Cari Blog Ini

Syarh Al-Ajurrumiyyah - Jenis Kalam

قَالَ ابۡنُ آجُرُّوم: وَأَقۡسَامُهُ ثَلَاثَةٌ: اسۡمٌ، وَفِعۡلٌ، وَحَرۡفٌ جَاءَ لِمَعۡنًى
Ibnu Ajurrum berkata: Jenis kalam ada tiga: isim, fiil, dan huruf yang datang untuk suatu makna.
قَالَ الشَّيۡخُ مُحَمَّدُ بۡنُ صَالِحٍ الۡعُثَيۡمِينُ: أَقۡسَامُ الۡكَلَامِ:
قَوۡلُهُ: (وَأَقۡسَامُهُ ثَلَاثَةٌ: اسۡمٌ، وَفِعۡلٌ، وَحَرۡفٌ جَاءَ لِمَعۡنًى).
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin menjelaskan:
Jenis-jenis kalam. Ucapan beliau, “Jenis kalam ada tiga: isim, fiil, dan huruf yang datang untuk suatu makna.”
أَقۡسَامُ الۡكَلَامِ ثَلَاثَةٌ، وَالۡحَصۡرُ يَحۡتَاجُ إِلَى تَوۡقِيفٍ، فَإِذَا قَالَ قَائِلٌ: مَا الدَّلِيلُ عَلَى أَنَّ أَقۡسَامَ الۡكَلَامِ ثَلَاثَةٌ؟ هَلۡ فِي الۡقُرۡآنِ مَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ أَقۡسَامَ الۡكَلَامِ ثَلَاثَةٌ؟ أَوۡ فِي السَّنَّةِ مَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ أَقۡسَامَ الۡكَلَامِ ثَلَاثَةٌ؟ أَوۡ فِي الۡإِجۡمَاعِ مَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ أَقۡسَامَ الۡكَلَامِ ثَلَاثَةٌ؟ أَوۡ فِي الۡقِيَاسِ مَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ أَقۡسَامَ الۡكَلَامِ ثَلَاثَةٌ؟
قُلۡنَا: لَيۡسَ فِي الۡكِتَابِ، وَلَا السُّنَّةِ، وَلَا الۡإِجۡمَاعِ، وَلَا الۡقِيَاسِ، لِأَنَّ هٰذِهِ الۡأَدِلَّةَ إِنَّمَا نَحۡتَاجُ إِلَيۡهَا فِي إِثۡبَاتِ الۡأَحۡكَامِ الشَّرۡعِيَّةِ، أَمَّا النَّحۡوُ فَلَا يُحۡتَاجُ إِلَى هٰذَا، لٰكِنۡ لِلۡعُلَمَاءُ دَلِيلٌ عَلَى انۡحِصَارِ أَقۡسَامِهِ فِي ثَلَاثَةٍ، وَهُوَ التَّتَبُّعُ وَالۡاسۡتِقۡرَاءُ، يَعۡنِي: أَنَّ الۡعُلَمَاءَ –رَحِمَهُمُ اللهُ- تَتَبَّعُوا كَلَامَ الۡعَرَبِ فَوَجَدُوا أَنَّهُ لَا يَخۡرُجُ عَنۡ هٰذِهِ الۡأَقۡسَامِ الثَّلَاثَةِ: اسۡمٌ، وَفِعۡلٌ، وَحَرۡفٌ.
Jenis kalam ada tiga. Pembatasan tiga ini membutuhkan suatu argumen. Jika ada yang bertanya: Apa dalil yang menunjukkan bahwa jenis kalam ada tiga? Apakah di dalam Alquran ada yang menunjukkan bahwa jenis kalam ada tiga? Atau apakah di dalam sunah ada yang menunjukkan bahwa jenis kalam ada tiga? Ataukah di dalam ijmak ada yang menunjukkan bahwa jenis kalam ada tiga? Atau di dalam kias adakah yang menunjukkan bahwa jenis kalam ada tiga?
Kita katakan: Tidak ada di dalam Alquran, sunah, ijmak, dan kias. Karena dalil-dalil ini hanya kita butuhkan dalam menetapkan hukum-hukum syariat. Adapun ilmu nahwu, maka tidak diambil argumen dari ini. Namun, para ulama memiliki dalil atas pembatasan jenis kalam menjadi tiga, yaitu pengamatan dan penelitian. Yakni, bahwa para ulama –semoga Allah merahmati mereka- mengamati ucapan orang Arab, lalu mereka mendapati bahwa ucapan mereka tidak keluar dari tiga jenis ini: isim, fiil, dan huruf.
فَإِذَا قُلۡتُ: (صَهۡ) هُوَ اسۡمُ فِعۡلٍ، أَيۡ إِنَّهُ لَا يَخۡرُجُ عَنۡ كَوۡنِهِ اسۡمًا، فَالۡاسۡمُ يَشۡمُلُ الۡاسۡمَ الۡخَالِصَ، وَاسۡمَ الۡفِعۡلِ.
وَالۡمُؤَلِّفُ –رَحِمَهُ اللهُ- نَظَرًا لِكَوۡنِ كِتَابِهِ مُخۡتَصَرًا وَلِلۡمُبۡتَدِئِينَ لَمۡ يَحُدَّ الۡاسۡمَ بِاسۡمِهِ الۡخَاصِّ يَعۡنِي: لَمۡ يَحُدَّهُ بِالرَّسۡمِ، لٰكِنۡ حَدَّهُ بِالۡحُكۡمِ وَالۡعَلَامَةِ، فَالۡاسۡمُ –مَثَلًا- بَعۡضُ النَّحۡوِيِّينَ يَقُولُ: (هُوَ مَا دَلَّ عَلَى مَعۡنًى فِي نَفۡسِهِ غَيۡرِ مُقۡتَرِنٍ بِأَحَدِ الۡأَزۡمِنَةِ الثَّلَاثَةِ). وَالۡفِعۡلُ: (مَا دَلَّ عَلَى مَعۡنًى فِي نَفۡسِهِ مُقۡتَرِنٍ بِأَحَدٍ الۡأَزۡمِنَةِ الثَّلَاثَةِ)، وَالۡحَرۡفُ: (مَا لَيۡسَ لَهُ مَعۡنًى فِي نَفۡسِهِ، وَإِنَّمَا يَظۡهَرُ مَعۡنَاهُ فِي غَيۡرِهِ). لٰكِنۡ هٰذَا فِي الۡحَقِيقَةِ مَعَ صُعُوبَتِهِ عَلَى الۡمُبۡتَدِئِ فَائِدَتُهُ قَلِيلَةٌ، أَمَّا تَعۡرِيفُهُ بِالۡعَلَامَةِ فَهُوَ أَسۡهَلُ لِلۡمُبۡتَدِئِ.
Jika engkau katakan “صَهۡ (Diamlah!)”, adalah isim fiil. Yakni, ia tidak keluar dari bentuknya sebagai isim. Karena isim meliputi isim yang murni dan isim fiil.
Penulis –semoga Allah merahmatinya- karena memandang bahwa kitab beliau adalah kitab yang ringkas dan untuk pemula, maka beliau tidak membatasi isim dengan namanya yang khusus. Yakni, beliau tidak membatasinya dengan gambarannya, tetapi beliau membatasinya dengan hukum dan tanda.
Sebagai contoh, sebagian ahli nahwu mengatakan bahwa:
  • Isim adalah kata yang menunjukkan kepada suatu makna dalam kata itu sendiri tanpa dikaitkan dengan salah satu dari tiga waktu.
  • Fiil adalah kata yang menunjukkan suatu makna dalam kata itu sendiri yang dikaitkan dengan salah satu dari tiga waktu.
  • Huruf adalah kata yang tidak memiliki makna dalam kata itu sendiri. Maknanya hanya muncul pada kata lain.
Namun, ini sesungguhnya selain sulit bagi pemula, juga sedikit faedahnya. Adapun pengertiannya dengan tanda, hal itu lebih mudah bagi pemula.
لِأَنَّ الۡحُرُوفَ مِنۡهَا شَيۡءٌ لَا مَعۡنَى لَهُ، وَمِنۡهَا شَيۡءٌ لَهُ مَعۡنًى، فَمَثَلًا (ال) فِي قَوۡلِكَ: (الۡقَمَرُ) حَرۡفٌ، لِأَنَّ الۡاسۡمَ هُوَ كَلِمَةُ (قَمَر) فَقَطۡ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿تَبَارَكَ ٱلَّذِى جَعَلَ فِى ٱلسَّمَآءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَ‌ٰجًا وَقَمَرًا مُّنِيرًا﴾ [الفرقان: ٦١]، فَـ(قَمَر) هُوَ الۡاسۡمُ، إِذَا قُلۡتَ: (الۡقَمَر) فَـ(ال) لَا مَعۡنًى لَهَا فِي ذَاتِهَا، فَلَا أَفَادَتِ اسۡتِفۡهَامًا، وَلَا أَفَادَتۡ تَحۡقِيقًا، وَلَا أَفَادَتۡ شَيۡئًا، فَهِيَ إِذَنۡ حَرۡفٌ لَمۡ يَأۡتِي لِمَعۡنًى، وَقَدۡ نَقُولُ: بَلۡ هِيَ حَرۡفٌ جَاءَ لِمَعۡنًى، إِذَا جَاءَتۡ لِلۡعَهۡدِ الذِّهۡنِيِّ، أَوِ الۡعَهۡدِ الذِّكۡرِي.
Karena ada sebagian huruf yang tidak memiliki makna dan ada sebagian yang memiliki makna. Misal huruf alif lam dalam ucapanmu “الۡقَمَر (Bulan)” adalah huruf karena isim adalah kata “قَمَر” saja. Allah taala berfirman, “تَبَارَكَ ٱلَّذِى جَعَلَ فِى ٱلسَّمَآءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَ‌ٰجًا وَقَمَرًا مُّنِيرًا” (QS. Al-Furqan: 61). Jadi, “قَمَر” adalah isim. Jika engkau katakan “الۡقَمَر”, maka alif lam tidak mempunyai makna tersendiri. Alif lam tidak memberi faedah pertanyaan, tidak pula memberi faedah penetapan, dan tidak memberi faedah apapun. Sehingga huruf alif lam berarti huruf yang tidak datang untuk suatu makna.
Namun terkadang kita katakan: Huruf alif lam adalah huruf yang datang untuk suatu makna, jika ia datang untuk ‘ahd adz-dzihn (yaitu: jika isim setelahnya, telah diketahui dalam pikiran) atau ‘ahd adz-dzikr (yaitu: jika isim setelahnya, telah disebutkan dalam kalimat sebelumnya). 
وَكَلِمَةُ (قَدۡ) مُكَوَّنَةٌ مِنَ الۡقَافِ وَالدَّالِ، وَالۡقَافُ وَحۡدَهَا لَيۡسَتۡ حَرۡفًا، وَالدَّالُ وَحۡدَهَا لَيۡسَتۡ حَرۡفًا؛ لِأَنَّهَا لَمۡ تَأۡتِ لِمَعۡنًى، لٰكِنۡ (قَدۡ) جَمِيعًا حَرۡفٌ؛ لِأَنَّهَا جَاءَتۡ لِمَعۡنًى، وَهِيَ حَرۡفُ تَحۡقِيقٍ، فَصَارَتۡ بِذٰلِكَ حَرۡفًا؛ لِأَنَّهَا جَاءَتۡ لِمَعۡنًى.
إِذَنۡ الۡحُرُوفُ الَّتِي تَتَكَوَّنُ مِنۡهَا الۡكَلِمَةَ لَيۡسَتۡ مِنَ الۡكَلَامِ، لِأَنَّ الۡحَرۡفَ لَمۡ يَأۡتِ لِمَعۡنًى.
Kata “قَدۡ” tersusun dari huruf qaf dan dal. Huruf qaf secara tersendiri bukanlah suatu huruf dan huruf dal secara tersendiri bukanlah suatu huruf karena ia tidak datang untuk suatu makna. Tetapi “قَدۡ” secara keseluruhan adalah sebuah huruf karena ia datang untuk suatu makna, yaitu huruf tahqiq (penetapan). Sehingga قَدۡ menjadi sebuah huruf karena ia datang untuk suatu makna.
Maka, huruf-huruf yang menyusun suatu kata bukanlah termasuk kalam karena satu huruf tidak datang untuk suatu makna.
وَكَلِمَةُ (زَيۡد) تُتَكَوَّنُ مِنۡ زَايٍ وَيَاءٍ وَدَالٍ، فَالزَّايُ لَيۡسَتۡ حَرۡفًا فِي الۡاصۡطِلَاحِ؛ لِأَنَّهَا لَمۡ تَأۡتِ لِمَعۡنًى، وَالۡيَاءُ فِي (زَيۡد) لَيۡسَتۡ حَرۡفًا فِي الۡاصۡطِلَاحِ؛ لِأَنَّهَا لَمۡ تَأۡتِ لِمَعۡنًى، وَالدَّالُ فِي (زَيۡد) لَيۡسَتۡ حَرۡفًا فِي الۡاصۡطِلَاحِ؛ لِأَنَّهَا لَمۡ تَأۡتِ لِمَعۡنًى.
إِذَنۡ (ال) نَقُولُ: إِنَّهَا حَرۡفٌ؛ لِأَنَّهَا جَاءَتۡ لِمَعۡنًى.
Kata “زَيۡد (Zaid)” tersusun dari huruf zai, ya, dan dal. Huruf zai bukanlah huruf secara istilah, karena ia tidak datang untuk suatu makna. Huruf ya pada “زَيۡد” juga bukan huruf secara istilah, karena ia tidak datang untuk suatu makna. Huruf dal dalam “زَيۡد” juga bukan huruf secara istilah, karena ia tidak datang untuk suatu makna.
Maka, huruf alif lam kita katakan bahwa ia adalah huruf karena ia datang untuk suatu makna.
وَتَقُولُ: (سالم)، فَهٰذَا اسۡمٌ فِيهِ أَرۡبَعَةُ حُرُوفٍ: (سِينٌ، أَلِفٌ، لَامٌ، مِيمٌ)، فَالسِّينُ لَيۡسَتۡ حَرۡفًا؛ لِأَنَّهَا لَمۡ تَأۡتِ لِمَعۡنًى، وَالۡأَلِفُ لَيۡسَتۡ حَرۡفًا؛ لِأَنَّهَا لَمۡ تَأۡتِ لِمَعۡنًى، وَاللَّامُ لَيۡسَتۡ حَرۡفًا؛ لِأَنَّهَا لَمۡ تَأۡتِ لِمَعۡنًى، وَالۡمِيمُ لَيۡسَتۡ حَرۡفًا؛ لِأَنَّهَا لَمۡ تَأۡتِ لِمَعۡنًى.
Kalau engkau katakan “سالم” maka ini adalah isim yang mengandung empat huruf: sin, alif, lam, dan mim. Huruf sin semata di sini bukan huruf karena ia tidak datang untuk suatu makna. Huruf alif bukan huruf karena ia tidak datang untuk suatu makna. Huruf lam bukan huruf karena ia tidak datang untuk suatu makna. Huruf mim bukan huruf karena ia tidak datang untuk suatu makna.
لٰكِنَّ السِّينَ قَدۡ تَكُونُ حَرۡفًا فِي غَيۡرِ هٰذَا التَّرۡكِيبِ، مِثۡلُ (سَيَقُومُ زَيۡدٌ) فَالسِّينُ هُنَا حَرۡفٌ؛ لِأَنَّهَا جَاءَتۡ لِمَعۡنًى، وَهُوَ التَّنۡفِيسُ.
Akan tetapi, huruf sin terkadang merupakan huruf di selain susunan ini. Contoh “سَيَقُومُ زَيۡدٌ (Zaid akan berdiri).” Huruf sin di sini adalah huruf karena ia datang untuk suatu makna, yaitu tanfis (masa mendatang yang dekat).”
وَكَذٰلِكَ الۡأَلِفُ قَدۡ تَكُونُ فِي بَعۡضِ الۡأَحۡيَانِ هَمۡزَةَ اسۡتِفۡهَامٍ، وَبِهٰذَا تَكُونُ حَرۡفًا؛ لِأَنَّهَا جَاءَتۡ لِمَعۡنًى.
Demikian pula huruf alif terkadang pada sebagian keadaan menjadi huruf hamzah istifham (pertanyaan), sehingga ia menjadi huruf karena ia datang untuk suatu makna.
وَاللَّامُ قَدۡ تَكُونُ حَرۡفًا فِي الۡاصۡطِلَاحِ إِذَا جَاءَتۡ حَرۡفَ جَرٍّ مَثَلًا، كَمَا فِي قَوۡلِكَ: (الۡمَالُ لِزَيۡدٍ).
Huruf lam terkadang menjadi huruf secara istilah, contohnya jika ia datang sebagai huruf jarr seperti dalam ucapanmu “الۡمَالُ لِزَيۡدٍ (Harta itu milik Zaid).”
وَالۡمِيمُ تَكُونُ حَرۡفًا فِي الۡاصۡطِلَاحِ إِذَا دَلَّتۡ عَلَى الۡجَمۡعِ.
Huruf mim bisa menjadi huruf secara istilah ketika menunjukkan jamak.
وَعَلَى كُلِّ حَالٍ، يَجِبُ أَنۡ نَعۡرِفَ أَنَّ قَوۡلَهُ: (حَرۡفٌ جَاءَ لِمَعۡنًى) يَقۡصِدُ بِهِ الۡحَرۡفَ الَّذِي لَمۡ يَأۡتِ لِمَعۡنًى، بَلۡ هُوَ مِنۡ بِنۡيَةِ الۡكَلِمَةِ، مِثۡلُ السِّينِ فِي (سالم)، وَاللَّامِ فِيهِ أَيۡضًا، وَالدَّالِ فِي (زَيۡد)، وَالۡحَاءِ فِي (مُحَمَّدٍ).
Bagaimanapun keadaannya, kita wajib mengetahui bahwa ucapan Ibnu Ajurrum “حَرۡفٌ جَاءَ لِمَعۡنًى (Huruf yang datang untuk suatu makna)”, beliau mengeluarkan huruf yang tidak datang untuk suatu makna dan merupakan unsur sebuah kata. Misal huruf sin dalam سَالِم, huruf lam dalam سَالِم pula, huruf dal dalam زَيۡد, dan huruf ha dalam مُحَمَّد.