Cari Blog Ini

Putranya Kitab-kitab

Setiap insan dilahirkan dari rahim ibu mereka dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Tidak bisa membedakan baik dan buruk. Tidak memiliki bakat apapun. Tidak memiliki pengetahuan apapun. 

Allah Rabb alam semesta memberikan sebuah keistimewaan bagi manusia. Keistimewaan yang tidak Allah berikan kepada selain mereka. Keistimewaan yang bisa membuat manusia menjadi mulia atau bahkan sebaliknya, menjadi hina-dina. 

Akal, itulah keistimewaan dari Rabb alam semesta yang dianugrahkan kepada manusia. Dengan akal manusia bisa mencerna, memahami, dan memperhatikan hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Lebih daripada itu, dengan akal manusia bisa memahami dan mencerna hal-hal yang rumit. Tentunya anugerah seperti ini bukan anugerah biasa. Allah melengkapi manusia dengan kenikmatan ini tidaklah cuma-cuma. 

Allah ‘azza wa jalla menginginkan dari anugerah ini agar manusia mau merenungi tanda-tanda kebesaran-Nya. Merenungi ilmu yang Allah turunkan dalam kitab suci-Nya. Merenungi ilmu yang Allah perintahkan para Nabi untuk membawanya. 

Ilmu yang menjadi gerbang utama menuju kebahagiaan abadi di akherat kelak. Dengan ilmu seorang insan menjadi lebih berharga. Dengan ilmu seorang insan menjadi lebih terhormat. Dengan ilmu seorang insan menjadi lebih di atas yang lain. Ilmu membuat hamba menjadi tahu. Ilmu membuat hamba bisa membedakan. Ilmu membuat hamba terlepas dari belenggu kebodohan. 

Namun, ilmu bukan untuk dikoleksi. Ilmu bukan untuk disombongkan. Ilmu bukan sekadar wawasan belaka. Ilmu mengajak pemiliknya kepada tanggung jawab yang sangat besar. Ilmu mengajak pemiliknya untuk menunaikan kewajiban yang sangat agung. 

Beramal, itulah tanggung jawab ilmu. Itulah kewajiban ilmu. Dan itulah tujuan hamba dalam mencari ilmu. Dengannya akan terbedakan mana hamba yang baik dan mana hamba yang buruk. 

Tidak semua orang bisa mengemban tanggung jawab ini. Tidak semua orang bisa menunaikan kewajiban ini. Hanya hamba-hamba pilihan yang bisa melakukannya. Hamba-hamba yang sabar dan tangguh. 

Namun, kewajiban ilmu tidak berhenti sampai sini. Kewajiban ilmu tidak sebatas ini saja. Ada tanggung jawab yang lebih besar menanti. Ada kewajiban agung yang menunggu. Dan kewajiban ini lebih berat dan terjal. 

Kewajiban yang menjadi misi para Nabi dan rasul, berdakwah. Mengajak manusia dari belenggu kegelapan menuju cahaya hidayah. Mengajak mereka dari cengkraman setan menuju rahmat Rabb alam semesta. Kewajiban yang sangat berat dan terjal. 

Para Nabi adalah makhluk yang paling utama di sisi Rabb alam semesta, namun ujian dalam menjalankan dakwah ini tidaklah memandang mereka. Hal itu semata untuk mengangkat derajat mereka di sisi Yang Maha Kuasa. 

Waktu terus berjalan, masa mereka telah berlalu. Misi dakwah yang agung diemban dan dilanjutkan oleh para ulama. Segala upaya mereka kerahkan untuk melanjutkan tugas yang mulia ini. Berjuta cara mereka lakukan untuk menunaikan amanah ini. Di antara cara mereka dalam melanjutkan dakwah dan amanah adalah goresan tinta. Tak kenal lelah, tak kenal waktu, tak kenal cuaca. 

Tangan mereka tidak bergeming untuk terus berkarya menyelamatkan sunnah, membela agama, dan meneruskan dakwah yang mulia. Walaupun hanya lentera yang menemani. Walaupun hanya sinar rembulan di malam purnama. 

Mata mereka tidak berkedip menatap lembaran-lembaran kertas. Tangan mereka tidak berhenti dengan hembusan angin yang dingin, panas yang menyengat. Tak jarang tetesan air mata berlinang bukan karena rasa capek yang dirasa, namun kesedihan akan pandangan yang hilang tidak mampu lagi untuk berkarya. 

Pada tahun 849 H bertepatan dengan tahun 1445 M, abad yang kedelapan. Selepas adzan Maghrib malam ahad bulan Rajab, lahirlah seorang lelaki yang tangguh di Kairao, ibu kota salah satu negri kuno yang sangat lengendaris, Mesir. Beliaulah yang kelak terkenal dengan sebutan Al Imam As Suyuthi rahimahullah

Ketika menginjak usia lima tahun ayahanda yang tercinta tiada. Jadilah beliau yatim tanpa ayah. Namun Allah memberinya kecerdasan yang menakjubkan. Sebelum menginjak usia delapan tahun beliau sudah menghafal Al Quran. 

Beliau berkelana mencari ilmu dari banyak syaikh dan guru dalam semua bidang ilmu. Hingga beliau menjadi rujukan di masanya. Beliau memiliki keahlian dalam menulis, yaitu cepat mengeluarkan karya-karya yang hebat. 

Banyak dari tulisan beliau yang diterima masyarakat luas. Karya beliau mendunia dari timur sampai barat mengenal karya-karya beliau dan menjadikannya sebagai rujukan. Beliau memiliki karya tulis lebih dari 500 karya, subhaanallah

Berkata salah satu murid beliau Al Imam Ad Dawudi rahimahullah, “Aku memerhatikan guruku dalam satu hari beliau bisa menulis tiga buku karya dan bermuatan penjabaran bidang-bidang ilmu. Beliau menulisnya sambil mendiktekan hadis untuk murid-muridnya dan menjawab pertanyaan berkaitan dengan hadis tersebut dengan jawaban yang bagus.” 

Beliau adalah rujukan dalam bidang hadis di masanya. Baik dalam bidang matan, sanad, ataupun pengambilan hukum dari hadis-hadis. Beliau memiliki hafalan hadis yang sangat banyak, bahkan beliau sendiri menyebutkan telah menghafal dua ratus ribu hadis. Bahkan beliau berkata, “Seandainya aku mendapati lebih dari itu, aku akan menghafalnya.” 

Di antara kisah menarik beliau, dulu ketika ibu beliau sedang mengadungnya. Ayah beliau meminta ibunya untuk mengambil sebuah kitab. Ketika sang ibu sedang berusaha mengambil kitab yang diminta, tiba-tiba kitab tersebut jatuh menimpa sang ibu. 

Beruntung sang ibu tidak apa-apa, malah karena kejadian itu, sang anak pun lahir di antara tumpukan kitab. Anak itu adalah beliau, Al Imam As Suyuthi Abdurrahman bin Abi Bakar rahimahullah. Karena peristiwa langka ini beliau mendapat julukan sebagai “Ibnul Kutub” putranya kitab-kitab. 

Di antara kisah menarik lainnya, beliau mengisahkan pernah bermimpi melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam mimpi itu beliau bertanya kepada Nabi tentang beberapa hadis. Seketika itu Nabi menanggapi beliau dengan mengatakan, “Sebutkan hadis itu wahai Syaikhul Hadis (master hadis).” 

Ketika beliau menginjak usia empat puluh tahun, beliau memilih fokus untuk ibadah, berpaling dari gemerlap dunia, dan fokus untuk berkarya. Beliau meninggalkan majelis fatwa dan tidak lagi membuka halakah taklim, serta meninggalkan komunikasi dengan teman-temannya. 

Lebih fokus untuk ibadah serta menulis, dan beliau menyampaikan alasannya dalam karya tulisnya yang berjudul At Tanfiis. Beliau tinggal di sebuah tempat bernama Raudhatul Miqyaas yang ada di tepi sungai Niil. 

Banyak jajaran pemerintah yang datang kepada beliau membawa hadiah dan harta yang sangat banyak, namun beliau menolak. Beberapa kali penguasa mengundang beliau, namun tak satupun beliau datangi. Terus beliau fokus ibadah dan berkarya di tempat itu hingga ajal menjemput. 

Tepat pada waktu sahur malam Jum’at tanggal sembilan belas bulan Jumaadal Uula tahun 911 H, beliau mengembuskan nafas terakhirnya, meninggalkan dunia ini dengan segudang karya hebat sebagai persembahan untuk Islam dan muslimin. 

Semoga Allah merahmati beliau dan menempatkan beliau di surga yang mulia. Amin

Disadur dari kitab Syadzaraat Dzahabi fii Akhbaari man Dzahab karya Abdul Hay Al ‘Ukkary Al Hambali, dan kitab Al ‘Alaam karya Az Zirikli dengan sedikit perubahan. Wallahu a’lam bish shawab


Sumber: Majalah Qudwah edisi 63 vol.06 1440 H rubrik Ulama. Pemateri: Al Ustadz Abu Amr As Sidawi.