Cari Blog Ini

Definisi Iman

Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah (wafat 260 H) di dalam kitab Lum'atul I'tiqad berkata:

فَصۡلٌ فِي الۡإِيمَانِ
Pasal tentang Iman


١٦ - وَالۡإِيمَانُ قَوۡلٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالۡأَرۡكَانِ وَعَقۡدٌ بِالۡجَنَانِ، يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ وَيَنۡقُصُ بِالۡعِصۡيَانِ.

Iman adalah ucapan dengan lisan, amalan dengan anggota badan, dan keyakinan dengan hati; bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعۡبُدُوا اللهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤۡتُوا الزَّكَاةَ وَذٰلِكَ دِينُ الۡقَيِّمَةِ﴾ [البينة: ٥]. فَجَعَلَ عِبَادَةَ اللهِ تَعَالَى وَإِخۡلَاصَ الۡقَلۡبِ، وَإِقَامَ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ، كُلَّهُ مِنَ الدِّينِ.

Allah taala berfirman yang artinya, “Tidaklah mereka diperintah kecuali agar beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya..., menegaklan salat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5).

Allah menjadikan ibadah kepada Allah taala, mengikhlaskan kalbu, menegakkan salat, dan menunaikan zakat, semuanya itu termasuk agama.

وَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (الۡإِيمَانُ بِضۡعٌ وَسَبۡعُونَ شُعۡبَةً، أَعۡلَاهَا شَهَادَةُ أَنۡ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَأَدۡنَاهَا إِمَاطَةُ الۡأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ). فَجَعَلَ الۡقَوۡلَ وَالۡعَمَلَ مِنَ الۡإِيمَانِ.

Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Iman ada tujuh puluh sekian cabang. Yang tertingginya adalah syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah. Yang terendahnya adalah menghilangkan gangguan dari jalan.” (HR. Al-Bukhari nomor 9, Muslim nomor 35, dan Abu Dawud nomor 4676).

Beliau menyatakan ucapan dan amalan termasuk iman.

وَقَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿فَزَادَتۡهُمۡ إِيمَانًا﴾ [التوبة: ١٢٤]. ﴿لِيَزۡدَادُوا إِيمَانًا﴾ [الفتح: ٤].

Allah taala berfirman, “Maka hal itu menambah keimanan mereka.” (QS. At-Taubah: 124). “Agar mereka bertambah keimanannya.” (QS. Al-Fath: 4).

وَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (يَخۡرُجُ مِنَ النَّارِ مَنۡ قَالَ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَفِي قَلۡبِهِ مِثۡقَالُ بُرَّةٍ أَوۡ خَرۡدَلَةٍ أَوۡ ذَرَّةٍ مِنَ الۡإِيمَانِ) فَجَعَلَهُ مُتَفَاضِلًا.
Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Akan keluar dari neraka, siapa saja yang mengucapkan ‘tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah’ dan di dalam kalbunya ada iman seberat tepung atau biji sawi atau semut.” (HR. Al-Bukhari nomor 44 dan Muslim nomor 193). Beliau menjadikan iman bertingkat-tingkat.[1]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah di dalam kitab Syarh Lum'atil I'tiqad berkata:

[1] الۡإِيمَانُ:

Iman:

الۡإِيمَانُ لُغَةً: التَّصۡدِيقُ وَاصۡطِلَاحًا قَوۡلٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالۡأَرۡكَانِ وَعَقۡدٌ بِالۡجَنَانِ.

Iman secara bahasa adalah pembenaran.

Secara istilah adalah ucapan dengan lisan, amalan dengan anggota badan, dan keyakinan dengan hati.

مِثَالُ الۡقَوۡلِ: لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ.

وَمِثَالُ الۡعَمَلِ: الرُّكُوعُ.

وَمِثَالُ الۡعَقۡدِ: الۡإِيمَانُ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ، وَغَيۡرُ ذٰلِكَ مِمَّا يَجِبُ اعۡتِقَادُهُ.

Contoh ucapan adalah ucapan “tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah”. Contoh amalan adalah rukuk. Contoh keyakinan adalah iman kepada Allah dan para malaikat-Nya; serta keyakinan yang wajib selain itu.

وَالدَّلِيلُ عَلَى أَنَّ هٰذَا هُوَ الۡإِيمَانُ: قَوۡلُهُ تَعَالَى: ﴿وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعۡبُدُوا اللهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤۡتُوا الزَّكَاةَ وَذٰلِكَ دِينُ الۡقَيِّمَةِ﴾ [البينة: ٥]. فَجَعَلَ الۡإِخۡلَاصَ وَالصَّلَاةَ وَالزَّكَاةَ مِنَ الدِّينِ.

Dalil bahwa ini merupakan keimanan adalah firman Allah taala yang artinya, “Dan mereka tidaklah diperintah kecuali agar beribadah kepada Allah dengan memurnikan agama yang lurus untuk-Nya, menegakkan salat, menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5).

Allah menjadikan ikhlas, salat, dan zakat termasuk agama.

وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (الۡإِيمَانُ بِضۡعٌ وَسَبۡعُونَ شُعۡبَةً أَعۡلَاهَا شَهَادَةُ أَنۡ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَأَدۡنَاهَا إِمَاطَةُ الۡأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ). رَوَاهُ مُسۡلِمٌ بِلَفۡظِ: (فَأَفۡضَلُهَا قَوۡلُ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ) وَأَصۡلُهُ فِي الصَّحِيحَيۡنِ.

Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Iman ada tujuh puluh sekian cabang. Yang tertingginya adalah syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah. Yang terendahnya adalah mengenyahkan gangguan dari jalan.”

Diriwayatkan oleh Muslim dengan redaksi, “Yang paling afdalnya adalah ucapan tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah.” Asal hadis ini ada di dua kitab Shahih.

وَالۡإِيمَانُ يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ وَيَنۡقُصُ بِالۡمَعۡصِيَةِ لِقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿فَزَادَهُمۡ إِيمَانًا﴾ [آل عمران: ١٧٣]، ﴿لِيَزۡدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمۡ﴾ [الفتح: ٤].

Iman bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan berdasarkan firman Allah taala yang artinya, “Maka hal itu menambah keimanan mereka.” (QS. Ali ‘Imran: 173).

“Agar mereka bertambah imannya beserta keimanan mereka.” (QS. Al-Fath: 4).

وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (يَخۡرُجُ مِنَ النَّارِ مَنۡ قَالَ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَفِي قَلۡبِهِ مِثۡقَالُ بُرَّةٍ، أَوۡ خَرۡدَلَةٍ أَوۡ ذَرَّةٍ مِنۡ إِيمَانٍ) رَوَاهُ الۡبُخَارِيُّ بِنَحۡوِهِ. فَجَعَلَهُ النَّبِيُّ ﷺ مُتَفَاضِلًا وَإِذَا ثَبَتَتۡ زِيَادَتُهُ ثَبَتَ نَقۡصُهُ؛ لِأَنَّ مِنۡ لَازِمِ الزِّيَادَةِ أَنۡ يَكُونَ الۡمَزِيدُ عَلَيۡهِ نَاقِصًا عَنِ الزَّائِدِ.

Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Akan keluar dari neraka siapa saja yang mengucapkan ‘tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah’ dan di dalam kalbunya ada keimanan seberat gandum atau biji sawi atau semut.” Diriwayatkan oleh Al-Bukhari semisal hadis itu

Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—menjadikan iman bertingkat-tingkat. Apabila bertambahnya iman sudah pasti bisa terjadi, maka berkurangnya iman juga pasti. Karena termasuk konsekuensi dari adanya penambahan adalah bahwa sesuatu yang ditambahi tersebut sebelumnya adalah kurang dari tambahan itu.