Cari Blog Ini

Ma Hiya As-Salafiyyah? - Sebagian Karakteristik Manhaj Salaf (3)

Termasuk ciri khas dan karakteristik manhaj salaf—yang telah disebutkan—: 

Tegar di atas kebenaran. Allah jalla jalaluh berfirman, 
ٱلَّذِينَ أُخۡرِجُوا۟ مِن دِيَـٰرِهِم بِغَيۡرِ حَقٍّ إِلَّآ أَن يَقُولُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ۗ وَلَوۡلَا دَفۡعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعۡضَهُم بِبَعۡضٍ لَّهُدِّمَتۡ صَوَٰمِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَٰتٌ وَمَسَـٰجِدُ يُذۡكَرُ فِيهَا ٱسۡمُ ٱللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنصُرَنَّ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَقَوِىٌّ عَزِيزٌ 
Orang-orang yang diusir dari negeri mereka tanpa alasan yang benar kecuali karena mereka mengucapkan, “Rabb kami adalah Allah.” Dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi, dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Allah pasti akan menolong siapa saja yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. (QS. Al-Hajj: 40). 

Allah jalla jalaluh berfirman, 
يُثَبِّتُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِٱلۡقَوۡلِ ٱلثَّابِتِ فِى ٱلۡحَيَو‌ٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَفِى ٱلۡءَاخِرَةِ 
Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang kokoh di kehidupan dunia dan akhirat. (QS. Ibrahim: 27). 

Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Sesungguhnya kesesatan yang sejati adalah engkau menganggap baik apa yang dulu engkau ingkari dan engkau mengingkari apa yang dulu engkau anggap baik. Jauhilah sikap berganti-ganti warna dalam agama Allah taala karena agama Allah hanya satu.”[1]

Semoga kalian ingat—semoga Allah memelihara kalian—sikap Imam Ahmad sang imam ahli sunah. Beliau disakiti di jalan Allah taala. Namun beliau tegar. Beliau dicambuk—semoga Allah taala meridainya—dan disiksa di jalan Allah, namun beliau tidak menarik pendapatnya yang benar. 

Ini pula, Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Beliau disakiti di jalan Allah, namun beliau tegar—semoga Allah meridainya—. Jadi ketegaran di atas kebenaran merupakan ciri khas manhaj ini dan merupakan ciri khas pengusungnya yang jujur dan mengerti tentangnya. 

Demi Allah, siapa saja yang membaca biografi para salaf dan memperhatikan perjalanan hidup para salaf saleh, akan tampak padanya dengan gamblang. Lihatlah dalam biografi Imam Muhammad bin Ahmad bin Sahl Ar-Ramli rahimahullah. Beliau ini adalah seorang imam teladan—semoga Allah meridainya—. Beliau disakiti di jalan Allah dengan gangguan yang sangat menyakitkan. 

Al-Hafizh Adz-Dzahabi dalam kitab Siyar A’lamin Nubala` di biografi beliau berkata: 

“Al-Hafizh Abu Dzarr berkata: Bani ‘Ubaid memenjarakan beliau dan menyalib beliau karena berpegang dengan sunah. Aku mendengar Ad-Daraquthni menyebutnya dan beliau pun menangis. Dahulu, Imam Muhammad bin Ahmad ketika dikuliti beliau mengucapkan, 
كَانَ ذَٰلِكَ فِى ٱلۡكِتَـٰبِ مَسۡطُورًا 
Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Loh Mahfuz). 
Aku katakan: Pengulangan beliau terhadap ayat ini adalah dalil bahwa beliau beriman kepada kada dan kadar Allah. 

Ibnu Al-Akfani berkata setelah menyebutkan kisah pengulitan beliau. Yang menguliti beliau adalah seorang Yahudi. Si Yahudi pelaku pengulitan ini menyakiti beliau sampai kesakitan sehingga dia merasa kasihan. Lalu dia meletakkan belati di atas jantung beliau dan membunuhnya karena kasihan terhadap beliau. Ibnu Al-Akfani berkata: Beliau rahimahullah dikuliti, ditempeli jerami, dan disalib.”[2]

Beliau dikuliti karena beliau berpegang teguh dengan sunah. Siapa orang yang bisa kuat seperti kuatnya beliau rahimahullah?! 

Imam Abu Al-Muzhaffar As-Sam’ani rahimahullah berkata, 

“Termasuk yang menunjukkan bahwa ahli hadis merupakan para pembawa kebenaran adalah kalau engkau menelaah seluruh kitab-kitab mereka yang telah tersusun. Dari awal sampai akhir, dahulu sampai sekarang, walaupun negeri dan zaman mereka berbeda, negeri mereka berjauhan, tempat tinggal mereka di berbagai penjuru, niscaya engkau mendapati mereka ketika menjelaskan akidah berada di atas satu metode dan satu jalan. Mereka berjalan di suatu koridor yang mereka tidak melenceng dan tidak menyempal darinya. Ucapan mereka dalam hal itu satu. Perbuatan mereka juga sama. Engkau tidak akan dapati perselisihan dan perpecahan di antara mereka dalam satu perkara apapun meski hanya sedikit. Bahkan kalau engkau kumpulkan seluruh ucapan yang mengalir dari lisan mereka dan mereka nukilkan dari para pendahulu mereka, niscaya engkau dapati seakan-akan ucapan itu berasal dari satu hati dan terucap dari satu lisan. Apakah ada dalil yang menunjukkan kebenaran yang lebih jelas daripada ini? Allah taala berfirman, 
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ ۚ وَلَوۡ كَانَ مِنۡ عِندِ غَيۡرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُوا۟ فِيهِ ٱخۡتِلَـٰفًا كَثِيرًا 
Apakah kalian tidak mempelajari Alquran. Andai Alquran tidak berasal dari sisi Allah, niscaya mereka akan mendapati padanya banyak perselisihan. (Q.S. An-Nisa`: 82). 

Allah taala berfirman, 
وَٱعۡتَصِمُوا۟ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ وَٱذۡكُرُوا۟ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءً فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦٓ إِخۡوَ‌ٰنًا 
Dan berpegang teguhlah dengan tali Allah semuanya dan janganlah berpecah belah. Ingatlah nikmat Allah terhadap kalian ketika kalian dahulu bermusuhan lalu Allah satukan hati-hati kalian lalu karena nikmat-Nya kalian menjadi bersaudara. (Q.S. Ali ‘Imran: 103).”[3]

Syekh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, 

Sungguh engkau dapati ahli kalam adalah orang yang paling banyak berpindah dari satu pendapat kepada pendapat yang lain. Dia memastikan suatu pendapat di satu tempat, namun menetapkan lawan dan pengafiran pengucapnya di tempat lain. Dan ini adalah dalil tidak adanya keyakinan. 

Karena iman itu sebagaimana yang dikatakan oleh Kaisar ketika bertanya kepada Abu Sufyan tentang siapa saja yang berislam bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah ada salah seorang di antara mereka yang kembali keluar dari agamanya karena kecewa dengannya setelah memeluknya?” 

Abu Sufyan menjawab, “Tidak ada.” 

Kaisar berkata, “Begitulah iman apabila cahayanya sudah masuk ke dalam hati, maka tidak ada seorangpun yang akan kecewa dengannya.” 

Karena inilah, sebagian salaf, ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz atau selain beliau berkata, “Siapa saja yang menjadikan agamanya sebagai bahan perdebatan, maka dia akan banyak berubah pendirian.” 

Adapun ahli sunah dan ahli hadis, tidak diketahui seorang pun dari ulama dan orang awamnya yang saleh yang rujuk dari ucapan dan keyakinannya. Bahkan mereka orang yang paling tinggi kesabarannya di atas pendiriannya meskipun mereka diuji dengan berbagai ujian dan dicoba dengan berbagai cobaan. Ini adalah keadaan para nabi dan pengikut mereka dari kalangan orang-orang terdahulu. Seperti orang yang diuji di parit dan semisal mereka. Seperti pendahulu umat ini dari kalangan sahabat, tabiin, dan para imam selain mereka… Kesimpulannya, kekokohan dan ketenangan yang ada pada ahli hadis dan ahli sunah jauh berkali lipat dibandingkan dengan yang ada di sisi ahli kalam dan filsafat.”[4]


[1] Diriwayatkan oleh Abū Al-Qāsim Al-Baghawi dalam Al-Ja‘diyyāt (2/nomor 3202), dan—dari jalannya—Al-Baihaqi dalam Al-Kubrā (10/42), serta Al-Lālikā’i dalam Syarh Uṣul I‘tiqād Ahli Al-Sunnah (1/nomor 120), dari jalan Sulaimān bin Al-Mugīrah, dari Ḥumaid bin Hilāl, dari seorang bekas budak milik Abu Mas‘ūd. Beliau berkata: Abū Mas‘ūd masuk menemui Ḥużaifah… lalu beliau menyebutkannya. 
[2] Siyar A’lam An-Nubala` (16/148). 
[3] Dinukil oleh Syekh Islam Ibnu Taimiyyah dari beliau dalam Shaun Al-Manthiq wal-Kalam halaman 165. 
[4] Majmu’ Fatawa Syaikh Al-Islam (4/50).