Cari Blog Ini

Syafaat

Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah di dalam kitab Lum'at Al-I'tiqad berkata:

وَيَشۡفَعُ نَبِيُّنَا ﷺ فِيمَنۡ دَخَلَ النَّارَ مِنۡ أُمَّتِهِ مِنۡ أَهۡلِ الۡكَبَائِرِ فَيَخۡرُجُونَ بِشَفَاعَتِهِ بَعۡدَ مَا احۡتَرَقُوا وَصَارُوا فَحۡمًا وَحُمَمًا، فَيَدۡخُلُونَ الۡجَنَّةَ بِشَفَاعَتِهِ. 

وَلِسَائِرِ الۡأَنۡبِيَاءِ وَالۡمُؤۡمِنِينَ وَالۡمَلَائِكَةِ شَفَاعَاتٌ، قَالَ تَعَالَى: ﴿وَلَا يَشۡفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ٱرۡتَضَىٰ وَهُم مِّنۡ خَشۡيَتِهِۦ مُشۡفِقُونَ﴾ [الأنبياء: ٢٨]. 

وَلَا تَنۡفَعُ الۡكَافِرَ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ. 

Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan syafaat kepada orang-orang yang telah masuk neraka di antara umatnya dari kalangan para pelaku dosa besar sehingga mereka keluar dengan sebab syafaat beliau setelah mereka dibakar dan menjadi arang. Maka mereka pun masuk janah dengan sebab syafaat beliau. 

Begitu pula seluruh para nabi, kaum mukminin, dan para malaikat bisa memberi syafaat. Allah taala berfirman yang artinya, “Dan mereka tidak dapat memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” (QS. Al-Anbiya`: 28). 

Namun syafaat dari para pemberi syafaat tidak bermanfaat bagi orang kafir.[1]


Syekh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah di dalam Syarh Lum'atil I'tiqad berkata:

[1] الشَّفَاعَةُ: 

الشَّفَاعَةُ لُغَةً: جَعۡلُ الۡوِتۡرِ شَفۡعًا. 

وَاصۡطِلَاحًا: التَّوَسُّطُ لِلۡغَيۡرِ بِجَلۡبِ مَنۡفَعَةٍ أَوۡ دَفۡعِ مَضَرَّةٍ. 

وَالشَّفَاعَةُ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ نَوۡعَانِ: خَاصَّةٌ بِالنَّبِيِّ ﷺ وَعَامَّةٌ لَهُ وَلِغَيۡرِهِ. 

Syafaat


Syafaat secara bahasa adalah membuat yang ganjil menjadi genap. Secara istilah artinya adalah mengantarai yang lain untuk memperoleh suatu manfaat atau menolak suatu mudarat. 

Syafaat pada hari kiamat ada dua jenis, yaitu yang khusus bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umum bagi beliau dan selain beliau. 

فَالۡخَاصَّةُ بِهِ ﷺ: شَفَاعَةُ الۡعُظۡمَى فِي أَهۡلِ الۡمَوۡقِفِ عِنۡدَ اللهِ لِيُقۡضَى بَيۡنَهُمۡ حِينَ يَلۡحَقُهُمۡ مِنَ الۡكَرۡبِ وَالۡغَمِّ مَا لَا يُطِيقُونَ، فَيَذۡهَبُونَ إِلَى آدَمَ فَنُوحٍ فَإِبۡرَاهِيمَ فَمُوسَى فَعِيسَى وَكُلُّهُمۡ يَعۡتَذِرُونَ، فَيَأۡتُونَ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَيَشۡفَعُ فِيهِمۡ إِلَى اللهِ، فَيَأۡتِي سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى لِلۡقَضَاءِ بَيۡنَ عِبَادِهِ. 

Syafaat khusus bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah syafaat al-‘uzhma (teragung) terhadap orang-orang di maukif (padang mahsyar) di sisi Allah agar perkara di antara mereka diputuskan ketika mereka tertimpa kepayahan dan kesulitan yang sudah tidak bisa mereka tanggung. Mereka pergi kepada Adam, lalu Nuh, Ibrahim, Musa, ‘Isa. Namun mereka semua uzur. Maka orang-orang pun datang kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau pun mengajukan syafaat bagi mereka kepada Allah. Lalu Allah subhanahu wa taala datang untuk memberi keputusan di antara para hamba-Nya. 

وَقَدۡ ذُكِرَتۡ هَٰذِهِ الصِّفَةُ فِي حَدِيثِ الصُّورِ الۡمَشۡهُورِ، لَكِنۡ سَنَدُهُ ضَعِيفٌ مَتُكَلَّمٌ فِيهِ، وَحُذِفَتۡ مِنَ الۡأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ فَاقَتۡصَرَ مِنۡهَا عَلَى ذِكۡرِ الشَّفَاعَةِ فِي أَهۡلِ الۡكَبَائِرِ. 

قَالَ ابۡنُ كَثِيرٍ وَشَارِحُ الطَّحَاوِيَّةِ: وَكَانَ مَقۡصُودُ السَّلَفِ مِنَ الۡاقۡتِصَارِ عَلَى الشَّفَاعَةِ فِي أَهۡلِ الۡكَبَائِرِ هُوَ الرَّدُّ عَلَى الۡخَوَارِجِ وَمَنۡ تَابَعَهُمۡ مِنَ الۡمُعۡتَزِلَةِ. 

وَهَٰذِهِ الشَّفَاعَةُ لَا يُنۡكِرُهَا الۡمُعۡتَزِلَةُ وَالۡخَوَارِجُ، وَيُشۡتَرَطُ فِيهَا إِذۡنُ اللهِ لِقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿مَنۡ ذَا الَّذِي يَشۡفَعُ عِنۡدَهُ إِلَّا بِإِذۡنِهِ﴾ [البقرة: ٢٥٥]. 

Sifat syafaat al-‘uzhma ini disebutkan di dalam hadis sangkakala yang masyhur namun sanadnya daif yang ada pembicaraan padanya. Adapun hadis-hadis yang sahih tidak disebutkan di sini. Penulis mencukupkan dengan menyebutkan syafaat untuk pelaku dosa-dosa besar. 

Ibnu Katsir dan pensyarah kitab Ath-Thahawiyyah berkata: Maksud ulama salaf dari mencukupkan hanya menyebutkan syafaat untuk pelaku dosa besar sebagai bantahan terhadap Khawarij dan yang mengikuti mereka dari kalangan Mu’tazilah. 

Adapun syafaat al-‘uzhma tidak diingkari oleh kelompok Mu’tazilah dan Khawarij. Syafaat ini dipersyaratkan adanya izin Allah, berdasarkan firman Allah taala yang artinya, “Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah kecuali dengan izin-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 255). 

النَّوۡعُ الثَّانِي: الۡعَامَّةُ: وَهِيَ الشَّفَاعَةُ فِيمَنۡ دَخَلَ النَّارَ مِنَ الۡمُؤۡمِنِينَ أَهۡلِ الۡكَبَائِرِ أَنۡ يَخۡرُجُوا مِنۡهَا بَعۡدَمَا احۡتَرَقُوا وَصَارُوا فَحۡمًا وَحُمَمًا. لِحَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (أَمَّا أَهۡلُ النَّارِ الَّذِينَ هُمۡ أَهۡلُهَا فَلَا يَمُوتُونَ فِيهَا وَلَا يَحۡيَوۡنَ وَلَكِنۡ أُنَاسٌ – أَوۡ كَمَا قَالَ – تُصِيبُهُمُ النَّارُ بِذُنُوبِهِمۡ – أَوۡ قَالَ بِخَطَايَاهُمۡ – فَيُمِيتُهُمۡ إِمَاتَةً حَتَّى إِذَا صَارُوا فَحۡمًا أُذِنَ فِي الشَّفَاعَةِ..) الۡحَدِيثُ رَوَاهُ أَحۡمَدُ. 

Jenis kedua adalah syafaat yang umum. Yaitu syafaat bagi siapa saja yang telah masuk neraka dari kalangan kaum mukminin pelaku dosa-dosa besar sehingga bisa keluar darinya setelah mereka dibakar dan menjadi arang. Berdasarkan hadis Abu Sa’id. Beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun penghuni neraka yang mereka tinggal di dalamnya, mereka tidak mati dan tidak pula hidup. Tetapi ada orang-orang yang masuk ke dalam neraka karena dosa-dosa atau kesalahan-kesalahan mereka. Allah akan mematikan mereka sehingga ketika mereka telah menjadi arang, Allah izinkan mendapat syafaat…” (HR. Ahmad). 

قَالَ ابۡنُ كَثِيرٍ فِي النِّهَايَةِ (٢/٢٠٤): وَهَٰذَا إِسۡنَادٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرۡطِ الشَّيۡخَيۡنِ وَلَمۡ يُخۡرِجَاهُ مِنۡ هَٰذَا الۡوَجۡهِ. 

وَهَٰذِهِ الشَّفَاعَةُ تَكُونَ لِلنَّبِيِّ ﷺ وَغَيۡرِهِ مِنَ الۡأَنۡبِيَاءِ وَالۡمَلَائِكَةِ وَالۡمُؤۡمِنِينَ لِحَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ وَفِيهِ: (فَيَقُولُ اللهُ تَعَالَى شَفَعَتِ الۡمَلَائِكَةُ وَشَفَعَ النَّبِيُّونَ وَشَفَعَ الۡمُؤۡمِنُونَ وَلَمۡ يَبۡقَ إِلَّا أَرۡحَمُ الرَّاحِمِينَ، فَيَقۡبِضُ قَبۡضَةً مِنَ النَّارِ فَيَخۡرُجُ مِنۡهَا قَوۡمًا لَمۡ يَعۡمَلُوا خَيۡرًا قَطُّ قَدۡ عَادُوا حُمَمًا). مُتَّفَقٌ عَلَيۡهِ. 

Ibnu Katsir di dalam kitab An-Nihayah (2/204) berkata, “Hadis ini sanadnya sahih sesuai syarat Al-Bukhari dan Muslim, namun keduanya tidak mengeluarkannya dari jalur ini.” 

Syafaat ini bisa dimiliki oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selain beliau dari kalangan para nabi, malaikat, dan kaum mukminin berdasarkan hadis Abu Sa’id dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalamnya disebutkan, “Allah taala berkata: Para malaikat telah memberi syafaat, para nabi telah memberi syafaat, kaum mukminin telah memberi syafaat. Tidak ada yang tersisa, kecuali syafaat Allah yang Maha Penyayang. Lalu Allah menggenggam satu genggaman dari neraka, sehingga keluar darinya suatu kaum yang belum beramal satu kebaikan sama sekali dalam keadaan mereka telah menjadi arang.” (HR. Al-Bukhari nomor 7439 dan Muslim nomor 183). 

وَهَٰذِهِ الشَّفَاعَةُ يُنۡكِرُهَا الۡمُعۡتَزِلَةُ وَالۡخَوَارِجُ بِنَاءً عَلَى مَذۡهَبِهِمۡ: أَنَّ فَاعِلَ الۡكَبِيرَةِ مُخَلَّدٌ فِي النَّارِ فَلَا تَنۡفَعُهُ الشَّفَاعَةُ. 

وَنَرُدُّ عَلَيۡهِمۡ بِمَا يَأۡتِي: 

١ – أَنَّ ذٰلِكَ مُخَالِفٌ لِلۡمُتَوَاتِرِ مِنَ الۡأَحَادِيثِ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ. 

٢ – أَنَّهُ مُخَالِفٌ لِإِجۡمَاعِ السَّلَفِ. 

Syafaat ini diingkari oleh Mu’tazilah dan Khawarij berdasarkan mazhab mereka bahwa pelaku dosa besar dikekalkan di dalam neraka, sehingga syafaat tidak bermanfaat untuknya. 

Kita membantah mereka dengan alasan berikut: 
  1. Bahwa hal itu menyelisihi hadis yang mutawatir (banyak jalan) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  2. Hal itu menyelisihi ijmak ulama salaf. 

وَيُشۡتَرَطُ لِهَٰذِهِ الشَّفَاعَةِ شَرۡطَانِ: 

الۡأَوَّلُ: إِذۡنُ اللهِ فِي الشَّفَاعَةِ لِقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿مَنۡ ذَا الَّذِي يَشۡفَعُ عِنۡدَهُ إِلَّا بِإِذۡنِهِ﴾ [البقرة: ٢٥٥]. 

الثَّانِي: رِضَا اللهِ عَنِ الشَّافِعِ وَالۡمَشۡفُوعِ لَهُ لِقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿وَلَا يَشۡفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارۡتَضَىٰ﴾ [الأنبياء: ٢٨]، فَأَمَّا الۡكَافِرُ فَلَا شَفَاعَةَ لَهُ لِقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿فَمَا تَنۡفَعُهُمۡ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ﴾ [المدثر: ٤٨] أَيۡ: لَوۡ فُرِضَ أَنَّ أَحَدًا شَفَعَ لَهُمۡ لَمۡ تَنۡفَعۡهُمُ الشَّفَاعَةُ. 

Dua syarat disyaratkan untuk syafaat ini: 
  1. Izin Allah terhadap syafaat tersebut, berdasarkan firman Allah taala yang artinya, “Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 255). 
  2. Keridaan Allah terhadap pemberi syafaat dan yang disyafaati, berdasarkan firman Allah taala yang artinya, “Mereka tidak dapat memberi syafaat kecuali kepada siapa saja yang telah Allah ridai.” (QS. Al-Anbiya`: 28). Adapun orang kafir, maka tidak ada syafaat untuknya, berdasarkan firman Allah taala yang artinya, “Maka tidak ada syafaat dari pemberi syafaat yang bermanfaat untuk mereka.” (QS. Al-Muddatstsir: 48). Yaitu andai ditetapkan ada seseorang yang memberi syafaat untuk mereka, niscaya syafaat itu tidak dapat memberi manfaat untuk mereka. 

وَأَمَّا شَفَاعَةُ النَّبِيِّ ﷺ لِعَمِّهِ أَبِي طَالِبٍ حَتَّى كَانَ فِي ضَحۡضَاحٍ مِنۡ نَارٍ وَعَلَيۡهِ نَعۡلَانِ يُغۡلَى مِنۡهُمَا دِمَاغُهُ وَإِنَّهُ لَأَهۡوَنُ أَهۡلِ النَّارِ عَذَابًا. 

قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (وَلَوۡ لَا أَنَا لَكَانَ فِي الدَّرۡكِ الۡأَسۡفَلِ مِنَ النَّارِ) رَوَاهُ مُسۡلِمٌ. 

فَهَٰذَا خَاصٌّ بِالنَّبِيِّ ﷺ وَبِعَمِّهِ أَبِي طَالِبٍ فَقَطۡ وَذٰلِكَ وَاللهُ أَعۡلَمُ لِمَا قَامَ بِهِ مِنۡ نُصۡرَةِ النَّبِيِّ ﷺ وَالدِّفَاعِ عَنۡهُ، وَعَمَّا جَاءَ بِهِ. 

Adapun syafaat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pamannya, yaitu Abu Thalib, hingga dia ditempatkan di neraka yang dangkal, memakai sepasang sandal yang membuat otaknya mendidih, dan dia merupakan penduduk neraka yang paling ringan azabnya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andai bukan karenaku, niscaya dia berada di kerak neraka paling bawah.” (HR. Al-Bukhari nomor 3883, 6208, dan Muslim nomor 209). 

Ini syafaat khusus bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pamannya—Abu Thalib—saja. Hal itu—wallahualam—karena perbuatan dia berupa pertolongan dan pembelaan terhadap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan agama yang beliau bawa.