(تَمَنَّ): يَعۡنِي: التَّمَنِّيَ.
(وَارۡجُ): يَعۡنِي: الرَّجَاءَ.
التَّمَنِّي طَلَبُ مَا يَتَعَذَّرُ، أَوۡ يَتَعَسَّرُ الۡحُصُولُ
عَلَيۡهِ.
7 & 8. Angan-angan dan harapan.
Angan-angan adalah permintaan suatu hal yang mustahil atau sulit
terwujud.
قَالَ الشَّاعِرُ:
أَلَا لَيۡتَ الشَّبَابَ يَعُودُ يَوۡمًا فَأُخۡبِرَهُ بِمَا فَعَلَ
الۡمَشِيبُ
هَٰذَا مُسۡتَحِيلٌ، فَهُوَ تَمَنٍّ.
Penyair berkata, “أَلَا لَيۡتَ الشَّبَابَ يَعُودُ يَوۡمًا فَأُخۡبِرَهُ بِمَا
فَعَلَ الۡمَشِيبُ (Duhai kiranya kepemudaan akan kembali suatu hari nanti,
supaya aku bisa mengabarinya dengan apa yang telah dialami oleh masa
tua).”
وَقَالَ الۡفَقِيرُ الۡمُعۡدِمُ: (لَيۡتَ لِي مَالًا فَأَتَصَدَّقَ مِنۡهُ)
هَٰذَا مُتَعَسِّرٌ، وَلَيۡسَ مُتَعَذِّرًا؛ لِأَنَّهُ كَمۡ مِنۡ فَقِيرٍ صَارَ
غَنِيًّا، لَكِنِ الشَّيۡخُ لَا يُصِيرُ شَابًّا.
Seorang yang fakir tidak punya harta berkata, “لَيۡتَ لِي مَالًا فَأَتَصَدَّقَ
مِنۡهُ (Andai aku memiliki harta, supaya aku bisa menyedekahkan sebagiannya).”
Ini adalah perkara yang sulit terwujud namun tidak mustahil, karena berapa
banyak orang fakir bisa menjadi kaya. Akan tetapi orang yang sudah tua tidak
bisa menjadi muda.
(لَيۡتَ لِي مَالًا فَأُنۡفِقَ مِنۡهُ فِي سَبِيلِ اللهِ).
(لَيۡتَ): حَرۡفُ تَمَنٍّ تَنۡصِبُ الۡاِسۡمَ وَتَرۡفَعُ
الۡخَبَرَ.
(لِي): جَارٌّ وَمَجۡرُورٌ.
(مَالًا): اسۡمُ (لَيۡتَ) مَنۡصُوبٌ وَعَلَامَةُ نَصۡبِهِ فَتۡحَةٌ
ظَاهِرَةٌ.
(فَأُنۡفِقَ): (الۡفَاءُ) لِلسَّبَبِيَّةِ. (أُنۡفِقَ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ
مَنۡصُوبٌ بِفَاءِ السَّبَبِيَّةِ وَعَلَامَةُ نَصۡبِهِ الۡفَتۡحَةُ
الظَّاهِرَةُ عَلَى آخِرِهِ. وَالۡفَاعِلُ ضَمِيرٌ مُسۡتَتِرٌ وُجُوبًا
تَقۡدِيرُهُ (أَنَا).
(مِنۡهُ): جَارٌّ وَمَجۡرُورٌ مُتَعَلِّقٌ بَأُنۡفِقَ.
“لَيۡتَ لِي مَالًا فَأُنۡفِقَ مِنۡهُ فِي سَبِيلِ اللهِ (Andai aku memiliki
harta, supaya aku bisa infakkan sebagiannya di jalan Allah).”
لَيۡتَ adalah huruf tamanni (pengandaian) yang me-nashb-kan isim dan
me-raf’-kan khabar.
لِي: jarr dan majrur.
مَالًا: isim لَيۡتَ yang di-nashb. Tanda nashb-nya adalah harakat fatah yang
tampak.
فَأُنۡفِقَ: huruf fa untuk sababiyyah. أُنۡفِقَ fiil mudhari’ yang di-nashb
dengan huruf fa sababiyyah. Tanda nashb-nya adalah harakat fatah yang tampak
di akhir kata. Fa’il-nya adalah kata ganti yang wajib disembunyikan. Asumsinya
adalah ana.
مِنۡهُ: jarr dan majrur yang berkaitan dengan أُنۡفِقَ.
وَ (ارۡجُ): الرَّجَاءُ طَلَبُ مَا يَسۡهُلُ حُصُولُهُ. تَقُولُ: (لَعَلَّ
السِّلَعَ تَكۡثُرُ فِي الۡبَلَدِ فَأَشۡتَرِيَ مِنۡهَا)، جَاءَ فِي أَوَّلِ
النَّهَارِ فِي أَوَّلِ السُّوقِ فَوَجَدَ النَّاسَ لَمۡ يَجۡلِبُوا فَقَالَ:
(لَعَلَّ)، هَٰذَا رَجَاءٌ.
Harapan adalah permintaan sesuatu yang mudah terwujud. Engkau katakan,
“لَعَلَّ السِّلَعَ تَكۡثُرُ فِي الۡبَلَدِ فَأَشۡتَرِيَ مِنۡهَا (Semoga barang
dagangan itu semakin banyak di negeri ini, supaya aku bisa membeli
sebagiannya).” Dia sudah datang di awal siang di waktu pasar baru buka, lalu
dia dapati orang-orang belum mendatangkan (barang dagangan tersebut), lantas
dia berkata, “Semoga…” Ini adalah harapan.
الۡأَصۡلُ أَنۡ يَكُونَ التَّعۡبِيرُ عَنِ التَّمَنِّي بِـ(لَیۡتَ) وَعَنِ
التَّرّجِّي بِـ(لَعَلَّ) هَٰذَا الۡأَصۡلُ، لَكِنۡ قَدۡ يَكُونُ الۡعَكۡسَ،
فَقَدۡ تَأۡتِي (لَعَلَّ) فِي أَمۡرٍ مُسۡتَحِيلٍ، قَالَ فِرۡعَوۡنُ:
﴿يَـٰهَـٰمَـٰنُ ٱبۡنِ لِى صَرۡحًا لَّعَلِّىٓ أَبۡلُغُ ٱلۡأَسۡبَـٰبَ ٣٦
أَسۡبَـٰبَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ فَأَطَّلِعَ إِلَىٰٓ إِلَـٰهِ مُوسَىٰ﴾ [غافر:
٣٦-٣٧]، هَٰذَا تَرَجٍّ أَوۡ تَمَنٍّ؟ هَٰذَا تَمَنٍّ؛ لِأَنَّهُ مُسۡتَحِيلٌ.
لَكِنَّهُ تَمَنٍّي بِـ(لَعَلَّ).
Asalnya ungkapan untuk menggambarkan angan-angan adalah dengan kata لَيۡتَ,
sedangkan untuk harapan dengan kata لَعَلَّ. Ini asalnya. Akan tetapi
terkadang bisa saja berkebalikan. لَعَلَّ kadang bisa digunakan untuk perkara
yang mustahil. Fir’aun berkata, “يَـٰهَـٰمَـٰنُ ٱبۡنِ لِى صَرۡحًا لَّعَلِّىٓ
أَبۡلُغُ ٱلۡأَسۡبَـٰبَ ٣٦ أَسۡبَـٰبَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ فَأَطَّلِعَ إِلَىٰٓ
إِلَـٰهِ مُوسَىٰ (Wahai Haman, bangunkan untukku sebuah bangunan tinggi supaya
aku bisa mencapai pintu-pintu. Yaitu pintu-pintu langit, lalu aku bisa melihat
Ilah-nya Musa).” (QS. Ghafir: 36-37).
Ini harapan atau angan-angan? Ini angan-angan karena ini mustahil. Akan tetapi
ini angan-angan menggunakan kata لَعَلَّ.
وَقَالَ الشَّاعِرُ، وَهُوَ يُخَاطِبُ الۡحَمَامَ:
بَكَيۡتُ عَلَى سِرۡبِ الۡقَطَا إِذۡ مَرَرۡنَ بِي فَقُلۡتُ وَمِثۡلِي
بِالۡبُكَاءِ جَدِيرُ
أَسِرۡبَ الۡقَطَا هَلۡ مَنۡ يُعِيرُ جَنَاحَهُ لَعَلِّي إِلَى مَنۡ قَدۡ
هَوِيتُ أَطِيرُ
وَلَعَلَّ هُنَا تَمَنٍّ؛ لِأَنَّهُ مُسۡتَحِيلٌ.
Penyair berkata ketika dia berbicara kepada burung merpati, “Aku menangisi
sekawanan burung merpati ketika mereka melewatiku. Aku mengatakan—dalam
keadaan orang yang sepertiku memang layak menangis—: Wahai sekawanan burung,
apakah ada yang mau meminjamkan sayapnya? Supaya aku bisa terbang menemui
orang yang sungguh aku dambakan.” لَعَلَّ di sini adalah angan-angan karena
perkaranya mustahil.
الۡمُهِمُّ أَنۡ نَقُولَ: الۡفَرۡقُ بَيۡنَ التَّمَنِّي وَالتَّرَجِّي، إِذَا
كَانَ التَّعَلُّقُ بِأَمۡرٍ مُسۡتَحِيلٍ، أَوۡ مُتَعَذِّرٍ فَهَٰذَا تَمَنٍّ،
وَإِذَا كَانَ بِأَمۡرٍ قَرِیبٍ، فَهَٰذَا تَرَجٍّ، وَلَكِنِ الۡأَصۡلُ أَنَّ
الۡحَرۡفَ الۡمَوۡضُوعَ لِلتَّرَجِّي هُوَ (لَعَلَّ) وَلِلتَّمَنِّي (لَیۡتَ)،
وَقَدۡ يُعۡكَسُ.
Yang penting kita katakan bahwa perbedaan antara angan-angan dengan harapan
adalah apabila berkaitan dengan perkara yang mustahil atau sulit terwujud,
maka ini adalah angan-angan. Apabila berkaitan dengan perkara yang
dekat/mudah, maka ini adalah harapan. Akan tetapi asal kata yang digunakan
untuk pengharapan adalah لَعَلَّ dan untuk angan-angan adalah لَيۡتَ. Namun
terkadang bisa berkebalikan.