Syekh 'Abdul Muhsin bin Hamad Al-'Abbad Al-Badr--hafizhahullah--di dalam Syarh
Hadits Jibril fi Ta'lim Ad-Din berkata,
وَالۡبَعۡثُ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ يَكُونُ بِإِعَادَةِ الۡأَجۡسَادِ الَّتِي
كَانَتۡ فِي الدُّنۡيَا لِتَلۡقَى مَعَ الۡأَرۡوَاحِ الثَّوَابَ وَالۡعِقَابَ،
وَلَيۡسَ لِأَجۡسَادٍ جَدِيدَةٍ لَمۡ تَكُنۡ مَوۡجُودَةً فِي الدُّنۡيَا،
وَهٰذَا هُوَ الَّذِي اسۡتَبۡعَدَهُ الۡكُفَّارُ وَأَنۡكَرُوهُ،
Kebangkitan pada hari kiamat terjadi dengan pengembalian jasad yang dahulu di
dunia untuk merasakan ganjaran dan hukuman bersama dengan rohnya. Bukan
ditujukan kepada jasad baru yang belum ada sebelumnya di dunia. Inilah yang
dianggap mustahil dan diingkari oleh orang-orang kafir.
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿بَلۡ عَجِبُوٓا۟ أَن جَآءَهُم مُّنذِرٌ
مِّنۡهُمۡ فَقَالَ ٱلۡكَٰفِرُونَ هَٰذَا شَىۡءٌ عَجِيبٌ ٢ أَءِذَا مِتۡنَا
وَكُنَّا تُرَابًا ۖ ذَٰلِكَ رَجۡعُۢ بَعِيدٌ ٣ قَدۡ عَلِمۡنَا مَا تَنقُصُ
ٱلۡأَرۡضُ مِنۡهُمۡ ۖ وَعِندَنَا كِتَٰبٌ حَفِيظُۢ﴾، فَبَيَّنَ سُبۡحَانَهُ
أَنَّهُ عَالِمٌ بِكُلِّ ذَرَّةٍ مِنۡ ذَرَّاتِ أَجۡسَادِهِمُ الَّتِي
تَنۡقُصُهَا الۡأَرۡضُ مِنۡهُمۡ، فَيُعِيدُهَا كَمَا كَانَتۡ فَيَبۡعَثُ ذٰلِكَ
الۡمَيِّتَ بِجَسَدِهِ الَّذِي كَانَ عَلَيۡهِ فِي الدُّنۡيَا،
Allah—‘azza wa jalla—berfirman, “Tetapi mereka heran dengan datangnya seorang
pemberi peringatan dari kaum mereka, lalu orang-orang kafir berkata, ‘Ini
adalah suatu hal yang mengherankan. Apakah ketika kami telah mati dan menjadi
tanah (kami akan kembali lagi)? Itu suatu pengembalian yang tidak mungkin.’
Kami mengetahui segala bagian (tubuh) mereka yang dihancurkan oleh bumi. Dan
di sisi Kami ada kitab yang semua itu tercatat.” (QS. Qaf: 2-4).
Allah—subhanahu—menerangkan bahwa Dia Maha Tahu dengan setiap partikel
penyusun jasad mereka yang terurai oleh tanah, lalu Dia mengembalikannya
seperti semula sehingga Dia membangkitkan mayit itu dengan jasad yang dahulu
dia gunakan di dunia.
وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِـۧمُ رَبِّ أَرِنِى كَيۡفَ تُحۡىِ
ٱلۡمَوۡتَىٰ ۖ قَالَ أَوَلَمۡ تُؤۡمِن ۖ قَالَ بَلَىٰ وَلَٰكِن لِّيَطۡمَئِنَّ
قَلۡبِى ۖ قَالَ فَخُذۡ أَرۡبَعَةً مِّنَ ٱلطَّيۡرِ فَصُرۡهُنَّ إِلَيۡكَ ثُمَّ
ٱجۡعَلۡ عَلَىٰ كُلِّ جَبَلٍ مِّنۡهُنَّ جُزۡءًا ثُمَّ ٱدۡعُهُنَّ يَأۡتِينَكَ
سَعۡيًا ۚ وَٱعۡلَمۡ أَنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ﴾، وَالۡمَعۡنَى كَمَا
ذَكَرَ ابۡنُ كَثِيرٍ عَنۡ جَمَاعَةٍ مِنَ السَّلَفِ أَنَّ إِبۡرَاهِيمَ
عَلَيۡهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ قَطَعَ الطُّيُورَ الۡأَرۡبَعَةَ وَخَلَطَ
لُحُومَهَا، وَجَعَلَ عَلَى كُلِّ رَأۡسِ جَبَلٍ مِنۡهَا قِطۡعَةً، ثُمَّ
دَعَاهُنَّ فَتَجَمَّعَتۡ أَجۡزَاءُ كُلِّ طَائِرٍ، حَتَّى عَادَتِ الطُّيُورُ
عَلَى مَا كَانَتۡ عَلَيۡهِ، وَأَتَتۡ إِلَيۡهِ سَعۡيًا.
Allah taala berfirman, “Ingatlah ketika Ibrahim berkata, ‘Ya Rabi, perlihatkan
kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan yang mati.’ Allah berkata, ‘Apakah
engkau belum percaya?’ Ibrahim berkata, ‘Sudah, tetapi agar hatiku tenteram.’
Allah berkata, ‘Ambillah empat ekor burung dan cincanglah! Kemudian letakkan
sepotong dari keempat burung itu di atas setiap bukit! Lalu panggillah!
Niscaya mereka akan segera mendatangimu.’ Ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana!” (QS. Al-Baqarah: 260).
Makna ayat ini, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir dari beberapa ulama
salaf, adalah Nabi Ibrahim—‘alaihish shalatu was salam—memotong-motong keempat
burung itu dan mencampur dagingnya. Beliau meletakkan sepotong daging yang
telah dicampur itu di setiap puncak bukit. Kemudian beliau memanggilnya.
Bagian-bagian setiap burung menyatu hingga burung-burung itu kembali seperti
semula dan mereka segera terbang mendatangi Nabi Ibrahim.
وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَيَوۡمَ يُحۡشَرُ أَعۡدَآءُ ٱللَّهِ إِلَى ٱلنَّارِ
فَهُمۡ يُوزَعُونَ ١٩ حَتَّىٰٓ إِذَا مَا جَآءُوهَا شَهِدَ عَلَيۡهِمۡ
سَمۡعُهُمۡ وَأَبۡصَٰرُهُمۡ وَجُلُودُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَعۡمَلُونَ ٢٠
وَقَالُوا۟ لِجُلُودِهِمۡ لِمَ شَهِدتُّمۡ عَلَيۡنَا ۖ قَالُوٓا۟ أَنطَقَنَا
ٱللَّهُ ٱلَّذِىٓ أَنطَقَ كُلَّ شَىۡءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمۡ أَوَّلَ مَرَّةٍ
وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ ٢١ وَمَا كُنتُمۡ تَسۡتَتِرُونَ أَن يَشۡهَدَ
عَلَيۡكُمۡ سَمۡعُكُمۡ وَلَآ أَبۡصَٰرُكُمۡ وَلَا جُلُودُكُمۡ وَلَٰكِن
ظَنَنتُمۡ أَنَّ ٱللَّهَ لَا يَعۡلَمُ كَثِيرًا مِّمَّا تَعۡمَلُونَ ٢٢
وَذَٰلِكُمۡ ظَنُّكُمُ ٱلَّذِى ظَنَنتُم بِرَبِّكُمۡ أَرۡدَىٰكُمۡ
فَأَصۡبَحۡتُم مِّنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ﴾، وَهٰذِهِ الۡآيَاتُ تَدُلُّ عَلَى أَنَّ
الۡأَجۡسَادَ الَّتِي فِي الدُّنۡيَا هِيَ الَّتِي أُعِيدَتۡ وَشَهِدَتِ
الۡأَسۡمَاعُ وَالۡأَبۡصَارُ وَالۡجُلُودُ بِالۡمَعَاصِي الَّتِي عَمِلَهَا
أَصۡحَابُهَا.
Allah taala berfirman, “Pada hari para musuh Allah digiring menuju neraka,
lalu mereka dikumpulkan semuanya, hingga ketika mereka telah mendatanginya,
pendengaran, penglihatan, dan kulit mereka akan bersaksi terhadap perbuatan
mereka dahulu. Mereka berkata kepada kulit mereka, ‘Mengapa engkau bersaksi
terhadap kami?’ Kulit-kulit akan menjawab, ‘Allah yang mampu membuat segala
sesuatu berbicara telah menjadikan kami bisa berbicara.’ Dia telah menciptakan
kalian di awal kali dan hanya kepada-Nya kalian akan dikembalikan. Kalian
tidak bisa bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan, dan kulit
kalian bahkan kalian mengira Allah tidak mengetahui banyak hal yang kalian
kerjakan. Itulah persangkaan kalian terhadap Tuhan kalian yang akan
membinasakan kalian sehingga kalian menjadi orang yang rugi.” (QS. Fushshilat:
19-23).
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa jasad yang di dunia itulah yang akan
dikembalikan dan pendengaran, penglihatan, kulit akan bersaksi dengan
kemaksiatan yang dikerjakan oleh pelakunya.
وَمِثۡلُ هٰذِهِ الۡآيَاتِ قَوۡلُهُ تَعَالَى: ﴿ٱلۡيَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلَىٰٓ
أَفۡوَٰهِهِمۡ وَتُكَلِّمُنَآ أَيۡدِيهِمۡ وَتَشۡهَدُ أَرۡجُلُهُم بِمَا
كَانُوا۟ يَكۡسِبُونَ﴾، وَقَوۡلُهُ تَعَالَى: ﴿يَوۡمَ تَشۡهَدُ عَلَيۡهِمۡ
أَلۡسِنَتُهُمۡ وَأَيۡدِيهِمۡ وَأَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُوا۟
يَعۡمَلُونَ﴾.
Semisal ayat-ayat tersebut adalah firman Allah taala, “Pada hari ini, Kami
tutup mulut-mulut mereka, lalu tangan-tangan mereka berbicara kepada Kami dan
kaki-kaki mereka bersaksi tentang perbuatan mereka dahulu.”
Juga firman Allah taala, “Pada hari lisan, tangan, dan kaki mereka akan
bersaksi tentang segala yang mereka dahulu kerjakan.”
وَيَدُلُّ عَلَى ذٰلِكَ مِنَ السُّنَّةِ حَدِيثُ قِصَّةِ الرَّجُلِ الَّذِي
أَوۡصَى بَنِيهِ إِذَا مَاتَ أَنۡ يُحَرِّقُوا جَسَدَهُ وَيَرۡمُوا جُزۡءًا
مِنۡ رَمَادِهِ فِي الۡبَرِّ وَجُزۡءًا مِنۡهُ فِي الۡبَحۡرِ، فَأَمَرَ اللهُ
عَزَّ وَجَلَّ الۡبَحۡرَ بِأَنۡ يُخۡرِجَ مَا فِيهِ، وَالۡبَرَّ بِأَنۡ
يُخۡرِجَ مَا فِيهِ، حَتَّى عَادَ الۡجَسَدُ كَمَا كَانَ، وَالۡحَدِيثُ رَوَاهُ
الۡبُخَارِيُّ (٧٥٠٦)، وَمُسۡلِمٌ (٢٧٥٦) مِنۡ حَدِيثِ أَبِي هُرَيۡرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنۡهُ.
Dalil sunah yang menunjukkan hal itu adalah hadis kisah seseorang yang
berwasiat kepada putranya apabila dia mati agar membakar jasadnya dan
melemparkan sebagian abunya di darat dan sebagian lainnya di laut. Lalu
Allah—‘azza wa jalla—memerintahkan lautan agar mengeluarkan isinya dan daratan
agar mengeluarkan isinya hingga jasadnya kembali seperti semula.
Hadis ini diriwayatkan oleh
Al-Bukhari nomor 7506
dan
Muslim nomor 2756
dari hadis Abu Hurairah—radhiyallahu ‘anhu—.