Cari Blog Ini

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 344

٦ - بَابٌ الصَّعِيدُ الطَّيِّبُ وَضُوءُ الۡمُسۡلِمِ يَكۡفِيهِ مِنَ الۡمَاءِ
6. Bab tanah yang bagus adalah alat bersuci seorang muslim yang mencukupinya dari air


وَقَالَ الۡحَسَنُ: يُجۡزِئُهُ التَّيَمُّمُ مَا لَمۡ يُحۡدِثۡ. وَأَمَّ ابۡنُ عَبَّاسٍ وَهُوَ مُتَيَمِّمٌ. وَقَالَ يَحۡيَى بۡنُ سَعِيدٍ: لَا بَأۡسَ بِالصَّلَاةِ عَلَى السَّبَخَةِ، وَالتَّيَمُّمِ بِهَا.

Al-Hasan berkata, “(Sekali) tayamum sudah mencukupinya selama dia tidak berhadas.”

Ibnu ‘Abbas mengimami dalam keadaan beliau bertayamum.

Yahya bin Sa’id berkata, “Tidak mengapa salat di atas tanah berkadar garam tinggi dan tayamum menggunakannya.”

٣٤٤ - حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ: حَدَّثَنِي يَحۡيَى بۡنُ سَعِيدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عَوۡفٌ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ، عَنۡ عِمۡرَانَ قَالَ: كُنَّا فِي سَفَرٍ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ، وَإِنَّا أَسۡرَيۡنَا، حَتَّى كُنَّا فِي آخِرِ اللَّيۡلِ، وَقَعۡنَا وَقۡعَةً، وَلَا وَقۡعَةَ أَحۡلَى عِنۡدَ الۡمُسَافِرِ مِنۡهَا، فَمَا أَيۡقَظَنَا إِلَّا حَرُّ الشَّمۡسِ، وَكَانَ أَوَّلَ مَنِ اسۡتَيۡقَظَ فُلَانٌ ثُمَّ فُلَانٌ ثُمَّ فُلَانٌ - يُسَمِّيهِمۡ أَبُو رَجَاءٍ فَنَسِيَ عَوۡفٌ - ثُمَّ عُمَرُ بۡنُ الۡخَطَّابِ الرَّابِعُ، وَكَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا نَامَ لَمۡ يُوقَظۡ حَتَّى يَكُونَ هُوَ يَسۡتَيۡقِظُ، لِأَنَّا لَا نَدۡرِي مَا يَحۡدُثُ لَهُ فِي نَوۡمِهِ، فَلَمَّا اسۡتَيۡقَظَ عُمَرُ وَرَأَى مَا أَصَابَ النَّاسَ، وَكَانَ رَجُلًا جَلِيدًا، فَكَبَّرَ وَرَفَعَ صَوۡتَهُ بِالتَّكۡبِيرِ، فَمَا زَالَ يُكَبِّرُ وَيَرۡفَعُ صَوۡتَهُ بِالتَّكۡبِيرِ، حَتَّى اسۡتَيۡقَظَ لِصَوۡتِهِ النَّبِيُّ ﷺ، فَلَمَّا اسۡتَيۡقَظَ شَكَوۡا إِلَيۡهِ الَّذِي أَصَابَهُمۡ، قَالَ: (لَا ضَيۡرَ - أَوۡ لَا يَضِيرُ – ارۡتَحِلُوا).

344. Musaddad telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Yahya bin Sa’id menceritakan kepadaku. Beliau berkata: ‘Auf menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Abu Raja` menceritakan kepada kami dari ‘Imran. Beliau berkata:

Dahulu kami pernah dalam suatu safar bersama Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Kami melakukan perjalanan di malam hari hingga ketika di akhir malam, kami tertidur. Tidak ada tidur yang lebih nyenyak bagi musafir daripada tidur yang demikian. Tidak ada yang membangunkan kami kecuali panas matahari. Ketika itu, yang pertama bangun adalah si Polan, si Polan, kemudian si Polan. Abu Raja` menyebutkan namanya, namun ‘Auf lupa. Kemudian ‘Umar bin Al-Khaththab orang keempat yang bangun.

Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—apabila tidur, tidak ada yang membangunkan beliau sampai beliau sendiri yang bangun karena kami tidak mengetahui apa yang terjadi pada beliau ketika beliau tidur. Ketika ‘Umar telah bangun dan melihat yang dialami orang-orang—beliau adalah orang yang tegar—lalu beliau bertakbir dan mengeraskan suara takbirnya. Beliau terus bertakbir dan mengeraskan suara takbirnya hingga Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bangun karena suaranya. Ketika beliau telah bangun, mereka mengadukan kejadian yang mereka alami tersebut.

Nabi bersabda, “Tidak masalah. Jalanlah kalian!”

فَارۡتَحَلَ فَسَارَ غَيۡرَ بَعِيدٍ، ثُمَّ نَزَلَ فَدَعَا بِالۡوَضُوءِ فَتَوَضَّأَ، وَنُودِيَ بِالصَّلَاةِ فَصَلَّى بِالنَّاسِ، فَلَمَّا انۡفَتَلَ مِنۡ صَلَاتِهِ، إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ مُعۡتَزِلٍ لَمۡ يُصَلِّ مَعَ الۡقَوۡمِ، قَالَ: (مَا مَنَعَكَ يَا فُلَانُ أَنۡ تُصَلِّيَ مَعَ الۡقَوۡمِ؟) قَالَ: أَصَابَتۡنِي جَنَابَةٌ وَلَا مَاءَ، قَالَ: (عَلَيۡكَ بِالصَّعِيدِ، فَإِنَّهُ يَكۡفِيكَ). ثُمَّ سَارَ النَّبِيُّ ﷺ، فَاشۡتَكَى إِلَيۡهِ النَّاسُ مِنَ الۡعَطَشِ، فَنَزَلَ فَدَعَا فُلَانًا - كَانَ يُسَمِّيهِ أَبُو رَجَاءٍ نَسِيَهُ عَوۡفٌ - وَدَعَا عَلِيًّا فَقَالَ: (اذۡهَبَا فَابۡتَغِيَا الۡمَاءَ). فَانۡطَلَقَا، فَتَلَقَّيَا امۡرَأَةً بَيۡنَ مَزَادَتَيۡنِ، أَوۡ سَطِيحَتَيۡنِ مِنۡ مَاءٍ عَلَى بَعِيرٍ لَهَا، فَقَالَا لَهَا: أَيۡنَ الۡمَاءُ؟ قَالَتۡ: عَهۡدِي بِالۡمَاءِ أَمۡسِ هٰذِهِ السَّاعَةَ، وَنَفَرُنَا خُلُوفًا، قَالَا لَهَا: انۡطَلِقِي إِذًا، قَالَتۡ: إِلَى أَيۡنَ؟ قَالَا: إِلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ، قَالَتِ: الَّذِي يُقَالُ لَهُ: الصَّابِىءُ؟ قَالَا: هُوَ الَّذِي تَعۡنِينَ، فَانۡطَلِقِي،

Beliau berjalan dan menempuh perjalanan yang tidak jauh kemudian beliau berhenti singgah. Beliau minta air wudu lalu berwudu. Lalu dikumandangkan seruan untuk salat, lalu beliau salat mengimami kaum muslimin. Ketika beliau selesai dari salatnya, ternyata ada seorang pria yang menyendiri tidak ikuti salat bersama kaum muslimin.

Nabi bertanya, “Wahai Polan, apa yang menghalangimu salat bersama kaum muslimin?”

Dia menjawab, “Aku sedang junub, tetapi tidak ada air.”

Nabi bersabda, “Bersucilah dengan tanah karena itu cukup bagimu!”

Kemudian Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—melanjutkan perjalanan. Orang-orang mengeluh kehausan kepada beliau. Beliau berhenti lalu memanggil si Polan—Abu Raja` menyebutkan namanya namun ‘Auf lupa namanya—dan memanggil ‘Ali. Beliau bersabda, “Pergilah kalian berdua dan carilah air!”

Keduanya pergi. Lalu keduanya berjumpa dengan seorang wanita yang berada di atas untanya di antara kedua kantong air besar. Keduanya bertanya kepada wanita itu, “Dari mana air itu?”

Wanita itu menjawab, “Aku mendapati air ini kemarin di saat seperti sekarang ini, semetara rombongan kami masih di belakang.”

Keduanya berkata, “Kalau begitu, mari berangkat!”

Wanita itu bertanya, “Ke mana?”

Keduanya berkata, “Kepada Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—.”

Wanita itu bertanya, “Maksud kalian, orang yang disebut-sebut ash-shabi` (orang yang pindah agama)?”

Keduanya menjawab, “Iya, beliau adalah orang yang engkau maksud. Berangkatlah!”

فَجَاءَا بِهَا إِلَى النَّبِيِّ ﷺ وَحَدَّثَاهُ الۡحَدِيثَ، قَالَ: فَاسۡتَنۡزَلُوهَا عَنۡ بَعِيرِهَا، وَدَعَا النَّبِيُّ ﷺ بِإِنَاءٍ، فَفَرَّغَ فِيهِ مِنۡ أَفۡوَاهِ الۡمَزَادَتَيۡنِ، أَوِ السَّطِيحَتَيۡنِ، وَأَوۡكَأَ أَفۡوَاهَهُمَا، وَأَطۡلَقَ الۡعَزَالِيَ، وَنُودِيَ فِي النَّاسِ: اسۡقُوا وَاسۡتَقُوا، فَسَقَى مَنۡ شَاءَ، وَاسۡتَقَى مَنۡ شَاءَ، وَكَانَ آخِرَ ذَاكَ أَنۡ أَعۡطَى الَّذِي أَصَابَتۡهُ الۡجَنَابَةُ إِنَاءً مِنۡ مَاءٍ، قَالَ: (اذۡهَبۡ فَأَفۡرِغۡهُ عَلَيۡكَ). وَهِيَ قَائِمَةٌ تَنۡظُرُ إِلَى مَا يُفۡعَلُ بِمَائِهَا، وَايۡمُ اللهِ لَقَدۡ أُقۡلِعَ عَنۡهَا وَإِنَّهُ لَيُخَيَّلُ إِلَيۡنَا أَنَّهَا أَشَدُّ مِلۡأَةً مِنۡهَا حِينَ ابۡتَدَأَ فِيهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (اجۡمَعُوا لَهَا). فَجَمَعُوا لَهَا مِنۡ بَيۡنِ عَجۡوَةٍ وَدَقِيقَةٍ وَسَوِيقَةٍ، حَتَّى جَمَعُوا لَهَا طَعَامًا، فَجَعَلُوهَا فِي ثَوۡبٍ، وَحَمَلُوهَا عَلَى بَعِيرِهَا، وَوَضَعُوا الثَّوۡبَ بَيۡنَ يَدَيۡهَا، قَالَ لَهَا: (تَعۡلَمِينَ، مَا رَزِئۡنَا مِنۡ مَائِكِ شَيۡئًا، وَلَكِنَّ اللهَ هُوَ الَّذِي أَسۡقَانَا).

Kedua sahabat itu datang bersama wanita itu kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan keduanya menceritakan kisahnya. Nabi bersabda, “Mintalah dia untuk turun dari untanya!”

Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—meminta sebuah bejana lalu menuangkan kedua kantong besar itu ke dalam bejana itu. Beliau mengikat mulut kedua kantong itu dan membuka lubang bawahnya. Orang-orang dipanggil, “Ambillah air ini untuk kalian dan hewan-hewan kalian!”

Hingga semua orang yang ingin bisa memberi minum hewan-hewannya dan semua orang yang ingin bisa menggunakan air itu. Yang terakhir, beliau memberikan satu bejana air kepada orang yang sedang junub tadi. Beliau bersabda, “Pergilah dan guyurkan air ini ke tubuhmu!”

Sementara wanita tadi berdiri memandang apa yang diperbuat dengan airnya. Demi Allah, ketika kantong air itu sudah tidak diperlukan, kantong tersebut terlihat lebih penuh daripada ketika awal mulanya. Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Kumpulkanlah sesuatu untuk wanita itu!”

Para sahabat ada yang mengumpulkan kurma ‘ajwah, tepung, dan gandum hingga mereka mengumpulkan bahan-bahan makanan untuk dia. Lalu mereka membungkusnya dalam selembar kain dan memikulkannya ke atas untanya. Mereka meletakkan bungkusan kain itu di depannya.

Nabi bersabda kepadanya, “Ketahuilah! Kami tidak mengurangi airmu sedikit saja. Akan tetapi Allahlah yang memberi air kepada kami.”

فَأَتَتۡ أَهۡلَهَا وَقَدِ احۡتَبَسَتۡ عَنۡهُمۡ، قَالُوا: مَا حَبَسَكِ يَا فُلَانَةُ؟ قَالَتِ: الۡعَجَبُ، لَقِيَنِي رَجُلَانِ، فَذَهَبَا بِي إِلَى هٰذَا الَّذِي يُقَالُ لَهُ الصَّابِىءُ، فَفَعَلَ كَذَا وَكَذَا، فَوَاللهِ، إِنَّهُ لَأَسۡحَرُ النَّاسِ مِنۡ بَيۡنِ هٰذِهِ وَهٰذِهِ - وَقَالَتۡ بِإِصۡبَعَيۡهَا الۡوُسۡطَى وَالسَّبَّابَةِ، فَرَفَعَتۡهُمَا إِلَى السَّمَاءِ تَعۡنِي: السَّمَاءَ وَالۡأَرۡضَ - أَوۡ إِنَّهُ لَرَسُولُ اللهِ حَقًّا. فَكَانَ الۡمُسۡلِمُونَ بَعۡدَ ذٰلِكَ يُغِيرُونَ عَلَى مَنۡ حَوۡلَهَا مِنَ الۡمُشۡرِكِينَ، وَلَا يُصِيبُونَ الصِّرۡمَ الَّذِي هِيَ مِنۡهُ، فَقَالَتۡ يَوۡمًا لِقَوۡمِهَا: مَا أُرَى أَنَّ هَؤُلَاءِ الۡقَوۡمَ يَدَعُونَكُمۡ عَمۡدًا، فَهَلۡ لَكُمۡ فِي الۡإِسۡلَامِ؟ فَأَطَاعُوهَا فَدَخَلُوا فِي الۡإِسۡلَامِ. [الحديث ٣٤٤ - طرفاه في: ٣٤٨، ٣٥٧١].

Wanita itu menemui keluarganya dalam keadaan dia sudah terlambat. Keluarganya bertanya, “Apa yang menahanmu, wahai Fulanah?”

Wanita itu menjawab, “Keajaiban. Dua orang berjumpa denganku lalu keduanya membawaku pergi menemui orang yang disebut-sebut dengan ash-shabi` lalu dia melakukan ini dan itu. Demi Allah, dia adalah orang yang paling pandai menyihir di antara ini dengan ini.” Wanita itu memberi isyarat dengan jari tengah dan jari telunjuknya lalu mengangkatnya ke langit. Yang dia maksud adalah antara langit dengan bumi. “Atau kalau bukan, berarti dia benar-benar seorang utusan Allah.”

Setelah kejadian itu, kaum muslimin menyerang orang-orang musyrik yang berada di sekitar tempat wanita itu dan mereka tidak menyerang kampung tempat wanita itu. Pada suatu hari, wanita itu berkata kepada kaumnya, “Aku yakin mereka membiarkan (tidak menyerang) kalian karena ada maksud tertentu. Apakah kalian memiliki keinginan untuk masuk Islam?”

Lalu kaumnya menuruti wanita itu dan merekapun memeluk agama Islam.