عَلَامَةُ الۡحَرۡفِ:
Tanda-tanda huruf:
ثُمَّ قَالَ: (وَالۡحَرۡفُ مَا لَا يَصۡلُحُ مَعَهُ دَلِيلُ الۡاسۡمِ، وَلَا دَلِيلُ الۡفِعۡلِ).
Kemudian Ibnu Ajurrum berkata, “Harf (huruf) adalah kata yang tidak terdapat tanda isim dan tanda fiil.”
كُلُّ كَلِمَةٍ تَعۡرِضُ عَلَيۡهَا دَلِيلَ الۡاسۡمِ وَلَا تَقۡبَلُهُ، وَتَعۡرِضُ عَلَيۡهَا دَلِيلَ الۡفِعۡلِ وَلَا تَقۡبَلُهُ، فَهِيَ حَرۡفٌ، فَالۡحَرۡفُ هُوَ مَا لَا يَصۡلُحُ مَعَهُ دَلِيلُ الۡاسۡمِ، وَلَا دَلِيلُ الۡفِعۡلِ، يَقُولُ الۡحَرِيرِيُّ: فِي (مُلۡحَةُ الۡإِعۡرَابِ):
وَالۡحَرۡفُ مَا لَيۡسَتۡ لَهُ عَلَامَهۡ فَقِسۡ عَلَى قَوۡلِي تَكُنۡ عَلَّامَهۡ
فَإِذَا وَجَدۡتَ كَلِمَةً عَرَضۡتَ عَلَيۡهَا عَلَامَاتِ الۡاسۡمِ فَلَمۡ تَقۡبَلۡهُ، وَعَرَضۡتَ عَلَيۡهَا عَلَامَاتِ الۡفِعۡلِ فَلَمۡ تَقۡبَلۡهَا؛ فَهِيَ الۡحَرۡفُ.
Setiap kata yang apabila engkau ajukan tanda isim padanya, namun ternyata kata itu tidak dapat menerimanya; dan apabila engkau ajukan tanda fiil padanya, ternyata kata itu juga tidak dapat menerimanya; berarti kata itu adalah harf (huruf). Jadi huruf adalah kata yang tidak terdapat tanda isim dan tanda fiil. Al-Hariri berkata di dalam Mulhatul I’rab, “Harf adalah kata yang tidak memiliki tanda. Kiaskanlah kepada ucapanku, engkau akan menjadi orang yang mengetahuinya.”
Jadi, jika engkau mendapati suatu kata yang apabila engkau ajukan kepadanya tanda-tanda isim, lalu kata itu tidak bisa menerimanya; dan engkau ajukan padanya tanda-tanda fiil, lalu kata itu tidak bisa menerimanya; berarti kata itu adalah huruf.
فَإِذَا قَالَ قَائِلٌ: كَيۡفَ تَجۡعَلُونَ عَلَامَةَ الۡحَرۡفِ عَدَمِيَّةً وَالۡعَلَامَةُ عَلَمٌ، لَا بُدَّ أَنۡ يَكُونَ أَمۡرًا وُجُودِيًّا؟
فَالۡجَوَابُ: أَنَّهُ إِذَا كَانَ الشَّيۡءُ مَحۡصُورًا؛ صَحَّ أَنۡ تَكُونَ الۡعَلَامَةُ عَدَمِيَّةً، فَهُنَا عَلَامَةُ الۡاسۡمِ كَذَ، وَعَلَامَةُ الۡفِعۡلِ كَذَا، وَالَّذِي لَا يَدۡخُلُ فِي عَلَامَاتِ هَٰذَا وَلَا هَٰذَا صَارَ مَعۡلُومًا.
Jika ada yang berkata: Bagaimana kalian menjadikan tanda huruf adalah ketiadaan tanda padahal tanda adalah sebuah ciri yang harus merupakan suatu perkara yang memiliki wujud?
Jawab: Bahwa jika sesuatu itu sudah dibatasi, maka boleh saja tandanya adalah ketiadaan tanda. Di sini, tanda isim adalah demikian dan tanda fiil demikian. Dan yang tidak masuk dalam tanda ini dan tanda ini, maka menjadi suatu hal yang diketahui.
قَالُوا: وَنَظِيرُ ذٰلِكَ (الۡجِيمُ، وَالۡحَاءُ، وَالۡخَاءُ)، ثَلَاثَةُ حُرُوفٍ كِتَابَتُهَا وَاحِدَةٌ، لٰكِنۡ تَتَمَيَّزُ الۡجِيمُ بِالنُّقۡطَةِ مِنۡ أَسۡفَلَ، وَالۡخَاءُ بِالنُّقۡطَةِ مِنۡ فَوۡقَ، وَالۡحَاءُ لَيۡسَ لَهَا نُقۡطَةٌ، إِذَنۡ إِذَا وَجَدۡنَا صُورَةً صَالِحَةً لِلۡجِيمِ، وَالۡحَاءِ، وَالۡخَاءِ لٰكِنۡ لَيۡسَ فِيهَا عَلَامَةُ هَٰذَا وَلَا هَٰذَا؛ عَرَفۡنَا أَنَّهَا حَرۡفُ الۡحَاءِ.
إِذَنۡ كُلُّ كَلِمَةٍ لَا تَقۡبَلُ عَلَامَاتِ الۡاسۡمِ، وَلَا عَلَامَاتِ الۡفِعۡلِ؛ فَهِيَ حَرۡفٌ.
Mereka berkata: Yang semacam itu adalah huruf jim, ha, dan kha. Tiga huruf yang cara penulisannya hanya satu. Tetapi huruf jim dibedakan dengan menggunakan titik di bawah. Huruf kha dengan titik di atas. Sedangkan huruf ha tidak memiliki titik. Jadi, ketika kita mendapati suatu bentuk yang sesuai dengan huruf jim, ha, dan kha, namun tidak ada padanya tanda ini, tidak pula tanda ini, maka kita ketahui bahwa huruf itu adalah huruf ha.
Jadi setiap kata yang tidak menerima tanda-tanda isim dan tanda-tanda fiil, maka kata tersebut adalah huruf.
وَمِثَالُ الۡحَرۡفِ: هَلۡ، قَدۡ، السِّينُ، سَوۡفَ، تَاءُ التَّأۡنِيثِ السَّاكِنَةُ، إِلَى حُرُوفُ الۡخَفۡضِ –تِسۡعَةٌ عَدَّهَا الۡمُؤَلِّفُ- وَهِيَ: مِنۡ، إِلَى...، وَحُرُوفُ الۡقَسَمِ، إِذَنۡ الۡأَمۡثِلَةُ مَوۡجُودَةٌ مُتَوَفِّرَةٌ عِنۡدَنَا.
Contoh huruf adalah هَلۡ, قَدۡ, huruf sin, سَوۡفَ, huruf ta ta`nits yang disukun, huruf-huruf khafdh –yang dihitung mualif ada sembilan-, yaitu: مِنۡ, إِلَى, dst; serta huruf-huruf sumpah. Jadi kita dapati ada sangat banyak contoh-contoh.
بَقِيَ أَنۡ يُقَالَ: مَا تَقُولُونَ فِي (أل) الَّتِي مِنۡ عَلَامَاتِ الۡاسۡمِ؟ هَلۡ تَدۡخُلُ فِي كَلَامِ الۡمُؤَلِّفِ هُنَا؟
فَنَقُولُ: الۡمُؤَلِّفُ قَالَ فِي الۡأَوَّلِ: (حَرۡفٌ جَاءَ لِمَعۡنًى)، وَ(أل) لَيۡسَ لَهَا مَعۡنًى، وَقَالَ بَعۡضُ النَّحۡوِيِّينَ: بَلۡ (أَل) لَهَا مَعۡنًى، تُفِيدُ الۡعُمُومَ، وَتُفِيدُ بَيَانَ الۡحَقِيقَةِ، وَتُفِيدُ الۡعَهۡدَ، وَعَلَى هَٰذَا فَـ(أل) تُعۡتَبَرُ مِنَ الۡحُرُوفِ؛ لِأَنَّهَا حَرۡفٌ جَاءَ لِمَعۡنًى.
Ada yang bertanya: Apa yang akan kalian katakan tentang أل yang merupakan tanda isim? Apakah masuk pada perkataan mualif di sini?
Kita katakan: Mualif telah berkata di awal, “Huruf yang datang untuk suatu makna.” Dan أل tidak memiliki makna. Sebagian ahli nahwu berkata: Bahkan sebenarnya أل memiliki makna yang memberi faedah keumuman, memberi faedah penjelasan hakikat, dan memberi faedah ‘ahd (menjelaskan sesuatu yang telah diketahui sebelumnya). Atas dasar ini, maka أل dianggap termasuk huruf karena ia adalah huruf yang datang untuk suatu makna.
وَ(الرَّاءُ) فِي (رُبَّ) هَلۡ هِيَ مِنَ الۡحُرُوفِ أَمۡ لَا؟
وَالۡجَوَابُ: لَيۡسَتۡ مِنَ الۡحُرُوفِ اصۡطِلَاحًا؛ لِأَنَّ الۡمُؤَلِّفَ قَالَ: (حَرۡفٌ جَاءَ لِمَعۡنًى)، وَ(رُبَّ) مَعۡنَاهَا التَّقۡلِيلُ وَالتَّكۡثِيرُ، لٰكِنَّهَا مُكَوَّنَةٌ مِنۡ ثَلَاثَةِ حُرُوفٍ، لَوۡ جَزَأۡتَهَا وَقُلۡتَ (الرَّاءُ) مَا صَارَ لَهَا مَعۡنًى.
Huruf ra di dalam رُبَّ, apakah termasuk huruf atau tidak?
Jawab: Bukan termasuk huruf secara istilah karena mualif berkata, “Huruf yang datang untuk suatu makna.” رُبَّ bermakna taqlil (jarang) dan taktsir (sering), akan tetapi kata رُبَّ tersusun dari tiga huruf. Andai engkau pisah-pisahkan dan engkau katakan huruf ra, menjadi tidak memiliki makna.
وَالۡمِيمُ فِي (مِنۡ) لَيۡسَتۡ حَرۡفًا؛ لِأَنَّهَا لَيۡسَ لَهَا مَعۡنًى، وَالنُّونُ فِي (مِنۡ) لَيۡسَ بِحَرۡفٍ، إِذَنۡ الۡحَرۡفُ مَا لَا يَدۡخُلُ عَلَيۡهِ عَلَامَاتُ الۡاسۡمِ، وَلَا الۡفِعۡلِ، وَلٰكِنَّ الۡحَرۡفَ الۡمُصۡطَلَحَ عِنۡدَ النَّحۡوِيِّينَ هُوَ الَّذِي لَهُ مَعۡنًى.
Huruf mim dalam مِنۡ bukanlah huruf karena tidak memiliki makna. Huruf nun di مِنۡ bukan pula huruf. Jadi huruf tidak bisa dimasuki oleh tanda-tanda isim dan tanda-tanda fiil. Akan tetapi huruf yang diistilahkan oleh ahli nahwu adalah huruf yang memiliki makna.