Syekh Muhammad bin 'Abdul Wahhab--rahimahullah--di dalam
Nawaqidh Al-Islam berkata:
الۡأَوَّلُ: الشِّرۡكُ فِي عِبَادَةِ اللهِ تَعَالَی.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ
وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ﴾ [النساء: ٤٨].
وَقَالَ تَعَالَى: ﴿إِنَّهُۥ مَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ حَرَّمَ ٱللَّهُ
عَلَيۡهِ ٱلۡجَنَّةَ وَمَأۡوَىٰهُ ٱلنَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّـٰلِمِينَ مِنۡ
أَنصَارٍ﴾ [المائدة: ۷۲].
وَمِنۡهُ: الذَّبۡحُ لِغَيۡرِ اللهِ كَمَنۡ يَذۡبَحُ لِلۡجِنِّ أَوۡ
لِلۡقَبۡرِ.
Pertama: Kesyirikan dalam ibadah kepada Allah taala.[1]
Allah taala berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan
mengampuni dosa di bawah itu bagi siapa saja yang Dia kehendaki.” (QS.
An-Nisa`: 16).[2]
Allah taala berfirman, “Sesungguhnya siapa saja yang berbuat syirik kepada
Allah, maka Allah telah haramkan janah atasnya dan tempat kembalinya adalah
neraka. Tiada seorang penolong pun bagi orang-orang yang zalim.” (QS.
Al-Ma`idah: 72).[3]
Termasuk perbuatan syirik adalah menyembelih untuk selain Allah seperti orang
yang menyembelih untuk jin dan kuburan.[4]
Syekh Shalih bin Fauzan bin 'Abdullah Al-Fauzan--hafizhahullah--di
dalam syarahnya berkata:
[1]
أَعۡظَمُ أَنۡوَاعِ الرِّدَّةِ: الشِّرۡكُ فِي عِبَادَةِ اللهِ، بِأَنۡ
يَعۡبُدَ مَعَ اللهِ غَيۡرَهُ، كَأَنۡ يَذۡبَحَ لِغَيۡرِ اللهِ، أَوۡ يَنۡذُرَ
لِغَيۡرِ اللهِ، أَوۡ يَسۡجُدَ لِغَيۡرِ اللهِ، أَوۡ يَسۡتَغِيثَ بِغَيۡرِ
اللهِ فِيمَا لَا يَقۡدِرُ عَلَيۡهِ إِلَّا اللهُ، هَٰذَا أَعۡظَمُ أَنۡوَاعِ
الرِّدَّةِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿إِنَّهُۥ مَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ حَرَّمَ
ٱللَّهُ عَلَيۡهِ ٱلۡجَنَّةَ وَمَأۡوَىٰهُ ٱلنَّارُۖ﴾ [المائدة: ۷۲] ﴿إِنَّ
ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن
يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفۡتَرَىٰٓ إِثۡمًا عَظِيمًا﴾
[النساء: ٤٨]. ﴿وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَـٰلًۢا بَعِيدًا﴾
[النساء: ١١٦].
Jenis kemurtadan yang paling besar adalah kesyirikan dalam ibadah kepada
Allah. Yaitu dengan beribadah di samping kepada Allah juga kepada selain Dia.
Seperti menyembelih untuk selain Allah, bernazar kepada selain Allah, sujud
kepada selain Allah, beristigasah kepada selain Allah pada perkara yang hanya
Allah yang mampu. Ini adalah jenis kemurtadan yang paling besar.
Allah taala berfirman, “Sesungguhnya barang siapa menyekutukan Allah, maka
sungguh Allah haramkan janah untuknya dan tempat kembalinya adalah neraka.”
(QS. Al-Ma`idah: 72).
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa di bawah
itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa berbuat syirik kepada Allah,
maka sungguh dia telah melakukan dosa yang besar.” (QS. An-Nisa`: 48).
“Barang siapa berbuat syirik kepada Allah, maka sungguh dia telah jauh
tersesat.” (QS. An-Nisa`: 116).
فَالشِّرۡكُ هُوَ أَخۡطَرُ أَنۡوَاعِ الرِّدَّةِ، وَهُوَ أَنۡ يُعۡبَدَ غَيۡرُ
اللهِ بِأَيِّ نَوۡعٍ مِنۡ أَنۡوَاعِ الۡعِبَادَاتِ: بِالدُّعَاءِ،
بِالذَّبۡحِ، بِالنَّذۡرِ، بِالۡاِسۡتِغَاثَةِ، بِالۡاِسۡتِعَانَةِ فِيمَا لَا
يَقۡدِرُ عَلَيۡهِ إِلَّا اللهُ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى، يَدۡعُو الۡمَوۡتَی،
يَسۡتَغِيثُ بِالۡقُبُورِ، يَسۡتَنۡجِدُ بِالۡأَمۡوَاتِ، هَٰذَا هُوَ أَخۡطَرُ
أَنۡوَاعِ الرِّدَّةِ وَأَعۡظَمُهَا، وَهَٰذَا عَلَيۡهِ كَثِيرٌ مِمَّنۡ
يَدَّعُونَ الۡإِسۡلَامَ، يَبۡنُونَ الۡأَضۡرِحَةَ وَيَطُوفُونَ بِهَا،
وَيَذۡبَحُونَ لَهَا، وَيَنۡذُرُونَ لَهَا، وَيَتَقَرَّبُونَ إِلَيۡهَا؛
يَقُولُونَ: لِأَنَّهَا تُقَرِّبُهُمۡ إِلَى اللهِ، هُمۡ يَتَقَرَّبُونَ لَهَا،
وَهِيَ بِزَعۡمِهِمۡ تُقَرِّبُهُمۡ إِلَى اللهِ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى،
لِمَاذَا لَمۡ يَتَقَرَّبُوا إِلَى اللهِ مِنَ الۡأَصۡلِ وَيَتۡرُكُوا هَٰذِهِ
الۡمَتَاهَاتِ؟ لِيَتَقَرَّبُوا إِلَى اللهِ فَإِنَّهُ قَرِيبٌ مُجِيبٌ،
لِمَاذَا تَتَقَرَّبُونَ لِلۡمَخۡلُوقِينَ وَتَقُولُونَ: الۡمَخۡلُوقُونَ
يُقَرِّبُونَنَا إِلَى اللهِ، هَلِ اللهُ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى بَعِيدٌ، هَلِ
اللهُ أَغۡلَقَ أَبۡوَابَهُ، هَلِ اللهُ لَا يَعۡلَمُ وَلَا يَسۡمَعُ خَلۡقَهُ،
وَلَا يَرَى مَا يَفۡعَلُونَ؟!
Jadi kesyirikan adalah jenis kemurtadan yang paling berbahaya. Kesyirikan
adalah peribadahan kepada selain Allah dengan jenis yang manapun dari
jenis-jenis ibadah, baik berdoa, menyembelih, nazar, istigasah, istianah dalam
perkara yang tidak ada yang mampu kecuali Allah—subhanahu wa ta’ala—. Berdoa
kepada orang mati, beristigasah dengan penghuni kubur, meminta bantuan kepada
orang-orang yang sudah mati; ini adalah jenis kemurtadan yang paling berbahaya
dan paling besar. Ini banyak dilakukan oleh orang-orang yang mengaku Islam.
Mereka membangun kuil kuburan dan tawaf di sana, menyembelih untuknya,
bernazar untuknya, bertakarub kepadanya. Mereka beralasan bahwa orang yang
dikubur ini bisa mendekatkan mereka kepada Allah. Mereka bertakarub kepada
penghuni kubur dengan sangkaan penghuni kubur itu bisa mendekatkan mereka
kepada Allah—subhanahu wa ta’ala—. Mengapa mereka tidak mendekatkan diri
kepada Allah secara langsung dan meninggalkan jalan-jalan berliku ini?
Seharusnya mereka bertakarub kepada Allah, sesungguhnya Dia Mahadekat lagi
memperkenankan doa. Mengapa kalian bertakarub kepada makhluk dan berkata bahwa
makhluk-makhluk itu bisa mendekatkan kami kepada Allah? Apakah Allah—subhanahu
wa ta’ala—itu jauh?! Apakah Allah mengunci pintu-pintu-Nya?! Apakah Allah
tidak mengetahui dan tidak mendengar makhluk-Nya, serta tidak melihat apa yang
mereka kerjakan?!
اللهُ –جَلَّ وَعَلَا- قَرِيبٌ مُجِيبٌ ﴿وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى
فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ﴾ [البقرة: ١٨٦].
﴿وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِىٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡ ۚ﴾ [غافر: ٦٠]. إِنَّهُ
قَرِيبٌ مُجِيبٌ، لِمَاذَا تَذۡهَبُ وَتَدۡعُو غَيۡرَ اللهِ؟! وَتَقُولُ:
هَٰذَا يُقَرِّبُنِي إِلَى اللهِ ﴿مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ
إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ﴾ [الزمر: ٣]. يَعۡنِي: كَأَنَّ اللهَ لَا يَعۡلَمُ
وَلَا يَدۡرِي، هَٰكَذَا زَيَّنَ شَيَاطِينُ الۡجِنِّ وَالۡإِنۡسِ لِهَٰؤُلَاءِ
وَهُمۡ يَدَّعُونَ الۡإِسۡلَامَ وَيَشۡهَدُونَ أَنۡ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ،
وَيُصَلُّونَ وَيَصُومُونَ، وَلَكِنۡ يَخۡلِطُونَ أَعۡمَالَهُمۡ بِالشِّرۡكِ
الۡأَكۡبَرِ، فَيَخۡرُجُونَ مِنۡ دِینِ الۡإِسۡلَامِ، وَهُمۡ يُصَلُّونَ
وَيَصُومُونَ وَيَحُجُّونَ، وَالَّذِي يَرَاهُمۡ يَظُنُّ أَنَّهُمۡ
مُسۡلِمُونَ.
Allah—jalla wa ‘ala—Mahadekat lagi memperkenankan doa. “Apabila hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku dekat. Aku
memperkenankan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku.”
(QS. Al-Baqarah: 186).
“Tuhan kalian berkata: Berdoalah kepadaku! Niscaya Aku perkenankan bagi
kalian.” (QS. Ghafir: 60).
Sesungguhnya Allah dekat lagi memperkenankan doa. Mengapa engkau pergi dan
berdoa kepada selain Allah?
Engkau juga beralasan bahwa makhluk ini bisa mendekatkan aku kepada Allah.
“Tidaklah kami beribadah kepada mereka kecuali agar mereka mendekatkan kami
kepada Allah sedekat-dekatnya.” (QS. Az-Zumar: 3).
Yakni, seakan-akan Allah tidak mengetahui. Demikianlah setan dari jenis jin
dan manusia menghias-hias perbuatan ini untuk mereka, padahal mereka mengaku
Islam dan bersyahadat ‘laa ilaaha illallaah’, salat, dan zakat. Akan tetapi
mereka mencampuri amalan mereka dengan syirik besar, sehingga mereka keluar
dari agama Islam, dalam keadaan mereka salat, berpuasa, dan berhaji.
Orang-orang yang melihat mereka akan menyangka bahwa mereka muslimin.
فَيَنۡبَغِي مَعۡرِفَةُ هَٰذَا، فَالشِّرۡكُ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ هُوَ
أَخۡطَرُ الذُّنُوبِ، وَأَعۡظَمُ الذُّنُوبِ، وَمَعَ خَطَرِهِ وَشَرِّهِ وَقَعَ
فِيهِ كَثِيرٌ مِمَّنۡ يَدَّعُونَ الۡإِسۡلَامَ، وَلَا يُسَمُّونَهُ: بِاسۡمِ
الشِّرۡكِ، يُسَمُّونَهُ: التَّوَسُّلَ، أَوۡ يُسَمُّونَهُ طَلَبَ الشَّفَاعَةِ
، أَوۡ يُسَمُّونَهُ بِأَسۡمَاءٍ غَيۡرِ الشِّرۡكِ، وَلَٰكِنَّ الۡأَسۡمَاءَ
لَا تُغَيِّرُ الۡحَقَائِقَ، الشِّرۡكُ هُوَ الشِّرۡكُ ، وَهَٰذَا أَخۡطَرُ
الۡأَنۡوَاعِ، وَأَكۡثَرُ الۡأَنۡوَاعِ وُقُوعًا مَعَ أَنَّهُ ظَاهِرٌ فِي
كِتَابِ اللهِ، وَفِي سُنَّةِ رَسُولِ اللهِ ظَاهِرٌ، الۡمُنَادَاةُ
وَالتَّحۡذِيرُ مِنۡهُ وَالتَّوَعُّدُ عَلَيۡهِ، ظَاهِرٌ لَا تَخۡلُو سُورَةٌ
مِنَ الۡقُرۡآنِ مِنَ التَّحۡذِيرِ مِنَ الشِّرۡكِ، وَمَعَ هَٰذَا يَقۡرَءُونَ
الۡقُرۡآنَ وَلَا يَتَجَنَّبُونَ الشِّرۡكَ.
Maka, pantaslah untuk mengerti hal ini. Syirik kepada Allah—‘azza wa
jalla—adalah dosa yang paling berbahaya, dosa yang paling besar. Bersamaan
dengan bahaya dan kejelekan kesyirikan ini, ternyata banyak orang yang mengaku
Islam terjatuh padanya. Mereka tidak menamakan hal itu dengan syirik, tetapi
mereka namakan dengan tawasul, minta syafaat, atau mereka namakan dengan
nama-nama selain syirik. Akan tetapi nama tidak bisa mengubah hakikat. Syirik
tetap syirik. Jenis kemurtadan yang paling berbahaya dan paling sering
terjadi, padahal kesyirikan ini diterangkan secara jelas di dalam Alquran dan
jelas pula di dalam sunah Rasulullah. Peringatan darinya dan ancaman
terhadapnya amat jelas. Tidak kosong satu surahpun dalam Alquran dari
peringatan terhadap kesyirikan. Meski demikian, mereka membaca Alquran namun
tidak menjauhi kesyirikan.
وَرُبَّمَا يَأۡتِي وَاحِدٌ وَيَقُولُ: هَٰؤُلَاءِ جُهَّالٌ مَعۡذُورُونَ
بِالۡجَهۡلِ، فَنَقُولُ: إِلَى مَتَى الۡجَهۡلُ، وَالۡقُرۡآنُ يُتۡلَى وَهُمۡ
يَحۡفَظُونَ الۡقُرۡآنَ وَيَقۡرَءُونَهُ، لَقَدۡ قَامَتۡ عَلَيۡهِمُ الۡحُجَّةُ
بِبُلُوغِ الۡقُرۡآنِ ﴿وَأُوحِىَ إِلَىَّ هَـٰذَا ٱلۡقُرۡءَانُ لِأُنذِرَكُم
بِهِۦ وَمَنۢ بَلَغَ ۚ﴾ [الأنعام: ۱۹]. كُلُّ مَنۡ بَلَغَهُ الۡقُرۡآنُ فَقَدۡ
قَامَتۡ عَلَيۡهِ الۡحُجَّةُ وَلَا عُذۡرَ لَهُ.
Barangkali ada seseorang datang lalu berkata bahwa mereka adalah orang-orang
yang jahil, yang diberi uzur atas kejahilannya. Kita katakan: Sampai kapan
kejahilan ini? Alquran selalu dibaca dalam keadaan mereka menghafal Alquran
dan membacanya.
Hujah telah tegak
atas mereka dengan tersampaikannya Alquran.
“Alquran ini telah diwahyukan kepadaku agar aku memberi peringatan dengannya
kepada kalian dan kepada siapa saja yang Alquran sampai kepadanya.” (QS.
Al-An’am: 19).
Setiap orang yang Alquran telah sampai padanya, maka hujah telah tegak atasnya
dan tidak ada uzur baginya.
[2]
﴿إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ ﴾ [النساء: ٤٨]. هَٰذَا
يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الشِّرۡكَ هُوَ أَعۡظَمُ الذُّنُوبِ بِحَيۡثُ إِنَّ اللهَ
لَا يَغۡفِرُ لِصَاحِبِهِ إِلَّا إِذَا تَابَ مِنۡهُ، ﴿وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ
ذَٰلِكَ﴾ [النساء: ٤٨]. مَا دُونَ الشِّرۡكِ: كَالزِّنَا وَشِرۡبِ الۡخَمۡرِ
وَالسَّرِقَةِ وَأَكۡلِ الرِّبَا، هَٰذِهِ كُلُّهَا دُونَ الشِّرۡكِ ، وَهِيَ
دَاخِلَةٌ تَحۡتَ الۡمَشِيئَةِ، وَأَصۡحَابُهَا أَصۡحَابُ کَبَائِرَ وَهُمۡ
فُسَّاقٌ، وَلَٰكِنَّهُمۡ لَمۡ يَقَعُوا فِي الشِّرۡكِ، وَإِنَّمَا وَقَعُوا
فِي الۡكَبَائِرِ، فَهِيَ تَنۡقُصُ إِيمَانَهُمۡ، وَيُحۡكَمُ عَلَيۡهِمۡ
بِالۡفِسۡقِ، وَلَوۡ مَاتُوا وَلَمۡ يَتُوبُوا، فَإِنَّهُمۡ تَحۡتَ
الۡمَشِيئَةِ إِنۡ شَاءَ اللهُ غَفَرَ لَهُمۡ بِمَا مَعَهُمۡ مِنَ
التَّوۡحِيدِ، وَإِنۡ شَاءَ عَذَّبَهُمۡ بِذُنُوبِهِمۡ، ثُمَّ مَآلُهُمۡ إِلَى
الۡجَنَّةِ بِالتَّوۡحِيدِ الَّذِي مَعَهُمۡ، هَٰذَا مَآلُ أَصۡحَابِ
الۡكَبَائِرِ الَّتِي دُونَ الشِّرۡكِ.
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni apabila Dia dipersekutukan.” (QS.
An-Nisa`: 48). Ayat ini menunjukkan bahwa kesyirikan adalah dosa terbesar
karena Allah tidak mengampuni pelakunya kecuali ketika dia sudah bertobat
darinya.
“Dan Allah mengampuni dosa yang di bawah itu.” (QS. An-Nisa`: 48). Yaitu dosa
yang di bawah syirik seperti zina, minum khamar, pencurian, makan riba. Ini
semua di bawah syirik. Dosa-dosa tersebut masuk di bawah kehendak Allah dan
pelakunya adalah pelaku dosa besar dan orang-orang yang fasik. Akan tetapi
mereka tidak terjatuh dalam perbuatan kesyirikan. Mereka hanya terjatuh dalam
perbuatan dosa besar, yang mengurangi keimanan mereka, dan dihukumi dengan
kefasikan. Andai mereka meningal dan belum bertobat, maka mereka di bawah
kehendak Allah. Jika Allah kehendaki, Dia ampuni mereka dengan adanya tauhid
pada mereka. Jika Allah kehendaki, Allah siksa mereka dengan sebab dosa-dosa
mereka. Kemudian tempat akhir mereka adalah janah dengan sebab ketauhidan yang
ada pada mereka. Inilah akhir dari pelaku dosa besar yang di bawah
kesyirikan.
وَقَوۡلُهُ: ﴿وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ﴾ دَلَّ عَلَى أَنَّ جَمِيعَ
الذُّنُوبِ كُلَّهَا دُونَ الشِّرۡكِ، وَأَنَّ الشِّرۡكَ هُوَ أَعۡظَمُهَا
وَأَخۡطَرُهَا، فَدَلَّ عَلَى خُطُورَةِ الشِّرۡكِ، وَأَنَّهُ أَعۡظَمُ
الذُّنُوبِ.
Firman Allah, “Allah mengampuni dosa di bawah itu.” Ini menunjukkan bahwa
seluruh dosa berada di bawah kesyirikan dan bahwa kesyirikan adalah dosa yang
paling besar dan paling bahaya. Ini juga menunjukkan bahayanya syirik dan
bahwa syirik adalah dosa terbesar.
[3]
هَٰذِهِ عَاقِبَتُهُ فِي الۡآخِرَةِ، أَنَّهُ حَرَّمَ عَلَيۡهِ الۡجَنَّةَ،
يَعۡنِي: مَنَعَهُ مِنۡ دُخُولِهَا مَنۡعًا بَاتًّا مُطۡلَقًا، لَا مَطۡمَعَ
لَهُ فِيهَا، أَيۡنَ يَذۡهَبُ، إِذَا لَمۡ يَكُنۡ مِنۡ أَهۡلِ الۡجَنَّةِ
فَأَيۡنَ يَذۡهَبُ، يَصِيرُ عَدَمًا؟ لَا، مَأۡوَاهُ النَّارُ خَالِدًا
مُخَلَّدًا فِيهَا.
Ini kesudahannya di akhirat. Yaitu, Allah mengharamkan janah atasnya. Yakni
Allah menghalanginya dari masuk janah selama-lamanya secara mutlak. Tiada lagi
harapan baginya. Ke mana dia akan pergi? Jika dia tidak menjadi penghuni
janah, lalu ke mana dia akan pergi? Apa dia menjadi tiada?! Tidak. Tempat
kembalinya adalah neraka, kekal di dalamnya.
﴿وَمَا لِلظَّـٰلِمِينَ مِنۡ أَنصَارٍ﴾ [المائدة: ٧٢]. يَعۡنِي:
الۡمُشۡرِكِينَ؛ لِأَنَّ الشِّرۡكَ ظُلۡمٌ وَهُوَ أَعۡظَمُ الظُّلۡمِ، مَا
لَهُمۡ مِنۡ أَنۡصَارٍ: مَا أَحَدٌ يَسۡتَطِيعُ أَنۡ يُخۡرِجَهُمۡ مِنَ
النَّارِ، أَوۡ يَشۡفَعُ لَهُمۡ عِنۡدَ اللهِ، كَمَا يُشۡفَعُ لِأَصۡحَابِ
الۡكَبَائِرِ وَيَخۡرُجُونَ مِنَ النَّارِ بِالشَّفَاعَةِ، هَٰؤُلَاءِ لَا
تَنۡفَعُهُمۡ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ، ﴿وَمَا لِلظَّـٰلِمِينَ﴾
الۡمُشۡرِكِينَ، ﴿مِنۡ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاعُ﴾، الۡمُشۡرِكُ لَا
تُقۡبَلُ فِيهِ شَفَاعَةٌ –وَالۡعِيَاذُ بِاللهِ- ﴿وَمَأۡوَىٰهُ ٱلنَّارُۖ﴾
مَأۡوَاهُ يَعۡنِي: مَقَرَّهُ، وَبِئۡسَتِ الۡمَأۡوَی، لَيۡسَ لَهُ مَأۡوًی
غَيۡرُهَا أَبَدَ الۡآبَادِ، فَذَنۡبٌ هَٰذَا خَطَرُهُ وَهَٰذِهِ عَاقِبَتُهُ،
هَلۡ يَجُوزُ تَجَاهُلَةٌ وَعَدَمُ مَعۡرِفَتِهِ وَعَدَمُ التَّحۡذِيرِ
مِنۡهُ؟! وَيُقَالُ: اتۡرُكُوا النَّاسَ، اتۡرُكُوا الۡقُبُورِيِّينَ،
وَعُبَّادَ الۡأَضۡرِحَةِ، وَاتۡرُکُوا كُلَّ مَنۡ عِنۡدَهُ رِدَّةٌ
اتۡرُکُوهُ، مَا دَامَ أَنَّهُ يَدَّعِي الۡإِسۡلَامَ فَهُوَ مُسۡلِمٌ،
وَوَاجِهُوا الۡمَلَاحِدَةَ.
“Orang-orang yang zalim itu tidak memiliki penolong.” (QS. Al-Ma`idah: 72).
Orang yang zalim, yakni orang-orang musyrik, karena kesyirikan adalah
kezaliman. Kesyirikan adalah kezaliman yang paling besar.
Mereka tidak memiliki penolong. Tidak ada satu pun yang mampu mengeluarkan
mereka dari neraka, atau memberi syafaat untuk mereka di sisi Allah. Lain
halnya dengan pelaku dosa besar yang masih bisa mendapat syafaat sehingga
mereka bisa keluar dari neraka dengan syafaat tersebut. Adapun orang-orang
musyrik, syafaat para pemberi syafaat tidak akan akan bermanfaat untuk
mereka.
“Dan tidaklah orang-orang zalim itu memiliki”, yakni orang-orang musyrik.
“Teman setia, tidak pula seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya.”
Syafaat untuk orang musyrik tidaklah diterima. Kita berlindung kepada
Allah.
“Tempat kembalinya adalah neraka.” Tempat kembali artinya tempat menetapnya.
Neraka adalah seburuk-buruk tempat kembali. Dia tidak memiliki tempat kembali
selain neraka selama-lamanya.
Dosa ini amat berbahaya. Inilah kesudahannya. Lalu apakah boleh bersikap masa
bodoh, tidak berupaya mengenalinya, dan tidak memperingatkan darinya?! Apakah
boleh dikatakan: Biarkan orang-orang! Biarkan para pemuja kubur dan penyembah
tempat keramat! Biarkan setiap orang yang berbuat kemurtadan! Biarkan dia
selama dia masih mengaku Islam, berarti dia muslim! Hadapi saja orang-orang
ateis!
نَقُولُ: هَٰؤُلَاءِ أَشَدُّ مِنَ الۡمَلَاحِدَةِ وَأَخۡطَرُ مِنَ
الۡمَلَاحِدَةِ.
Kita katakan bahwa mereka itu lebih parah daripada orang-orang ateis dan lebih
berbahaya daripada orang-orang ateis.
[4]
الشَّيۡخُ رَحِمَهُ اللهُ ذَكَرَ هَٰذَا الۡمِثَالَ لِأَنَّهُ وَاقِعٌ،
وَيَتَسَاهَلُ النَّاسُ فِيهِ، وَيَذۡبَحُونَ لِغَيۡرِ اللهِ، يَذۡبَحُونَ
لِلۡجِنِّ اتِّقَاءً لِشَرِّهِمۡ، وَيَذۡبَحُونَ لَهُمۡ مِنۡ أَجۡلِ الۡعِلَاجِ
وَالشِّفَاءِ، يَتَسَاهَلُ النَّاسُ فِي هَٰذَا، وَهُوَ كَثِيرُ الۡوُقُوعِ
مَعَ أَنَّهُ شِرۡكٌ أَكۡبَرُ يُخۡرِجُ مِنَ الۡمِلَّةِ، وَمَا هُوَ سَهۡلٌ،
يَقُولُ لَهُ الشَّيۡطَانُ: اذۡبَحۡ خَرُوفًا، اذۡبَحۡ دَجَاجَةً، هَٰذَا
سَهۡلٌ، وَلَكِنۡ لَا يَنۡظُرُ إِلَى الشِّرۡكِ، فَالَّذِي ذَبَحَ ذُبَابًا،
دَخَلَ النَّارَ، لَيۡسَ النَّظَرُ إِلَى الۡمَذۡبُوحِ، وَإِنَّمَا النَّظَرُ
إِلَى الۡعَقِيدَةِ، النَّظَرُ إِلَى نِيَّةِ الۡقَلۡبِ، النَّظَرُ إِلَى
عَدَمِ الۡمُبَالَاةِ بِالشِّرۡكِ، لَيۡسَ النَّظَرُ إِلَى قِيمَةِ
الۡمَذۡبُوحِ، فَالَّذِي ذَبَحَ ذُبَابًا دَخَلَ النَّارَ، النَّاسُ
يَتَسَاهَلُونَ فِي هَٰذَا، مِنۡ أَجۡلِ أَنۡ يَقۡضِيَ حَاجَتَهُ، أَوۡ
يُعۡلِمَهُ الشَّيۡءَ الۡغَائِبَ، أَوۡ يُخۡبِرَهُ عَنِ الۡمَالِ الۡمَفۡقُودِ،
أَوۡ غَيۡرِ ذٰلِكَ مِنَ الۡأُمُورِ الَّتِي يَسۡأَلُهُ عَنۡهَا، فَيَخۡرُجُ
مِنۡ دِينِه –وَالۡعِيَاذُ بِاللهِ-، وَيَرۡتَدُّ فِي شَيۡءٍ يَظُنُّهُ أَنَّهُ
سَهۡلٌ، فَالۡأَمۡرُ خَطِيرٌ جِدًّا.
Syekh—rahimahullah—menyebutkan contoh ini karena hal itu terjadi dan
orang-orang bermudah-mudahan padanya. Mereka menyembelih untuk selain Allah.
Menyembelih untuk jin karena takut dari kejahatan mereka. Menyembelih untuk
mereka untuk pengobatan dan penyembuhan. Orang-orang bermudah-mudahan dalam
hal ini. Ini sering terjadi padahal perbuatan ini adalah syirik akbar yang
mengeluarkan pelakunya dari agama dan ini bukan perkara yang enteng.
Setan berkata kepadanya, "Sembelihlah seekor domba! Sembelihlah seekor ayam!
Ini enteng, akan tetapi jangan melihat kepada perbuatan syiriknya!"
Orang yang menyembelih seekor lalat (untuk selain Allah) saja masuk neraka.
Yang dilihat bukan yang disembelih, namun yang dilihat adalah akidahnya. Yang
dilihat adalah niat hatinya. Yang dilihat adalah ketidakperhatiannya terhadap
kesyirikan.
Yang dilihat bukan nilai makhluk yang disembelih. Orang yang hanya menyembelih
seekor lalat (untuk selain Allah), dia akan masuk neraka. Orang-orang
bergampang-gampangan dalam hal ini. Hanya karena ingin memenuhi hajatnya, atau
ingin mendapatkan ilmu gaib, atau ingin diberitahu tempat harta yang hilang,
atau perkara lain yang diminta, sehingga pelakunya pun keluar dari agamanya.
Kita berlindung kepada Allah. Pelakunya murtad karena suatu perkara yang dia
sangka enteng, padahal perkaranya amat serius.