لَامُ كَيۡ
الۡخَامِسُ: يَقُولُ: (لَامُ كَيۡ): وَهِيَ الَّتِي تُفِيدُ التَّعۡلِيلَ
غَالِبًا، وَهِيَ الَّتِي بِمَعۡنَی (کَيۡ)، مِثۡلُ: أَنۡ يَقُولَ لَكَ
قَائِلٌ: (لِمَاذَا جِئۡتَ)؟ فَتَقُولُ: (جِئۡتُ لِأَقۡرَأَ) أَيۡ كَيۡ
أَقۡرَأَ هَٰذِهِ يُسَمُّونَهَا لَامَ التَّعۡلِيلِ.
Kelima: Mualif berkata, “Huruf lam kay (bermakna agar).” Yaitu yang seringnya
memberi makna ta’lil (penjelasan alasan), semakna dengan كَيۡ. Contoh:
Seseorang bertanya kepadamu, “لِمَاذَا جِئۡتَ؟ (Mengapa engkau datang?)” lalu
engkau menjawab, “جِئۡتُ لِأَقۡرَأَ (Aku datang agar aku bisa membaca).” Yaitu
sama dengan كَيۡ أَقۡرَأَ. Ini mereka namakan dengan lam ta’lil.
(جِئۡتُ): فِعۡلٌ وَفَاعِلٌ. (لِأَقۡرَأَ): (اللَّامُ) لَامُ كَيۡ، وَهِيَ
حَرۡفٌ يَنۡصِبُ الۡفِعۡلَ الۡمُضَارِعَ، وَ(أَقۡرَأَ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ
مَنۡصُوبٌ بِلَامِ كَيۡ، وَعَلَامَةُ نَصۡبِهِ فَتۡحَةٌ ظَاهِرَةٌ فِي
آخِرِهِ.
جِئۡتُ adalah fiil dan fa’il/pelaku. لِأَقۡرَأَ: huruf lam adalah lam kay,
yaitu huruf yang me-nashb-kan fiil mudhari’. أَقۡرَأَ adalah fiil mudhari’
yang di-nashb dengan lam kay. Tanda nashb-nya adalah harakat fatah yang tampak
di akhir kata.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلذِّكۡرَ لِتُبَيِّنَ
لِلنَّاسِ﴾ [النحل:٤٤]، نَصَبَ (لِتُبَيِّنَ) لِأَنَّ اللَّامَ لَامُ كَيۡ،
وَهِيَ تَنۡصِبُ الۡفِعۡلَ الۡمُضَارِعَ.
Allah taala berfirman, “Dan Kami turunkan Alquran kepadamu supaya engkau
menerangkan kepada manusia.” (QS. An-Nahl: 44). Dia me-nashb-kan لِتُبَيِّنَ
karena huruf lamnya merupakan lam kay yang me-nashb-kan fiil mudhari’.
وَقَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿كِتَـٰبٌ أَنزَلۡنَـٰهُ إِلَيۡكَ مُبَـٰرَكٌ
لِّيَدَّبَّرُوٓا۟ ءَايَـٰتِهِۦ﴾ [ص: ٢٩]، (لِيَدَّبَّرُوا): (اللَّامُ): لَامُ
كَيۡ، وَ(يَدَّبَّرُوا): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَنۡصُوبٌ بِلَامِ كَيۡ، وَعَلَامَةُ
نَصۡبِهِ حَذۡفُ النُّونِ لِأَنَّهُ مِنَ الۡأَفۡعَالِ الۡخَمۡسَةِ، وَالۡوَاوُ
فَاعِلٌ.
Allah taala berfirman, “Ini adalah kitab yang telah Kami turunkan kepadamu
yang diberkahi supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya.” (QS. Shad: 29).
لِيَدَّبَّرُوا: huruf lam adalah lam kay dan يَدَّبَّرُوا adalah fiil mudhari’
yang di-nashb dengan lam kay. Tanda nashb-nya adalah dihapusnya huruf nun
karena termasuk fiil-fiil yang lima. Adapun huruf wawu adalah fa’il.
وَمِنۡ أَمۡثِلَتِهَا: (دَرَسۡتُ لِأَفۡهَمَ)، (مَشَيۡتُ لِأَتَمَرَّنَ)،
(أَكَلۡتُ لِأَنۡشَطَ)، (نِمۡتُ لِأَسۡتَرِيحَ).
Termasuk contoh-contohnya adalah دَرَسۡتُ لِأَفۡهَمَ (Aku belajar supaya aku
paham), مَشَيۡتُ لِأَتَمَرَّنَ (Aku berjalan supaya aku berlatih), أَكَلۡتُ
لِأَنۡشَطَ (Aku makan supaya aku semangat), نِمۡتُ لِأَسۡتَرِيحَ (Aku tidur
supaya aku bisa beristirahat).
(جِئۡتُ الۡمَسۡجِدَ لِأَدۡرُسَ).
(لِأَدۡرُسَ): (اللَّامُ): حَرۡفُ نَصۡبٍ وَتَعۡلِيلٍ. (أَدۡرُسَ): فِعۡلٌ
مُضَارِعٌ مَنۡصُوبٌ بِلَامِ كَيۡ وَعَلَامَةُ نَصۡبِهِ الۡفَتۡحَةُ
الظَّاهِرَةُ عَلَى آخِرِهِ.
جِئۡتُ الۡمَسۡجِدَ لِأَدۡرُسَ (Aku datang ke masjid supaya aku bisa
belajar).
لِأَدۡرُسَ: huruf lam adalah huruf nashb dan ta’lil. أَدۡرُسَ adalah fiil
mudhari’ yang di-nashb dengan lam kay. Tanda nashb-nya adalah harakat fatah
yang tampak pada akhir kata.
وَالۡمُؤَلِّفُ يُسَمِّيهَا (لَامُ كَيۡ)، لِمَاذَا؟ لِأَنَّهَا تَنُوبُ
مَكَانَ (كَيۡ) لَوۡ حَذَفۡتَ اللَّامَ وَقُلۡتَ: (كَيۡ أَقۡرَأَ) صَحَّ،
وَهَٰذِهِ نَقُولُ فِيهَا كَمَا قُلۡنَا فِيمَا سَبَقَ: أَنَّ اللَّامَ
النَّاصِبَةُ عَلَى رَأۡيِ الۡمُؤَلِّفِ، وَقَالَ الۡبَصۡرِيُّونَ: اللَّامُ
حَرۡفُ جَرٍّ، وَالنَّاصِبُ (أَنۡ)، وَالتَّقۡدِيرُ: (لِأَنۡ
أَقۡرَأَ).
Mualif menamakannya lam kay. Mengapa? Karena dia bisa menggantikan posisi
كَيۡ. Kalau engkau hilangkan huruf lam dan engkau katakan, “كَيۡ أَقۡرَأَ”,
maka ini benar.
Kita katakan dalam hal ini sebagaimana yang telah kita katakan dalam
pembahasan sebelumnya bahwa huruf lam adalah pe-nashb sesuai pendapat mualif.
Adapun ulama nahwu Bashrah berpendapat bahwa huruf lam adalah huruf jarr dan
yang me-nashb adalah أَنۡ. Jadi asumsinya adalah لِأَنۡ أَقۡرَأَ.
وَلَٰكِنۡ قَاعِدَتُنَا فِي بَابِ النَّحۡوِ الَّتِي يَنۡبَغِي أَنۡ تَسِيرَ
عَلَيۡهَا أَنَّهُ إِذَا اخۡتَلَفَ النَّحۡوِيُّونَ فِي مَسۡأَلَةٍ سَلَكۡنَا
الۡأَسۡهَلَ مِنَ الۡقَوۡلَيۡنِ؛ لِأَنَّنَا إِذَا أَخَذۡنَا بِالرُّخَصِ فِي
بَابِ الۡإِعۡرَابِ فَهَٰذَا جَائِزٌ، وَلَيۡسَ هَٰذَا مِنۡ بَابِ الۡأُمُورِ
التَّكۡلِيفِيَّةِ الَّتِي لَا يَجُوزُ فِيهَا تَتَبُّعُ
الرُّخَصِ.
Akan tetapi kaidah kita dalam bab nahwu yang selayaknya engkau tempuh adalah
apabila ulama-ulama nahwu berselisih dalam suatu masalah, maka kita tempuh
yang paling mudah di antara dua pendapat. Alasannya karena apabila kita
mengambil keringanan dalam bab ikrab, maka ini sikap yang diperbolehkan dan
bab ikrab ini tidak termasuk dalam perkara yang bersifat taklif yang kita
tidak dibolehkan untuk mengikuti keringanan (dalam hal yang
diperselisihkan).
فَالۡقَاعِدَةُ عِنۡدِي أَنَّ كُلَّ قَوۡلَيۡنِ مِنۡ أَقۡوَالِ النَّحۡوِ فِي
مَسۡأَلَةٍ مِنَ الۡمَسَائِلِ نَسۡلُكُ أَسۡهَلَهُمَا، وَهُنَا الۡأَسۡهَلُ
أَنۡ نَقُولَ: مَنۡصُوبٌ بِـ(لَامِ كَيۡ)، قَالَ أَحَدُهُمۡ:
وَالۡخُلۡفُ إِنۡ كَانَ فَخُذۡ بِالۡأَسۡهَلِ فِي النَّحۡوِ لَا فِي غَيۡرِهِ
فِي الۡأَفۡضَلِ
Menurut saya, kaidahnya adalah setiap dua pendapat dari pendapat-pendapat
nahwu dalam sebuah masalah, maka kita tempuh yang paling mudah di antara
keduanya. Dalam masalah ini, yang paling mudah adalah kita katakan: Di-nashb
dengan lam kay. Salah seorang pesyair berkata, “Jika ada perselisihan dalam
nahwu, maka ambillah yang paling mudah. Namun jangan lakukan ini dalam perkara
selain nahwu, dalam perkara keafdalan.”