(وَزِدۡ) يُشِيرُ إِلَى زِيَادَةِ الۡأَلِفِ وَالنُّونِ، فَكُلُّ اسۡمٍ مَخۡتُومٍ بِأَلِفٍ وَنُونٍ زَائِدَتَيۡنِ، وَهُوَ مُفۡرَدٌ، فَهُوَ مَمۡنُوعٌ مِنَ الصَّرۡفِ، إِنۡ كَانَ عَلَمًا، أَوۡ صِفَةً.
(الۡعَلَمُ) مِثۡلُ: (سُلَيۡمَانُ)، (سَلۡمَانُ)، (عِلِيَّانُ)، (عُثۡمَانُ)، (نُعۡمَانُ)، كُلُّ اسۡمٍ عَلَمٍ فِيهِ زِيَادَةُ أَلِفٍ وَنُونٍ، فَهُوَ مَمۡنُوعٌ مِنَ الصَّرۡفِ لِلۡعَلَمِيَّةِ، وَزِيَادَةِ الۡأَلِفِ وَالنُّونِ.
“وَزِدۡ (Dan tambahkan)” beliau mengisyaratkan kepada tambahan huruf alif dan nun. Setiap isim yang diakhir dengan alif dan nun tambahan dan berbentuk mufrad, maka isim tersebut terhalang dari tanwin, baik berupa nama atau sifat.
Contoh nama: سُلَيۡمَانُ (Sulaiman), سَلۡمَانُ (Salman), عِلِيَّانُ (‘Iliyyan), عُثۡمَانُ (‘Utsman), نُعۡمَانُ (Nu’man). Setiap isim nama yang ada tambahan huruf alif dan nun, maka isim tersebut terhalang dari tanwin karena nama dan tambahan huruf alif dan nun.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَلِسُلَيۡمَـٰنَ ٱلرِّيحَ عَاصِفَةً﴾ [الأنبياء: ٨١]، لِمَاذَا (سُلَيۡمَانَ) وَاللَّامُ حَرۡفُ جَرٍّ؟ لِأَنَّ (سُلَيۡمَانَ) اسۡمٌ لَا يَنۡصَرِفُ، وَالۡمَانِعُ لَهُ مِنَ الصَّرۡفِ الۡعَلَمِيَّةُ، وَزِيَادَةُ الۡأَلِفِ وَالنُّونِ.
(وَعَنۡ سَلۡمَانَ الۡفَارِسِيِّ) نَقُولُ: عَنۡ سَلۡمَانَ؛ لِأَنَّهُ اسۡمٌ مَمۡنُوعٌ مِنَ الصَّرۡفِ، وَالۡمَانِعُ لَهُ مِنَ الصَّرۡفِ الۡعَلَمِيَّةُ، وَزِيَادَةُ الۡأَلِفِ وَالنُّونِ.
Allah taala berfirman, “وَلِسُلَيۡمَـٰنَ ٱلرِّيحَ عَاصِفَةً (Dan (telah Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang)” (QS. Al-Anbiya`: 81). Mengapa سُلَيۡمَانَ padahal huruf lam adalah huruf jarr? Karena سُلَيۡمَانَ adalah isim yang tidak bisa ditanwin. Penghalangnya dari tanwin adalah nama dan tambahan huruf alif dan nun.
“وَعَنۡ سَلۡمَانَ الۡفَارِسِيِّ (Dan dari Salman Al-Farisi).” Kita katakan: عَنۡ سَلۡمَانَ karena سَلۡمَانَ adalah isim yang terhalangi dari tanwin. Yang menghalanginya dari tanwin adalah nama dan tambahan huruf alif dan nun.
إِذَا قَالَ قَائِلٌ: مَا الدَّلِيلُ عَلَى أَنَّهَا زَائِدَةٌ؟ (سَلۡمَانُ) مِنۡ (سَلِمَ)، وَالۡآنَ (سَلِمَ) ثَلَاثَةُ حُرُوفٍ وَ(سَلۡمَانُ) خَمۡسَةُ حُرُوفٍ، إِذَنۡ يُوجَدُ حَرۡفَانِ زَائِدَانِ.
(سُلَيۡمَانُ) مِنۡ (سَلِمَ)، وَهِيَ ثَلَاثَةُ حُرُوفٍ، وَ(سُلَيۡمَانُ) مُكَوَّنَةٌ مِنۡ سِتَّةِ حُرُوفٍ آخِرُهَا أَلِفٌ وَنُونٌ زَائِدَةٌ، فَلَمَّا زِيدَتِ الۡأَلِفُ وَالنُّونُ صَارَ اسۡمًا لَا يَنۡصَرِفُ.
Ketika ada yang bertanya, “Apa dalil bahwa huruf itu adalah tambahan?” سَلۡمَانُ dari kata سَلِمَ. Sekarang سَلِمَ hanya tiga huruf sedang سَلۡمَانُ ada lima huruf. Jadi didapati ada dua huruf tambahan.
سُلَيۡمَانُ dari kata سَلِمَ yang hanya tiga huruf. Sedangkan سُلَيۡمَانُ tersusun dari enam huruf. Akhir hurufnya adalah huruf alif dan nun tambahan. Ketika ditambahi oleh alif dan nun, maka jadilah isim yang tidak bisa ditanwin.
وَمِثَالُهَا فِي الصِّفَاتِ: مِثۡلُ: (سَكۡرَانَ) وَصۡفٌ. هَٰذَا الۡوَصۡفُ فِيهِ زِيَادَةُ أَلِفٍ وَنُونٍ؛ لِأَنَّ أَصۡلَهُ (سَكِرَ) إِذَنۡ فِيهِ زِيَادَةُ الۡأَلِفِ وَالنُّونِ. إِذَنۡ تَقُولُ: (سَكۡرَانُ) اسۡمٌ لَا يَنۡصَرِفُ، وَالۡمَانِعُ لَهُ مِنَ الصَّرۡفِ الۡوَصۡفِيَّةُ وَزِيَادَةُ الۡأَلِفِ وَالنُّونِ، وَيُشۡتَرَطُ أَلَّا يَكُونَ مُؤَنَّثُهُ بِالتَّاءِ.
Contohnya dalam sifat, seperti سَكۡرَانَ (mabuk). Ini adalah sifat. Sifat ini ada tambahan huruf alif dan nun karena asalnya adalah سَكِرَ. Jadi padanya ada tambahan huruf alif dan nun. Jadi engkau katakan, “سَكۡرَانُ” isim yang tidak ditanwin. Yang menghalanginya dari tanwin adalah sifat dan tambahan huruf alif dan nun. Juga disyaratkan bahwa bentuk muanasnya tidak dengan huruf ta.
(عَطۡشَانُ) اسۡمٌ لَا يَنۡصَرِفُ؛ لِأَنَّهُ وَصۡفٌ فِيهِ زِيَادَةُ أَلِفٍ وَنُونٍ، وَكُلُّ وَصۡفٍ فِيهِ زِيَادَةُ أَلِفٍ وَنُونٍ، فَإِنَّهُ مَمۡنُوعٌ مِنَ الصَّرۡفِ لِلۡوَصۡفِيَّةِ وَزِيَادَةِ الۡأَلِفِ وَالنُّونِ.
(غَضۡبَانُ) مَأۡخُوذَةٌ مِنۡ (غَضِبَ) إِذَنۡ فِيهِ زِيَادَةُ أَلِفٍ وَنُونٍ، وَهُوَ وَصۡفٌ، فَيَكُونُ مَمۡنُوعًا مِنَ الصَّرۡفِ لِلۡوَصۡفِيَّةِ وَزِيَادَةِ الۡأَلِفِ وَالنُّونِ.
(مَرۡضَانُ) أَصۡلُهَا مِنۡ (مَرِضَ) إِذَنۡ فِيهَا زِيَادَةُ أَلِفٍ وَنُونٍ.
“عَطۡشَانُ (haus)” adalah isim yang tidak bisa ditanwin karena kata tersebut adalah sifat yang ada tambahan huruf alif dan nun. Setiap sifat yang ada tambahan huruf alif dan nun, terhalangi dari tanwin karena faktor sifat dan tambahan alif dan nun.
“غَضۡبَانُ (marah)” diambil dari kata غَضِبَ. Jadi ada tambahan huruf alif dan nun, sehingga menjadi terhalang dari tanwin karena faktor sifat dan tambahan huruf alif dan nun.
“مَرۡضَانُ (sakit)” asalnya adalah dari مَرِضَ, jadi ada tambahan huruf alif dan nun.
وَذٰلِكَ بِخِلَافِ مَا إِذَا قُلۡتَ: (نَدۡمَانٌ)، فَإِنَّ مُؤَنَّثَهُ (نَدۡمَانَة)، وَ(سُلۡطَانٌ) مُؤَنَّثُهُ (سُلۡطَانَة)، فَإِنَّهُ لَا يَنۡصَرِفُ، لِأَنَّ مُؤَنَّثَةُ عَلَى وَزۡنِ (فَعۡلَانَة).
Berbeda apabila engkau katakan, “نَدۡمَانٌ (menyesal),” karena bentuk muanasnya adalah نَدۡمَانَةُ. Juga “سُلۡطَانٌ (kekuasaan)” bentuk muanasnya adalah سُلۡطَانَةُ. Bentuk muanas ini tidak ditanwin karena muanasnya sesuai pola فَعۡلَانَة.
كَلِمَةُ (شَيۡطَان) فِي قَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿وَحِفۡظًا مِّن كُلِّ شَيۡطَـٰنٍ مَّارِدٍ﴾ [الصافات: ٧]؟ صُرِفَتۡ كَلِمَةُ (شَيۡطَان) لِأَنَّهُ مِنۡ: شَطَنَ يَشۡطُنُ، فَالنُّونُ فِيهِ أَصۡلِيَّةٌ، وَلَيۡسَتۡ زَائِدَةً.
وَكَلِمَةُ (أَبَانٌ) مَصۡرُوفَةٌ، لِأَنَّ الۡأَلِفَ وَالنُّونَ لَيۡسَا زَائِدَيۡنِ.
Kata “شَيۡطَان” dalam firman Allah taala, “وَحِفۡظًا مِّن كُلِّ شَيۡطَـٰنٍ مَّارِدٍ (dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap setan yang sangat durhaka).” (QS. Ash-Shaffat: 7). Kata شَيۡطَانٍ ditanwin karena berasal dari kata شَطَنَ يَشۡطُنُ. Jadi huruf nun pada kata itu memang asli bukan tambahan.
Kata “أَبَانٌ” ditanwin karena huruf alif dan nun di sini bukan tambahan.
(إِلَى سَلۡمَانَ).
(إِلَى): حَرۡفُ جَرٍّ.
(سَلۡمَانَ): اسۡمٌ مَجۡرُورٌ وَعَلَامَةُ جَرِّهِ الۡفَتۡحَةُ نِيَابَةً عَنِ الۡكَسۡرَةِ؛ لِأَنَّهُ مَمۡنُوعٌ مِنَ الصَّرۡفِ، وَالۡمَانِعُ لَهُ الۡعَلَمِيَّةُ وَزِيَادَةُ الۡأَلِفِ وَالنُّونِ.
“إِلَى سَلۡمَانَ (Ke Salman).”
إِلَى adalah huruf jarr.
سَلۡمَانَ adalah isim yang di-jarr. Tanda jarr-nya adalah harakat fatah sebagai ganti dari kasrah karena terhalang dari tanwin. Yang menghalanginya adalah nama dan tambahan huruf alif dan nun.
(نَظَرۡتُ إِلَى سَكۡرَانَ).
(إِلَى): حَرۡفُ خَفۡضٍ.
(سَكۡرَانَ): اسۡمٌ مَجۡرُورٌ وَعَلَامَةُ جَرِّهِ الۡفَتۡحَةُ نِيَابَةً عَنِ الۡكَسۡرَةِ؛ لِأَنَّهُ مَمۡنُوعٌ مِنَ الصَّرۡفِ، وَالۡمَانِعُ لَهُ مِنَ الصَّرۡفِ الۡوَصۡفِيَّةُ وَوَزۡنُ الۡفِعۡلِ.
“نَظَرۡتُ إِلَى سَكۡرَانَ (Aku memandang seorang pemabuk).”
إِلَى adalah huruf khafdh.
سَكۡرَانَ adalah isim yang di-jarr. Tanda jarr-nya adalah harakat fatah sebagai ganti dari kasrah karena terhalang dari tanwin. Yang menghalanginya dari tanwin adalah sifat dan wazan fiil (seharusnya tambahan huruf alif dan nun).
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿كَمَثَلِ صَفۡوَانٍ﴾ [البقرة: ٢٦٤]، جُرَّتۡ (صَفۡوَان) بِالۡكَسۡرَةِ؛ لِأَنَّهَا لَيۡسَتۡ عَلَمِيَّةً، وَلَا وَصۡفِيَّةً، فَهِيَ اسۡمٌ جَامِدٌ.
Allah taala berfirman, “كَمَثَلِ صَفۡوَانٍ (seperti batu licin).” (QS. Al-Baqarah: 264). صَفۡوَانٍ di-jarr dengan kasrah karena bukan nama dan bukan sifat. Kata tersebut adalah isim jamid (isim yang tidak dibentuk dari kata lain).
إِذَنۡ كُلُّ عَلَمٍ، أَوۡ وَصۡفٍ فِيهِ زِيَادَةُ أَلِفٍ وَنُونٍ، فَإِنَّهُ مَمۡنُوعٌ مِنَ الصَّرۡفِ، وَيُقَالُ: الۡمَانِعُ لَهُ مِنَ الصَّرۡفِ الۡعَلَمِيَّةُ –إِنۡ كَانَ عَلَمًا- وَزِيَادَةُ الۡأَلِفِ وَالنُّونِ، أَوِ الۡوَصۡفِيَّةُ –إِنۡ كَانَ وَصۡفًا- وَزِيَادَةُ الۡأَلِفِ وَالنُّونِ بِشَرۡطِ أَلَّا يَكُونَ مُؤَنَّثُهُ بِالتَّاءِ.
Jadi setiap nama atau sifat yang ada tambahan huruf alif dan nun, maka terhalang dari tanwin. Dan dikatakan: Yang menghalanginya dari tanwin adalah nama—jika berupa nama—dan tambahan huruf alif dan nun. Atau sifat—jika berupa sifat—dan tambahan huruf alif dan nun dengan syarat bentuk muanasnya tidak dengan huruf ta.