٢٠ - بَابُ إِقۡبَالِ الۡمَحِيضِ وَإِدۡبَارِهِ
20. Bab datang dan perginya haid
وَكُنَّ نِسَاءٌ يَبۡعَثۡنَ إِلَى عَائِشَةَ بِالدِّرَجَةِ فِيهَا الۡكُرۡسُفُ
فِيهِ الصُّفۡرَةُ، فَتَقُولُ: لَا تَعۡجَلۡنَ حَتَّى تَرَيۡنَ الۡقَصَّةَ
الۡبَيۡضَاءَ، تُرِيدُ بِذٰلِكَ الطُّهۡرَ مِنَ الۡحَيۡضَةِ. وَبَلَغَ ابۡنَةَ
زَيۡدِ بۡنِ ثَابِتٍ: أَنَّ نِسَاءً يَدۡعُونَ بِالۡمَصَابِيحِ مِنۡ جَوۡفِ
اللَّيۡلِ، يَنۡظُرۡنَ إِلَى الطُّهۡرِ، فَقَالَتۡ: مَا كَانَ النِّسَاءُ
يَصۡنَعۡنَ هَٰذَا، وَعَابَتۡ عَلَيۡهِنَّ.
Dahulu ada wanita-wanita yang mengirimkan secarik kain yang ada noda kuning
(bekas darah haid) kepada ‘Aisyah. Maka ‘Asyah berkata, “Jangan kalian
terburu-buru hingga kalian melihat al-qashshah al-baidha` (cairan bening yang keluar dari rahim setelah haid).”
Beliau maksudkan bahwa itu merupakan tanda suci dari haid.
Telah sampai kabar kepada putrinya Zaid bin Tsabit bahwa para wanita meminta
agar pelita-pelita dinyalakan di larut malam agar mereka bisa melihat tanda
kesucian. Maka putri Zaid bin Tsabit berkata, “Dahulu para wanita tidak
melakukan hal ini.” Dan dia mencela mereka.
٣٢٠ - حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ مُحَمَّدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفۡيَانُ، عَنۡ
هِشَامٍ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ عَائِشَةَ: أَنَّ فَاطِمَةَ بِنۡتَ أَبِي حُبَيۡشٍ
كَانَتۡ تُسۡتَحَاضُ، فَسَأَلَتِ النَّبِيَّ ﷺ فَقَالَ: (ذٰلِكِ عِرۡقٌ،
وَلَيۡسَتۡ بِالۡحَيۡضَةِ، فَإِذَا أَقۡبَلَتِ الۡحَيۡضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ،
وَإِذَا أَدۡبَرَتۡ فَاغۡتَسِلِي وَصَلِّي). [طرفه في:
٢٢٨].
320. ‘Abdullah bin Muhammad telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata:
Sufyan menceritakan kepada kami dari Hisyam, dari ayahnya, dari ‘Aisyah: Bahwa
Fathimah binti Abu Hubaisy dahulu mengalami istihadah, lalu dia bertanya
kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Lantas Nabi bersabda, “Itu hanya
darah dari urat dan bukan haid. Jadi apabila haid datang, maka tinggalkan
salat! Apabila sudah lewat, maka mandilah dan salatlah!”