Syekh 'Abdul Muhsin bin Hamad Al-'Abbad Al-Badr--hafizhahullah--di dalam Syarh Hadits Jibril fi Ta'lim Ad-Din berkata,
الثَّالِثَةُ: الۡإِيمَانُ بِالۡكُتُبِ التَّصۡدِيقُ وَالۡإِقۡرَارُ بِكُلِّ
كِتَابٍ أَنۡزَلَهُ اللهُ عَلَى رَسُولٍ مِنۡ رُسُلِهِ، وَاعۡتِقَادٌ أَنَّهَا
حَقٌّ، وَأَنَّهَا مُنَزَّلَةٌ غَيۡرُ مَخۡلُوقَةٍ، وَأَنَّهَا مُشۡتَمِلَةٌ
عَلَى مَا فِيهِ سَعَادَةُ مَنۡ أُنۡزِلَتۡ إِلَيۡهِمۡ، وَأَنَّ مَنۡ أَخَذَ
بِهَا سَلِمَ وَظَفِرَ، وَمَنۡ أَعۡرَضَ عَنۡهَا خَابَ وَخَسِرَ، وَمِنۡ هٰذِهِ
الۡكُتُبِ مَا سُمِّيَ فِي الۡقُرۡآنِ، وَمِنۡهَا مَا لَمۡ يُسَمَّ، وَالَّذِي
سُمِّيَ مِنۡهَا فِي الۡقُرۡآنِ التَّوۡرَاةُ وَالۡإِنۡجِيلُ وَالزَّبُورُ
وَصُحُفُ إِبۡرَاهِيمَ وَمُوسَى،
Ketiga: iman kepada kitab-kitab artinya membenarkan dan mengakui seluruh kitab
suci yang Allah turunkan kepada seorang rasul di antara rasul-rasul-Nya;
meyakini bahwa kitab suci itu adalah kebenaran, diturunkan dan bukan
diciptakan. Kitab suci itu meliputi perkara yang mengandung kebahagiaan
orang-orang yang kitab itu diturunkan kepada mereka. Siapa saja yang berpegang
teguh dengannya akan selamat dan beruntung. Siapa saja yang berpaling darinya
akan gagal dan merugi.
Di antara kitab-kitab ini ada yang namanya disebutkan dalam Alquran dan ada
yang tidak. Kitab suci yang disebut namanya dalam Alquran adalah Taurat,
Injil, Zabur, dan suhuf Nabi Ibrahim dan Musa.
وَقَدۡ جَاءَ ذِكۡرُ صُحُفِ إِبۡرَاهِيمَ وَمُوسَى فِي مَوۡضِعَيۡنِ مِنَ
الۡقُرۡآنِ، فِي سُورَتَيِ النَّجۡمِ وَالۡأَعۡلَى، وَزَبُورُ دَاوُدَ جَاءَ
فِي الۡقُرۡآنِ فِي مَوۡضِعَيۡنِ، فِي النِّسَاءِ وَالۡإِسۡرَاءِ، قَالَ اللهُ
عَزَّ وَجَلَّ فِيهِمَا: ﴿وَءَاتَيۡنَا دَاوُۥدَ زَبُورًا﴾، وَأَمَّا
التَّوۡرَاةُ وَالۡإِنۡجِيلُ فَقَدۡ جَاءَ ذِكۡرُهُمَا فِي كَثِيرٍ مِنۡ سُوَرِ
الۡقُرۡآنِ، وَأَكۡثَرُهُمَا ذِكۡرًا التَّوۡرَاةُ، فَلَمۡ يُذۡكَرۡ فِي
الۡقُرۡآنِ رَسُولٌ مِثۡلُ مَا ذُكِرَ مُوسَى، وَلَمۡ يُذۡكَرۡ فِيهِ كِتَابٌ
مِثۡلُ مَا ذُكِرَ كِتَابُ مُوسَى، وَيَأۡتِي ذِكۡرُهُ بِلَفۡظِ(التَّوۡرَاةِ)،
وَ(الۡكِتَابِ)، وَ(الۡفُرۡقَانِ)، وَ(الضِّيَاءِ)، وَ(الذِّكۡرِ).
Suhuf Nabi Ibrahim dan Musa disebutkan di dua tempat Alquran. Yaitu di surah
An-Najm dan Al-A’la.
Zabur Nabi Dawud disebutkan di dua tempat dalam Alquran. Yaitu dalam surah
An-Nisa` dan Al-Isra`. Allah—‘azza wa jalla—berfirman di dua tempat tersebut,
“Kami berikan Zabur kepada Dawud.”
Adapun Taurat dan Injil, disebutkan di dalam banyak surah Alquran. Yang paling
sering disebutkan adalah Taurat. Tidak diceritakan di dalam Alquran seorang
rasul semisal cerita Nabi Musa. Tidak pula disebutkan suatu kitab suci seperti
disebutkannya kitab suci Nabi Musa. Kitab beliau disebutkan dengan lafaz
Taurat, Al-Kitab, Al-Furqan, Adh-Dhiya`, dan Adz-Dzikr.
وَمِمَّا يَمۡتَازُ بِهِ الۡقُرۡآنُ عَلَى غَيۡرِهِ مِنَ الۡكُتُبِ
السَّابِقَةِ أَنَّهُ يَجِبُ الۡإِيمَانُ بِهِ تَفۡصِيلًا، فَتُصَدَّقُ
أَخۡبَارُهُ، وَتُمۡتَثَلُ أَوَامِرُهُ، وَتُجۡتَنَبُ نَوَاهِيهِ،
وَيُتَعَبَّدُ اللهُ طَبَقًا لِمَا جَاءَ فِيهِ وَفيِ سُنَّةِ رَسُولِ اللهِ ﷺ،
وَأَنَّهُ الۡمُعۡجِزَةُ الۡخَالِدَةُ الَّتِي تُحَدِّي أَهۡلَ الۡفُصَاحَةِ
وَالۡبَلَاغَةِ عَلَى أَنۡ يَأۡتُوا بِسُورَةٍ مِثۡلِهِ، فَعَجِزُوا وَلَنۡ
يَسۡتَطِيعُوا، كَمَا قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿قُل لَّئِنِ ٱجۡتَمَعَتِ
ٱلۡإِنسُ وَٱلۡجِنُّ عَلَىٰٓ أَن يَأۡتُوا۟ بِمِثۡلِ هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانِ لَا
يَأۡتُونَ بِمِثۡلِهِۦ وَلَوۡ كَانَ بَعۡضُهُمۡ لِبَعۡضٍ ظَهِيرًا﴾.
Di antara keistimewaan Alquran dengan kitab suci sebelumnya adalah wajib
mengimani Alquran dengan rinci, sehingga berita-beritanya dibenarkan,
perintah-perintahnya dikerjakan, larangan-larangannya dijauhi, dan beribadah
kepada Allah sesuai dengan kandungan Alquran dan sunah Rasulullah—shallallahu
‘alaihi wa sallam—.
Selain itu, Alquran adalah mukjizat abadi yang para ahli bahasa dan sastrawan
ditantang untuk membuat sebuah surah semisal Alquran namun mereka tidak bisa
dan tidak akan mampu, sebagaimana Allah—’azza wa jalla—berfirman, “Katakanlah:
Jika manusia dan jin bersatu untuk membuat yang semisal Alquran ini, niscaya
mereka tidak bisa membuat yang semisalnya. Walaupun mereka saling membantu.”
وَيَمۡتَازُ أَيۡضًا بِتَكَفُّلِ اللهِ بِحِفۡظِهِ وَسَلَامَتِهِ مِنَ
التَّحۡرِيفِ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ
وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ﴾، وَيَمۡتَازُ بِنُزُولِهِ مُنَجَّمًا مُفَرَّقًا،
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَوۡلَا نُزِّلَ
عَلَيۡهِ ٱلۡقُرۡءَانُ جُمۡلَةً وَٰحِدَةً ۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِۦ
فُؤَادَكَ ۖ وَرَتَّلۡنَٰهُ تَرۡتِيلًا﴾.
Keistimewaan Alquran yang lain adalah tanggungan Allah untuk menjaga dan
menyelamatkannya dari perubahan. Allah—’azza wa jalla—berfirman, “Sesungguhnya
Kami yang menurunkan Alquran dan sesungguhnya Kami yang menjaganya.”
Alquran memiliki kekhususan diturunkan secara berangsur-angsur. Allah—’azza wa
jalla—berfirman, “Orang-orang yang kafir berkata: Mengapa Alquran itu tidak
diturunkan kepadanya dengan sekaligus? Demikianlah agar Kami meneguhkan hatimu
dengannya dan Kami membacakannya dengan tartil.”
وَكَوۡنُهُ مُهَيۡمِنًا عَلَى الۡكُتُبِ السَّابِقَةِ؛ قَالَ اللهُ عَزَّ
وَجَلَّ: ﴿وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا
بَيۡنَ يَدَيۡهِ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَمُهَيۡمِنًا عَلَيۡهِ ۖ﴾، فَهٰذِهِ الۡآيَةُ
تَدُلُّ عَلَى أَنَّ الۡقُرۡآنَ مُهَيۡمِنٌ عَلَى الۡكُتُبِ
السَّابِقَةِ،
Alquran adalah sebagai muhaimin (saksi) atas kitab-kitab suci sebelumnya.
Allah—‘azza wa jalla—berfirman, “Kami turunkan Alquran kepadamu dengan
kebenaran yang membenarkan kitab-kitab suci sebelumnya dan sebagai saksi
atasnya.”
Ayat ini menunjukkan bahwa Alquran adalah saksi atas kitab-kitab suci yang
sebelumnya.
وَسُنَّةُ رَسُولِ اللهِ شَارِحَةٌ لِلۡكِتَابِ وَمُوَضِّحَةٌ لَهُ، كَمَا
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلذِّكۡرَ لِتُبَيِّنَ
لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيۡهِمۡ وَلَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ﴾،
Sunah Rasulullah adalah penjabar dan penjelas Alquran, sebagaimana yang
Allah—‘azza wa jalla—firmankan, “Kami menurunkan Alquran kepadamu agar engkau
menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka dan agar mereka
mau berpikir.”
وَلَا بُدَّ مِنَ الۡعَمَلِ بِمَا جَاءَ فِي الۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَمَنۡ
كَفَرَ بِالسُّنَّةِ فَقَدۡ كَفَرَ بِالۡقُرۡآنِ، وَاللهُ عَزَّ وَجَلَّ فَرَضَ
الصَّلَوَاتِ الۡخَمۡسَ وَالزَّكَاةَ وَالصِّيَامَ وَالۡحَجَّ، وَبَيَانُهَا
وَبَيَانُ غَيۡرِهَا حَصَلَ بِالسُّنَّةِ، فَاللهُ قَدۡ أَمَرَ بِإِقَامِ
الصَّلَاةِ، وَبَيَّنَتِ السُّنَّةُ أَوۡقَاتَ تِلۡكَ الصَّلَوَاتِ وَعَدَدَ
رَكَعَاتِهَا، وَبَيَّنَتۡ كَيۡفِيَاتَهَا، وَقَالَ ﷺ: (صَلُّوا كَمَا
رَأَيۡتُمُونِي أُصَلِّي) رَوَاهُ الۡبُخَارِيُّ (٦٣١).
Wajib mengamalkan kandungan Alquran dan sunah. Siapa saja yang mengingkari
sunah, dia telah mengingkari Alquran.
Allah—‘azza wa jalla—mewajibkan salat lima waktu, zakat, siam, dan haji.
Penjelasannya dan penjelasan selain itu didapat dalam sunah.
Allah telah memerintahkan menegakkan salat. Sunah menjelaskan waktu-waktu
salat dan jumlah rakaatnya. Sunah juga menjelaskan tata caranya.
Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Salatlah kalian sebagaimana
kalian melihatku salat!” (HR.
Al-Bukhari nomor 631).
وَأَمَرَ بِإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَبَيَّنَتِ السُّنَّةُ شُرُوطَ وُجُوبِهَا،
وَأَنۡصِبَاءَهَا وَمَقَادِيرَهَا، وَأَمَرَ بِالصِّيَامِ، وَبَيَّنَتِ
السُّنَّةُ أَحۡكَامَهُ وَمُفَطِّرَاتِهِ.
Allah telah memerintahkan menunaikan zakat. Sunah menerangkan syarat-syarat,
wajib-wajibnya, nisabnya, dan ukurannya.
Allah telah memerintahkan siam. Sunah menerangkan hukum-hukumnya dan
pembatal-pembatalnya.
وَأَمَرَ بِالۡحَجِّ، وَبَيَّنَ الرَّسُولُ ﷺ كَيۡفِيَاتِهِ، وَقَالَ:
(لِتَأۡخُذُوا مَنَاسِكَكُمۡ، فَإِنِّي لَا أَدۡرِي لَعَلِّي لَا أَحُجُّ
بَعۡدَ حَجَّتِي هٰذِهِ) رَوَاهُ مُسۡلِمٌ (١٢٩٧).
Allah memerintahkan haji. Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—menerangkan
tata caranya dan bersabda, “Kalian ambillah manasik haji kalian dariku! Karena
aku tidak tahu bisa jadi aku tidak bisa haji lagi setelah hajiku sekarang
ini.” (HR.
Muslim nomor 1297).
وَالۡقُرۡآنُ وَمَا سُمِّيَ فِيهِ مِنَ الۡكُتُبِ وَمَا لَمۡ يُسَمِّ كُلُّ
ذٰلِكَ مِنۡ كَلَامِ اللهِ، فَاللهُ مُتَّصِفٌ بِصِفَةِ الۡكَلَامِ أَزَلًا
وَأَبَدًا، وَهُوَ مُتَكَلِّمٌ بِلَا ابۡتِدَاءٍ، وَيَتَكَلَّمُ بِلَا
انۡتِهَاءٍ؛ لِأَنَّهُ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى لَا بِدَايَةَ لَهُ وَلَا
نِهَايَةَ لَهُ، فَلَا بِدَايَةَ لِكَلَامِهِ وَلَا نِهَايَةَ لَهُ،
Alquran, kitab suci yang disebut namanya, dan yang tidak disebut namanya
semuanya dari kalam Allah. Allah tersifati dengan sifat kalam secara azali dan
abadi. Dia bisa berbicara tanpa permulaan dan akan terus bisa berbicara tanpa
pungkasan karena Dia—subhanahu wa ta’ala—tidak berpemulaan dan tidak
berkesudahan sehingga kalam-Nya pun tidak berpemulaan dan tidak berkesudahan.
وَصِفَةُ الۡكَلَامِ صِفَةٌ ذَاتِيَّةٌ فِعۡلِيَّةٌ، فَهِيَ ذَاتِيَّةٌ
بِاعۡتِبَارٍ أَنَّهُ لَا بِدَايَةَ لِلۡاِتِّصَافِ بِهَا، وَفِعۡلِيَّةٌ
لِكَوۡنِهَا تَتَعَلَّقُ بِالۡمَشِيئَةِ وَالۡإِرَادَةِ، فَكَلَامُهُ
مُتَعَلِّقٌ بِمَشِيئَتِهِ، يَتَكَلَّمُ إِذَا شَاءَ، كَيۡفَ شَاءَ، وَهُوَ
قَدِيمُ النَّوۡعِ، حَادِثُ الۡآحَادِ،
Sifat kalam Allah adalah sifat dzatiyyah sekaligus fi'liyyah (berupa
perbuatan). Dzatiyyah dilihat dari sisi bahwa Allah disifati dengannya tanpa
ada permulaannya. Fi'liyyah karena sifat kalam ini terkait dengan kehendak dan
kemauan. Jadi kalam Allah terkait dengan kehendak-Nya. Dia berbicara kapan
saja Dia mau dan dengan cara yang Dia mau. Jadi sifat kalam Allah itu qadim
an-nau' hadits al-ahad (sifat berbicara Allah sudah ada sejak dahulu,
sedangkan pembicaraan-Nya baru terjadi kapan saja Dia kehendaki).
وَقَدۡ كَلَّمَ مُوسَى فِي زَمَانِهِ، وَكَلَّمَ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا ﷺ
لَيۡلَةَ الۡمِعۡرَاجِ، وَيُكَلِّمُ أَهۡلَ الۡجَنَّةِ إِذَا دَخَلُوا
الۡجَنَّةَ، وَهٰذِهِ مِنۡ أَمۡثِلَةِ آحَادِ الۡكَلَامِ الَّتِي حَصَلَتۡ
وَتَحۡصُلُ فِي الۡأَزۡمَانِ الَّتِي شَاءَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ حُصُولَهَا
فِيهَا، وَاللهُ تَعَالَى يَتَكَلَّمُ بِحَرۡفٍ وَصَوۡتٍ، لَيۡسَ كَلَامُهُ
مَخۡلُوقًا وَلَا مَعۡنًى قَائِمًا بِالذَّاتِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى:
﴿وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكۡلِيمًا﴾، فَفِي هٰذِهِ الۡآيَةِ إِثۡبَاتُ
صِفَةِ الۡكَلَامِ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَأَنَّ كَلَامَهُ سَمِعَهُ مُوسَى
مِنۡهُ، وَقَوۡلُهُ: ﴿تَكۡلِيمًا﴾ تَأۡكِيدٌ لِحُصُولِ الۡكَلَامِ، وَأَنَّهُ
مِنۡهُ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى،
Allah telah berbicara dengan Nabi Musa di zamannya. Allah telah berbicara
dengan Nabi Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—di malam mikraj. Allah akan
berbicara dengan penghuni janah ketika mereka telah masuk janah. Ini adalah
contoh pembicaraan yang sudah terjadi dan akan terjadi di waktu-waktu yang
Allah—‘azza wa jalla—kehendaki terjadi pada waktunya.
Allah berbicara dengan huruf dan suara. Kalam-Nya bukan makhluk, bukan pula
berupa makna yang berdiri sendiri. Allah taala berfirman, “Allah benar-benar
telah berbicara kepada Musa.”
Di dalam ayat ini ada penetapan sifat kalam bagi Allah—‘azza wa jalla—dan
bahwa kalam-Nya didengar oleh Musa dari-Nya. Firman-Nya, “taklīman” menekankan
terjadinya pembicaraan tersebut dan bahwa pembicaraan itu berasal dari
Allah—subhanahu wa ta’ala—.
وَكَلَامُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا بِدَايَةَ لَهُ وَلَا نِهَايَةَ لَهُ،
فَلَا حَصۡرَ لَهُ، بِخِلَافِ كَلَامِ الۡمَخۡلُوقِ، فَإِنَّ لَهُ بِدَايَةً
وَلَهُ نِهَايَةً، فَيَكُونُ كَلَامُهُ مَحۡصُورًا، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ:
﴿قُل لَّوۡ كَانَ ٱلۡبَحۡرُ مِدَادًا لِّكَلِمَٰتِ رَبِّى لَنَفِدَ ٱلۡبَحۡرُ
قَبۡلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَٰتُ رَبِّى وَلَوۡ جِئۡنَا بِمِثۡلِهِۦ مَدَدًا﴾،
وَقَالَ: ﴿وَلَوۡ أَنَّمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ مِن شَجَرَةٍ أَقۡلَٰمٌ وَٱلۡبَحۡرُ
يَمُدُّهُۥ مِنۢ بَعۡدِهِۦ سَبۡعَةُ أَبۡحُرٍ مَّا نَفِدَتۡ كَلِمَٰتُ ٱللَّهِ
ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ﴾،
Kalam Allah—’azza wa jalla—tidak berpermulaan dan tidak berpungkasan, sehingga
tidak ada batasannya. Berbeda dengan ucapan makhluk, karena ucapannya
berpermulaan dan berpungkasan, sehingga ucapannya terbatasi. Allah—’azza wa
jalla—berfirman, “Katakanlah: Andai laut menjadi tinta untuk kalimat-kalimat
Tuhanku, niscaya laut akan habis sebelum kalimat-kalimat Tuhanku habis,
walaupun Kami datangkan semisal itu lagi.”
Allah juga berfirman, “Andai pepohonan yang ada di bumi menjadi pena dan
lautan sebagai tintanya ditambah tujuh lautan lagi, niscaya kalimat-kalimat
Allah tidak akan habis (ditulis). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”
فَفِي هَاتَيۡنِ الۡآيَتَيۡنِ إِثۡبَاتُ صِفَةِ الۡكَلَامِ لِلهِ عَزَّ
وَجَلَّ، وَأَنَّ كَلَامَهُ غَيۡرُ مَحۡصُورٍ؛ لِأَنَّ الۡبُحُورَ الزَّاخِرَةَ
وَلَوۡ ضُوعِفَتۡ أَضۡعَافًا مُضَاعَفَةً، وَكَانَتۡ مِدَادًا يُكۡتَبُ بِهِ
كَلَامُ اللهِ، وَكَانَ كُلُّ مَا فِي الۡأَرۡضِ مِنۡ شَجَرٍ أَقۡلَامًا
يُكۡتَبُ بِهَا، فَلَا بُدَّ أَنۡ تَنۡفَدَ الۡبُحُورُ وَالۡأَقۡلَامُ؛
لِأَنَّهَا مَخۡلُوقَةٌ مَحۡصُورَةٌ، وَلَا يَنۡفَدُ كَلَامُ اللهِ الَّذِي
هُوَ غَيۡرُ مَخۡلُوقٍ وَلَا مَحۡصُورٍ، وَالۡقُرۡآنُ مِنۡ كَلَامِ اللهِ،
وَالتَّوۡرَاةُ وَالۡإِنۡجِيلُ مِنۡ كَلَامِ اللهِ، وَكُلُّ كِتَابٍ أَنۡزَلَهُ
اللهُ فَهُوَ مِنۡ كَلَامِهِ، وَكَلَامُهُ غَيۡرُ مَخۡلُوقٍ، فَلَا يَحۡصُلُ
لَهُ الۡفَنَاءُ الَّذِي يَحۡصُلُ لِلۡمَخۡلُوقَاتِ، وَهُوَ صِفَةُ الۡخَالِقِ
الَّذِي لَا نِهَايَةَ لَهُ فَلَا يَنۡفَدُ كَلَامُهُ، وَالۡمَخۡلُوقُونَ
يَبِيدُونَ فَيَنۡفُدُ كَلَامُهُمۡ.
Di dalam dua ayat ini ada penetapan sifat kalam untuk Allah—‘azza wa jalla—dan
bahwa kalam-Nya tidak terbatas karena lautan yang penuh walaupun
dilipatgandakan berkali lipat digunakan sebagai tinta untuk menulis kalam
Allah, serta seluruh pohon yang ada di bumi sebagai pena untuk menuliskannya,
pasti lautan dan pena-pena itu akan habis. Karena itu semua adalah makhluk
yang terbatas, sedangkan kalam Allah yang bukan makhluk itu tidak akan habis
dan tidak terbatas.
Alquran termasuk kalam Allah. Taurat dan Injil termasuk kalam Allah. Seluruh
kitab yang Allah turunkan termasuk kalam-Nya. Kalam-Nya bukan makhluk sehingga
tidak akan mengalami kefanaan yang terjadi pada makhluk-makhluk. Kalam adalah
sifat Allah Yang Menciptakan yang tidak memiliki pungkasan sehingga kalam-Nya
tidak akan habis, sementara makhluk-makhluk tidak abadi sehingga kalam mereka
akan habis.