Syekh 'Abdul Muhsin bin Hamad Al-'Abbad Al-Badr--hafizhahullah--dalam
Syarh Hadits Jibril fi Ta'lim Ad-Din berkata,
السَّادِسَةُ: فِي جَوَابِ ابۡنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا لِهَٰذَيۡنِ
السَّائِلَيۡنِ بَيَانُ خُطُورَةِ بِدۡعَةِ الۡقَوۡلِ بِنَفۡيِ الۡقَدَرِ
السَّابِقِ، قَالَ ابۡنُ رَجَبٍ فِي جَامِعِ الۡعُلُومِ وَالۡحِكَمِ
(١/١٠٣-١٠٤): (وَالۡإِيمَانُ بِالۡقَدَرِ عَلَى دَرَجَتَيۡنِ:
Keenam: Keterangan akan bahayanya bidah pendapat penafian takdir yang
terdahulu. Faedah ini ada di jawaban Ibnu ‘Umar—radhiyallahu ‘anhuma—kepada
dua orang penanya.
Ibnu Rajab di dalam Jami’ Al-‘Ulum wal-Hikam (1/103-104) berkata,
Iman terhadap takdir meliputi dua tingkatan:
إِحۡدَاهُمَا: الۡإِيمَانُ بِأَنَّ اللهَ تَعَالَى سَبَقَ فِي عِلۡمِهِ مَا
يَعۡمَلُهُ الۡعِبَادُ مِنۡ خَيۡرٍ وَشَرٍّ وَطَاعَةٍ وَمَعۡصِيَةٍ قَبۡلَ
خَلۡقِهِمۡ وَإِيجَادِهِمۡ، وَمَنۡ هُوَ مِنۡهُمۡ مِنۡ أَهۡلِ الۡجَنَّةِ،
وَمِنۡ أَهۡلِ النَّارِ، وَأَعَدَّ لَهُمُ الثَّوَابَ وَالۡعِقَابَ جَزَاءً
لِأَعۡمَالِهِمۡ قَبۡلَ خَلۡقِهِمۡ وَتَكۡوِينِهِمۡ، وَأَنَّهُ كَتَبَ ذٰلِكَ
عِنۡدَهُ وَأَحۡصَاهُ، وَأَنَّ أَعۡمَالَ الۡعِبَادِ تَجۡرِي عَلَى مَا سَبَقَ
فِي عِلۡمِهِ وَكِتَابِهِ.
Tingkatan pertama: beriman bahwa Allah taala sudah sejak dahulu mengetahui
segala perbuatan hamba, baik berupa kebaikan, keburukan, ketaatan, maupun
kemaksiatan, sebelum menciptakan mereka. Allah juga sudah tahu sejak dahulu
siapa saja di antara mereka yang termasuk penghuni janah dan yang termasuk
penghuni neraka. Allah telah mempersiapkan pahala dan hukuman untuk mereka
sebagai balasan amalan mereka sebelum menciptakan mereka. Juga beriman bahwa
Allah telah menulis dan mencatat hal itu semua di sisi-Nya, serta beriman
bahwa semua amalan hamba berjalan sesuai dengan ilmu dan catatan-Nya yang
terdahulu.
وَالدَّرَجَةُ الثَّانِيَةُ: أَنَّ اللهَ تَعَالَى خَلَقَ أَفۡعَالَ عِبَادِهِ
كُلَّهَا مِنَ الۡكُفۡرِ وَالۡإِيمَانِ وَالطَّاعَةِ وَالۡعِصۡيَانِ،
وَشَاءَهَا مِنۡهُمۡ، فَهَٰذِهِ الدَّرَجَةُ يُثۡبِتُهَا أَهۡلُ السُّنَّةِ
وَالۡجَمَاعَةِ، وَيُنۡكِرُهَا الۡقَدَرِيَّةُ، وَالدَّرَجَةُ الۡأُولَى
أَثۡبَتَهَا كَثِيرٌ مِنَ الۡقَدَرِيَّةِ، وَنَفَاهَا غُلَاتُهُمۡ، كَمَعۡبَدٍ
الۡجُهَنِيِّ، الَّذِي سُئِلَ ابۡنُ عُمَرَ عَنۡ مَقَالَتِهِ، وَكَعَمۡرِو بۡنِ
عُبَيۡدٍ وَغَيۡرِهِ.
Tingkatan kedua: beriman bahwa Allah taala menciptakan seluruh perbuatan
hamba-hamba-Nya. Baik berupa kekufuran, keimanan, ketaatan, ataupun
kemaksiatan. Allah menghendakinya dari mereka. Tingkatan ini ditetapkan oleh
ahli sunah waljamaah dan diingkari oleh kelompok Qadariyyah.
Adapun tingkatan pertama ditetapkan oleh sebagian besar kelompok Qadariyyah
dan dinafikan oleh kelompok ekstrem dari mereka, seperti Ma’bad Al-Juhani.
Dialah yang Ibnu ‘Umar ditanyai tentang ucapannya. Juga seperti ‘Amr bin
‘Ubaid dan selain dia.
وَقَدۡ قَالَ كَثِيرٌ مِنۡ أَئِمَّةِ السَّلَفِ: نَاظِرُوا الۡقَدَرِيَّةَ
بِالۡعِلۡمِ، فَإِنۡ أَقَرُّوا بِهِ خُصِمُوا، وَإِنۡ جَحَدُوهُ فَقَدۡ
كَفَرُوا. يُرِيدُونَ أَنَّ مَنۡ أَنۡكَرَ الۡعِلۡمَ الۡقَدِيمَ السَّابِقَ
بِأَفۡعَالِ الۡعِبَادِ وَأَنَّ اللهَ قَسَمَهُمۡ قَبۡلَ خَلۡقِهِمۡ إِلَى
شَقِيٍّ وَسَعِيدٍ، وَكَتَبَ ذٰلِكَ عِنۡدَهُ فِي كِتَابٍ حَفِيظٍ، فَقَدۡ
كَذَّبَ بِالۡقُرۡآنِ، فَيَكۡفُرُ بِذٰلِكَ، وَإِنۡ أَقَرُّوا بِذٰلِكَ
وَأَنۡكَرُوا أَنَّ اللهَ خَلَقَ أَفۡعَالَ عِبَادِهِ وَشَاءَهَا وَأَرَادَهَا
مِنۡهُمۡ إِرَادَةً كَوۡنِيَّةً قَدَرِيَّةً، فَقَدۡ خُصِمُوا؛ لِأَنَّ مَا
أَقَرُّوا بِهِ حُجَّةً عَلَيۡهِمۡ فِيمَا أَنۡكَرُوهُ، وَفِي تَكۡفِيرِ
هَٰؤُلَاءِ نِزَاعٌ مَشۡهُورٌ بَيۡنَ الۡعُلَمَاءِ، وَأَمَّا مَنۡ أَنۡكَرَ
الۡعِلۡمَ الۡقَدِيمَ، فَنَصَّ الشَّافِعِيُّ وَأَحۡمَدُ عَلَى تَكۡفِيرِهِ،
وَكَذٰلِكَ غَيۡرُهُمَا مِنۡ أَئِمَّةِ الۡإِسۡلَامِ).
Banyak dari kalangan imam salaf berkata, “Debatlah kelompok Qadariyyah dalam
prinsip pengetahuan Allah ini! Jika mereka mengakuinya, berarti mereka
terbantah. Namun, jika mereka menentangnya, mereka kafir.”
Mereka maksudkan bahwa barang siapa yang mengingkari ilmu Allah yang terdahulu
terhadap perbuatan-perbuatan hamba, mengingkari bahwa Allah telah membagi
mereka menjadi kelompok yang celaka dan kelompok yang berbahagia sebelum
menciptakan mereka, dan mengingkari bahwa Allah telah menulis itu semua di
sisi-Nya di dalam kitab yang dijaga (loh mahfuz), berarti dia telah
mendustakan Alquran. Akibatnya dia menjadi kafir dengan sebab itu.
Jika mereka menetapkan hal-hal itu, namun mereka mengingkari bahwa Allah telah
menciptakan perbuatan-perbuatan hamba-Nya dan bahwa Allah menghendakinya dari
mereka dengan iradah kauniyyah qadariyyah (kehendak Allah yang terkait dengan
ketetapan alam dan takdir-Nya), berarti mereka terbantah. Karena yang mereka
tetapkan malah menjadi hujah terhadap mereka dalam hal yang mereka ingkari.
Dalam hal pengafiran mereka ini ada perselisihan yang masyhur di antara para
ulama. Adapun orang yang mengingkari ilmu Allah yang terdahulu, Asy-Syafi’i
dan Ahmad menegaskan kekafiran orang tersebut. Begitu pula selain keduanya
dari kalangan imam agama Islam.