalu kebaikannya akan tampak.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 7211

٤٧ - بَابُ مَنۡ بَايَعَ ثُمَّ اسۡتَقَالَ الۡبَيۡعَةَ
47. Bab barang siapa berbaiat kemudian undur diri dari baiat


٧٢١١ - حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ يُوسُفَ: أَخۡبَرَنَا مَالِكٌ، عَنۡ مُحَمَّدِ بۡنِ الۡمُنۡكَدِرِ، عَنۡ جَابِرِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ: أَنَّ أَعۡرَابِيًّا بَايَعَ رَسُولَ اللهِ ﷺ عَلَى الۡإِسۡلَامِ، فَأَصَابَ الۡأَعۡرَابِيَّ وَعۡكٌ بِالۡمَدِينَةِ، فَأَتَى الۡأَعۡرَابِيُّ إِلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ أَقِلۡنِي بَيۡعَتِي، فَأَبَى رَسُولُ اللهِ ﷺ، ثُمَّ جَاءَهُ فَقَالَ: أَقِلۡنِي بَيۡعَتِي، فَأَبَى، ثُمَّ جَاءَهُ فَقَالَ: أَقِلۡنِي بَيۡعَتِي، فَأَبَى، فَخَرَجَ الۡأَعۡرَابِيُّ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (إِنَّمَا الۡمَدِينَةُ كَالۡكِيرِ، تَنۡفِي خَبَثَهَا وَيَنۡصَعُ طِيبُهَا). [طرفه في: ١٨٨٣]. 

7211. ‘Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami: Malik mengabarkan kepada kami dari Muhammad bin Al-Munkadir, dari Jabir bin ‘Abdullah: 

Bahwa seorang badui membaiat Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—untuk berislam. Lalu penyakit menimpa si badui itu di Madinah. Si badui datang kepada Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—seraya berkata, “Wahai Rasulullah, batalkan baiatku!” Namun Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—tidak mau. 

Kemudian si badui datang lagi kepada beliau seraya berkata, “Batalkan baiatku!” Namun Rasulullah tidak mau. 

Kemudian si badui datang lagi kepada beliau seraya berkata, “Batalkan baiatku!” Namun Rasulullah tidak mau. 

Si badui itu keluar. Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Madinah bagaikan ubub yang menghilangkan kotorannya, lalu kebaikannya akan tampak.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 7132

٢٨ - بَابٌ لَا يَدۡخُلُ الدَّجَّالُ الۡمَدِينَةَ
28. Bab Dajjal tidak bisa masuk Madinah


٧١٣٢ - حَدَّثَنَا أَبُو الۡيَمَانِ: أَخۡبَرَنَا شُعَيۡبٌ، عَنِ الزُّهۡرِيِّ: أَخۡبَرَنِي عُبَيۡدُ اللهِ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ عُتۡبَةَ بۡنِ مَسۡعُودٍ: أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ يَوۡمًا حَدِيثًا طَوِيلًا عَنِ الدَّجَّالِ، فَكَانَ فِيمَا يُحَدِّثُنَا بِهِ أَنَّهُ قَالَ: (يَأۡتِي الدَّجَّالُ، وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيۡهِ أَنۡ يَدۡخُلَ نِقَابَ الۡمَدِينَةِ، فَيَنۡزِلُ بَعۡضَ السِّبَاخِ الَّتِي تَلِي الۡمَدِينَةَ، فَيَخۡرُجُ إِلَيۡهِ يَوۡمَئِذٍ رَجُلٌ، وَهُوَ خَيۡرُ النَّاسِ، أَوۡ مِنۡ خِيَارِ النَّاسِ، فَيَقُولُ: أَشۡهَدُ أَنَّكَ الدَّجَّالُ الَّذِي حَدَّثَنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ حَدِيثَهُ، فَيَقُولُ الدَّجَّالُ: أَرَأَيۡتُمۡ إِنۡ قَتَلۡتُ هَٰذَا ثُمَّ أَحۡيَيۡتُهُ، هَلۡ تَشُكُّونَ فِي الۡأَمۡرِ؟ فَيَقُولُونَ: لَا، فَيَقۡتُلُهُ، ثُمَّ يُحۡيِيهِ، فَيَقُولُ: وَاللهِ مَا كُنۡتُ فِيكَ أَشَدَّ بَصِيرَةً مِنِّي الۡيَوۡمَ، فَيُرِيدُ الدَّجَّالُ أَنۡ يَقۡتُلَهُ فَلَا يُسَلَّطُ عَلَيۡهِ). 

7132. Abu Al-Yaman telah menceritakan kepada kami: Syu’aib mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri: ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud mengabarkan kepadaku: Bahwa Abu Sa’id berkata: Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—pada suatu hari menceritakan kepada kami suatu hadis yang panjang tentang Dajjal. Di antara yang beliau ceritakan kepada kami waktu itu adalah beliau bersabda, 

“Dajjal akan datang dan dia diharamkan untuk masuk ke jalan masuk Madinah. Dia pun singgah di sebagian tanah salin di sekitar Madinah. Di hari itu ada seorang lelaki yang keluar ke tempat Dajjal. Lelaki itu adalah manusia terbaik atau termasuk manusia pilihan. 

Lelaki itu berkata, ‘Aku bersaksi bahwa engkau adalah Dajjal yang diceritakan oleh Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—kepada kami dalam hadisnya.’ 

Dajjal berkata (kepada pengikutnya), ‘Apa pendapat kalian, jika aku membunuh orang ini lalu aku hidupkan, apakah kalian masih ragu dalam perkara ini?’ 

Para pengikutnya menjawab, ‘Tidak.’ 

Dajjal pun membunuh lelaki itu kemudian menghidupkannya. 

Lelaki itu berkata, ‘Demi Allah, tidaklah aku lebih mengetahui jati dirimu daripada hari ini.’ 

Dajjal ingin membunuhnya lagi tapi dia tidak diberi kemampuan untuk melakukannya.”

Shahih Muslim hadits nomor 2201

٢٣ - بَابُ جَوَازِ أَخۡذِ الۡأُجۡرَةِ عَلَى الرُّقۡيَةِ بِالۡقُرۡآنِ وَالۡأَذۡكَارِ
23. Bab bolehnya mengambil upah atas rukiah menggunakan Alquran dan zikir-zikir


٦٥ – (٢٢٠١) - حَدَّثَنَا يَحۡيَىٰ بۡنُ يَحۡيَى التَّمِيمِيُّ: أَخۡبَرَنَا هُشَيۡمٌ، عَنۡ أَبِي بِشۡرٍ، عَنۡ أَبِي الۡمُتَوَكِّلِ، عَنۡ أَبِي سَعِيدٍ الۡخُدۡرِيِّ؛ أَنَّ نَاسًا مِنۡ أَصۡحَابِ رَسُولِ اللهِ ﷺ كَانُوا فى سَفَرٍ، فَمَرُّوا بِحَىٍّ مِنۡ أَحۡيَاءِ الۡعَرَبِ، فَاسۡتَضَافُوهُمۡ، فَلَمۡ يُضِيفُوهُمۡ. فَقَالُوا لَهُمۡ: هَلۡ فِيكُمۡ رَاقٍ؟ فَإِنَّ سَيِّدَ الۡحَىِّ لَدِيغٌ أَوۡ مُصَابٌ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنۡهُمۡ: نَعَمۡ. فَأَتَاهُ فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ الۡكِتَابِ. فَبَرَأَ الرَّجُلُ، فَأُعۡطِيَ قَطِيعًا مِنۡ غَنَمٍ، فَأَبَىٰ أَنۡ يَقۡبَلَهَا. وَقَالَ: حَتَّىٰ أَذۡكُرَ ذٰلِكَ لِلنَّبِيِّ ﷺ، فَأَتَى النَّبِيَّ ﷺ فَذَكَرَ ذٰلِكَ لَهُ. فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، وَاللهِ مَا رَقَيۡتُ إِلَّا بِفَاتِحَةِ الۡكِتَابِ. فَتَبَسَّمَ وَقَالَ: (وَمَا أَدۡرَاكَ أَنَّهَا رُقۡيَةٌ؟). ثُمَّ قَالَ: (خُذُوا مِنۡهُمۡ، وَاضۡرِبُوا لِي بِسَهۡمٍ مَعَكُمۡ). 


65. (2201). Yahya bin Yahya At-Tamimi telah menceritakan kepada kami: Husyaim mengabarkan kepada kami dari Abu Bisyr, dari Abu Al-Mutawakkil, dari Abu Sa’id Al-Khudri; 

Bahwa beberapa orang dari sahabat Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—pernah dalam suatu safar, mereka melewati salah satu perkampungan Arab. Mereka minta diterima sebagai tamu penduduk kampung itu, namun penduduk kampung itu tidak mau menjamu mereka. 

Penduduk kampung itu bertanya kepada para sahabat, “Apakah di tengah-tengah kalian ada yang bisa merukiah? Karena tokoh kampung ini sedang disengat atau sakit.” 

Seorang lelaki di antara para sahabat berkata, “Ya.” 

Lelaki itu mendatangi tokoh kampung itu dan merukiahnya menggunakan surah Al-Fatihah. Tokoh kampung itu sembuh. Dia memberikan beberapa ekor kambing, namun lelaki tadi tidak mau menerimanya dan berkata, “Tunggu sampai aku menyebutkan hal itu kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—.” 

Dia mendatangi Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—lalu menyebutkan kejadian itu kepada beliau. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah, aku tidak merukiah kecuali menggunakan surah Al-Fatihah.” 

Nabi tersenyum dan bersabda, “Apa yang membuatmu tahu bahwa surah Al-Fatihah adalah rukiah?” Kemudian beliau bersabda, “Ambillah (kambing-kambing itu) dari mereka dan berilah aku jatah satu bagian bersama kalian!” 

(...) - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ بَشَّارٍ وَأَبُو بَكۡرِ بۡنُ نَافِعٍ، كِلَاهُمَا عَنۡ غُنۡدَرٍ، مُحَمَّدِ بۡنِ جَعۡفَرٍ، عَنۡ شُعۡبَةَ، عَنۡ أَبِي بِشۡرٍ، بِهَٰذَا الۡإِسۡنَادِ. 

وَقَالَ فِي الۡحَدِيثِ: فَجَعَلَ يَقۡرَأُ أُمَّ الۡقُرۡآنِ، وَيَجۡمَعُ بُزَاقَهُ، وَيَتۡفِلُ، فَبَرَأَ الرَّجُلُ. 

Muhammad bin Basysyar dan Abu Bakr bin Nafi’ telah menceritakan kepada kami. Kedua-duanya dari Ghundar, yaitu Muhammad bin Ja’far, dari Syu’bah, dari Abu Bisyr melalui sanad ini. 

Beliau berkata dalam hadis ini, “Si sahabat itu mulai membaca surah Al-Fatihah, mengumpulkan, dan meniupkan sedikit ludahnya. Lalu tokoh kampung itu pun sembuh.” 

٦٦ – (...) - وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكۡرِ بۡنُ أَبِي شَيۡبَةَ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بۡنُ هَارُونَ: أَخۡبَرَنَا هِشَامُ بۡنُ حَسَّانَ، عَنۡ مُحَمَّدِ بۡنِ سِيرِينَ، عَنۡ أَخِيهِ، مَعۡبَدِ بۡنِ سِيرِينَ، عَنۡ أَبِي سَعِيدٍ الۡخُدۡرِيِّ. قَالَ: نَزَلۡنَا مَنۡزِلًا، فَأَتَتۡنَا امۡرَأَةٌ فَقَالَتۡ: إِنَّ سَيِّدَ الۡحَىِّ سَلِيمٌ، لُدِغَ. فَهَلۡ فِيكُمۡ مِنۡ رَاقٍ؟ فَقَامَ مَعَهَا رَجُلٌ مِنَّا، مَا كُنَّا نَظُنُّهُ يُحۡسِنُ رُقۡيَةً، فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ الۡكِتَابِ، فَبَرَأَ، فَأَعۡطَوۡهُ غَنَمًا وَسَقَوۡنَا لَبَنًا، فَقُلۡنَا: أَكُنۡتَ تُحۡسِنُ رُقۡيَةً؟ فَقَالَ: مَا رَقَيۡتُهُ إِلَّا بِفَاتِحَةِ الۡكِتَابِ. قَالَ: فَقُلۡتُ: لَا تُحَرِّكُوهَا حَتَّىٰ نَأۡتِيَ النَّبِيَّ ﷺ. فَأَتَيۡنَا النَّبِيَّ ﷺ فَذَكَرۡنَا ذٰلِكَ لَهُ. فَقَالَ: (مَا كَانَ يُدۡرِيهِ أَنَّهَا رُقۡيَةٌ؟ اقۡسِمُوا وَاضۡرِبُوا لِي بِسَهۡمٍ مَعَكُمۡ). 


66. Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami: Hisyam bin Hassan mengabarkan kepada kami dari Muhammad bin Sirin, dari saudaranya, yaitu Ma’bad bin Sirin, dari Abu Sa’id Al-Khudri. Beliau mengatakan: 

Kami singgah di suatu tempat. Lalu ada seorang wanita mendatangi kami seraya berkata, “Sesungguhnya tokoh kampung ini disengat. Apakah di tengah-tengah kalian ada yang bisa merukiah?” 

Salah seorang lelaki di antara kami beranjak pergi bersama wanita tadi. Tadinya kami tidak mengira dia pandai merukiah. Lelaki itu merukiah tokoh kampung itu menggunakan surah Al-Fatihah, lalu tokoh kampung itu sembuh. Penduduk kampung itu memberikan kambing kepada lelaki tadi dan memberi kami minuman susu. 

Kami bertanya kepada lelaki itu, “Apakah engkau pandai merukiah?” 

Dia menjawab, “Aku tidak merukiahnya kecuali menggunakan surah Al-Fatihah. 

Abu Sa’id berkata: Aku berkata, “Jangan kalian giring kambing itu hingga kita mendatangi Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—.” 

Kami pun mendatangi Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—lalu menyebutkan kejadian itu kepada beliau. Beliau bersabda, “Bagaimana dia bisa mengetahui bahwa surah Al-Fatihah adalah rukiah? Bagilah kambing itu dan berilah aku jatah satu bagian bersama kalian!” 

(...) - وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بۡنُ الۡمُثَنَّىٰ: حَدَّثَنَا وَهۡبُ بۡنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا هِشَامٌ، بِهَٰذَا الۡإِسۡنَادِ... نَحۡوَهُ. غَيۡرَ أَنَّهُ قَالَ: فَقَامَ مَعَهَا رَجُلٌ مِنَّا. مَا كُنَّا نَأۡبِنُهُ بِرُقۡيَةٍ. 

Muhammad bin Al-Mutsanna telah menceritakan kepadaku: Wahb bin Jarir menceritakan kepada kami: Hisyam menceritakan kepada kami melalui sanad ini… semisal hadis tersebut. Hanya saja beliau berkata: Lalu seorang lelaki di antara kami beranjak pergi bersama wanita itu. Kami tadinya tidak mengira dia bisa merukiah.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 7473

٧٤٧٣ - حَدَّثَنَا إِسۡحَاقُ بۡنُ أَبِي عِيسَى: أَخۡبَرَنَا يَزِيدُ بۡنُ هَارُونَ: أَخۡبَرَنَا شُعۡبَةُ، عَنۡ قَتَادَةَ، عَنۡ أَنَسِ بۡنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (الۡمَدِينَةُ يَأۡتِيهَا الدَّجَّالُ، فَيَجِدُ الۡمَلَائِكَةَ يَحۡرُسُونَهَا، فَلَا يَقۡرَبُهَا الدَّجَّالُ وَلَا الطَّاعُونُ إِنۡ شَاءَ اللهُ). [طرفه في: ١٨٨١]. 

7473. Ishaq bin Abu ‘Isa telah menceritakan kepada kami: Yazid bin Harun mengabarkan kepada kami: Syu’bah mengabarkan kepada kami dari Qatadah, dari Anas bin Malik—radhiyallahu ‘anhu—. Beliau mengatakan: Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Madinah akan didatangi oleh Dajjal. Namun Dajjal mendapati malaikat menjaganya sehingga dia tidak bisa mendekatinya. Begitu pula wabah taun, insya Allah.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 7134

٧١٣٤ - حَدَّثَنِي يَحۡيَى بۡنُ مُوسَى: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بۡنُ هَارُونَ: أَخۡبَرَنَا شُعۡبَةُ، عَنۡ قَتَادَةَ، عَنۡ أَنَسِ بۡنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: (الۡمَدِينَةُ يَأۡتِيهَا الدَّجَّالُ، فَيَجِدُ الۡمَلَائِكَةَ يَحۡرُسُونَهَا، فَلَا يَقۡرَبُهَا الدَّجَّالُ، قَالَ: وَلَا الطَّاعُونُ إِنۡ شَاءَ اللهُ). [طرفه في: ١٨٨١]. 

7134. Yahya bin Musa telah menceritakan kepadaku: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami: Syu’bah mengabarkan kepada kami dari Qatadah, dari Anas bin Malik, dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Beliau bersabda, “Madinah akan didatangi oleh Dajjal. Dajjal mendapati malaikat menjaganya sehingga dia tidak bisa mendekatinya.” Beliau juga berkata, “Begitu pula wabah taun, insya Allah.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 7123

٧١٢٣ - حَدَّثَنَا سَعۡدُ بۡنُ حَفۡصٍ: حَدَّثَنَا شَيۡبَانُ، عَنۡ يَحۡيَى، عَنۡ إِسۡحَاقَ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ أَبِي طَلۡحَةَ، عَنۡ أَنَسِ بۡنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (يَجِيءُ الدَّجَّالُ، حَتَّى يَنۡزِلَ فِي نَاحِيَةِ الۡمَدِينَةِ، ثُمَّ تَرۡجُفُ الۡمَدِينَةُ ثَلَاثَ رَجَفَاتٍ، فَيَخۡرُجُ إِلَيۡهِ كُلُّ كَافِرٍ وَمُنَافِقٍ). [طرفه في: ١٨٨١].

7123. Sa’d bin Hafsh telah menceritakan kepada kami: Syaiban menceritakan kepada kami dari Yahya, dari Ishaq bin ‘Abdullah bin Abu Thalhah, dari Anas bin Malik. Beliau mengatakan: Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Dajjal akan datang hingga singgah di pinggir Madinah. Kemudian Madinah akan berguncang tiga kali sehingga setiap orang kafir dan munafik akan keluar kepada Dajjal.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 7133

٧١٣٣ - حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ مَسۡلَمَةَ، عَنۡ مَالِكٍ، عَنۡ نُعَيۡمِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ الۡمُجۡمِرِ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (عَلَى أَنۡقَابِ الۡمَدِينَةِ مَلَائِكَةٌ، لَا يَدۡخُلُهَا الطَّاعُونُ، وَلَا الدَّجَّالُ). [طرفه في: ١٨٨٠]. 

7133. ‘Abdullah bin Maslamah telah menceritakan kepada kami dari Malik, dari Nu’aim bin ‘Abdullah Al-Mujmir, dari Abu Hurairah. Beliau mengatakan: Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Di jalan-jalan masuk Madinah ada malaikat sehingga wabah taun dan Dajjal tidak bisa masuk ke Madinah.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 5731

٥٧٣١ - حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ يُوسُفَ: أَخۡبَرَنَا مَالِكٌ، عَنۡ نُعَيۡمٍ الۡمُجۡمِرِ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (لَا يَدۡخُلُ الۡمَدِينَةَ الۡمَسِيحُ، وَلَا الطَّاعُونُ). [طرفه في: ١٨٨٠]. 

5731. ‘Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami: Malik mengabarkan kepada kami dari Nu’aim Al-Mujmir, dari Abu Hurairah—radhiyallahu ‘anhu—. Beliau mengatakan: Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Al-Masih Ad-Dajjal dan wabah taun tidak bisa masuk ke Madinah.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 7126

٧١٢٦ - حَدَّثَنَا عَلِيُّ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ بِشۡرٍ: حَدَّثَنَا مِسۡعَرٌ: حَدَّثَنَا سَعۡدُ بۡنُ إِبۡرَاهِيمَ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ أَبِي بَكۡرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: (لَا يَدۡخُلُ الۡمَدِينَةَ رُعۡبُ الۡمَسِيحِ، لَهَا يَوۡمَئِذٍ سَبۡعَةُ أَبۡوَابٍ، عَلَى كُلِّ بَابٍ مَلَكَانِ). قَالَ: وَقَالَ ابۡنُ إِسۡحَاقَ: عَنۡ صَالِحِ بۡنِ إِبۡرَاهِيمَ، عَنۡ أَبِيهِ قَالَ: قَدِمۡتُ الۡبَصۡرَةَ، فَقَالَ لِي أَبُو بَكۡرَةَ: سَمِعۡتُ النَّبِيَّ ﷺ، بِهَٰذَا. [طرفه في: ١٨٧٩]. 

7126. ‘Ali bin ‘Abdullah telah menceritakan kepada kami: Muhammad bin Bisyr menceritakan kepada kami: Mis’ar menceritakan kepada kami: Sa’d bin Ibrahim menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Abu Bakrah, dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Beliau bersabda, “Kengerian dari Al-Masih Ad-Dajjal tidak bisa masuk Madinah. Di hari itu, Madinah memiliki tujuh pintu. Pada setiap pintu ada dua malaikat.” 

Beliau berkata: Ibnu Ishaq berkata: Dari Shalih bin Ibrahim, dari ayahnya. Beliau berkata: Aku tiba di Bashrah. Abu Bakrah berkata kepadaku: Aku mendengar Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—mengucapkan hadis ini.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 7124

٧١٢٤ - حَدَّثَنَا عَبۡدُ الۡعَزِيزِ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ: حَدَّثَنَا إِبۡرَاهِيمُ بۡنُ سَعۡدٍ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ جَدِّهِ، عَنۡ أَبِي بَكۡرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: (لَا يَدۡخُلُ الۡمَدِينَةَ رُعۡبُ الۡمَسِيحِ الدَّجَّالِ، وَلَهَا يَوۡمَئِذٍ سَبۡعَةُ أَبۡوَابٍ، عَلَى كُلِّ بَابٍ مَلَكَانِ). [طرفه في: ١٨٧٩]. 

7124. ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah telah menceritakan kepada kami: Ibrahim bin Sa’d menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari kakeknya, dari Abu Bakrah, dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Beliau bersabda, “Kengerian Al-Masih Ad-Dajjal tidak bisa masuk Madinah. Di hari itu, Madinah memiliki tujuh pintu. Ada dua malaikat pada setiap pintu.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 5749

٥٧٤٩ - حَدَّثَنَا مُوسَى بۡنُ إِسۡمَاعِيلَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنۡ أَبِي بِشۡرٍ، عَنۡ أَبِي الۡمُتَوَكِّلِ، عَنۡ أَبِي سَعِيدٍ: أَنَّ رَهۡطًا مِنۡ أَصۡحَابِ رَسُولِ اللهِ ﷺ انۡطَلَقُوا فِي سَفۡرَةٍ سَافَرُوهَا، حَتَّى نَزَلُوا بِحَىٍّ مِنۡ أَحۡيَاءِ الۡعَرَبِ، فَاسۡتَضَافُوهُمۡ فَأَبَوۡا أَنۡ يُضَيِّفُوهُمۡ، فَلُدِغَ سَيِّدُ ذٰلِكَ الۡحَىِّ، فَسَعَوۡا لَهُ بِكُلِّ شَىۡءٍ، لَا يَنۡفَعُهُ شَىۡءٌ، فَقَالَ بَعۡضُهُمۡ: لَوۡ أَتَيۡتُمۡ هَٰؤُلَاءِ الرَّهۡطَ الَّذِينَ قَدۡ نَزَلُوا بِكُمۡ، لَعَلَّهُ أَنۡ يَكُونَ عِنۡدَ بَعۡضِهِمۡ شَىۡءٌ، فَأَتَوۡهُمۡ فَقَالُوا: يَا أَيُّهَا الرَّهۡطُ، إِنَّ سَيِّدَنَا لُدِغَ، فَسَعَيۡنَا لَهُ بِكُلِّ شَىۡءٍ لَا يَنۡفَعُهُ شَىۡءٌ، فَهَلۡ عِنۡدَ أَحَدٍ مِنۡكُمۡ شَىۡءٌ؟ فَقَالَ بَعۡضُهُمۡ: نَعَمۡ، وَاللهِ إِنِّي لَرَاقٍ، وَلَكِنۡ وَاللهِ لَقَدِ اسۡتَضَفۡنَاكُمۡ فَلَمۡ تُضَيِّفُونَا، فَمَا أَنَا بِرَاقٍ لَكُمۡ حَتَّى تَجۡعَلُوا لَنَا جُعۡلًا، فَصَالَحُوهُمۡ عَلَى قَطِيعٍ مِنَ الۡغَنَمِ، فَانۡطَلَقَ فَجَعَلَ يَتۡفُلُ وَيَقۡرَأُ ﴿الۡحَمۡدُ لِلهِ رَبِّ الۡعَالَمِينَ﴾، حَتَّى لَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنۡ عِقَالٍ، فَانۡطَلَقَ يَمۡشِي مَا بِهِ قَلَبَةٌ، قَالَ فَأَوۡفَوۡهُمۡ جُعۡلَهُمُ الَّذِي صَالَحُوهُمۡ عَلَيۡهِ، فَقَالَ بَعۡضُهُمُ: اقۡسِمُوا، فَقَالَ الَّذِي رَقَى: لَا تَفۡعَلُوا حَتَّى نَأۡتِيَ رَسُولَ اللهِ ﷺ فَنَذۡكُرَ لَهُ الَّذِي كَانَ، فَنَنۡظُرَ مَا يَأۡمُرُنَا، فَقَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ فَذَكَرُوا لَهُ، فَقَالَ: (وَمَا يُدۡرِيكَ أَنَّهَا رُقۡيَةٌ؟ أَصَبۡتُمُ، اقۡسِمُوا وَاضۡرِبُوا لِي مَعَكُمۡ بِسَهۡمٍ). [طرفه في: ٢٢٧٦]. 

5749. Musa bin Isma’il telah menceritakan kepada kami: Abu ‘Awanah menceritakan kepada kami dari Abu Bisyr, dari Abu Al-Mutawakkil, dari Abu Sa’id: 

Bahwa serombongan sahabat Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—berangkat dalam suatu safar yang mereka tempuh. Hingga mereka singgah di salah satu perkampungan Arab. Mereka minta diterima sebagai tamu oleh penduduk kampung itu, namun penduduk kampung tersebut tidak mau menerima mereka sebagai tamu. Tak lama kemudian tokoh kampung itu disengat. Penduduk kampung itu mengusahakan semua untuk menyembuhkannya namun tidak ada yang berhasil. 

Sebagian penduduk berkata, “Coba kalian datangi rombongan yang singgah di tempat kalian itu! Barangkali sebagian mereka memiliki sesuatu untuk mengobatinya.” 

Penduduk kampung mendatangi para sahabat seraya berkata, “Wahai rombongan, sesungguhnya tokoh kami disengat. Kami sudah mengusahakan semuanya untuk mengobatinya namun tidak berhasil. Apakah salah seorang di antara kalian memiliki sesuatu untuk mengobatinya?” 

Sebagian sahabat menjawab, “Ya, demi Allah, aku bisa merukiah. Tetapi, demi Allah, kami tadi meminta diterima sebagai tamu kepada kalian namun kalian tidak mau menerima kami. Jadi aku tidak mau merukiah sampai kalian menjanjikan imbalan untuk kami.” 

Penduduk kampung menjanjikan beberapa ekor kambing. Sahabat tadi berangkat ke tempat tokoh kampung itu. Sahabat itu sedikit meludah dan membaca surah Al-Fatihah. Bagaikan terlepas dari ikatan, tokoh kampung itu beranjak berjalan dan tidak merasakan sakit. Abu Sa’id berkata: Penduduk kampung itu menunaikan janji untuk memberi imbalan kepada para sahabat. 

Sebagian sahabat berkata, “Bagilah kambing itu!” 

Orang yang merukiah berkata, “Jangan kalian lakukan sampai kita mendatangi Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—sehingga kita ceritakan yang terjadi kepada beliau. Kita tunggu apa yang beliau perintahkan kepada kita.” 

Para sahabat datang menemui Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan menceritakannya kepada beliau. Beliau bersabda, “Apa yang membuatmu tahu bahwa surah Al-Fatihah adalah rukiah? Kalian sudah benar. Bagilah dan beri aku jatah satu bagian bersama kalian!”