عَلَامَاتُ الۡخَفۡضِ:
Tanda-tanda khafdh:
قَوۡلُهُ: (وَلِلۡخَفۡضِ ثَلَاثُ عَلَامَاتٍ: الۡكَسۡرَةُ، وَالۡيَاءُ، وَالۡفَتۡحَةُ، فَأَمَّا الۡكَسۡرَةُ: فَتَكُونُ عَلَامَةً لِلۡخَفۡضِ فِي ثَلَاثَةِ مَوَاضِعَ: فِي الۡاسۡمِ الۡمُفۡرَدِ الۡمُنۡصَرِفِ، وَجَمۡعِ التَّكۡسِيرِ الۡمُنۡصَرِفِ، وَفِي جَمۡعِ الۡمُؤَنَّثِ السَّالِمِ).
Ucapan mualif, “Khafdh memiliki tiga tanda, yaitu: harakat kasrah, huruf ya, dan harakat fatah. Adapun kasrah, menjadi tanda khafdh di tiga tempat, yaitu pada: isim mufrad munsharif, jamak taksir munsharif, dan jamak muanas salim.”
الرَّفۡعُ: أَرۡبَعُ عَلَامَاتٍ، وَالنَّصۡبُ: خَمۡسٌ، وَالۡخَفۡضُ: ثَلَاثُ عَلَامَاتٍ.
(الۡكَسۡرَةُ) وَهِيَ الۡأَصۡلُ، (وَالۡيَاءُ) وَهِيَ الَّتِي تَأۡتِي إِذَا أُشۡبِعَتِ الۡكَسۡرَةُ، (وَالۡفَتۡحَةُ) فَهَٰذِهِ ثَلَاثُ عَلَامَاتٍ.
Rafa’ ada empat tanda, nashab ada lima, dan khafdh ada tiga tanda.
Pertama adalah harakat kasrah yang merupakan tanda pokok. Kedua adalah huruf ya yaitu huruf yang datang apabila harakat kasrah dipanjangkan. Ketiga adalah harakat fatah. Inilah ketiga tanda tersebut.
وَقَوۡلُهُ: (فَأَمَّا الۡكَسۡرَةُ: فَتَكُونُ عَلَامَةً لِلۡخَفۡضِ فِي ثَلَاثَةِ مَوَاضِعَ: فِي الۡاسۡمِ الۡمُفۡرَدِ الۡمُنۡصَرِفِ) الضَّمَّةُ: عَلَامَةٌ لِلرَّفۡعِ فِي الۡاسۡمِ الۡمُفۡرَدِ وَلَمۡ يَقُلۡ: (الۡمُنۡصَرِفِ)، الۡفَتۡحَةُ: عَلَامَةٌ لِلنَّصۡبِ فِي الۡاسۡمِ الۡمُفۡرَدِ، وَلَمۡ يَقُلۡ: (الۡمُنۡصَرِفِ).
(الۡكَسۡرَةُ: عَلَامَةٌ لِلۡخَفۡضِ فِي ثَلَاثَةِ مَوَاضِعَ فِي: الۡاسۡمِ الۡمُفۡرَدِ الۡمُنۡصَرِفِ)، وَهُنَا حَصَلَ عِنۡدَنَا قَيۡدٌ جَدِيدٌ، هُوَ قَوۡلُهُ: (الۡمُنۡصَرِفُ)؛ لِأَنَّ الۡأَسۡمَاءَ الۡمُفۡرَدَةَ مِنۡهَا مَا يَنۡصَرِفُ، وَمِنۡهَا مَا لَا يَنۡصَرِفُ.
فَالۡاسۡمُ الۡمُنۡصَرِفُ هُوَ الۡخَالِي مِنۡ أَسۡبَابِ مَوَانِعِ الصَّرۡفِ، وَهُوَ الَّذِي يُنَوَّنُ، مِثۡلُ: (زَيۡدٌ)، (عَمۡرٌو)، (رَجُلٌ)، (خَالِدٌ)، (مَسۡجِدٌ)، (دَارٌ) وَمَا أَشۡبَهَ ذٰلِكَ.
Ucapan mualif, “Adapun harakat kasrah, menjadi tanda khafdh pada tiga tempat, yaitu pada isim mufrad munsharif.” Harakat damah adalah tanda rafa’ pada isim mufrad, namun mualif tidak menyebutkan “munsharif”. Harakat fatah adalah tanda nashab pada isim mufrad, namun mualif tidak menyebutkan “munsharif”.
“Kasrah adalah tanda khafdh pada tiga tempat, yaitu pada: isim mufrad munsharif.” Di sini kita memiliki satu batasan baru, yaitu ucapan mualif “munsharif” karena isim mufrad sebagiannya ada yang munsharif dan ada yang tidak munsharif.
Isim munsharif adalah isim yang terbebas dari sebab-sebab yang menghalangi sharf, yaitu isim yang bisa ditanwin. Contoh: “زَيۡدٌ”, “عَمۡرٌو”, “رَجُلٌ”, “خَالِدٌ”, “مَسۡجِدٌ”, “دَارٌ”, dan yang semisal itu.
إِذَنۡ: مُنۡصَرِفٌ خَالٍ مِنۡ مَوَانِعِ الصَّرۡفِ، أَيۡ: مُنَوَّنٌ، وَلِهَٰذَا قَالَ ابۡنُ مَالِكٍ –رَحِمَهُ اللهُ-:
الصَّرۡفُ تَنۡوِينٌ أَتَى مُبَيِّنًا مَعۡنًى بِهِ يَكُونُ الۡاسۡمُ أَمۡكَنَا
وَخَرَجَ بِقَوۡلِهِ: (الۡمُنۡصَرِفُ) الۡاسۡمُ الۡمُفۡرَدُ الَّذِي لَا يَنۡصَرِفُ، وَسَيَأۡتِي الۡكَلَامُ عَلَيۡهِ، وَمِثَالُهُ: (عُمَرُ)، وَ(أَحۡمَدُ).
تَقُولُ: (مَرَرۡتُ بِأَحۡمَدٍ) خَطَأٌ؛ لِأَنَّ الۡاسۡمَ هَٰذَا لَا يَنۡصَرِفُ، وَالۡكَسۡرَةُ لَا تَكُونُ عَلَامَةً لِلۡخَفۡضِ إِلَّا لِلاسۡمِ الۡمُفۡرَدِ الۡمُنۡصَرِفِ.
(مَرَرۡتُ بِعُمَرٍ) خَطَأٌ؛ لِأَنَّهُ اسۡمٌ لَا يَنۡصَرِفُ، لَا يُمۡكِنُ أَنۡ تَجُرَّهُ بِالۡكَسۡرَةِ.
Jadi munsharif adalah yang terbebas dari penghalang-penghalang sharf. Artinya munsharif adalah yang ditanwin. Atas dasar ini, Ibnu Malik rahimahullah berkata, “Sharf adalah tanwin yang ada untuk menjelaskan suatu makna yang dengannya isim tersebut menjadi lebih kokoh.”[1]
Dengan ucapan mualif, “munsharif”, berarti isim mufrad yang tidak ditanwin tidak termasuk. Akan datang pembicaraan tentang ini. Contohnya: “عُمَرُ” dan “أَحۡمَدُ”.
Engkau katakan, “مَرَرۡتُ بِأَحۡمَدٍ”, ini keliru karena isim ini tidak boleh ditanwin, sementara kasrah hanya menjadi tanda khafdh pada isim mufrad munsharif.
“مَرَرۡتُ بِعُمَرٍ” keliru karena merupakan isim yang tidak ditanwin. Engkau tidak mungkin men-jarr-nya dengan harakat kasrah.
الثَّانِي: (جَمۡعِ التَّكۡسِيرِ الۡمُنۡصَرِفِ) أَيۡضًا أَتَى بِهَٰذَا الۡقَيۡدِ وَهُوَ: (الۡمُنۡصَرِفِ) لِأَنَّ جَمۡعَ التَّكۡسِيرِ مِنۡهُ مَا هُوَ مُنۡصَرِفٌ، وَمِنۡهُ مَا هُوَ غَيۡرُ مُنۡصَرِفٍ، الۡمُنۡصَرِفُ مِثۡلُ: (رِجَالٌ)، (جِبَالٌ)، (أَشۡجَارٌ)، (أَنۡهَارٌ)، (رِمَالٌ)، كَثِيرٌ جِدًّا.
غَيۡرُ الۡمُنۡصَرِفِ مِثۡلُ: (مَنَافِعُ)، (مَسَاجِدُ)، (مَصَابِيحُ)، وَهُوَ كَثِيرٌ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَلَقَدۡ زَيَّنَّا السَّمَآءَ الدُّنۡيَا بِمَصَٰبِيحَ﴾ [الملك: ٥]، (بِمَصَابِيحَ) لَمۡ يَجُرَّهُ بِالۡكَسۡرَةِ؛ لِأَنَّهُ اسۡمٌ لَا يَنۡصَرِفُ، فَلَا يَجُرُّ بِالۡكَسۡرَةِ.
(مَرَرۡتُ بِرِجَالٍ) صَحِيحٌ؛ لِأَنَّهُ مُنۡصَرِفٌ.
Kedua, “jamak taksir munsharif” juga datang dengan batasan ini, yaitu munsharif. Karena jamak taksir di antaranya ada yang munsharif dan ada yang tidak munsharif. Contoh yang munsharif adalah “رِجَالٌ”, “جِبَالٌ”, “أَشۡجَارٌ (pepohonan)”, “أَنۡهَارٌ”, “رِمَالٌ (pasir-pasir)”. Ada banyak sekali.
Contoh yang tidak munsharif adalah “مَنَافِعُ (manfaat-manfaat)”, “مَسَاجِدُ”, “مَصَابِيحُ (pelita-pelita)”. Juga ada banyak.
Allah taala berfirman, “وَلَقَدۡ زَيَّنَّا السَّمَآءَ الدُّنۡيَا بِمَصَٰبِيحَ (Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang).” (QS. Al-Mulk: 5). بِمَصَابِيحَ tidak di-jarr dengan kasrah karena isim yang tidak munsharif sehingga di-jarr dengan kasrah.
“مَرَرۡتُ بِرِجَالٍ (Aku melewati para lelaki itu)” ini benar karena munsharif.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿لَا تَسۡئَلُوا عَنۡ أَشۡيَآءَ إِن تُبۡدَ لَكُمۡ تَسُؤۡكُمۡ﴾ [المائدة: ١٠١]، (أَشۡيَاءٍ) خَطَأٌ. يُقَالُ: (أَشۡيَاءَ)؛ لِأَنَّهَا اسۡمٌ لَا يَنۡصَرِفُ.
(مَرَرۡتُ بِمَسَاجِدَ) صَحِيحٌ، أَمَّا (مَرَرۡتُ بِمَسَاجِدٍ) فَخَطَأٌ؛ لِأَنَّهُ اسۡمٌ لَا يَنۡصَرِفُ، وَالۡمُؤَلِّفُ يَقُولُ: (جَمۡعُ التَّكۡسِيرِ الۡمُنۡصَرِفِ).
إِذَنۡ جَمۡعُ التَّكۡسِيرِ مُنۡصَرِفٌ، وَغَيۡرُ مُنۡصَرِفٍ، فَالۡمُنۡصَرِفُ يُجَرُّ بِالۡكَسۡرَةِ، وَغَيۡرُ الۡمُنۡصَرِفِ لَا يُجَرُّ بِهَا.
Allah taala berfirman, “لَا تَسۡئَلُوا عَنۡ أَشۡيَآءَ إِن تُبۡدَ لَكُمۡ تَسُؤۡكُمۡ (Janganlah kalian menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian akan menyusahkan kalian).” (QS. Al-Maidah: 101). أَشۡيَاءٍ keliru. Dikatakan, “أَشۡيَاءَ” karena merupakan isim yang tidak munsharif.
“مَرَرۡتُ بِمَسَاجِدَ (Aku melewati masjid-masjid)”, kalimat ini benar. Adapun “مَرَرۡتُ بِمَسَاجِدٍ” keliru karena termasuk isim yang tidak munsharif, sementara mualif berkata, “jamak taksir munsharif.”
Jadi jamak taksir ada yang ditanwin (munsharif) dan ada yang tidak ditanwin. Yang ditanwin di-jarr dengan harakat kasrah, adapun yang tidak ditanwin tidak di-jarr dengan harakat kasrah.
(وَجَمۡعِ الۡمُؤَنَّثِ السَّالِمِ)، وَلَمۡ يَقُلۡ (الۡمُنۡصَرِفِ)؛ لِأَنَّ جَمۡعَ الۡمُؤَنَّثِ كُلَّهُ مُنۡصَرِفٌ، تَقُولُ مَثَلًا: (مَرَرۡتُ بِمُسۡلِمَاتٍ).
فَإِنۡ قُلۡتَ: (مَرَرۡتُ بِمُؤۡمِنَاتَ) كَانَ خَطَأً، لِأَنَّ جَمۡعَ الۡمُؤَنَّثِ السَّالِمَ لَا بُدَّ أَنۡ يُجَرَّ بِالۡكَسۡرَةِ.
“Jamak muanas salim”, beliau tidak mengatakan “munsharif” karena jamak muanas seluruhnya munsharif. Misal engkau katakan, “مَرَرۡتُ بِمُسۡلِمَاتٍ (Aku melewati muslimah-muslimah).”
Jika engkau katakan, “مَرَرۡتُ بِمُؤۡمِنَاتَ”, maka keliru karena jamak muanas salim harus di-jarr menggunakan harakat kasrah.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿عَسَىٰ رَبُّهُۥٓ إِن طَلَّقَكُنَّ أَن يُبۡدِلَهُۥٓ أَزۡوَٰجًا خَيۡرًا مِّنكُنَّ مُسۡلِمَـٰتٍ مُّؤۡمِنَـٰتٍ قَـٰنِتَـٰتٍ تَـٰٓئِبَـٰتٍ عَـٰبِدَٰتٍ سَـٰٓئِحَـٰتٍ ثَيِّبَـٰتٍ وَأَبۡكَارًا﴾ [التحريم: ٥]، الۡقُرۡآنُ كُلُّهُ صَحِيحٌ، فَكَيۡفَ قَالَ: (ثَيِّبَاتٍ وَأَبۡكَارًا)؟
ثَيِّبَاتٍ: جَمۡعُ مُؤَنَّثٍ سَالِمٌ فَيُنۡصَبُ بِالۡكَسۡرَةِ.
أَبۡكَارًا: جَمۡعُ تَكۡسِيرٍ فَيُنۡصَبُ بِالۡفَتۡحَةِ.
Allah taala berfirman, “عَسَىٰ رَبُّهُۥٓ إِن طَلَّقَكُنَّ أَن يُبۡدِلَهُۥٓ أَزۡوَٰجًا خَيۡرًا مِّنكُنَّ مُسۡلِمَـٰتٍ مُّؤۡمِنَـٰتٍ قَـٰنِتَـٰتٍ تَـٰٓئِبَـٰتٍ عَـٰبِدَٰتٍ سَـٰٓئِحَـٰتٍ ثَيِّبَـٰتٍ وَأَبۡكَارًا (Jika Nabi menceraikan kalian, boleh jadi Rabb-nya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda, dan yang perawan).” (QS. At-Tahrim: 5). Alquran semuanya benar, lalu mengapa Allah berfirman, “ثَيِّبَاتٍ وَأَبۡكَارًا”?
ثَيِّبَاتٍ adalah jamak muanas salim sehingga di-nashab dengan kasrah.
أَبۡكَارًا adalah jamak taksir sehingga di-nashab dengan fatah.
[1] Al-Alfiyah, Bab Kata yang Tidak Ditanwin, bait nomor 649.