Cari Blog Ini

Taisirul 'Allam - Hadits ke-37

الۡحَدِيثُ السَّابِعُ وَالثَّلَاثُونَ

٣٧ – عَنۡ عَمَّارِ بۡنِ يَاسِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا قَالَ: بَعَثَنِي رَسُولُ اللهِ ﷺ فِي حَاجَةٍ فَأَجۡنَبۡتُ، فَلَمۡ أَجِدِ الۡمَاءَ فَتَمَرَّغۡتُ فِي الصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ ثُمَّ أَتَيۡتُ النَّبِيَّ ﷺ فَذَكَرۡتُ ذٰلِكَ لَهُ فَقَالَ: (إِنَّمَا كَانَ يَكۡفِيكَ أَنۡ تَقُولَ بِيَدَيۡكَ هٰكَذَا) ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيۡهِ الۡأَرۡضَ ضَرۡبَةً وَاحِدَةً، ثُمَّ مَسَحَ الشِّمَالَ عَلَى الۡيَمِينِ وَظَاهِرَ كَفَّيۡهِ وَوَجۡهَهُ[1].
37. Dari ‘Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku untuk suatu keperluan. Kemudian aku junub dan tidak mendapati air. Lalu aku pun berguling-guling di tanah sebagaimana bergulingnya binatang. Setelah itu aku datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku ceritakan kepada beliau. Beliau bersabda, “Sebenarnya cukup bagimu hanya melakukan demikian dengan kedua tanganmu.” Kemudian beliau menepuk tanah menggunakan kedua tangan satu kali tepukan, lalu beliau mengusapkan tangan kiri ke tangan kanan, punggung kedua telapak tangan, dan wajah.
غَرِيبُ الۡحَدِيثِ:

  • فَتَمَرَّغۡتُ فِي الصَّعِيدِ- تَقَلَّبَ فِي الۡأَرۡضِ حَتَّى عَمَّ بَدَنَهُ التُّرَابُ.
  • أَنۡ تَقُولَ بِيَدَيۡكَ: يُرَادُ بِالۡقَوۡلِ الۡفِعۡلُ، وَهُوَ كَثِيرٌ فِي لِسَانِ الشَّرۡعِ وَلُغَةِ الۡعَرَبِ.
Kosa kata asing dalam hadits:
  • فَتَمَرَّغۡتُ فِي الصَّعِيدِ: membolak-balikkan badan di tanah sampai tanah merata mengenai seluruh badan.
  • أَنۡ تَقُولَ بِيَدَيۡكَ: yang dimaukan al-qaul adalah perbuatan. Dan ini sering digunakan di dalam ungkapan syariat dan bahasa Arab.
الۡمَعۡنَى الۡإِجۡمَالِيُّ:
بَعَثَ النَّبِيُّ ﷺ (عَمَّارَ بۡنَ يَاسِرٍ) فِي سَفَرٍ لِبَعۡضِ حَاجَاتِهِ، فَأَصَابَتۡهُ جَنَابَةٌ، فَلَمۡ يَجِدِ الۡمَاءَ لِيَغۡتَسِلَ مِنۡهُ، وَكَانَ لَا يَعۡلَمُ حُكۡمَ التَّيَمُّمِ لِلۡجَنَابَةِ، وَإِنَّمَا يَعۡلَمُ حُكۡمَهُ لِلۡحَدَثِ الۡأَصۡغَرِ. فَاجۡتَهَدَ وَظَنَّ أَنَّهُ كَمَا مَسَحَ بِالصَّعِيدِ بَعۡضَ أَعۡضَاءِ الۡوُضُوءِ عَنِ الۡحَدَثِ الۡأَصۡغَرِ، فَلَا بُدَّ أَنۡ يَكُونَ التَّيَمُّمُ مِنَ الۡجَنَابَةِ بِتَعۡمِيمِ الۡبَدَنِ بِالصَّعِيدِ، قِيَاسًا عَلَى الۡمَاءِ، فَتَقَلَّبَ فِي الصَّعِيدِ حَتَّى عَمَّهُ التُّرَابُ وَصَلَّى.
فَلَمَّا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ، وَكَانَ فِي نَفۡسِهِ مِمَّا عَمِلَهُ شَيۡءٌ، لِأَنَّهُ عَنِ اجۡتِهَادٍ مِنۡهُ، ذَكَرَ لَهُ ذٰلِكَ، لِيَرَى، هَلۡ هُوَ عَلَى صَوَابٍ أَوۡ لَا؟
فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: يَكۡفِيكَ عَنۡ تَعۡمِيمِ بَدَنِكَ كُلِّهِ بِالتُّرَابِ أَنۡ تَضۡرِبَ بِيَدَيۡكَ الۡأَرۡضَ، ضَرۡبَةً وَاحِدَةً، ثُمَّ مَسَحَ شِمَالَكَ عَلَى يَمِينِكَ، وَظَاهِرَ كَفَّيۡكَ وَوَجۡهَكَ.
Makna secara umum:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus ‘Ammar bin Yasir dalam suatu perjalanan untuk sebagian keperluan beliau. Lalu ‘Ammar mengalami junub dan tidak memperoleh air untuk mandi. Beliau waktu itu tidak mengetahui hukum tayammum untuk junub. Beliau hanya mengetahui hukum tayammum untuk hadats kecil. Lalu beliau pun berijtihad dan menyangka sebagaimana tayammum dari hadits kecil dengan cara mengusap sebagian anggota wudhu` menggunakan tanah, berarti tayammum dari junub dengan cara meratakan tanah ke seluruh badan. Beliau mengkiaskan kepada air. Maka, beliau pun membolak-balikkan badan di tanah sampai tanah mengenai seluruh tubuh lalu beliau shalat.
Kemudian, ketika ‘Ammar datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan di dalam benak ‘Ammar ada yang mengganjal dari perbuatannya tersebut karena itu dari hasil ijtihadnya sendiri, maka beliau ceritakan kepada Nabi. Sehingga akan terlihat apakah perbuatannya itu benar atau tidak.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Cukup bagimu dari perbuatanmu meratakan tanah ke seluruh badan dengan menepuk tanah satu tepukan menggunakan kedua tanganmu. Kemudian engkau usapkan tangan kiri ke tangan kanan, punggung kedua telapak tangan, dan wajah.
اخۡتِلَافُ الۡعُلَمَاءِ:
اخۡتِلَافُ الۡعُلَمَاءِ، هَلۡ يُجۡزِئُ فِي التَّيَمُّمِ ضَرۡبَةٌ وَاحِدَةٌ لِلۡوَجۡهِ وَالۡكَفَّيۡنِ أَوۡ لَا بُدَّ مِنۡ ضَرۡبَتَيۡنِ؟ وَهَلۡ لَا بُدَّ مِنَ الۡمَسۡحِ عَلَى الۡيَدَيۡنِ إِلَى الۡمِرۡفَقَيۡنِ:
فَذَهَبَ بَعۡضُهُمۡ –وَمِنۡهُمۡ الشَّافِعِي- إِلَى أَنَّهُ لَا بُدَّ مِنۡ ضَرۡبَتَيۡنِ، وَاحِدَةٌ لِلۡوَجۡهِ وَالۡأُخۡرَى لِلۡيَدَيۡنِ إِلَى الۡمِرۡفَقَيۡنِ، مُحۡتَجِّينَ بِأَحَادِيثَ.
مِنۡهَا مَا رَوَاهُ الدَّارُقُطۡنِيُّ عَنِ ابۡنِ عُمَرَ (التَّيَمُّمُ ضَرۡبَتَانِ، ضَرۡبَةٌ لِلۡوَجۡهِ وَضَرۡبَةٌ لِلۡيَدَيۡنِ إِلَى الۡمِرۡفَقَيۡنِ). 
وَذَهَبَ الۡجُمۡهُورُ، وَمِنۡهُمۡ الۡإِمَامُ أَحۡمَدُ، وَالۡأَوۡزَاعِيُّ، وَإِسۡحَاقُ، وَأَهۡلُ الۡحَدِيثِ: إِلَى أَنَّ التَّيَمُّمَ ضَرۡبَةٌ وَاحِدَةٌ، وَأَنَّهُ لَا يُمۡسَحُ إِلَّا الۡوَجۡهُ وَالۡكَفَّانِ مُسۡتَدِلِّينَ بِأَحَادِيثَ صَحِيحَةٍ، مِنۡهَا حَدِيثُ عَمَّارٍ هٰذَا. قَالَ ابۡنُ حَجَرٍ: وَكَانَ عَمَّارٌ يُفۡتِي بِهِ بَعۡدَ زَمَنِ النَّبِيِّ ﷺ وَالرَّاوِي لِلۡحَدِيثِ أَعۡرَفُ بِمُرَادِهِ.
وَأَجَابُوا عَنۡ أَحَادِيثِ الضَّرۡبَتَيۡنِ وَالۡمِرۡفَقَيۡنِ، بِمَا فِيهَا مِنَ الۡمَقَالِ الۡمَشۡهُورِ.
وَلَا نَجۡعَلُ تِلۡكَ الۡأَحَادِيثَ فِي صَفِّ الۡأَحَادِيثِ الصِّحَاحِ الۡوَاضِحَةِ. قَالَ ابۡنُ عَبۡدِ الۡبَرِّ: أَكۡثَرُ الۡآثَارِ الۡمَرۡفُوعَةِ عَنۡ عَمَّارٍ ضَرۡبَةٌ وَاحِدَةٌ. وَمَا رُوِيَ مِنۡ ضَرۡبَتَيۡنِ فَكُلُّهَا مُضۡطَرِبَةٌ. وَقَالَ ابۡنُ دَقِيقِ الۡعِيدِ: وَرَدَ فِي حَدِيثِ التَّيَمُّمِ ضَرۡبَتَانِ، ضَرۡبَةٌ لِلۡوَجۡهِ، وَضَرۡبَةٌ لِلۡيَدَيۡنِ، إِلَّا أَنَّهُ لَا يُقَاوِمُ هٰذَا الۡحَدِيثُ فِي الصِّحَّةِ، وَلَا يُعَارِضُ مِثۡلُهُ بِمِثۡلِهِ.
وَقَالَ الۡخَطَّابِيُّ: ذَهَبَ جَمَاعَةٌ مِنۡ أَهۡلِ الۡعِلۡمِ إِلَى أَنَّ التَّيَمُّمَ ضَرۡبَةٌ وَاحِدَةٌ لِلۡوَجۡهِ وَالۡكَفَّيۡنِ، وَهٰذَا الۡمَذۡهَبُ أَصَحُّ فِي الرِّوَايَةِ.
Perselisihan ulama:
Ulama berselisih apakah tayammum itu cukup satu tepukan untuk wajah dan dua telapak tangan atau harus dua tepukan. Dan apakah harus mengusap kedua tangan itu sampai kedua siku.
Sebagian ulama –di antaranya Asy-Syafi’i- berpendapat bahwa harus dua tepukan. Satu tepukan untuk wajah dan tepukan lain untuk kedua tangan sampai siku. Mereka berhujjah dengan hadits-hadits. Di antaranya adalah hadits riwayat Ad-Daruquthni dari Ibnu ‘Umar yang artinya, “Tayammum itu dua tepukan. Satu tepukan untuk wajah dan satu tepukan untuk kedua tangan sampai siku.”
Mayoritas ulama, di antaranya adalah Imam Ahmad, Al-Auza’i, Ishaq, dan ahli hadits, berpendapat bahwa tayammum itu satu tepukan dan yang diusap hanya wajah dan kedua telapak tangan. Mereka berdalil dengan hadits-hadits yang shahih. Di antaranya hadits ‘Ammar ini. Ibnu Hajar berkata: ‘Ammar berfatwa dengannya sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan shahabat yang meriwayatkan hadits lebih mengetahui maksud hadits.
Mereka menjawab tentang hadits dua tepukan dan dua siku dengan jawaban yang masyhur. Dan kita tidak memasukkan hadits-hadits tersebut ke dalam jajaran hadits-hadits shahih yang jelas. Ibnu ‘Abdul Barr berkata: Sebagian besar atsar yang marfu’ dari ‘Ammar adalah satu tepukan. Adapun yang diriwayatkan dua tepukan seluruhnya mudhtarib. Ibnu Daqiqil ‘Id berkata: Telah datang di dalam hadits tayammum itu dua kali tepukan, satu tepukan untuk wajah, satu tepukan untuk dua tangan. Namun itu tidak bisa menandingi hadits ‘Ammar ini dari sisi keshahihan dan hadits semisal ini tidak bisa menyelisihi hadits yang lebih shahih. Al-Khathabi berkata: Sekelompok ulama berpendapat bahwa tayammum itu satu tepukan untuk wajah dan dua telapak tangan, dan madzhab ini adalah yang paling shahih dalam periwayatan.
مَا يُؤۡخَذُ مِنَ الۡحَدِيثِ:
١- التَّيَمُّمُ لِلۡغُسۡلِ مِنَ الۡجَنَابَةِ.
٢- أَنَّهُ لَا بُدَّ مِنۡ طَلَبِ الۡمَاءِ قَبۡلَ التَّيَمُّمِ.
٣- صِفَةُ التَّيَمُّمِ، وَهُوَ ضَرۡبُ الۡأَرۡضِ مَرَّةً وَاحِدَةً، ثُمَّ مَسۡحُ الۡوَجۡهِ وَالۡيَدَيۡنِ إِلَى الۡمِرۡفَقَيۡنِ وَتَعۡمِيمِهَا بِالۡمَسۡحِ. قَالَ ابۡنُ رُشۡدٍ: إِطۡلَاقُ اسۡمِ الۡيَدِ عَلَى الۡكَفِّ أَظۡهَرُ مِنۡ إِطۡلَاقِهِ عَلَى الۡكَفِّ وَالسَّاعِدِ.
٤- ذَكَرَ الصَّنۡعَانِيُّ أَنَّ الۡعَطۡفَ فِي رِوَايَاتِ هٰذَا الۡحَدِيثِ قَدۡ جَاءَ بِالۡوَاوِ وَتُفِيدُ الۡعَطۡفَ مُطۡلَقٌ وَجَاءَ بِالۡفَاءِ وَثُمَّ وَتُفِيدَانِ التَّرۡتِيبَ- وَالتَّرۡتِيبُ زِيَادَةٌ، وَالزِّيَادَةُ مِنَ الۡعَدۡلِ مَقۡبُولَةٌ فَيَحۡمِلُ مَجۡمُوعُ مَا فِي الصَّحِيحَيۡنِ عَلَى التَّرۡتِيبِ. وَلَمۡ يَرِدۡ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ تَقۡدِيمُ الۡيَدَيۡنِ عَلَى الۡوَجۡهِ لَا قَوۡلًا وَلَا فِعۡلًا.
٥- أَنَّ التَّيَمُّمَ لِلۡحَدَثِ الۡأَكۡبَرِ، كَالتَّيَمُّمِ لِلۡحَدَثِ الۡأَصۡغَرِ، فِي الصِّفَةِ وَالۡأَحۡكَامِ.
٦- الۡاجۡتِهَادُ فِي مَسَائِلِ الۡعِبَادَاتِ.
٧- أَنَّ الۡمُجۡتَهِدَ إِذَا أَدَّاهُ اجۡتِهَادَهُ إِلَى غَيۡرِ الصَّوَابِ، وَفَعَلَ الۡعِبَادَةِ، ثُمَّ تَبَيَّنَ لَهُ الصَّوَابُ بَعۡدَ ذٰلِكَ، فَإِنَّهُ لَا يُعِيدُ تِلۡكَ الۡعِبَادَةَ.
Faidah hadits:
  1. Tayammum untuk mandi junub.
  2. Harus mencari air sebelum tayammum.
  3. Tata cara tayammum. Yaitu menepuk tanah satu kali tepukan, lalu mengusap wajah dan kedua tangan sampai siku dan meratakannya dengan mengusapnya. Ibnu Rusyd berkata: pemutlakan kata yad kepada telapak tangan itu lebih nampak daripada pemutlakan kepada telapak tangan dan lengan.
  4. Ash-Shan’ani menyebutkan bahwa ‘athaf pada riwayat-riwayat hadits ini datang dengan huruf wawu yang berfungsi ‘athaf mutlak dan ada pula menggunakan huruf fa` dan tsumma yang berfungsi tertib / urut. Urutan ini bersifat tambahan. Dan tambahan dari yang adil adalah diterima sehingga riwayat yang terkumpul di dalam dua kitab shahih menunjukkan tertib / urut. Dan tidak ada periwayatan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendahulukan kedua tangan daripada wajah, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
  5. Bahwa tayammum untuk hadats besar seperti tayammum untuk hadats kecil dalam tata cara dan hukumnya.
  6. Ijtihad di dalam perkara ibadah.
  7. Bahwa orang yang berijtihad jika sudah melaksanakan ijtihadnya yang keliru, lalu melakukan suatu ibadah. Setelah itu kebenaran tampak baginya, maka ia tidak perlu mengulangi ibadahnya tadi. 

[1] رَوَاهُ الۡبُخَارِيُّ (٣٤٧) فِي التَّيَمُّمِ، وَمُسۡلِمٌ (٣٦٨) فِي الۡحَيۡضِ، وَرَوَاهُ أَيۡضًا أَبُو دَاوُدَ (٣٢١) فِي الطَّهَارَةِ، وَأَحۡمَدُ فِي الۡمُسۡنَدِ (٤/٣٩٦).