Syekh Muhammad bin 'Abdul Wahhab--rahimahullah--berkata:
الۡعَاشِرُ: الۡإِعۡرَاضُ عَنۡ دِينِ اللهِ تَعَالَى لَا يَتَعَلَّمُهُ وَلَا يَعۡمَلُ بِهِ.
وَالدَّلِيلُ قَوۡلُهُ تَعَالَى: ﴿وَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِـءَايَـٰتِ رَبِّهِۦ ثُمَّ أَعۡرَضَ عَنۡهَآ ۚ إِنَّا مِنَ ٱلۡمُجۡرِمِينَ مُنتَقِمُونَ﴾ [السجدة: ۲۲].
Kesepuluh: Berpaling dari agama Allah taala. Dia tidak mempelajarinya dan tidak pula mengamalkannya.[1]
Dalilnya adalah firman Allah taala, “Siapa yang lebih zalim daripada orang yang diingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya kemudian dia berpaling darinya. Sesungguhnya Kami akan menghukum orang-orang yang berdosa.” (QS. As-Sajdah: 22).[2]
Syekh Shalih bin Fauzan bin 'Abdullah
Al-Fauzan--hafizhahullah--berkata:
[1]
الۡعَاشِرُ -وَهُوَ الۡأَخِيرُ-: الۡإِعۡرَاضُ عَنۡ دِينِ اللهِ، لَا يَهۡتَمُّ
بِالدِّينِ، لَا يَتَعَلَّمُ، وَلَوۡ تَعَلَّمَ لَا يَعۡمَلُ، يُعۡرِضُ عَنِ
الۡعِلۡمِ أَوَّلًا، ثُمَّ يُعۡرِضُ عَنِ الۡعَمَلِ، نَسۡأَلُ اللهَ
الۡعَافِيَةَ، وَحَتَّى لَوۡ عَمِلَ وَهُوَ عَلَى غَيۡرِ عِلۡمٍ فَعَمَلُهُ
ضَلَالٌ، فَلَا بُدَّ أَنۡ يَتَعَلَّمَ أَوَّلًا ثُمَّ يَعۡمَلَ، أَمَّا مَنۡ
أَخَذَ الۡعِلۡمَ وَتَرَكَ الۡعَمَلَ فَهَٰذَا مِنَ الۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ،
وَمَنۡ أَخَذَ الۡعَمَلَ وَتَرَكَ الۡعِلۡمَ فَهَٰذَا ضَالٌّ،
Kesepuluh dan yang terakhir adalah berpaling dari agama Allah. Dia tidak
memiliki perhatian dengan agama. Dia tidak belajar. Andai dia belajar, dia
tidak beramal. Dia berpaling dari ilmu pada awalnya, kemudian dia berpaling
dari amal. Kita meminta keselamatan kepada Allah.
Hingga walaupun dia beramal namun tanpa didasari ilmu, niscaya amalannya
sesat. Sehingga harus dia belajar terlebih dahulu kemuian beramal.
Barang siapa mengambil ilmu namun meninggalkan amalan, maka dia ini termasuk
orang yang dimurkai. Sedangkan barang siapa mengerjakan amalan namun
meninggalkan ilmu, maka dia ini orang yang sesat.
وَهَٰذَا مَا نَسۡتَعِيذُ مِنۡهُ فِي كُلِّ رَكۡعَةٍ ﴿ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ
ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ٦ صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ
ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ﴾ [الفاتحة: ٦-٧]. فَمَنۡ أَعۡرَضَ
عَنۡ دِينِ اللهِ لَا يَتَعَلَّمُهُ وَلَا يَعۡمَلُ بِهِ، فَإِنَّهُ يَكُونُ
مُرۡتَدًّا عَنۡ دِينِ الۡإِسۡلَامِ، وَاللهُ -جَلَّ وَعَلَا- يَقُولُ: ﴿وَمَنۡ
أَعۡرَضَ عَن ذِكۡرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا﴾ [طه: ١٢٤]، أَعۡرَضَ
عَنۡ ذِكۡرِي: لَمۡ يَتَعَلَّمۡهُ وَلَمۡ يَعۡمَلۡ بِهِ، ﴿وَٱلَّذِينَ
كَفَرُوا۟ عَمَّآ أُنذِرُوا۟ مُعۡرِضُونَ﴾ [الأحقاف: ٣]، ﴿وَمَنۡ أَظۡلَمُ
مِمَّن ذُكِّرَ بِـءَايَـٰتِ رَبِّهِۦ ثُمَّ أَعۡرَضَ عَنۡهَآ ۚ إِنَّا مِنَ
ٱلۡمُجۡرِمِينَ مُنتَقِمُونَ﴾ [السجدة: ۲۲]. أَعۡرَضَ عَنۡهَا بَعۡدَمَا
ذُكِّرَ بِهِ.
Hal inilah yang kita berlindung darinya dalam setiap rakaat.
“Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalan orang-orang yang dimurkai, bukan
pula jalan orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 6-7).
Barang siapa berpaling dari agama Allah, dia tidak mempelajarinya, tidak pula
mengamalkannya, maka dia menjadi murtad dari agama Islam.
Allah—jalla wa ‘ala—berfirman, “Barang siapa yang berpaling dari
peringatan-Ku, maka baginya kehidupan yang sempit.” (QS. Thaha: 124).
Berpaling dari peringatan-Ku artinya dia tidak mempelajarinya dan tidak
mengamalkanya.
“Orang-orang yang kafir itu berpaling dari hal yang diperingatkan kepada
mereka.” (QS. Al-Ahqaf: 3).
“Siapa yang lebih zalim daripada orang yang telah diingatkan dengan ayat-ayat
Tuhannya lalu dia berpaling darinya?! Sesungguhnya Kami akan memberi hukuman
kepada orang-orang yang berbuat dosa.” (QS. As-Sajdah: 22).
Dia berpaling dari ayat-ayat Allah setelah diberi peringatan.
وَهُنَاكَ إِنۡسَانٌ لَا يَتَعَلَّمُ مِنۡ بَابِ الۡكَسَلِ، هَٰذَا لَا
يُكَفَّرُ وَلَٰكِنَّهُ يُلَامُ عَلَى كَسَلِهِ، أَمَّا إِذَا كَانَ تَرۡكُ
طَلَبِ الۡعِلۡمِ عَدَمَ رَغۡبَةٍ فِي الۡعِلۡمِ، هَٰذَا هُوَ الۡإِعۡرَاضُ
وَالۡعِيَاذُ بِاللهِ، هَٰذَا هُوَ الَّذِي يُكَفَّرُ، وَلَكِنۡ إِنۡ كَانَ
الۡمَرۡءُ يَرۡغَبُ الۡعِلۡمَ وَيُحِبُّ الۡعِلۡمَ وَلَٰكِنَّهُ عِنۡدَهُ
کَسَلٌ، لِأَنَّ طَلَبَ الۡعِلۡمِ صَعۡبٌ يَتَطَلَّبُ صَبۡرًا، وَيَتَطَلَّبُ
تَحَمُّلًا، وَيَتَطَلَّبُ جُلُوسًا، وَهُوَ كَسۡلَانُ، فَهَٰذَا يُلَامُ عَلَى
كَسۡلِهِ وَعَلَى تَفۡرِيطِهِ، وَلَٰكِنَّهُ لَا يَصِلُ إِلَى حَدِّ
الۡكُفۡرِ.
Di sana ada orang-orang yang tidak belajar agama karena malas. Orang ini tidak
dikafirkan, akan tetapi dia dicela karena kemalasannya. Adapun jika dia
meninggalkan menuntut ilmu karena tidak ada kecintaan terhadap ilmu, maka
inilah yang dinamakan berpaling. Kita memohon perlindungan kepada Allah. Orang
yang beginilah yang dikafirkan.
Akan tetapi jika seseorang senang dengan ilmu dan mencintai ilmu, namun dia
memiliki sifat malas—karena mencari ilmu itu sulit, butuh kesabaran, harus
tahan banting, butuh duduk dalam jangka waktu yang lama—dan dia pemalas, maka
orang yang begini dicela akan kemalasannya dan kelalaiannya. Namun dia tidak
sampai tingkat kufur.
[2]
الۡإِعۡرَاضُ الَّذِي يَدُلُّ عَلَى عَدَمِ الرَّغۡبَةِ فِي الۡعِلۡمِ أَوۡ
كَرَاهِيَةِ الۡعِلۡمِ، هَٰذَا هُوَ الۡكُفۡرُ وَالۡعِيَاذُ
بِاللهِ.
Berpaling yang menunjukkan tiada keinginan terhadap ilmu atau menunjukkan
kebencian terhadap ilmu inilah yang merupakan kekufuran. Kita berlindung
kepada Allah.