Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah (wafat 260 H) di dalam kitab
Lum'atul I'tiqad berkata:
وَالصِّرَاطُ حَقٌّ تَجُوزُهُ الۡأَبۡرَارُ، وَيَزِلُّ عَنۡهُ الۡفُجَّارُ.
Sirat benar adanya. Orang-orang yang banyak berbuat baik akan melewatinya, sedangkan orang-orang yang durhaka akan terpeleset darinya.[1]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah di dalam kitab Syarh
Lum'atil I'tiqad berkata:
[1]
الصِّرَاطُ:
Sirat
الصِّرَاطُ لُغَةً: الطَّرِيقُ، وَشَرۡعًا: الۡجِسۡرُ الۡمَمۡدُودُ عَلَى
جَهَنَّمَ لِيَعۡبُرُ النَّاسُ عَلَيۡهِ إِلَى الۡجَنَّةِ.
Sirat dalam bahasa Arab berarti jalan. Sirat dalam istilah syariat berarti
jembatan yang terbentang di atas neraka jahanam supaya manusia bisa
menyeberang menuju janah.
وَهُوَ ثَابِتٌ بِالۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَقَوۡلِ السَّلَفِ.
Sirat ini pasti ada berdasarkan Alquran, sunah, dan ucapan ulama salaf.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَإِن مِّنكُمۡ إِلَّا وَارِدُهَا﴾ [مريم: ٧١]
فَسَّرَهَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ مَسۡعُودٍ وَقَتَادَةُ وَزَيۡدُ بۡنُ أَسۡلَمَ:
بِالۡمُرُورِ عَلَى الصِّرَاطِ، وَفَسَّرَهَا جَمَاعَةٌ مِنۡهُمُ ابۡنُ
عَبَّاسٍ: بِالدُّخُولِ فِي النَّارِ لَكِنۡ يَنۡجُونَ مِنۡهَا.
Allah taala berfirman, “Tidaklah seorang pun dari kalian kecuali
mendatanginya.” (QS. Maryam: 71).
‘Abdullah bin Mas’ud, Qatadah, dan Zaid bin Aslam menafsirkannya dengan
lewat di atas sirat. Segolongan ulama, di antaranya adalah Ibnu ‘Abbas,
menafsirkannya dengan masuk ke dalam neraka namun setelah itu selamat
darinya.
وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (ثُمَّ يُضۡرَبُ الۡجِسۡرُ عَلَى جَهَنَّمَ وَتَحِلُّ
الشَّفَاعَةُ وَيَقُولُونَ: اللّٰهُمَّ سَلِّمۡ سَلِّمۡ) مُتَّفَقٌ عَلَيۡهِ.
Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Kemudian jembatan dibentangkan
di atas neraka jahanam dan syafaat diperkenankan. Mereka (para rasul)
berkata, ‘Ya Allah, selamatkan, selamatkan.’” (HR.
Al-Bukhari nomor 7439
dan
Muslim nomor 183).
وَاتَّفَقَ أَهۡلُ السُّنَّةِ عَلَى إِثۡبَاتِهِ.
Ahli sunah bersepakat akan penetapan sirat.
صِفَةُ الصِّرَاطِ:
Sifat sirat:
سُئِلَ النَّبِيُّ ﷺ عَنِ الصِّرَاطِ فَقَالَ: (مَدۡحَضَةٌ مَزِلَّةٌ
عَلَيۡهَا خَطَاطِيفُ وَكَلَالِيبُ وَحَسَكَةٌ مُفَلۡطَحَةٌ لَهَا شَوۡكَةٌ
عُقَيۡفَاءُ تَكُونُ بِنَجۡدٍ يُقَالُ لَهَا السَّعۡدَانُ) رَوَاهُ
الۡبُخَارِيُّ وَلَهُ مِنۡ حَدِيثِ أَبِي هُرَيۡرَةَ: (وَبِهِ كَلَالِيبُ
مِثۡلُ شَوۡكِ السَّعۡدَانِ غَيۡرَ أَنَّهَا لَا يَعۡلَمُ مَا قَدۡرُ
عِظَمِهَا إِلَّا اللهُ، يَخۡطَفُ النَّاسَ بِأَعۡمَالِهِمۡ). وَفِي صَحِيحِ
مُسۡلِمٍ مِنۡ حَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: بَلَغَنِى
أَنَّهُ أَدَقُّ مِنَ الشَّعۡرِ وَأَحَدُّ مِنَ السَّيۡفِ، وَرَوَى
الۡإِمَامُ أَحۡمَدُ نَحۡوَهُ عَنۡ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنۡهَا
مَرۡفُوعًا.
Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—ditanya tentang sirat. Beliau menjawab,
“Jembatan yang sangat licin. Di atasnya ada banyak kait dan tanaman yang
lebar berduri melengkung ujungnya yang biasa ada di Najd. Tanaman itu
dinamai Sa’dan.” (HR.
Al-Bukhari nomor 7439).
Juga hadis riwayat
Al-Bukhari (nomor 6573)
dari hadis Abu Hurairah, “Di sirat itu ada pengait-pengait semisal duri
tumbuhan Sa’dan hanya saja tidak ada yang mengetahui ukuran besarnya kecuali
Allah. Pengait itu menyambar manusia sesuai amalan-amalan mereka.”
Juga di dalam
Shahih Muslim (nomor 183)
dari hadis Abu Sa’id—radhiyallahu ‘anhu—. Beliau mengatakan, “Telah sampai
kepadaku bahwa jembatan itu lebih tipis daripada rambut dan lebih tajam
daripada pedang.”
Imam Ahmad meriwayatkan semisal itu dari ‘Aisyah—radhiyallahu ‘anha—secara
marfuk.
الۡعُبُورُ عَلَى الصِّرَاطِ الۡمُسۡتَقِيمِ
Penyeberangan di atas sirat yang lurus
لَا يَعۡبُرُ الصِّرَاطَ إِلَّا الۡمُؤۡمِنُونَ عَلَى قَدۡرِ أَعۡمَالِهِمۡ
لِحَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ رَضِىَ اللهُ عَنۡهُ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ وَفِيهِ:
(فَيَمُرُّ الۡمُؤۡمِنُونَ كَطَرۡفِ الۡعَيۡنِ وَكَالۡبَرۡقِ وَكَالرِّيحِ
وَكَالطَّيۡرِ وَكَأَجَاوِيدِ الۡخَيۡلِ وَالرِّكَابِ فَنَاجٍ مُسَلَّمٌ
وَمَخۡدُوشٌ مُرۡسَلٌ وَمَكۡدُوسٌ فِي جَهَنَّمَ). مُتَّفَقٌ عَلَيۡهِ. وَفِي
صَحِيحِ مُسۡلِمٍ: (تَجۡرِى بِهِمۡ أَعۡمَالُهُمۡ وَنَبِيُّكُمۡ قَائِمٌ
عَلَى الصِّرَاطِ يَقُولُ: يَا رَبِّ سَلِّمۡ سَلِّمۡ، حَتَّى تَعۡجِزَ
أَعۡمَالُ الۡعِبَادِ، حَتَّى يَجِىءَ الرَّجُلُ فَلَا يَسۡتَطِيعُ السَّيۡرَ
إِلَّا زَحۡفًا). وَفِي صَحِيحِ الۡبُخَارِىِّ: (حَتَّى يَمُرَّ آخِرُهُمۡ
يُسۡحَبُ سَحۡبًا).
Tidak ada yang menyeberangi sirat ini kecuali orang-orang yang beriman
sesuai kadar amalan mereka berdasar hadis Abu Sa’id—radhiyallahu ‘anhu—,
dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Dalam hadis tersebut disebutkan,
“Orang-orang mukmin akan melewati jembatan itu. Ada yang seperti kejapan
mata, ada yang seperti kilat, ada yang seperti angin, ada yang seperti
burung, ada yang seperti kuda pacu dan onta yang bagus. Sehingga ada yang
berhasil menyeberang dengan selamat, ada yang berhasil menyeberang dalam
keadaan terluka, dan ada yang terpelanting masuk ke neraka jahanam.” (HR.
Al-Bukhari nomor 7439
dan
Muslim nomor 183).
Di dalam Shahih Muslim (nomor 195), “Amalan mereka menentukan kecepatan
mereka. Sementara nabi kalian berdiri di ujung sirat seraya berkata, ‘Ya
Rabi, selamatkanlah, selamatkanlah.’ Sampai ada kelompok hamba yang
amalannya lemah sehingga seseorang datang dan tidak mampu melanjutkan
perjalanan kecuali dengan merayap.”
Di dalam
Shahih Al-Bukhari (nomor 7439), “Sampai orang terakhir yang selamat melewati jembatan dalam keadaan
terseret.”
وَأَوَّلُ مَنۡ يَعۡبُرُ الصِّرَاطَ مِنَ الۡأَنۡبِيَاءِ مُحَمَّدٌ ﷺ وَمِنَ
الۡأُمَمِ أُمَّتُهُ لِقَوۡلِ النَّبِىِّ ﷺ: (فَأَكُونُ أَنَا وَأُمَّتِى
أَوَّلَ مَنۡ يُجِيزُهَا وَلَا يَتَكَلَّمُ يَوۡمَئِذٍ إِلَّا الرُّسُلُ
وَدُعَاءُ الرُّسُلِ يَوۡمَئِذٍ: اللّٰهُمَّ سَلِّمۡ سَلِّمۡ) رَوَاهُ
الۡبُخَارِىُّ.
Orang pertama yang menyeberangi sirat dari kalangan nabi adalah Nabi
Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan umat pertama (yang menyeberang)
adalah umat beliau, berdasarkan sabda Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—,
“Aku dan umatku adalah yang pertama-tama menyeberang. Pada hari itu tidak
ada yang berbicara kecuali para rasul. Doa para rasul pada hari itu adalah,
‘Allahuma, selamatkanlah. Selamatkanlah.’” (HR.
Al-Bukhari nomor 7437).