Cari Blog Ini

Hathib bin Abi Balta’ah radhiyallahu ‘anhu

Nama beliau adalah Abu Muhammad Hatib bin Abi Balta’ah Amru bin Umair bin Salamah bin Amr Al Lahmi. Sebagian berpendapat bahwa nama kuniah beliau adalah Abu Abdillah. Beliau adalah sekutu dari Bani Asad bin Abdil Uzza. Beliau berasal dari Negeri Yaman. Di antara putranya yang termasuk jajaran shahabat adalah Abu Yahya Abdurrahman bin Hatib bin Abi Balta’ah. Dan, di antara maula beliau yang juga seorang shahabat Nabi bahkan ikut serta dalam perang Badar dan Uhud adalah seorang yang bernama Saad bin Khauli. Saad bin Khauli ini adalah seorang shahabat yang berasal dari Mudzhij, daerah di wilayah Persia. Saad masuk Islam, ikut serta berhijrah dan ikut serta pula dalam perang Badar dan Uhud, lalu terbunuh dalam perang Uhud tersebut. 

Saat beliau berhijrah dan menjadi salah satu muhajirin, Rasulullah mempersaudarakan beliau dengan ‘Uwaim bin Saa’idah. Seorang dari suku Anshar yang memiliki banyak keistimewaan. Rasul mengatakan tentang Uwaim, “Sebaik-baik laki-laki penduduk surga adalah Uwaim bin Saaidah.” Uwaim bin Saaidah adalah seorang yang ikut serta dalam berbagai peristiwa penting seperti baiat Aqabah, perang Badar, Uhud, Al Khandaq. Sungguh dua shahabat yang beruntung karena persaudaraan iman tersebut. Di antara hadis yang diriwayatkan oleh beliau adalah 
مَنۡ رَآنِي بَعۡدَ مَوۡتِي فَكَأَنَّمَا رَآنِي فِي حَيَاتِي وَمَنۡ مَاتَ فِي أَحَدِ الۡحَرَمَيۡنِ بُعِثَ فِي الۡآمِنِينَ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ 
Barang siapa melihatku (dalam mimpinya) setelah kematianku, maka seakan ia melihatku saat kehidupanku. Dan barang siapa yang meninggal di salah satu negeri Haramain, maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam golongan orang-orang yang mendapatkan keamanan.” [H.R.

SALAH SATU UTUSAN NABI YANG MULIA 


Beliau adalah salah satu shahabat yang dikirim Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan yang membawa surat beliau kepada Al Muqauqis, seorang raja di wilayah Al Iskandariyah dan Mesir ketika itu. Ini terjadi di tahun 6 Hijriyah. Beliau pun disambut dan didudukkan dengan kedudukan yang mulia oleh Muqauqis. Saat kepulangannya beliau diserahi untuk membawa hadiah-hadiah teruntuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara hadiah-hadiah tersebut adalah Mariyah Al Qibtiyah Ummu Ibrahim bin Muhammad dan saudari beliau Siirin yang dihadiahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk Al Hasan bin Tsabit. Selain itu diserahkan pula beberapa macam hadiah untuk beliau. Di masa kepemimpinan khalifah pertama, khalifah Abu Bakar, beliau kembali diutus kepada Muqauqis untuk melakukan kesepakatan damai, sehingga tidak terjadi peperangan antara muslimin dengan para penguasa Mesir. Saat itu, Mesir adalah bagian dari wilayah jajahan Romawi yang sebagian wilayahnya telah terjadi pertempuran dengan kaum muslimin dan dapat direbut oleh muslimin. Hingga datang masa Umar bin Al Khaththab, beliau mengutus Amr bin Al Ash untuk menyudahi kesepakatan damai tersebut. Umar bin Al Khaththab mengutus Amr bin Al Ash dengan sepasukan besar ke Negeri Mesir, demi menjadikan wilayah Mesir dan sekitarnya menjadi wilayah muslimin, dan tunduk dengan syariat Islam. Dan akhirnya, Mesir dapat ditundukkan oleh Islam di tahun ke 20 H.

KEUTAMAAN HATIB BIN ABI BALTA’AH 


Sebenarnya menjadi seorang shahabat sudah cukup menunjukkan kemuliaan seseorang. Abdullah bin Mubarak rahimahullah pernah ditanya tentang siapakah yang lebih utama, Mu’awiyah bin Abu Sufyan ataukah Umar bin Abdulaziz? Beliau menjawab, “Demi Allah, debu yang masuk di hidung Mu’awiyah saat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih utama seribu kali dibanding Umar (bin Abdulaziz).” Ya, sekadar hidup menjadi shahabat Rasulullah saja sungguh merupakan keutamaan yang besar. Bagaimanakah kiranya bila ia menjadi seorang shahabat, lalu ikut melakukan berbagai peristiwa penting bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan dalam setiap peristiwa tersebut terdapat keistimewaan-keistimewaan yang agung. Hatib bin Abi Balta’ah adalah di antara sekian shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memiliki keutamaan-keutamaan dalam Islam. Beliau adalah seorang yang ikut dalam hijrah ke Negeri Madinah. Seorang muhajirin memiliki kedudukan mulia dalam Islam. Selain hal tersebut, beliau adalah salah satu shahabat ahli Badar dan Uhud, serta ikut dalam perjanjian Hudaibiyah. 

Perhatikanlah kejadian berikut ini. Suatu ketika ada salah satu budak Hatib yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengadukan tentang Hatib. Ia mengatakan: ‘Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar Hatib akan masuk neraka’. Maka ucapan itu ditangkas Rasulullah dengan mengatakan: 
كَذَبۡتَ لَا يَدۡخُلُهَا، فَإِنَّهُ شَهِدَ بَدۡرًا وَالۡحُدَيۡبِيَّةَ 
Kamu dusta. Ia tidak akan memasukinya (neraka), sungguh dia adalah orang yang mengikuti perang Badar dan Hudaibiyah.” [H.R. Muslim

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Hatib bersikap keras terhadap budak-budaknya sehingga ada seorang budak yang mengadu kepada Rasulullah dan mengatakan, “Sungguh Hatib tidak akan masuk surga.” Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: 
لَا يَدۡخُلُ النَّارَ أَحَدٌ شَهِدَ بَدۡرًا وَالۡحُدَيۡبِيَّةَ 
Tidak akan masuk neraka seseorang yang mengikuti peristiwa perang Badar dan Al Hudaibiyah.

PERSAKSIAN ALLAH ATAS KEIMANANNYA 


Sungguh peristiwa-peristiwa yang menimpa seseorang adalah salah satu alat untuk mengukur keutamaan seseorang. Peristiwa berikut, akan menunjukkan kepada kita akan kedudukan Hatib di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad akan menaklukkan kota Mekkah, karena mereka merusak perjanjian yang telah disepakati, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk bersiap guna memerangi mereka. Beliau berdoa kepada Allah agar jangan sampai berita tentang persiapan ini sampai kepada mereka. Maka Hatib dengan sengaja menulis sepucuk surat yang ditujukan kepada orang-orang Quraisy, lalu dikirimlah surat itu melalui seorang wanita yang bernama Ummu Sarah. Tujuannya ialah untuk memberitahukan kepada penduduk Mekah rencana yang akan dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia lakukan demikian itu agar dirinya mendapat jasa di kalangan mereka sehingga mereka akan memberikan perlindungan kepada sanak keluarga beliau yang masih tinggal di Makkah. Maka Allah memperlihatkan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau pun mengirim beberapa orang shahabat untuk mengejar wanita tersebut, kemudian surat itu diambil dari si wanita. Maka ditanyakanlah perbuatan ini oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Hatib menjawab, “Jangan engkau tergesa-gesa mengambil keputusan terhadapku, sesungguhnya aku adalah seorang yang hidup menginduk kepada orang-orang Quraisy, dan aku bukanlah seseorang dari kalangan mereka. Sedangkan di antara kaum Muhajirin yang ada bersama engkau mempunyai kaum kerabat di Mekah yang dapat melindungi keluarganya yang tertinggal. Maka karena aku tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengan mereka, aku bermaksud menggantinya dengan jasa kepada mereka. Dan tidaklah aku berbuat demikian karena kekafiran, bukan pula karena murtad dari agamaku, serta tidak pula rida dengan kekufuran sesudah aku masuk Islam.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Dia berkata sebenarnya kepada kalian”. Umar bin Al Khaththab pun tidak bersabar dengan jawaban tersebut, karena kecintaan beliau terhadap agama ini beliau mengatakan, “Biarkanlah aku memenggal batang leher orang munafik ini.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Sesungguhnya dia telah ikut dalam Perang Badar, dan tahukah kamu, barangkali Allah menengok ahli Badar, lalu berfirman kepada mereka, “Berbuatlah menurut apa yang kalian kehendaki, sesungguhnya Aku telah memberikan ampunan bagimu.”. 

Pembaca, perhatikanlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, yang membela Hatib dan perhatikan pula ayat yang turun berkenaan dengan peristiwa ini, yang menunjukkan bahwa Allah mempersaksikan keimanan Hatib. Allah berfirman: 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمۡ أَوۡلِيَاءَ تُلۡقُونَ إِلَيۡهِم بِالۡمَوَدَّةِ وَقَدۡ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُم مِّنَ الۡحَقِّ يُخۡرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمۡ ۙ أَن تُؤۡمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمۡ إِن كُنتُمۡ خَرَجۡتُمۡ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابۡتِغَاءَ مَرۡضَاتِي ۚ تُسِرُّونَ إِلَيۡهِم بِالۡمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعۡلَمُ بِمَا أَخۡفَيۡتُمۡ وَمَا أَعۡلَنتُمۡ ۚ وَمَن يَفۡعَلۡهُ مِنكُمۡ فَقَدۡ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ 
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu. Mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Rabbmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barang siapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.” [Q.S. Al Mumtahanah: 1

Allah mempersaksikan dengannya keimanan pada Hatib. Siapakah yang akan menyangsikan persaksian Allah ini?

WAFAT 


Beliau meninggal pada tahun 30 hijriyyah, di Negeri Madinah pada umur 65 tahun di masa pemerintahan Utsman bin Affan. Khalifah Utsman adalah yang memimpin penyelenggaraan salat jenazah. [Ustadz Hammam] 


Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 85 vol.08 1440H/2019M rubrik Figur.