Cari Blog Ini

Taisirul 'Allam - Hadits ke-174

الۡحَدِيثُ الرَّابِعُ وَالسَّبۡعُونَ بَعۡدَ الۡمِائَةِ

١٧٤ - عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوۡمِ يَوۡمٍ أَوۡ يَوۡمَيۡنِ، إِلَّا رَجُلًا كَانَ يَصُومُ صَوۡمًا، فَلۡيَصُمۡهُ).
174. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mendahului Ramadan dengan puasa satu atau dua hari. Kecuali seseorang yang mempunyai kebiasaan puasa di hari itu, maka silakan dia berpuasa.”[1]

الۡغَرِيبُ:

لَا تَقَدَّمُوا: بِفَتۡحِ التَّاءِ وَالدَّالِ، عَلَى حَذۡفِ تَاءِ الۡمُضَارَعَةِ، لِأَنَّ أَصۡلَهُ لَا تَتَقَدَّمُوا.

Kosakata asing:

لَا تَقَدَّمُوا: dengan huruf ta dan dal yang difatah. Serta membuang huruf ta mudhara’ah karena asal katanya adalah لَا تَتَقَدَّمُوا.

الۡمَعۡنَى الۡإِجۡمَالِي:

الشَّارِعُ الۡحَكِيمُ يُرِيدُ التَّمۡيِيزَ بَيۡنَ الۡعِبَادَاتِ وَالۡعَادَاتِ، وَيُرِيدُ أَنۡ يُمَيِّزَ بَيۡنَ فُرُوضِ الۡعِبَادَاتِ وَنَوَافِلِهَا لِيَحۡصُلَ الۡفَرۡقَ بَيۡنَ هَٰذَا وَذَاكَ.
لِذَا فَإِنَّهُ نَهَى عَنۡ تَقَدُّمِ شَهۡرِ رَمَضَانَ بِصِيَامِ يَوۡمٍ أَوۡ يَوۡمَيۡنِ أَوۡ نَحۡوِ ذٰلِكَ لِيَكُونَ مُفۡطِرًا مُسۡتَعِدًّا لِصِيَامِ شَهۡرِ رَمَضَانَ، إِلَّا مَنۡ كَانَ لَهُ عَادَةٌ مِنۡ صَوۡمٍ كَيَوۡمِ الۡخَمِيسِ أَوِ الۡاثۡنَيۡنِ أَوۡ قَضَاءِ تَضَايُقَ وَقۡتِهِ، أَوۡ نَذۡرٍ لَزِمَهُ، فَلۡيَصُمۡهُ لِأَنَّهُ تَعَلَّقَ بِسَبَبِهِ. بِخِلَافِ نَفۡلِ الصِّيَامِ الۡمُطۡلَقِ فَأَقَلُّ مَا فِيهِ الۡكَرَاهَةُ.

Makna secara umum:

Allah, Pembuat syariat lagi Mahabijaksana, menginginkan perbedaan yang jelas antara ibadah dengan adat kebiasaan dan Allah juga menghendaki perbedaan yang jelas antara ibadah fardu dengan ibadah sunah, sehingga mewujudkan keterpisahan antara ini dengan itu.
Untuk itu, Allah melarang dari mendahului bulan Ramadan dengan puasa satu atau dua hari agar seseorang tidak berpuasa dan bersiap-siap menghadapi puasa bulan Ramadan. Kecuali siapa saja yang sudah memiliki kebiasaan berpuasa, seperti puasa hari Kamis atau Senin, atau puasa kada pada saat yang sempit, atau puasa nazar yang harus ia lakukan, maka dia boleh berpuasa karena puasanya itu terkait sebab. Berbeda dengan puasa sunah mutlak. Hukum paling ringannya adalah makruh.

مَا يُؤۡخَذُ مِنَ الۡحَدِيثِ:

١ - النَّهۡيُ عَنۡ تَقَدُّمِ رَمَضَانَ بِصِيَامِ يَوۡمٍ أَوۡ يَوۡمَيۡنِ.
٢ - الرُّخۡصَةُ فِي ذٰلِكَ لِمَنۡ صَادَفَ قَبۡلَ رَمَضَانَ لَهُ عَادَةُ صِيَامٍ، كَيَوۡمِ الۡخَمِيسِ وَالۡاثۡنَيۡنِ.
٣ - مِنۡ حِكۡمَةِ ذٰلِكَ-وَاللهُ أَعۡلَمُ- تَمۡيِيزُ فَرَائِضِ الۡعِبَادَاتِ مِنۡ نَوَافِلِهَا، وَالۡاسۡتِعۡدَادُ لِرَمَضَانَ بِنَشَاطٍ وَرَغۡبَةٍ، وَلِيَكُونَ الصِّيَامُ شِعَارَ ذٰلِكَ الشَّهۡرِ الۡفَاضِلِ الۡمُمَيَّزِ بِهِ.

Faedah hadis:

1. Larangan mendahului Ramadan dengan puasa satu atau dua hari.
2. Rukhsah dalam hal itu bagi siapa kebetulan memiliki kebiasaan puasa bertepatan dengan waktu sebelum bulan Ramadan, seperti puasa hari Kamis dan Senin.
3. Di antara hikmah hal itu—wallahualam—memisahkan antara ibadah wajib dengan ibadah sunah, persiapan menghadapi puasa Ramadan dengan semangat dan senang, dan agar puasa menjadi syiar bulan yang mulia dan istimewa itu.

[1] HR. Al-Bukhari nomor 1914, Muslim nomor 1082, Abu Dawud nomor 2335, At-Tirmidzi nomor 685, Ibnu Majah nomor 1650, Ad-Darimi (2/4), Ahmad dalam Al-Musnad (2/234, 347, 408, 477, 513, 521).