Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah (wafat 620 H) di dalam kitab
Lum'atul I'tiqad berkata,
وَقَوۡلُهُ: (يَضۡحَكُ اللهُ إِلَى رَجُلَيۡنِ قَتَلَ أَحَدُهُمَا الۡآخَرَ ثُمَّ يَدۡخُلَانِ الۡجَنَّةَ).
Sabda Nabi, “Allah tertawa kepada dua orang, salah satunya membunuh yang lain, kemudian keduanya masuk janah.”[1]
فَهَٰذَا وَمَا أَشۡبَهَهُ مِمَّا صَحَّ سَنَدُهُ، وَعُدِّلَتۡ رِوَايَتُهُ نُؤۡمِنُ بِهِ، وَلَا نَرُدُّهُ، وَلَا نَجۡحَدُهُ، وَلَا نَتَأَوَّلُهُ بِتَأۡوِيلٍ يُخَالِفُ ظَاهِرَهُ وَلَا نُشَبِّهُهُ بِصِفَاتِ الۡمَخۡلُوقِينَ، وَلَا بِسِمَاتِ الۡمُحۡدَثِينَ، وَنَعۡلَمُ أَنَّ اللهَ سُبۡحَانَهُ لَا شَبِيهَ لَهُ، وَلَا نَظِيرَ ﴿لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَىۡءٌ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ﴾ [الشورى: ١١]، وَكُلُّ مَا يُخَيَّلُ فِي الذِّهۡنِ أَوۡ خَطَرَ بِالۡبَالِ، فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى بِخِلَافِهِ.
Sifat ini dan sifat semisalnya yang bersumber dari hadis yang sahih sanadnya dan para rawinya dinilai adil, maka kita mengimaninya, tidak menolaknya, tidak menentangnya, tidak menakwil dengan takwil yang menyelisihi lahiriahnya, tidak menyerupakannya dengan sifat makhluk atau ciri yang dibuat-buat. Kita mengetahui bahwa Allah Yang Maha Suci tidak ada yang menyerupai-Nya dan tidak ada yang menandingi-Nya. “Tidak ada sesuatupun yang semisal dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11). Setiap yang dikhayalkan dalam pikiran atau terbetik dalam benak, maka sesungguhnya Allah taala berbeda darinya.
Syekh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin (wafat 1421 H) rahimahullah berkata di
dalam syarahnya,
[1]
الصِّفَةُ الثَّانِيَةُ عَشۡرَةَ: الضَّحِكُ:
Sifat kedua belas: Tertawa.
الضَّحِكُ مِنۡ صِفَاتِ اللهِ الثَّابِتَةِ لَهُ بِالسُّنَّةِ وَإِجۡمَاعِ
السَّلَفِ.
قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (يَضۡحَكُ اللهُ إِلَى رَجُلَيۡنِ يَقۡتُلُ أَحَدُهُمَا
الۡآخَرَ يَدۡخُلَانِ الۡجَنَّةَ).
وَتَمَامُ الۡحَدِيثِ: (يُقَاتِلُ هَٰذَا فِي سَبِيلِ اللهِ فَيُقۡتَلُ ثُمَّ
يَتُوبُ اللهُ عَلَى الۡقَاتِلِ فَيُسۡتَشۡهَدُ). متفق عليه.
وَأَجۡمَعَ السَّلَفُ عَلَى إِثۡبَاتِ الضَّحِكِ لِلهِ.
Tertawa termasuk sifat Allah yang pasti bagi-Nya berdasarkan sunah dan ijmak
ulama salaf.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah tertawa kepada dua orang,
salah satunya membunuh yang lain, lalu kedua-duanya masuk janah.” Kelengkapan
hadis tersebut, “Orang yang satu ini berperang di jalan Allah lalu terbunuh.
Kemudian Allah menerima tobat si pembunuh, kemudian dia mati syahid.”
(Muttafaqun ‘alaih; HR.
Al-Bukhari nomor 2826
dan
Muslim nomor 1890).
Para ulama salaf telah bersepakat menetapkan sifat tertawa bagi Allah.
فَيَجِبُ إِثۡبَاتُهُ لَهُ مِنۡ غَيۡرِ تَحۡرِيفٍ وَلَا تَعۡطِيلٍ وَلَا
تَكۡيِيفٍ وَلَا تَمۡثِيلٍ.
وَهُوَ ضَحِكٌ حَقِيقِيٌّ يَلِيقُ بِاللهِ تَعَالَى.
Sehingga wajib menetapkan sifat tersebut untuk-Nya dengan tanpa tahrif
(menyelewengkan maknanya), ta’thil (menolaknya), takyif (menentukan
kaifiatnya), dan tamtsil (menyerupakannya). Itu adalah sifat tertawa yang
hakiki yang layak bagi Allah taala.
وَفَسَّرَهُ أَهۡلُ التَّعۡطِيلِ بِالثَّوَابِ، وَنَرُدُّ عَلَيۡهِمۡ بِمَا
سَبَقَ فِي الۡقَاعِدَةِ الرَّابِعَةِ.
Para penolak sifat menafsirkannya dengan pahala. Kita bantah mereka dengan
kaidah keempat yang telah lewat.