١ - بَابُ مَبۡدَإِ فَرۡضِ الصِّيَامِ
1. Bab permulaan kewajiban puasa
٢٣١٣ – (حسن صحيح) حَدَّثَنَا أَحۡمَدُ بۡنُ مُحَمَّدِ بۡنِ شَبُّويَهۡ، حَدَّثَنِي عَلِيُّ بۡنُ حُسَيۡنِ بۡنِ وَاقِدٍ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ يَزِيدَ النَّحۡوِيِّ، عَنۡ عِكۡرِمَةَ، عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيۡكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنۡ قَبۡلِكُمۡ﴾ فَكَانَ النَّاسُ عَلَى عَهۡدِ النَّبِيِّ ﷺ إِذَا صَلَّوُا الۡعَتَمَةَ حَرُمَ عَلَيۡهِمُ الطَّعَامُ وَالشَّرَابُ وَالنِّسَاءُ وَصَامُوا إِلَى الۡقَابِلَةِ، فَاخۡتَانَ رَجُلٌ نَفۡسَهُ، فَجَامَعَ امۡرَأَتَهُ وَقَدۡ صَلَّى الۡعِشَاءَ وَلَمۡ يُفۡطِرۡ! فَأَرَادَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنۡ يَجۡعَلَ ذٰلِكَ يُسۡرًا لِمَنۡ بَقِيَ وَرُخۡصَةً وَمَنۡفَعَةً، فَقَالَ سُبۡحَانَهُ: ﴿عَلِمَ اللهُ أَنَّكُمۡ كُنۡتُمۡ تَخۡتَانُونَ أَنۡفُسَكُمۡ﴾ الۡآيَةَ. وَكَانَ هَٰذَا مِمَّا نَفَعَ اللهُ بِهِ النَّاسَ وَرَخَّصَ لَهُمۡ وَيَسَّرَ.
2313. Ahmad bin Muhammad bin Syabbuyah telah menceritakan kepada kami: ‘Ali bin Husain bin Waqid menceritakan kepadaku dari ayahnya, dari Yazid An-Nahwi, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas: “Wahai orang-orang yang beriman, puasa diwajibkan kepada kalian sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang yang sebelum kalian.” Dahulu, kaum muslimin di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila sudah salat Isya, maka haram makan, minum, dan (menggauli) istri atas mereka dan mereka berpuasa sampai malam berikutnya. Lalu ada seseorang pria yang tidak dapat menahan nafsunya. Dia menggauli istrinya dalam keadaan sudah salat Isya dan belum berbuka puasa. Lalu Allah azza wajalla menghendaki untuk menjadikan hal itu sebagai kemudahan, keringanan, dan manfaat bagi orang setelahnya. Allah yang Mahasuci berfirman (yang artinya), “Allah mengetahui bahwasanya kalian tidak dapat menahan nafsu kalian.” Hal ini termasuk di antara manfaat yang Allah berikan kepada manusia, serta keringanan dan kemudahan yang Allah berikan untuk mereka.
٢٣١٤ – (صحيح) حَدَّثَنَا نَصۡرُ بۡنُ عَلِيِّ بۡنِ نَصۡرٍ الۡجَهۡضَمِيُّ، أنا أَبُو أَحۡمَدَ، أنا إِسۡرَائِيلُ، عَنۡ أَبِي إِسۡحَاقَ، عَنِ الۡبَرَاءِ، قَالَ: كَانَ الرَّجُلُ إِذَا صَامَ فَنَامَ، لَمۡ يَأۡكُلۡ إِلَى مِثۡلِهَا، وَإِنَّ صِرۡمَةَ بۡنَ قَيۡسٍ الۡأَنۡصَارِيَّ أَتَى امۡرَأَتَهُ وَكَانَ صَائِمًا فَقَالَ: عِنۡدَكِ شَيۡءٌ؟ قَالَتۡ: لَا، لَعَلِّي أَذۡهَبُ فَأَطۡلُبُ لَكَ شَيۡئًا، فَذَهَبَتۡ وَغَلَبَتۡهُ عَيۡنُهُ، فَجَاءَتۡ فَقَالَتۡ: خَيۡبَةً لَكَ، فَلَمۡ يَنۡتَصِفِ النَّهَارُ حَتَّى غُشِيَ عَلَيۡهِ، وَكَانَ يَعۡمَلُ يَوۡمَهُ فِي أَرۡضِهِ، فَذَكَرَ ذٰلِكَ لِلنَّبِيِّ ﷺ فَنَزَلَتۡ: ﴿أُحِلَّ لَكُمۡ لَيۡلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمۡ﴾ قَرَأَ إِلَى قَوۡلِهِ ﴿مِنَ الۡفَجۡرِ﴾. [خ].
2314. Nashr bin ‘Ali bin Nashr Al-Jahdhami telah menceritakan kepada kami: Abu Ahmad mengabarkan kepada kami: Isra`il mengabarkan kepada kami dari Abu Ishaq, dari Al-Bara`. Beliau berkata: Dahulu, jika ada seseorang yang berpuasa lalu tidur malam, maka dia tidak boleh makan sampai malam berikutnya. Dan sesungguhnya Shirmah bin Qais Al-Anshari datang menemui istrinya dalam keadaan berpuasa. Shirmah bertanya: Apakah engkau memiliki makanan? Istriya menjawab: Tidak, tetapi aku akan pergi barangkali aku bisa mencarikan makanan untukmu. Istrinya pergi. Ternyata Shirmah tertidur. Lalu istrinya datang dan berkata: Alangkah ruginya dirimu. Kemudian belum sampai separuh siang, Shirmah jatuh pingsan. Dia biasa bekerja menggarap tanahnya di sepanjang siang. Dia menyebutkan kejadian itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu turunlah ayat (yang artinya), “Dihalalkan untuk kalian pada malam bulan puasa untuk bercampur dengan istri-istri kalian.” Nabi membaca hingga firman Allah (yang artinya), “Yaitu fajar.”