٢٩٣ - حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ: حَدَّثَنَا يَحۡيَى، عَنۡ هِشَامِ بۡنِ عُرۡوَةَ
قَالَ: أَخۡبَرَنِي أَبِي قَالَ: أَخۡبَرَنِي أَبُو أَيُّوبَ قَالَ:
أَخۡبَرَنِي أُبَيُّ بۡنُ كَعۡبٍ أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِذَا
جَامَعَ الرَّجُلُ الۡمَرۡأَةَ فَلَمۡ يُنۡزِلۡ؟ قَالَ: (يَغۡسِلُ مَا مَسَّ
الۡمَرۡأَةَ مِنۡهُ، ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وَيُصَلِّي). قَالَ أَبُو عَبۡدِ اللهِ:
الۡغَسۡلُ أَحۡوَطُ، وَذَاكَ الۡأَخِيرُ، وَإِنَّمَا بَيَّنَّا
لِاخۡتِلَافِهِمۡ.
293. Musaddad telah menceritakan kepada kami: Yahya menceritakan kepada kami
dari Hisyam bin ‘Urwah. Beliau berkata: Ayahku mengabarkan kepadaku. Beliau
berkata: Abu Ayyub mengabarkan kepadaku. Beliau berkata:
Ubay bin Ka’b mengabarkan kepadaku bahwa beliau bertanya, “Wahai Rasulullah,
apabila seorang pria menjimak istrinya, namun tidak sampai mengeluarkan mani.
Bagaimana?”
Rasulullah menjawab, “Dia mencuci bagian tubuh yang terkena cairan dari farji
istri, kemudian dia berwudu, dan dia boleh salat.”
Abu ‘Abdullah berkata:
Mandi (meskipun tidak keluar mani) merupakan sikap yang lebih hati-hati dan
yang terakhir disyariatkan. Kami menjelaskannya hanya karena ada perselisihan
di antara sahabat dalam masalah ini.