Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah (wafat 260 H) di dalam kitab
Lum'atul I'tiqad berkata:
فَصۡلٌ فِي السَّمۡعِيَّاتِ
Pasal tentang As-Sam’iyyat
١٧ - وَيَجِبُ الۡإِيمَانُ بِكُلِّ مَا أَخۡبَرَ بِهِ النَّبِيُّ ﷺ وَصَحَّ بِهِ النَّقۡلُ عَنۡهُ فِيمَا شَهِدۡنَاهُ أَوۡ غَابَ عَنَّا نَعۡلَمُ أَنَّهُ حَقٌّ وَصِدۡقٌ، سَوَاءٌ فِي ذٰلِكَ مَا عَقَلۡنَاهُ وَجَهِلۡنَاهُ، وَلَمۡ نَطَّلِعۡ عَلَى حَقِيقَةِ مَعۡنَاهُ. 17.
Wajib mengimani seluruh yang dikabarkan oleh Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan yang sahih dinukilkan dari beliau baik yang kita saksikan ataupun tidak. Kita mengetahui bahwa kabar itu merupakan kebenaran dan kejujuran. Sama saja baik kita memahaminya atau tidak memahaminya dan belum mengetahui hakikat maknanya.[1]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah di dalam kitab
Syarh Lum'atil I'tiqad berkata:
[1]
فَصۡلٌ فِي السَّمۡعِيَّاتِ:
Pasal tentang as-sam’iyyat:
السَّمۡعِيَّاتُ كُلُّ مَا ثَبَتَ بِالسَّمۡعِ أَيۡ بِطَرِيقِ الشَّرۡعِ
وَلَمۡ يَكُنۡ لِلۡعَقۡلِ فِيهَا مَدۡخَلٌ وَكُلُّ مَا ثَبَتَ عَنِ النَّبِيِّ
ﷺ مِنۡ أَخۡبَارٍ فَهِيَ حَقٌّ يَجِبُ تَصۡدِيقُهُ، سَوَاءٌ شَاهَدۡنَاهُ
بِحَوَاسِّنَا أَوۡ غَابَ عَنَّا، وَسَوَاءٌ أَدۡرَكۡنَاهُ بِعُقُولِنَا أَمۡ
لَمۡ نُدۡرِكۡهُ لِقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿إِنَّا أَرۡسَلۡنَاكَ بِالۡحَقِّ
بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَا تُسۡأَلُ عَنۡ أَصۡحَابِ الۡجَحِيمِ﴾ [البقرة:
١١٩].
As-Sam’iyyat adalah seluruh kabar yang pasti autentik melalui pendengaran.
Yakni: melalui jalur syariat dan tidak ada jalan masuk bagi akal. Seluruh yang
pasti dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—berupa kabar-kabar, merupakan
kebenaran yang wajib dibenarkan, sama saja apakah kabar tersebut bisa kita
saksikan dengan panca indra atau tidak. Sama saja baik bisa kita jangkau
dengan akal kita atau tidak. Ini berdasarkan firman Allah taala, “Sesungguhnya
Kami mengutus engkau dengan kebenaran sebagai pemberi kabar gembira dan
peringatan. Dan engkau tidak diminta (pertanggungjawaban) tentang para
penghuni neraka.” (QS. Al-Baqarah: 119).