Cari Blog Ini

Berpegang Teguh dengan Pokok Agama Islam

Syekh Muhammad bin 'Abdul Wahhab--rahimahullah--di dalam kitab Tafsir Kalimat Tauhid berkata:

فَاللهَ اللهَ يَا إِخۡوَانِي، تَمَسَّكُوا بِأَصۡلِ دِينِكُمۡ، وَأَوَّلِهِ وَآخِرِهِ، وَأُسُّهُ وَرَأۡسُهُ شَهَادَةُ أَنۡ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ، وَاعۡرِفُوا مَعۡنَاهَا، وَأَحِبُّوهَا وَأَحِبُّوا أَهۡلَهَا، وَاجَعَلُوهُمۡ إِخَوَانَكُمۡ وَلَوۡ كَانُوا بَعِيدِينَ، وَاكۡفُرُوا بِالطَّوَاغِيتِ، وَعَادُوهُمۡ وَأَبۡغِضُوهُمۡ، وَأَبۡغِضُوا مَنۡ أَحَبَّهُمۡ أَوۡ جَادَلَ عَنۡهُمۡ، أوۡ لَمۡ يُكَفِّرۡهُمۡ، أَوۡ قَالَ: مَا عَلَيَّ مِنۡهُمۡ، أَوۡ قَالَ: مَا كَلَّفَنِيَّ اللهُ بِهِمۡ، فَقَدۡ كَذَبَ هَٰذَا عَلَى اللهِ وَافۡتَرَى، فَقَدۡ كَلَّفَهُ اللهُ بِهِمۡ، وَافۡتَرَضَ عَلَيۡهِ الۡكُفۡرَ بِهِمۡ وَالۡبَرَاءَةَ مِنۡهُمۡ، وَلَوۡ كَانُوا إِخۡوَانَهُمۡ وَأَوۡلَادَهُمۡ. 

Bertakwalah kepada Allah wahai saudara-saudaraku! Bertakwalah kepada Allah! Berpegang teguhlah dengan pokok agama kalian! Dari awal sampai akhirnya. Asas dan pokok agama ini adalah syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah. Ketahuilah maknanya! Cintailah kalimat tersebut dan cintailah pengusungnya! Jadikan mereka saudara-saudara kalian meskipun mereka itu jauh! 

Kufurilah tagut-tagut! Musuhi dan bencilah mereka! Bencilah siapa saja yang mencintai tagut-tagut itu, yang membela mereka, dan yang tidak mengingkari mereka, atau dia berkata, “Tidak ada kewajibanku terhadap mereka”, atau dia berkata, “Allah tidak membebaniku untuk menyikapi mereka”. 

Sesungguhnya yang berkata demikian ini telah berdusta dan mengada-ada atas nama Allah. Sesungguhnya Allah taala telah membebaninya syariat untuk menyikapi mereka dan mewajibkannya untuk mengingkari dan berlepas diri terhadap mereka walaupun mereka adalah saudara-saudara dan anak-anaknya. 

فَاللهَ اللهَ يَا إِخۡوَانِي، تَمَسَّكُوا بِذٰلِكَ لَعَلَّكُمۡ تَلۡقَونَ رَبَّكُمۡ وَأَنۡتُمۡ لَاتُشۡرِكُونَ بِهِ شَيۡئًا، اللّٰهُمَّ تَوَفَّنَا مُسۡلِمِينَ وَأَلۡحِقۡنَا بِالصَّالِحِينَ. 

Wahai saudara-saudaraku, bertakwalah kepada Allah! Bertakwalah kepada Allah! Berpegang teguhlah dengan pokok agama ini agar kalian menjumpai Tuhan kalian dalam keadaan kalian tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Nya. Ya Allah, wafatkan kami sebagai muslimin dan gabungkan kami bersama orang-orang yang saleh! 

وَلِنَخۡتِمۡ الۡكَلَامَ بِآيَةٍ ذَكَرَهَا اللهُ فِي كِتَابِهِ تُبَيِّنَ لَكَ أَنَّ كُفۡرَ الۡمُشۡرِكِينَ مِنۡ أَهلِ زَمَانِنَا أَعۡظَمُ مِن كُفۡرِ الَّذِينَ قَاتَلَهُمۡ رَسُولُ اللهِ ﷺ. 

Kita akan tutup pembicaraan ini dengan ayat yang disebutkan oleh Allah dalam kitab-Nya untuk menjelaskan kepadamu bahwa kekufuran orang-orang musyrik di zaman kita ini lebih parah daripada kekufuran orang-orang yang dahulu diperangi oleh Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam.[1]

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَإِذَا مَسَّكُمُ ٱلضُّرُّ فِى ٱلۡبَحۡرِ ضَلَّ مَن تَدۡعُونَ إِلَّآ إِيَّاهُ ۖ فَلَمَّا نَجَّىٰكُمۡ إِلَى ٱلۡبَرِّ أَعۡرَضۡتُمۡ ۚ وَكَانَ ٱلۡإِنسَـٰنُ كَفُورًا﴾ [الإسراء: ٦٧]، فَقَدۡ ذَكَرَ اللهُ عَنِ الۡكُفَّارِ أَنَّهُمۡ إِذَا مَسَّهُمُ الضَّرُّ تَرَكُوا السَّادَةَ وَالۡمَشَايِخَ فَلَمۡ يَدۡعُوا أَحَدًا مِنۡهُمۡ، وَلَمۡ يَسۡتَغِيثُوا بِهِ، بَلۡ يُخۡلِصُونَ لِلهِ وَحۡدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَيَسۡتَغِيثُونَ بِهِ وَحۡدَهُ، فَإِذَا جَاءَ الرَّخَاءُ أَشۡرَكُوا. 

Allah taala berfirman, “Apabila bahaya di lautan menimpa kalian, maka hilanglah semua yang kalian seru kecuali hanya Allah. Namun ketika Dia telah menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling. Manusia itu selalu tidak berterima kasih.” (QS. Al-Isra`: 67). 

Allah telah menyebutkan tentang orang-orang kafir bahwasanya mereka apabila ditimpa mara bahaya, mereka meninggalkan para tokoh dan syekh itu. Orang-orang kafir itu tidak berdoa kepada salah seorang pun dari mereka dan tidak beristigasah kepada mereka. Bahkan orang-orang kafir itu memurnikan doa kepada Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, beristigasah hanya kepada-Nya. Namun ketika kelapangan sudah datang, mereka berbuat kesyirikan. 

وَأَنۡتَ تَرَى الۡمُشۡرِكِينَ مِنۡ أَهۡلِ زَمَانِنَا، وَلَعَلَّ بَعۡضَهُمۡ يَدَّعِي أَنَّهُ مِنۡ أَهۡلِ الۡعِلۡمِ وَفِيهِ زُهۡدٌ وَاجۡتِهَادٌ وَعِبَادَةٌ، إِذَا مَسَّهُ الضَّرُّ قَامَ يَسۡتَغِيثُ بِغَيۡرِ اللهِ مِثۡلِ: مَعۡرُوفٍ أَوۡ عَبۡدِ الۡقَادِرِ الۡجَيۡلَانِي، وَأَجَلِّ مِنۡ هَٰؤُلَاءِ مِثۡلِ زَيۡدِ بۡنِ الۡخَطَّابِ وَالزُّبَيۡرِ، وَأَجَلِّ مِنۡ هَٰؤُلَاءِ مِثۡلِ رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَاللهُ الۡمُسۡتَعَانُ، وَأَعۡظَمُ مِنۡ ذٰلِكَ وَأَطَمُّ أَنَّهُمۡ يَسۡتَغِيثُونَ بِالطَّوَاغِيتِ وَالۡكَفَرَةِ وَالۡمَرَدَةِ مِثۡلِ شَمۡسَانِ وَإِدۡرِيسَ وَيُقَالُ لَهُ: الۡأَشۡقَرُ، وَيُوسُفَ وَأَمۡثَالِهِمۡ، وَاللهُ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى أَعۡلَمُ. 

Engkau lihat orang-orang musyrik di zaman kita ini, yang bisa jadi sebagian mereka mengaku bahwa dia termasuk ulama karena pada dirinya ada sifat zuhud, kesungguhan, dan semangat beribadah. Apabila bahaya menimpanya, dia bangkit beristigasah kepada selain Allah. Seperti kepada Ma’ruf atau ‘Abdul Qadir Al-Jailani. Atau kepada orang yang lebih mulia daripada mereka seperti Zaid bin Al-Khaththab dan Az-Zubair. Atau kepada orang yang lebih mulia daripada mereka, seperti Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Hanya kepada Allah kita meminta pertolongan. 

Yang lebih parah dan berat daripada itu adalah mereka beristigasah kepada tagut-tagut, orang-orang yang kufur, orang-orang yang durhaka, semisal Syamsan, Idris, yang dipanggil dengan Al-Asyqar, Yusuf, dan yang semisal mereka. Wallahualam. 

وَالۡحَمۡدُ لِلهِ أَوَّلًا وَآخِرًا، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحۡبِهِ أَجۡمَعِينَ... آمِين.

Segala puji bagi Allah di awal dan di akhir. Semoga selawat dan salam selalu Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga beliau, dan sahabat beliau seluruhnya. Amin.[2]


Syekh Shalih bin Fauzan bin 'Abdullah Al-Fauzan--hafizhahullah--di dalam syarahnya berkata:

[1] كُفۡرُ أَهۡلِ زَمَانِنَا أَعۡظَمُ مِنۡ كُفۡرِ الۡمُشۡرِكِينَ الۡأَوَّلِينَ، أَعۡظَمُ مِنۡ كُفۡرِ أَبِي جَهۡلٍ وَأَبِي لَهَبٍ! لِأَنَّ الۡمُشۡرِكِينَ الۡأَوَّلِينَ يُشۡرِكُونَ فِي الرَّخَاءِ وَيُخۡلِصُونَ فِي الشِّدَّةِ؛ لِأَنَّهُمۡ يَعۡلَمُونَ أَنَّهُ لَا يُخَلِّصُ مِنَ الشِّدَّةِ إِلَّا اللهُ، 

Kekufuran orang-orang musyrik di zaman kita ini lebih besar daripada kekufuran orang-orang musyrik di zaman dahulu, bahkan lebih besar daripada kekufuran Abu Jahl dan Abu Lahab. Hal ini karena orang-orang musyik di zaman dahulu berbuat kesyirikan di masa tenang dan mereka berbuat ikhlas di masa sulit. Mereka mengetahui bahwa tidak ada yang bisa melepaskan dari kesulitan kecuali Allah. 

أَمَّا مُشۡرِکُو زَمَانِنَا فَهُمۡ فِي الشِّدَّةِ أَكۡثَرُ شِرۡكًا مِنۡهُمۡ فِي الرَّخَاءِ، إِذَا وَقَعُوا فِي الشِّدَّةِ يُنَادُونَ مَعۡبُودَاتِهِمۡ، كُلٌّ يُنَادِي مَعۡبُودَهُ لِيُخَلِّصَهُ مِنَ الۡغَرَقِ فِي الۡبَحۡرِ، يُخَلِّصَهُ مِنۡ كَذَا، كُلَّمَا زَادَ الۡخَطَرُ زَادَ الشِّرۡكُ عِنۡدَهُمۡ، فَهُمۡ أَشَدُّ الۡمُشۡرِكِينَ الۡأَوَّلِينَ وَالۡعِيَاذُ بِاللهِ. 

Adapun orang-orang musyrik di zaman kita, mereka di masa sulit lebih banyak berbuat kesyirikan daripada di masa lapang. Ketika mereka jatuh dalam kesulitan mereka menyeru sesembahan selain Allah. Masing-masing memanggil sesembahannya agar menyelamatkan mereka dari tenggelam di lautan, melepaskan mereka dari kesulitan ini dan itu. Setiap kali bertambah genting, semakin bertambah pula kesyirikan mereka. Jadi mereka lebih parah kesyirikannya daripada orang-orang musyrik di zaman dahulu. Kita berlindung kepada Allah. 


[2] (مَعۡرُوفٌ) هُوَ مَعۡرُوفٌ الۡكَرۡخِيُّ مِنَ الۡأَوۡلِيَاءِ الۡمَعۡرُوفِينَ فِي الۡعِرَاقِ، يَعۡبُدُهُ الۡقُبُورِيُّونَ، وَ(عَبۡدُ الۡقَادِرِ الۡجَيۡلَانِيُّ) إِمَامٌ مِنۡ أَئِمَّةِ 

الۡحَنَابِلَةِ الۡقُدَمَاءِ، فَهُوَ إِمَامٌ جَلِیلٌ، وَلَكِنۡ لَمَّا مَاتَ اعۡتَقَدُوا أَنَّهُ يَنۡفَعُ وَيَضُرُّ، فَبَنَوۡا عَلَى قَبۡرِهِ، وَالصُّوفِيَّةُ اتَّخَذُوهُ إِمَامًا لِلۡمُتَصَوِّفَةِ أَصۡحَابِ طَرِيقَةٍ يُسَمُّونَهُمُ الۡقَادِرِيَّةَ، وَهُوَ بَرِيءٌ مِنۡهُمۡ رَحِمَهُ اللهُ، فَهُوَ مَعۡرُوفٌ بِالصَّلَاحِ وَالۡاِسۡتِقَامَةِ وَالۡعِلۡمِ وَالتُّقَى، كَانَ مِنۡ أَكَابِرِ أَصۡحَابِ مَذۡهَبِ الۡإِمَامِ أَحۡمَدَ، وَلَهُ فِيهِ مُؤَلَّفٌ مَعۡرُوفٌ اسۡمُهُ: الۡغُنۡيَةُ. 

Ma’ruf adalah Ma’ruf Al-Karkhi termasuk wali-wali yang dikenal di Irak yang diibadahi oleh para pemuja kuburan. 

‘Abdul Qadir Al-Jailani adalah salah seorang imam mazhab Hambali yang awal. Beliau adalah seorang imam yang mulia. Akan tetapi ketika beliau meninggal, orang-orang meyakini bahwa beliau bisa memberi manfaat dan mudarat sehingga mereka membuat bangunan di atas kuburan beliau. 

Orang-orang sufi menjadikan beliau sebagai imam bagi kelompok sufi pengikut tarekat Qadiriyyah, padahal beliau—rahimahullah—berlepas diri dari mereka. Beliau dikenal dengan kesalehan, keistikamahan, keilmuan, dan ketakwaan. Beliau termasuk salah satu pembesar ulama mazhab Imam Ahmad. Beliau memiliki sebuah karya tulis yang dikenal dengan judul Al-Ghunyah. 

(وَزَيۡدُ بۡنُ الۡخَطَّابِ) صَحَابِيٌّ جَلِيلٌ، وَهُوَ أَخُو عُمَرَ بۡنِ الۡخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا، وَقُتِلَ فِي الۡيَمَامَةِ وَقُبِرَ فِيهَا وَكَانَ عَلَيۡهِ قُبَّةٌ، فَلَمَّا جَاءَ الشَّيۡخُ مُحَمَّدُ رَحِمَهُ اللهُ هَدَمَ هَٰذِهِ الۡقُبَّةَ وَلَمۡ تَقُمۡ إِلَى الۡآنَ -وَالۡحَمۡدُ لِلهِ- وَلَنۡ تَقُومَ -إِنۡ شَاءَ اللهُ-. 

Zaid bin Al-Khaththab adalah seorang sahabat yang mulia. Beliau adalah saudara ‘Umar bin Al-Khaththab—radhiyallahu ‘anhuma—. Beliau terbunuh di Yamamah dan dikuburkan di sana. Dahulu di atas kuburan beliau ada kubah, lalu ketika Syekh Muhammad—rahimahullah—datang, beliau menghancurkan kubah ini dan kubah ini tidak berdiri lagi hingga sekarang—alhamdulillah—dan tidak akan didirikan lagi—insya Allah. 

(وَالزُّبَيۡرُ بۡنُ الۡعَوَّامِ) رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ، حَوَارِيُّ رَسُولِ اللهِ ﷺ، وَهَٰؤُلَاءِ الۡأَوۡلِيَاءُ وَالصَّحَابَةُ يَعۡبُدُهُمُ الۡقُبُورِيُّونَ، وَلَٰكِنَّهُمۡ لَمۡ يَكۡتَفُوا بِعِبَادَتِهِمۡ، بَلۡ عَبَدُوا الطَّوَاغِيتَ وَالۡكَفَرَةَ وَالۡمَرَدَةَ مِنَ السَّحَرَةِ وَالۡكَهَنَةِ، وَالۡإِبَاحِيِّينَ وَالۡحُلُولِيِّينَ، الَّذِينَ يَقُولُونَ: مَنۡ تَرَكَ الۡأَوَامِرَ وَالنَّوَاهِيَ فَهُوَ مُقۡرَبٌ مِنَ اللهِ، وَلَيۡسَ بِحَاجَةٍ لِلۡأَوَامِرِ وَالنَّوَاهِي، وَإِنَّمَا هِيَ لِلۡعَوَامِّ فَقَطۡ، أَمَّا هُوَ فَوَصَلَ إِلَى اللهِ وَلَا يَحۡتَاجُّ إِلَى شَيۡءٍ. 

Az-Zubair bin Al-‘Awwam—radhiyallahu ‘anhu—hawari/pembela setia Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. 

Mereka adalah para wali dan sahabat yang diibadahi oleh para pemuja kubur. Akan tetapi para pemuja kubur itu tidak mengibadahi mereka saja, bahkan mengibadahi tagut-tagut, orang-orang kafir, para pendurhaka dari kalangan tukang sihir dan dukun, orang yang berpaham Ibahiyyah (menghalalkan segala-galanya) dan berpaham hulul (Allah menyatu dengan makhluk), yang mengatakan bahwa barang siapa tidak mengindahkan perintah dan larangan, maka dia adalah orang yang sudah dekat dengan Allah dan dia tidak butuh perintah dan larangan. Perintah dan larangan hanya untuk orang awam. Adapun dia sudah berhubungan langsung dengan Allah, sehingga tidak butuh syariat apapun. 

(وَشَمۡسَانُ وَإِدۡرِيسُ وَيُوسُفُ) هَٰؤُلَاءِ طَوَاغِیتُ کَانُوا فِي الرِّيَاضِ قَبۡلَ ظُهُورِ دَعۡوَةِ الشَّيۡخِ، فَلَمَّا جَاءَ الشَّيۡخُ وَقَامَ بِالۡجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَاسۡتَوۡلَى الۡمُسۡلِمُونَ عَلَى الرِّيَاضِ أَزَالُوا هَٰذِهِ الۡوَثَنِيَّاتِ مِنۡهَا وَمِنۡ غَيۡرِهَا، وَالۡحَمۡدُ لِلهِ. 

Syamsan, Idris, dan Yusuf adalah tagut-tagut yang dahulu ada di Riyadh sebelum menyebarnya dakwah Syekh Muhammad. Ketika Syekh Muhammad datang, menegakkan jihad di jalan Allah, dan kaum muslimin menguasai Riyadh, mereka pun memusnahkan berhala-berhala ini dari Riyadh dan daerah lainnya. Alhamdulillah.