الۡحَدِيثُ الثَّانِي وَالثَّمَانُونَ بَعۡدَ الۡمِائَةِ
١٨٢ - عَنۡ أَنَسِ بۡنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: كُنَّا نُسَافِرُ مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فَلَمۡ يَعِبِ الصَّائِمُ عَلَى الۡمُفطِرِ، وَلَا الۡمُفطِرُ عَلَى الصَّائِمِ.
182. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan: Kami pernah safar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang berpuasa tidak mencela orang yang tidak berpuasa dan orang yang tidak berpuasa tidak mencela orang yang berpuasa.[1]
الۡمَعۡنَى الۡإِجۡمَالِي:
كَانَ الصَّحَابَةُ يُسَافِرُونَ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ، فَيُفۡطِرُ بَعۡضُهُمۡ، وَيَصُومُ بَعۡضُهُمۡ، وَالنَّبِيُّ ﷺ يُقِرُّهُمۡ عَلَى ذٰلِكَ، لِأَنَّ الصِّيَامَ هُوَ الۡأَصۡلُ وَالۡفِطۡرَ رُخۡصَةٌ، وَالرُّخۡصَةُ لَيۡسَ فِي تَرۡكِهَا إِنۡكَارٌ، وَلِذَا فَإِنَّهُ لَا يَعِيبُ بَعۡضُهُمۡ عَلَى بَعۡضٍ فِي الصِّيَامِ أَوِ الۡفِطۡرِ.
Makna secara umum:
Dahulu para sahabat melakukan safar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian mereka ada yang tidak berpuasa dan sebagian yang lain berpuasa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkan mereka dalam keadaan itu karena puasa adalah asal hukum sementara tidak berpuasa adalah rukhsah. Apabila rukhsah ditinggalkan, maka tidak ada pengingkaran. Oleh karena itu, maka sebagian mereka tidak saling mencela sebagian yang lain dalam hal puasa atau tidak puasa.
مَا يُؤۡخَذُ مِنَ الۡحَدِيثِ:
١- جَوَازُ الۡفِطۡرِ فِي السَّفَرِ.
٢- إِقۡرَارُ النَّبِيِّ عَلَيۡهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَصۡحَابَهُ عَلَى الصِّيَامِ وَالۡفِطۡرِ فِي السَّفَرِ، مِمَّا يَدُلُّ عَلَى إِبَاحَةِ الۡأَمۡرَيۡنِ.
Faedah hadis ini:
- Bolehnya tidak berpuasa ketika safar.
- Penetapan Nabi ‘alaihish shalatu was salam kepada para sahabatnya atas bolehnya puasa dan tidak berpuasa ketika safar. Hal ini menunjukkan dibolehkannya kedua perkara ini.
[1] HR. Al-Bukhari nomor 1947 dan Muslim nomor 1118. Diriwayatkan pula oleh Malik dalam Al-Muwaththa` (1/295), Abu Dawud nomor 2405.