الرَّابِعُ: (كَيۡ) أَيۡضًا تَنۡصِبُ الۡفِعۡلَ الۡمُضَارِعَ، فَإِذَا قُلۡتَ
لِشَخۡصٍ: (لِمَاذَا جِئۡتَ؟) فَقَالَ: (كَيۡ أَقۡرَأَ) نَقُولُ: (كَيۡ):
حَرۡفُ نَصۡبٍ يَنۡصِبُ الۡفِعۡلَ الۡمُضَارِعَ. (أَقۡرَأَ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ
مَنۡصُوبٌ بِـ(كَيۡ).
Keempat: كَيۡ juga me-nashb-kan fiil mudhari’. Ketika engkau bertanya kepada
seseorang, “لِمَاذَا جِئۡتَ؟ (Untuk apa engkau datang?)” Lalu dia menjawab,
“كَيۡ أَقۡرَأَ (Agar aku bisa membaca).” Kita katakan كَيۡ adalah huruf nashb
yang me-nashb-kan fiil mudhari’. أَقۡرَأَ fiil mudhari’ yang di-nashb dengan
كَيۡ.
هَٰذَا الَّذِي ذَهَبَ إِلَيۡهِ الۡمُؤَلِّفُ هُوَ الصَّحِيحُ. أَنَّ (كَيۡ)
تَنۡصِبُ بِنَفۡسِهَا؛ أَمَّا الۡبَصۡرِيُّونَ فَيَقُولُونَ: (كَيۡ) لَا
تَنۡصِبُ بِنَفۡسِهَا؛ لِأَنَّهَا حَرۡفُ جَرٍّ. فَـ(كَيۡ) نَقُولُ فِيهَا:
حَرۡفُ تَعۡلِيلٍ، وَالۡفِعۡلُ بَعۡدَهَا مَنۡصُوبٌ بِـ(أَنۡ). أَيۡ: كَيۡ
أَنۡ.
وَلَٰكِنِ الصَّحِيحُ مَا ذَهَبَ إِلَيۡهِ الۡمُؤَلِّفُ.
Ini pendapat yang dipegangi oleh mualif dan pendapat ini sahih. Yaitu bahwa
كَيۡ ini sendirilah yang me-nashb-kan.
Adapun para ulama nahwu dari Bashrah, mereka berpendapat bahwa كَيۡ tidak bisa
me-nashb-kan dengan sendirinya karena dia adalah huruf jarr. Jadi kita katakan
bahwa كَيۡ adalah huruf ta’lil (untuk menjelaskan alasan). Fiil setelahnya
di-nashb dengan أَنۡ. Maksudnya adalah كَيۡ أَنۡ.
Akan tetapi yang sahih adalah yang dipegangi oleh mualif.
فَنَقُولُ: (حَضَرۡتُ إِلَى الۡمَسۡجِدِ كَيۡ أُصَلِّيَ).
وَنَقُولُ: (حَضَرۡتُ إِلَى الۡمَدۡرَسَةِ كَيۡ أَدۡرُسَ). بِنَصۡبِ
(أُصَلِّيَ، وَأَدۡرُسَ) لِوُقُوعِهِمَا بَعۡدَ (كَيۡ).
Jadi kita katakan, “حَضَرۡتُ إِلَى الۡمَسۡجِدِ كَيۡ أُصَلِّيَ (Aku datang ke
masjid agar aku salat).” Kita katakan pula, “حَضَرۡتُ إِلَى الۡمَدۡرَسَةِ كَيۡ
أَدۡرُسَ (Aku datang ke sekolah supaya aku belajar).” Yakni dengan me-nashb
أُصَلِّيَ dan أَدۡرُسَ karena keduanya terletak setelah كَيۡ.
وَقَالَ تَعَالَى: ﴿لِّكَيۡلَا تَأۡسَوۡا۟ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمۡ﴾ [الحديد:
٢٣]، فَالۡفِعۡلُ (تَأۡسَوۡا) مَنۡصُوبٌ بِـ(كَيۡ)، وَعَلَامَةُ نَصۡبِهِ
حَذۡفُ النُّونِ لِأَنَّهُ مِنَ الۡأَفۡعَالِ الۡخَمۡسَةِ، وَالۡوَاوُ
فَاعِلٌ.
Allah taala berfirman, “لِّكَيۡلَا تَأۡسَوۡا۟ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمۡ (Agar
kalian tidak bersedih atas apa yang luput dari kalian).” (QS. Al-Hadid: 23).
Jadi fiil تَأۡسَوۡا di-nashb dengan كَيۡ. Tanda nashb-nya adalah dibuangnya
huruf nun karena dia termasuk fiil-fiil yang lima. Huruf wawu adalah
fa’il.
(أَسۡلَمۡتُ كَيۡ أَدۡخُلَ الۡجَنَّةَ) (أَسۡلَمۡتُ): فِعۡلٌ مَاضٍ، (كَيۡ):
تَعۡلِيلِيَّةٌ. (أَدۡخُلَ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَنۡصُوبٌ بِالۡحَرۡفِ
النَّاصِبِ (كَيۡ) وَعَلَامَةُ نَصۡبِهِ الۡفَتۡحَةُ فِي آخِرِهِ.
“أَسۡلَمۡتُ كَيۡ أَدۡخُلَ الۡجَنَّةَ (Aku berislam agar aku masuk janah).”
أَسۡلَمۡتُ adalah fiil madhi. كَيۡ bermakna agar. أَدۡخُلَ adalah fiil
mudhari’ yang di-nashb dengan huruf pe-nashb كَيۡ. Tanda nashb-nya adalah
harakat fatah di akhir kata.