Cari Blog Ini

Shahih Al-Bukhari hadis nomor 7356

٢٤ - بَابُ الۡأَحۡكَامِ الَّتِي تُعۡرَفُ بِالدَّلَائِلِ، وَكَيۡفَ مَعۡنَى الدِّلَالَةِ وَتَفۡسِيرُهَا
24. Bab Hukum-Hukum yang Diketahui dengan Dalil-Dalil, Bagaimana Makna Dalil, dan Penjelasannya


وَقَدۡ أَخۡبَرَ النَّبِيُّ ﷺ أَمۡرَ الۡخَيۡلِ وَغَيۡرِهَا، ثُمَّ سُئِلَ عَنِ الۡحُمُرِ، فَدَلَّهُمۡ عَلَى قَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿فَمَنۡ يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرًا يَرَهُ﴾ وَسُئِلَ النَّبِيُّ ﷺ عَنِ الضَّبِّ، فَقَالَ: (لَا آكُلُهُ وَلَا أُحَرِّمُهُ). وَأُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ النَّبِيِّ ﷺ الضَّبُّ، فَاسۡتَدَلَّ ابۡنُ عَبَّاسٍ بِأَنَّهُ لَيۡسَ بِحَرَامٍ.

Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—telah mengabarkan tentang kuda dan yang lainnya kemudian beliau ditanya tentang himar, lalu beliau memberi dalil kepada mereka dengan firman Allah taala, “Barang siapa beramal kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihatnya.”

Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—ditanya tentang dhabb (sejenis kadal gurun), lalu beliau menjawab, “Aku tidak memakannya, namun aku tidak mengharamkannya.”

Pernah ada yang memakan dhabb di hidangan makanan Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, lalu Ibnu ‘Abbas menjadikannya dalil bahwa dhabb tidak haram.

٧٣٥٦ - حَدَّثَنَا إِسۡمَاعِيلُ: حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنۡ زَيۡدِ بۡنِ أَسۡلَمَ، عَنۡ أَبِي صَالِحٍ السَّمَّانِ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: (الۡخَيۡلُ لِثَلَاثَةٍ: لِرَجُلٍ أَجۡرٌ، وَلِرَجُلٍ سِتۡرٌ، وَعَلَى رَجُلٍ وِزۡرٌ، فَأَمَّا الَّذِي لَهُ أَجۡرٌ: فَرَجُلٌ رَبَطَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ، فَأَطَالَ فِي مَرۡجٍ أَوۡ رَوۡضَةٍ، فَمَا أَصَابَتۡ فِي طِيَلِهَا ذٰلِكَ الۡمَرۡجِ وَالرَّوۡضَةِ كَانَ لَهُ حَسَنَاتٍ، وَلَوۡ أَنَّهَا قَطَعَتۡ طِيَلَهَا، فَاسۡتَنَّتۡ شَرَفًا أَوۡ شَرَفَيۡنِ، كَانَتۡ آثَارُهَا وَأَرۡوَاثُهَا حَسَنَاتٍ لَهُ، وَلَوۡ أَنَّهَا مَرَّتۡ بِنَهَرٍ فَشَرِبَتۡ مِنۡهُ وَلَمۡ يُرِدۡ أَنۡ يَسۡقِيَ بِهِ كَانَ ذٰلِكَ حَسَنَاتٍ لَهُ، وَهِيَ لِذٰلِكَ الرَّجُلِ أَجۡرٌ. وَرَجُلٌ رَبَطَهَا تَغَنِّيًا وَتَعَفُّفًا، وَلَمۡ يَنۡسَ حَقَّ اللهِ فِي رِقَابِهَا وَلَا ظُهُورِهَا، فَهۡيَ لَهُ سِتۡرٌ، وَرَجُلٌ رَبَطَهَا فَخۡرًا وَرِيَاءً، فَهِيَ عَلَى ذٰلِكَ وِزۡرٌ). وَسُئِلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ عَنِ الۡحُمُرِ، قَالَ: (مَا أَنۡزَلَ اللهُ عَلَيَّ فِيهَا إِلَّا هٰذِهِ الۡآيَةَ الۡفَاذَّةَ الۡجَامِعَةَ: ﴿فَمَنۡ يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرًا يَرَهُ وَمَنۡ يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ﴾. [طرفه في: ٢٣٧١].

7356. Isma’il telah menceritakan kepada kami: Malik menceritakan kepadaku dari Zaid bin Aslam, dari Abu Shalih As-Samman, dari Abu Hurairah—radhiyallahu ‘anhu—: Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda,

“Kuda untuk tiga golongan: bagi seseorang bisa menjadi pahala, bagi orang lain menjadi penutup, dan bagi orang lainnya menjadi dosa. Adapun yang menjadi pahala adalah seseorang yang mengikat kuda di jalan Allah, lalu dia ulurkan di padang rumput atau kebun, maka rumput atau kebun yang diinjak atau dimakan oleh kuda itu, akan menjadi kebaikan untuk pemiliknya. Andai kuda itu memutuskan tali tambatnya lalu melaju melewati satu atau dua tanjakan, kotoran dan jejak kuda itu akan menjadi kebaikan untuk pemiliknya. Andai kuda itu melewati sungai lalu minum darinya padahal dia tidak ingin memberinya minum darinya, itupun akan menjadi kebaikan untuk pemiliknya. Jadi kuda untuk tujuan ini akan menjadi pahala.

Orang yang mengikat kuda dalam rangka mencukupi kebutuhan hidup dan memelihara diri dari perbuatan meminta-minta, kemudian dia tidak melupakan hak Allah pada leher kuda itu dan pada punggung kuda itu, maka kuda untuk tujuan ini akan menjadi penutup.

Sedangkan orang yang mengikat kuda dalam rangka sombong, ria, dan permusuhan terhadap muslimin, maka kuda untuk tujuan ini akan menjadi dosa.”

Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—ditanya tentang himar, lantas beliau bersabda, “Tidak ada wahyu yang diturunkan kepadaku tentangnya kecuali satu-satunya ayat yang komprehensif berikut ini, ‘Barang siapa beramal kebaikan seberat zarah, dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa beramal keburukan seberat zarah, dia akan melihat (balasan)nya.’ (QS. Az-Zalzalah: 7-8).”