Syekh Shalih bin Fauzan bin 'Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah berkata di dalam kitab Syarh Al-Jami' li 'Ibadatillah:
الۡمَحَبَّةُ: لَهَا مَقَامٌ عَظِيمٌ فِي الۡعِبَادَةِ، وَهِيَ مَحَبَّةُ اللهِ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى؛ لِأَنَّ الۡمَحَبَّةَ عَلَى قِسۡمَيۡنِ:
Mahabah (cinta) memiliki tempat yang agung dalam ibadah. Yaitu cinta kepada Allah subhanahu wa tala. Karena cinta ada dua bagian:
مَحَبَّةُ عِبَادَةٍ: وَهِيَ الَّتِي يَكُونُ مَعَهَا ذُلٌّ وَخُضُوعٌ لِلۡمَحۡبُوبِ، وَهَٰذِهِ لَا تَكُونُ إِلَّا لِلهِ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى؛ لِأَنَّهَا مَحَبَّةُ عِبَادَةٍ.
Jenis pertama adalah mahabah ibadah. Yaitu cinta yang disertai kerendahan dan ketundukan kepada yang dicinta dan ini tidak boleh terjadi kecuali untuk Allah subhanahu wa taala karena ini merupakan mahabah ibadah.
أَمَّا النَّوۡعُ الثَّانِي: وَهُوَ الۡمَحَبَّةُ الطَّبِيعِيَّةِ كَأَنۡ تُحِبَّ الۡمَالَ، وَتُحِبَّ زَوۡجَتَكَ، وَتُحِبَّ أَوۡلَادَكَ، وَتُحِبَّ وَالِدَيۡكَ، وَتُحِبَّ مَنۡ أَحۡسَنَ إِلَيۡكَ، هَٰذِهِ مَحَبَّةٌ طِبِيعِيَّةٌ لَا تُعَدُّ مِنَ الۡعِبَادَةِ؛ لِأَنَّهَا لَيۡسَ مَعَهَا ذُلٌّ، وَلَيۡسَ مَعَهَا خُضُوعٌ، وَإِنَّمَا هِيَ مَوَدَّةٌ مُجَرَّدَةٌ، إِلَّا إِذَا قَدَّمَ مَحَبَّةَ هَٰذِهِ الۡأَشۡيَاءِ عَلَى مَحَبَّةِ اللهِ تَعَالَى فَإِنَّهُ يَكُونُ عَلَيۡهِ وَعِيدٌ شَدِيدٌ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿قُلۡ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ وَإِخۡوَٰنُكُمۡ وَأَزۡوَٰجُكُمۡ وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَٰلٌ ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَـٰرَةٌ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَمَسَـٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَآ أَحَبَّ إِلَيۡكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُوا۟ حَتَّىٰ يَأۡتِىَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦ ۗ﴾ [التوبة: ٢٤].
Adapun jenis kedua adalah mahabah yang merupakan tabiat. Seperti jika engkau mencintai harta, mencintai istrimu, mencintai anak-anakmu, mencintai kedua orang tuamu, dan mencintai orang yang berbuat baik kepadamu. Ini adalah mahabah yang merupakan tabiat dan tidak terhitung sebagai ibadah karena mahabah ini tidak disertai dengan kerendahan dan ketundukan. Mahabah jenis ini hanya murni rasa cinta. Kecuali, apabila kecintaan terhadap semua perkara ini dikedepankan daripada kecintaan kepada Allah taala, maka hal ini diancam dengan ancaman yang keras, sebagaimana Allah taala berfirman yang artinya, “Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, keluarga-keluarga, harta-harta yang kalian usahakan, perdagangan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah yang kalian senangi, lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” (QS. At-Taubah: 24)
فَاللهُ لَا يُقَدَّمُ عَلَى مَحَبَّتِهِ شَيۡءٌ مِنَ الۡأَمۡوَالِ وَالۡأَوۡلَادِ وَالۡبِلَادِ وَغَيۡرِ ذٰلِكَ، فَإِنۡ تَعَارَضَتۡ مَحَبَّةُ اللهِ مَعَ مَحَبَّةِ غَيۡرِهِ مِنَ الۡأَمۡوَالِ وَالۡأَوۡلَادِ فَإِنَّهُ يُقَدَّمُ مَحَبَّةُ اللهِ.
Jadi cinta terhadap harta, anak, negeri, dan lain-lain tidak boleh dikedepankan dari cinta kepada Allah. Sehingga jika cinta kepada Allah saling berbenturan dengan cinta kepada selain-Nya berupa harta atau anak, maka cinta kepada Allah harus dikedepankan.