Syekh Shalih bin Fauzan bin 'Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah berkata di dalam kitab Syarh Al-Jami' li 'Ibadatillah:
النَّذۡرُ: هُوَ الۡتِزَامُ عِبَادَةٍ لَمۡ يَلۡزَمۡ بِهَا الشَّرۡعُ، وَهُوَ نَوۡعٌ مِنۡ أَنۡوَاعِ الۡعِبَادَةِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿يُوفُونَ بِٱلنَّذۡرِ وَيَخَافُونَ يَوۡمًا كَانَ شَرُّهُۥ مُسۡتَطِيرًا﴾ [الإنسان: ٧]. فَأَثۡنَى عَلَيۡهِمۡ أَنَّهُمۡ يُوفُونَ بِالنَّذۡرِ، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَآ أَنفَقۡتُم مِّن نَّفَقَةٍ أَوۡ نَذَرۡتُم مِّن نَّذۡرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُهُۥ ۗ﴾ [البقرة: ٢٧٠]. قَرَنَهُ مَعَ النَّفَقَةِ وَالصَّدَقَةِ، وَالنَّفَقَةُ وَالصَّدَقَةُ عِبَادَةٌ، فَيَكُونُ النَّذۡرُ عِبَادَةً، قَالَ سُبۡحَانَهُ: ﴿وَلۡيُوفُوا۟ نُذُورَهُمۡ وَلۡيَطَّوَّفُوا۟ بِٱلۡبَيۡتِ ٱلۡعَتِيقِ﴾ [الحج: ٢٩]. قَرَنَهُ مَعَ الطَّوَافِ، وَالطَّوَافُ عِبَادَةٌ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَالۡوَفَاءُ بِالنَّذۡرِ عِبَادَةٌ، هَٰذَا فِي نَذۡرِ الطَّاعَةِ، إِذَا نَذَرَ أَنۡ يَتَصَدَّقَ، إِذَا نَذَرَ أَنۡ يُصَلِّيَ، إِذَا نَذَرَ أَنۡ يَصُومَ، إِذَا نَذَرَ أَنۡ يَحُجَّ، إِذَا نَذَرَ أَنۡ يَعۡتَمِرَ، قَالَ ﷺ: (مَنۡ نَذَرَ أَنۡ يُطِيعَ اللهَ فَلۡيُطِعۡهُ)، أَمَّا نَذۡرُ الۡمَعۡصِيَةِ فَإِنَّهُ يَحۡرُمُ الۡوَفَاءُ بِهِ، قَالَ ﷺ: (وَمَنۡ نَذَرَ أَنۡ يَعۡصِيَ اللهَ فَلَا يَعۡصِهِ).
Nazar adalah mengharuskan suatu ibadah yang tidak diharuskan oleh syariat. Nazar adalah salah satu jenis ibadah. Allah taala berfirman yang artinya, “Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al-Insan: 7). Allah menyanjung mereka karena mereka menunaikan nazar. Allah taala juga berfirman yang artinya, “Apa saja yang kalian nafkahkan atau apa saja yang kalian nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 270). Allah menyandingkan nazar dengan nafkah dan sedekah, sementara nafkah dan sedekah merupakan ibadah, sehingga nazar pun juga ibadah. Allah subhanahu wa taala berfirman yang artinya, “Dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS. Al-Hajj: 29). Allah menyandingkan nazar dengan tawaf. Tawaf adalah ibadah untuk Allah azza wajalla, sehingga penunaian nazar juga ibadah. Ini dalam hal nazar ketaatan, yaitu seperti ketika ia bernazar bersedekah, salat, puasa, haji, atau umrah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang bernazar untuk menaati Allah, maka taatilah Allah.” (HR. Al-Bukhari nomor 6696 dan Ahmad nomor 24075 dari hadis ‘Aisyah). Adapun nazar kemaksiatan, maka haram menunaikannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan siapa saja yang bernazar untuk bermaksiat kepada-Nya, maka janganlah ia bermaksiat pada-Nya.”
وَمِنۡ نَذۡرِ الۡمَعۡصِيَةِ: النَّذۡرُ لِلۡقُبُورِ، فَمَنۡ نَذَرَ لِقَبۡرٍ أَوۡ نَذَرَ لِمَيِّتٍ فَإِنَّهُ يَكُونُ مُشۡرِكًا شِرۡكًا أَكۡبَرَ؛ لِأَنَّهُ صَرَّفَ نَوۡعًا مِنۡ أَنۡوَاعِ الۡعِبَادَةِ لِغَيۡرِ اللهِ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى.
Termasuk nazar kemaksiatan adalah nazar kepada kuburan. Sehingga siapa saja yang nazar untuk suatu kubur atau orang yang sudah mati, maka dia menjadi orang musyrik dengan kesyirikan akbar karena dia telah memalingkan salah satu jenis ibadah untuk selain Allah subhanahu wa taala.