٥٠ - بَابٌ ﴿وَاذۡكُرۡ فِي الۡكِتَابِ مَرۡيَمَ إِذِ انۡتَبَذَتۡ مِنۡ
أَهۡلِهَا﴾ [مريم: ١٦]
50. Bab “Ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Alquran, yaitu ketika dia
menjauhkan diri dari keluarganya” (QS. Maryam: 16)
فَنَبَذۡنَاهُ: أَلۡقَيۡنَاهُ: اعۡتَزَلَتۡ. ﴿شَرۡقِيًّا﴾ [مريم: ١٦] مِمَّا
يَلِي الشَّرۡقَ. ﴿فَأَجَاءَهَا﴾ [مريم: ٢٣] أَفۡعَلۡتُ مِنۡ جِئۡتُ،
وَيُقَالُ: أَلۡجَأَهَا اضۡطَرَّهَا.
Fanabażnāhu artinya Kami melemparnya. (Intabażat) artinya i’tazalat
(menjauhkan diri). “Syarqiyyan” (QS. Maryam: 16) artinya tempat di sebelah
timur. “Fa ajā’ahā” (QS. Maryam: 23) sesuai wazan af’ala dari kata jā’a. Ada
yang berpendapat “alja’ahā” artinya memaksanya.
﴿تَسَّاقَطۡ﴾ [مريم: ٢٥] تَسۡقُطۡ. ﴿قَصِيًّا﴾ [مريم: ٢٢] قَاصِيًا.
﴿فَرِيًّا﴾ [مريم: ٢٧] عَظِيمًا.
“Tassāqaṭ” (QS. Maryam: 25) artinya jatuh. “Qaṣiyyan” (QS. Maryam: 22) artinya
jauh. “Fariyyan” (QS. Maryam: 27) artinya besar.
قَالَ ابۡنُ عَبَّاسٍ: ﴿نِسۡيًا﴾ [مريم: ٢٣] لَمۡ أَكُنۡ شَيۡئًا. وَقَالَ
غَيۡرُهُ النِّسۡيُ الۡحَقِيرُ.
Ibnu ‘Abbas berkata, “nisyan” (QS. Maryam: 23) artinya aku bukan apa-apa.
Selain beliau berkata: an-nisyu adalah sesuatu yang hina.
وَقَالَ أَبُو وَائِلٍ: عَلِمَتۡ مَرۡيَمُ أَنَّ التَّقِيَّ ذُو نُهۡيَةٍ
حِينَ قَالَتۡ: ﴿إِنۡ كُنۡتَ تَقِيًّا﴾ [مريم: ١٨].
Abu Wa`il berkata: Maryam mengetahui bahwa orang yang bertakwa adalah yang
memiliki akal ketika beliau berkata, “In kunta taqiyyā” (QS. Maryam: 18).
قَالَ وَكِيعٌ، عَنۡ إِسۡرَائِيلَ، عَنۡ أَبِي إِسۡحَاقَ، عَنِ الۡبَرَاءِ:
﴿سَرِيًّا﴾ [مريم: ٢٤] نَهَرٌ صَغِيرٌ بِالسُّرۡيَانِيَّةِ.
Waki’ berkata, dari Isra`il, dari Abu Ishaq, dari Al-Bara`, “Sariyyan (QS.
Maryam: 24) adalah sungai kecil dalam bahasa Suryani.
٣٤٣٦ - حَدَّثَنَا مُسۡلِمُ بۡنُ إِبۡرَاهِيمَ: حَدَّثَنَا جَرِيرُ بۡنُ
حَازِمٍ، عَنۡ مُحَمَّدِ بۡنِ سِيرِينَ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ، عَنِ
النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: (لَمۡ يَتَكَلَّمۡ فِي الۡمَهۡدِ إِلَّا ثَلَاثَةٌ:
عِيسَى، وَكَانَ فِي بَنِي إِسۡرَائِيلَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ جُرَيۡجٌ، كَانَ
يُصَلِّي جَاءَتۡهُ أُمُّهُ فَدَعَتۡهُ، فَقَالَ أُجِيبُهَا أَوۡ أُصَلِّي؟
فَقَالَتِ: اللّٰهُمَّ لَا تُمِتۡهُ حَتَّى تُرِيَهُ وُجُوهَ الۡمُومِسَاتِ،
وَكَانَ جُرَيۡجٌ فِي صَوۡمَعَتِهِ، فَتَعَرَّضَتۡ لَهُ امۡرَأَةٌ
وَكَلَّمَتۡهُ فَأَبَى، فَأَتَتۡ رَاعِيًا فَأَمۡكَنَتۡهُ مِنۡ نَفۡسِهَا،
فَوَلَدَتۡ غُلَامًا، فَقَالَتۡ: مِنۡ جُرَيۡجٍ، فَأَتَوۡهُ فَكَسَرُوا
صَوۡمَعَتَهُ وَأَنۡزَلُوهُ وَسَبُّوهُ، فَتَوَضَّأَ وَصَلَّى ثُمَّ أَتَى
الۡغُلَامَ، فَقَالَ: مَنۡ أَبُوكَ يَا غُلَامُ؟ قَالَ: الرَّاعِي، قَالُوا:
نَبۡنِي صَوۡمَعَتَكَ مِنۡ ذَهَبٍ؟ قَالَ: لَا، إِلَّا مِنۡ طِينٍ.
3436. Muslim bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami: Jarir bin Hazim
menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah, dari
Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Beliau bersabda:
Tidak ada bayi yang bisa bicara ketika masih di buaian kecuali tiga bayi.
(Pertama) Nabi ‘Isa.
(Kedua) Dahulu ada seorang pria dari Bani Israil yang bernama Juraij. Dia
sedang salat ketika ibunya datang lalu memanggilnya. Juraij berkata dalam
hati, “Aku jawab ibuku atau aku tetap salat?”
(Juraij tetap salat) kemudian ibunya berkata, “Ya Allah, jangan matikan dia
sampai Engkau perlihatkan wajah wanita pezina kepadanya.”
Juraij biasa berada di dalam biaranya. Seorang wanita datang ke hadapan
Juraij. Dia merayu Juraij, namun Juraij tidak mau. Lalu wanita itu mendatangi
seorang penggembala, lalu menyerahkan dirinya kepada penggembala tersebut
sehingga di kemudian hari wanita itu melahirkan bayi. Wanita itu berkata
(kepada orang-orang), “(Bayi ini) dari Juraij.”
Orang-orang mendatangi Juraij dan meruntuhkan biaranya. Mereka memaksa Juraij
turun dan mencelanya. Juraij berwudu, salat, lalu mendatangi si bayi kemudian
bertanya, “Siapakah ayahmu, wahai bayi?”
Si bayi menjawab, “Si penggembala.”
Orang-orang berkata, “Bagaimana jika kami membangun kembali biaramu dari
emas?”
Juraij berkata, “Tidak usah dibangun kecuali dari tanah.”
وَكَانَتِ امۡرَأَةٌ تُرۡضِعُ ابۡنًا لَهَا مِنۡ بَنِي إِسۡرَائِيلَ، فَمَرَّ
بِهَا رَجُلٌ رَاكِبٌ ذُو شَارَةٍ، فَقَالَتِ: اللّٰهُمَّ اجۡعَلِ ابۡنِي
مِثۡلَهُ، فَتَرَكَ ثَدۡيَهَا وَأَقۡبَلَ عَلَى الرَّاكِبِ، فَقَالَ:
اللّٰهُمَّ لَا تَجۡعَلۡنِي مِثۡلَهُ، ثُمَّ أَقۡبَلَ عَلَى ثَدۡيِهَا
يَمَصُّهُ - قَالَ أَبُو هُرَيۡرَةَ: كَأَنِّي أَنۡظُرُ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ
يَمَصُّ إِصۡبَعَهُ - ثُمَّ مُرَّ بِأَمَةٍ، فَقَالَتِ: اللّٰهُمَّ لَا
تَجۡعَلِ ابۡنِي مِثۡلَ هٰذِهِ، فَتَرَكَ ثَدۡيَهَا، فَقَالَ: اللّٰهُمَّ
اجۡعَلۡنِي مِثۡلَهَا، فَقَالَتۡ: لِمَ ذَاكَ؟ فَقَالَ: الرَّاكِبُ جَبَّارٌ
مِنَ الۡجَبَابِرَةِ، وَهٰذِهِ الۡأَمَةُ يَقُولُونَ: سَرَقۡتِ زَنَيۡتِ،
وَلَمۡ تَفۡعَلۡ). [طرفه في: ١٢٠٦].
(Ketiga) Dahulu ada seorang wanita dari bani Israil sedang menyusui putranya.
Lalu ada seorang pria berkendara yang berwibawa melewatinya. Wanita itu
berkata, “Ya Allah, jadikan putraku seperti dia.”
Putranya berhenti menyusu dan melihat ke arah si pengendara, lalu berkata, “Ya
Allah, jangan jadikan aku seperti dia.” Kemudian dia kembali menyusu.
Abu Hurairah berkata: Seakan-akan aku melihat Nabi—shallallahu ‘alaihi wa
sallam—mengisap jarinya.
Kemudian ada seorang budak wanita lewat. Wanita itu berkata, “Ya Allah, jangan
jadikan putraku seperti dia.”
Putranya berhenti menyusu lalu berkata, “Ya Allah, jadikan aku seperti dia.”
Wanita itu bertanya, “Mengapa begitu?”
Putranya menjawab, “Si pengendara tadi adalah seorang yang sombong, sedangkan
budak wanita ini dituduh mencuri dan berzina padahal dia tidak melakukannya.”