Syekh Muhammad bin 'Abdul Wahhab--rahimahullah-- di dalam
Tafsir Kalimat Tauhid berkata:
وَإِذَا عَرَفۡتَ هَٰذَا عَرَفۡتَ مَعۡنَى (لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ)
وَعَرَفۡتَ أَنَّ مَنۡ نَخَى نَبِيًّا أَوۡ مَلَكًا أَوۡ نَدَبَهُ أَوِ
اسۡتَغَاثَ بِهِ فَقَدۡ خَرَجَ مِنَ الۡإِسۡلَامِ، وَهَٰذَا هُوَ الۡكُفۡرُ
الَّذِي قَاتَلَهُمۡ عَلَيۡهِ رَسُولُ اللهِ ﷺ.
Apabila engkau sudah mengerti ini, maka engkau mengerti makna “laa ilaaha
illallaah” dan engkau pun mengerti bahwa siapa saja yang berdoa meminta
bantuan kepada nabi atau malaikat, mengeluhkan kebutuhan kepadanya, atau
beristigasah kepadanya, maka dia telah keluar dari Islam. Kekufuran inilah
yang diperangi oleh Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—.
فَإِنۡ قَالَ قَائلٌ مِنَ الۡمُشۡرِكِينَ: نَحۡنُ نَعۡرِفُ أَنَّ اللهَ هُوَ
الۡخَالِقُ الرَّازِقُ الۡمُدَبِّرُ، لَكِنَّ هَٰؤُلَاءِ الصَّالِحُونَ
مُقَرَّبُونَ، وَنَحۡنُ نَدۡعُوهُمۡ وَنَنۡذُرُ لَهُمۡ وَنَدۡخُلُ عَلَيۡهِمۡ
وَنَسۡتَغِيثُ بِهِمۡ، وَنُرِيدُ بِذٰلِكَ الوَجَاهَةَ وَالشَّفَاعَةَ،
وَإِلَّا فَنَحۡنُ نَفۡهَمُ أَنَّ اللهَ هُوَ الۡخَالِقُ الرَّازِقُ
الۡمُدَبِّرُ، فَقُلۡ: كَلَامُكَ هَٰذَا مَذۡهَبُ أَبِي جَهۡلٍ
وَأَمۡثَالِهِ.
Jika ada salah seorang musyrik berkata, “Kami mengetahui bahwa Allah adalah
Pencipta, Pemberi rezeki, dan Pengatur segala urusan. Akan tetapi mereka ini
adalah orang-orang saleh yang didekatkan, maka kami berdoa kepada mereka,
bernazar untuk mereka, mengunjungi mereka, sembari beristigasah kepada mereka.
Kami menginginkan kedudukan dan syafaat mereka dengan itu. Kami sebenarnya
paham bahwa Allah-lah yang mencipta, memberi rezeki, dan mengatur segala
urusan.”
Maka katakanlah, “Ucapanmu ini adalah mazhab Abu Jahl dan yang semisal
dengannya.”[1]
فَإِنَّهُمۡ يَدۡعُونَ عِيسَى وَعُزَيرًا وَالۡمَلَائكَةَ وَالۡأَوۡلِيَاءَ،
يُرِيدُونَ ذٰلِكَ كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُوا۟ مِن
دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ
زُلۡفَىٰٓ﴾ [الزمر: ٣]، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَيَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ
مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنفَعُهُمۡ وَيَقُولُونَ هَـٰٓؤُلَآءِ
شُفَعَـٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِۚ﴾ [يونس: ١٨].
Karena orang-orang musyrik yang berdoa kepada ‘Isa, ‘Uzair, malaikat, dan para
wali, juga bertujuan sama seperti itu, sebagaimana Allah taala berfirman,
“Orang-orang yang menjadikan pelindung selain Allah (berkata): Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
sedekat-dekatnya.” (QS. Az-Zumar: 3).
Allah taala berfirman, “Mereka beribadah kepada selain Allah, sesembahan yang
tidak bisa mendatangkan madarat dan manfaat kepada mereka. Mereka mengatakan
bahwa sesembahan ini adalah pemberi syafaat untuk kami di sisi Allah.” (QS.
Yunus: 18).[2]
فَإِذَا تَأَمَّلۡتَ هَٰذَا تَأَمُّلًا جَيِّدًا، وَعَرَفۡتَ أَنَّ
الۡكُفَّارَ يَشۡهَدُونَ لِلهِ بِتَوۡحِيدِ الرُّبُوبِيَّةِ، وَهُوَ تَفَرُّدُ
بِالۡخَلۡقِ وَالرِّزۡقِ وَالتَّدۡبِيرِ، وَهُمۡ يُنَخُّونَ عِيسَى
وَالۡمَلَائكَةَ وَالۡأَوۡلِيَاءَ يَقۡصُدُونَ أَنَّهُمۡ يُقَرِّبُونَهُمۡ
إِلَى اللهِ زُلۡفَى، وَيَشۡفَعُونَ لَهُمۡ عِنۡدَهُ،
Apabila engkau merenungkan ini dengan baik, engkau pun mengetahui bahwa
orang-orang kafir itu mempersaksikan tauhid rububiyyah untuk Allah, yaitu
pengesaan Allah dalam hal penciptaan, pemberian rezeki, dan pengaturan segala
urusan, namun mereka berdoa meminta perlindungan kepada ‘Isa, malaikat, dan
para wali dengan tujuan mereka dapat mendekatkan kepada Allah sedekat-dekatnya
dan memberi syafaat di sisi Allah,
وَعَرَفۡتَ أَنَّ مِنَ الۡكُفَّارِ -خُصُوصًا النَّصَارَى مِنۡهُمۡ- مَنۡ
يَعۡبُدُ اللهَ اللَّيۡلَ وَالنَّهَارَ، وَيَزۡهَدُ فِي الدُّنۡيَا
وَيَتَصَدَّقُ بِمَا دَخَلَ عَلَيۡهِ مِنۡهَا، مُعۡتَزِلًا فِي صَوۡمَعَةٍ عَنِ
النَّاسِ.
Engkau juga mengetahui bahwa di antara orang-orang kafir itu, khususnya
orang-orang Nasrani, ada yang beribadah kepada Allah siang malam, zuhud
terhadap dunia, bersedekah dengan sebagian dunia yang dia peroleh, dengan
mengasingkan diri dari orang-orang di dalam biara.[3]
وَهُوَ مَعَ هَٰذَا كَافِرٌ عَدُوٌّ لِلهِ مُخَلَّدٌ فِي النَّارِ بِسَبَبِ
اعۡتِقَادِهِ فِي عِيسَى أَوۡ غَيۡرِهِ مِنَ الۡأَوۡلِيَاءِ، يَدۡعُوهُ أَوۡ
يَذۡبَحُ لَهُ أَوۡ يَنۡذُرُ لَهُ، تَبَيَّنَ لَكَ كَيۡفَ صِفَةُ الۡإِسۡلَامِ
الَّذِي دَعَا إِلَيۡهِ نَبِيُّكَ مُحَمَّدٍ ﷺ، وَتَبَيَّنَ لَكَ أَنَّ
كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنۡهُ بِمَعۡزِلٍ، وَتَبَيَّنَ لَكَ مَعۡنَى قَوۡلِهِ
ﷺ: (بَدَأ الۡإِسۡلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ).
Bersamaan dengan ini, dia adalah orang yang kafir, musuh Allah, kelak akan
dikekalkan di dalam neraka, dengan sebab keyakinan dia tentang ‘Isa atau
wali-wali selain beliau. Dia berdoa kepada beliau, menyembelih untuk beliau,
dan bernazar untuk beliau. Jelaslah bagimu, bagaimana gambaran Islam yang
didakwahkan oleh Nabimu Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Jelaslah
bagimu, bahwa banyak orang jauh dari Islam yang beliau dakwahkan. Jelas pula
bagimu, makna sabda Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, “Islam ini mulai
dalam keadaan asing dan akan kembali asing seperti awal mulanya.”[4]
Syekh Shalih bin Fauzan bin 'Abdullah Al-Fauzan--hafizhahullah--di
dalam syarahnya berkata:
[1]
الشَّيۡخُ يُخَاطِبُ الۡعُلَمَاءَ وَالۡعَوَامَّ، وَمَعۡنَى (نَخَاهُ) فِي
الۡعَامِّيَةِ، أَيۡ: اسۡتَنۡجَدَ بِهِ.
Syekh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab berdialog kepada kalangan ulama dan awam.
Makna نَخَاهُ dalam bahasa Arab amiah (tidak baku) adalah meminta
bantuan.
يُقَالُ لِمَنۡ يَنۡفِي أَنَّ دُعَاءَ الصَّالِحِينَ شِرۡكٌ، وَيَقُولُ:
الۡمُرَادُ بِهِ التَّوَسُّلُ بِهِمۡ إِلَى اللهِ، يُقَالُ لَهُ: كَلَامُكَ
هَٰذَا هُوَ مَذۡهَبُ أَبِي جَهۡلٍ وَأَبِي لَهَبۡ وَأَمۡثَالِهِمۡ؛
لِأَنَّهُمۡ يَقُولُونَ: لَا يَخۡلُقُ وَلَا يَرۡزُقُ وَلَا يُحۡيِي وَلَا
يُدَبِّرُ إِلَّا اللهُ، وَنَحۡنُ نَتَّخِذُ هَٰذِهِ الۡآلِهَةَ لِتُقَرِّبُنَا
إِلَى اللهِ زُلۡفَى، كَمَا قَالَ اللهُ عَنۡهُمۡ: ﴿وَيَعۡبُدُونَ مِن دُونِ
ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنفَعُهُمۡ وَيَقُولُونَ هَـٰٓؤُلَآءِ
شُفَعَـٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِۚ﴾ [يونس: ۱۸].
Orang yang menafikan bahwa berdoa kepada orang-orang saleh adalah kesyirikan
dan dia berkata bahwa yang dia maukan dengan perbuatan itu adalah tawasul
dengan mereka kepada Allah; maka dikatakan kepada orang ini bahwa ucapanmu ini
adalah mazhab Abu Jahl, Abu Lahb, dan yang semisal mereka. Karena mereka (Abu
Jahl dan yang semisalnya) mengatakan bahwa tidak ada yang menciptakan, memberi
rezeki, menghidupkan, dan mengatur segala urusan kecuali Allah dan kami
menjadikan ilah-ilah ini supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
sedekat-dekatnya. Sebagaimana Allah berfirman tentang mereka, “Mereka
menyembah sesembahan selain Allah yang tidak dapat memberi mudarat dan tidak
dapat memberi manfaat kepada mereka. Mereka mengatakan, ‘Sesembahan ini dapat
mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya.’” (QS. Yunus: 18).
[2]
الۡمُشۡرِكُونَ الۡأَوَّلُونَ يُرِيدُونَ مِمَّنۡ يَعۡبُدُونَهُمۡ مَعَ اللهِ
التَّوَسُّطَ لَهُمۡ فَقَطۡ.
لَا يَقُولُونَ: إِنَّهُمۡ يَخۡلُقُونَ وَيَرۡزُقُونَ، وَإِنَّمَا يَقُولُونَ:
إِنَّ هَٰؤُلَاءِ شُفَعَاءُ لَنَا عِنۡدَ اللهِ، يَقُولُونَ: إِنَّ هَٰذَا
تَعۡظِيمٌ لِلهِ.
Orang-orang musyrik di zaman dahulu menghendaki dari perbuatan mereka
menyembah ilah-ilah lain di samping Allah adalah untuk menjadikan ilah-ilah
itu sebagai perantara untuk mereka saja. Mereka tidak mengatakan bahwa
ilah-ilah itu menciptakan dan memberi rezeki. Mereka hanya mengatakan bahwa
ilah-ilah ini merupakan pemberi syafaat untuk kami di sisi Allah. Mereka juga
mengatakan bahwa ini merupakan bentuk pengagungan terhadap Allah.
[3]
الرُّهۡبَانُ مِنَ النَّصَارَى يَتَعَبَّدُونَ اللَّيۡلَ وَالنَّهَارَ
وَيَبۡكُونَ، وَلَكِنۡ يَقُولُونَ: الۡمَسِيحُ ابۡنُ اللهِ، أَوۡ إِنَّ اللهَ
هُوَ الۡمَسِيحُ ابۡنُ مَرۡیَمَ، أَوۡ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ، وَهُمۡ يَبۡكُونَ
وَيَتَعَبَّدُونَ، وَلَا يَنۡفَعُهُمۡ هَٰذَا؛ لِأَنَّهُمۡ مَا أَخۡلَصُوا
الۡعِبَادَةَ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَمِثۡلُهُمۡ عُبَّادُ الۡقُبُورِ
الۡيَوۡمَ.
Para pendeta Nasrani beribadah siang malam dengan menangis. Akan tetapi mereka
berkata bahwa ‘Isa Al-Masih adalah putra Allah, atau bahwa Allah adalah
Al-Masih putra Maryam atau salah satu dari yang tiga. Mereka sering menangis
dan banyak beribadah, namun ini tidak bermanfaat untuk mereka karena mereka
tidak mengikhlaskan ibadah untuk Allah—‘azza wa jalla—. Yang semisal mereka
adalah para penyembah kuburan di masa sekarang.
[4]
الۡإِسۡلَامُ الصَّحِيحُ غَرِيبٌ الۡيَوۡمَ، أَمَّا الۡإِسۡلَامُ الۡمُدَّعَى،
فَالۡمُسۡلِمُونَ الۡيَوۡمَ يَزِيدُونَ عَلَى الۡمِلۡيَارِ، وَلَكِنَّ
الۡإِسۡلَامَ الصَّحِيحَ غَرِیبٌ، إِذۡ لَوۡ كَانَ هَٰذَا الۡمِلۡيَارُ
إِسۡلَامُهُمۡ صَحِيحٌ لَمۡ يَقِفۡ أَمَامَهُمۡ أَحَدٌ مِنَ
الۡعَالَمِ!!
Islam yang sahih menjadi asing di hari-hari ini. Adapun Islam yang baru
sebatas pengakuan, maka kaum muslimin pada hari ini berjumlah lebih dari satu
miliar. Akan tetapi Islam yang sahih adalah agama yang asing. Jika satu milyar
orang ini beragama Islam yang sahih, niscaya tidak ada satu orang pun di dunia
ini yang berani berdiri menghadang mereka.
فَالۡيَهُودُ الَّذِينَ هُمۡ إِخۡوَانُ الۡقِرَدَةِ وَالۡخَنَازِيرِ الَّذِينَ
ضُرِبَتۡ عَلَيۡهِمُ الذِّلَّةُ وَالۡمَسۡكَنَةُ، الۡآنَ هُمۡ مُسَيۡطِرُونَ
عَلَى بِلَادِ الۡمُسۡلِمِينَ، وَالۡمُسۡلِمُونَ الَّذِينَ كَانُوا مَعَ
النَّبِيِّ ﷺ فِي بَدۡرٍ كَانَ عَدَدُهُمۡ ثَلَثَمِائَةَ وَبِضۡعَةَ عَشَرَ،
وَمَاذَا صَنَعُوا؟
Orang-orang Yahudi yang mereka adalah saudara-saudara kera-kera dan babi-babi,
yang kenistaan dan kehinaan telah ditimpakan kepada mereka, sekarang mereka
menguasai negeri-negeri kaum muslimin.
Sedangkan kaum muslimin yang dahulu bersama Nabi—shallallahu ‘alaihi wa
sallam—dalam perang Badr berjumlah tiga ratus sekian belas orang. Apa yang
bisa mereka perbuat?
فَالصَّحَابَةُ بِالنِّسۡبَةِ لِأَهۡلِ الۡأَرۡضِ کَمۡ هُمۡ؟ وَمَعَ هَٰذَا
هُمۡ فَتَحُوا الۡأَمۡصَارَ، وَأَسۡقَطُوا کِسۡرَی وَقَیۡصَرَ، وَسَادُوا
الۡعَالَمَ كُلَّهُ؛ لِأَنَّهُمۡ مُسۡلِمُونَ الۡإِسۡلَامَ الصَّحِيحَ، مَا
هُوَ إِسۡلَامٌ ادِّعَائِيٌّ.
Berapa perbandingan para sahabat dengan penduduk bumi waktu itu? Bersamaan
dengan itu, mereka bisa menguasai berbagai negeri, mereka menjatuhkan
kekuasaan Kisra dan Qaishar, dan menguasai seluruh dunia. Hal itu karena
mereka orang-orang yang berislam dengan Islam yang sahih, bukan Islam sekadar
pengakuan.