٥٧٣٢ - ب د ع: أَبُو بَشِيرٍ الۡأَنۡصَارِيُّ الۡحَارِثِيُّ. وَقِيلَ:
الۡأَنۡصَارِيُّ السَّاعِدِيُّ. وَقِيلَ: الۡأَنۡصَارِيُّ الۡمَازِنِيُّ. لَا
يُوقَفُ لَهُ عَلَى اسۡمٍ صَحِيحٍ، وَقَدۡ قِيلَ: اسۡمُهُ قَيۡسُ بۡنُ عُبَيۡدِ
بۡنِ الۡحُرَيۡرِ بۡنِ عَمۡرِو بۡنِ الۡجَعۡدِ، مِنۡ بَنِي مَازِنِ بۡنِ
النَّجَّارِ، وَلَا يَصِحُّ.
5732. Abu Basyir Al-Anshari Al-Haritsi. Ada yang mengatakan: Al-Anshari
As-Sa’idi. Ada pula yang mengatakan: Al-Anshari Al-Mazini. Nama beliau yang
benar tidak diketahui. Ada yang berkata bahwa namanya adalah Qais bin ‘Ubaid
bin Al-Hurair bin ‘Amr bin Al-Ja’d, dari bani Mazin bin An-Najjar, namun ini
tidak sahih.
شَهِدَ بَيۡعَةَ الرِّضۡوَانِ، رَوَى عَنۡهُ أَوۡلَادُهُ، وَعَبَّادُ بۡنُ
تَمِيمٍ، وَمُحَمَّدُ بۡنُ فَضَالَةَ، وَعُمَارَةُ بۡنُ غَزِيَّةَ.
Beliau mengikuti baiat Ar-Ridhwan. Yang meriwayatkan dari beliau adalah
anak-anaknya, ‘Abbad bin Tamim, Muhammad bin Fadhalah, dan ‘Umarah bin
Ghaziyyah.
أَخۡبَرَنَا أَبُو الۡحَرَمِ مَكِّيُ بۡنُ رَبَّانَ النَّحۡوِيُّ
بِإِسۡنَادِهِ، عَنۡ يَحۡيَى بۡنِ يَحۡيَى، عَنۡ مَالِكِ بۡنِ أَنَسٍ، عَنۡ
عَبۡدِ اللهِ بۡنِ أَبِي بَكۡرٍ، عَنۡ عَبَّادِ بۡنِ تَمِيمٍ، عَنۡ أَبِي
بَشِيرٍ الۡأَنۡصَارِيِّ أَخۡبَرَهُ أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فِي
بَعۡضِ أَسۡفَارِهِ، فَأَرۡسَلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ رَسُولًا - قَالَ عَبۡدُ اللهِ
بۡنُ أَبِي بَكۡرٍ: أَحۡسِبُهُ قَالَ: وَالنَّاسُ فِي مُقۡبِلِهِمۡ - وَقَالَ:
(وَلَا يَبۡقَيَنَّ فِي رَقَبَةِ بَعِيرٍ قِلَادَةٌ مِنۡ وَتَرٍ إِلَّا
قُطِعَتۡ).
Abu Al-Haram Makki bin Rabban An-Nahwi telah mengabarkan kepada kami dengan
sanadnya, dari Yahya bin Yahya, dari Malik bin Anas, dari ‘Abdullah bin Abu
Bakr, dari ‘Abbad bin Tamim, dari Abu Basyir Al-Anshari. Beliau mengabarkan
kepadanya bahwa beliau pernah bersama Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa
sallam—dalam sebagian safar. Lalu Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa
sallam—mengutus seorang utusan—‘Abdullah bin Abu Bakr berkata: Aku mengira
beliau berkata: sementara orang-orang di depan mereka—dan berkata, “Tidak
boleh ada sebuah kalung dari tali busur panah dibiarkan di leher unta kecuali
harus diputus.”[1]
قَالَ يَحۡيَى: سَمِعۡتُ مَالِكًا يَقُولُ: أَرَى ذٰلِكَ مِنَ
الۡعَيۡنِ.
Yahya berkata: Aku mendengar Malik berkata: Aku berpendapat bahwa hal itu
karena kalung itu diyakini bisa menangkal ‘ain (sakit akibat pandangan
mata).
وَرَوَى سَعِيدٌ عَنۡهُ أَنَّ النَّبِيّ ﷺ نَهَى عَنۡ صَلَاةٍ عِنۡدَ طُلُوعِ
الشَّمۡسِ حَتَّى تَرۡتَفِعَ.
Sa’id meriwayatkan dari Abu Basyir bahwa Nabi—shallallahu ‘alaihi wa
sallam—melarang salat ketika matahari terbit hingga meninggi.
وَرَوَى عَنۡهُ عُمَارَةُ بۡنُ غَزِيَّةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ حَرَّمَ مَا
بَيۡنَ لَابَتَيۡهَا.
‘Umarah bin Ghaziyyah meriwayatkan dari Abu Basyir bahwa
Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—menjadikan daerah di antara dua tanah
berbatu hitam Madinah sebagai tempat suci.
وَمِنۡ حَدِيثِهِ: (الۡحُمَى مِنۡ فَيۡحِ جَهَنَّمَ).
Di antara hadis Abu Basyir Al-Anshari adalah, “Penyakit demam berasal dari
panasnya neraka Jahanam.”
أَخۡرَجَهُ الثَّلَاثَةُ. وَقَالَ أَبُو عُمَرَ: كُلُّ هَٰذِهِ عِنۡدِي
لِرَجُلٍ وَاحِدٍ، وَمِنۡهُمۡ مَنۡ يَجۡعَلُهَا لِرَجُلَيۡنِ، وَمِنۡهُمۡ مَنۡ
يَجۡعَلُهَا لِثَلَاثَةٍ. وَالصَّحِيحُ لِرَجُلٍ وَاحِدٍ.
Biografi beliau disebutkan oleh tiga orang (Ibnu Mandah, Abu Nu’aim, dan Abu
‘Umar). Abu ‘Umar berkata: Semua riwayat ini menurutku milik satu orang yang
sama. Di antara mereka ada yang menjadikan riwayat dua orang yang berbeda.
Sebagian yang lain ada yang menjadikannya riwayat tiga orang yang berbeda.
Namun yang sahih adalah milik satu orang saja.
وَقَالَ خَلِيفَةُ: مَاتَ أَبُو بَشِيرٍ بَعۡدَ الۡحَرَّةِ، وَكَانَ قَدۡ
عَمَّرَ طَوِيلًا. وَقِيلَ: مَاتَ سَنَةَ أَرۡبَعِينَ وَالۡأَوَّلُ أَصَحُّ،
لِأَنَّهُ أَدۡرَكَ الۡحَرَّةَ قَالَ: وَلَا أَعۡلَمُ فِيهِمۡ مَنۡ يُكۡنَى
أَبَا بَشِيرٍ إِلَّا الۡحَارِثُ بۡنُ خَزَمَةَ بۡنِ عَدِيٍّ
الۡأَنۡصَارِيُّ.
Khalifah berkata: Abu Basyir meninggal setelah peristiwa Al-Harrah dan beliau
berumur panjang. Ada yang berkata bahwa beliau meninggal tahun 40 H, namun
pendapat pertama lebih sahih karena beliau mendapati peristiwa Al-Harrah.
Beliau berkata: Aku tidak mengetahui pada mereka orang yang memiliki panggilan
kunyah Abu Basyir kecuali Al-Harits bin Khazamah bin ‘Adi Al-Anshari.
الۡحُرَيۡرُ: بِضَمِّ الۡحَاءِ الۡمُهۡمَلَةِ، وَفَتۡحِ الرَّاءِ، وَبَعۡدَهَا
يَاءٌ تَحۡتَهَا نُقۡطَتَانِ، وَآخِرُهُ رَاءٌ ثَانِيَةٌ قَالَهُ الۡأَمِيرُ
أَبُو نَصۡرٍ.
Al-Hurair: dengan huruf ha tanpa titik didamah, huruf ra difatah, setelahnya
adalah huruf ya dengan dua titik di bawahnya. Huruf terakhir adalah ra kedua.
Ini yang dikatakan oleh Al-Amir Abu Nashr.