٨ - بَابُ قِصَّةُ الۡبَيۡعَةِ، وَالۡاِتِّفَاقُ عَلَى عُثۡمَانَ بۡنِ
عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ
8. Bab Kisah Baiat dan Kesepakatan terhadap ‘Utsman bin ‘Affan—radhiyallahu
‘anhu
٣٧٠٠ - حَدَّثَنَا مُوسَى بۡنُ إِسۡمَاعِيلَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ،
عَنۡ حُصَيۡنٍ، عَنۡ عَمۡرِو بۡنِ مَيۡمُونٍ قَالَ: رَأَيۡتُ عُمَرَ بۡنَ
الۡخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَبۡلَ أَنۡ يُصَابَ بِأَيَّامٍ
بِالۡمَدِينَةِ، وَقَفَ عَلَى حُذَيۡفَةَ بۡنِ الۡيَمَانِ وَعُثۡمَانَ بۡنِ
حُنَيۡفٍ قَالَ: كَيۡفَ فَعَلۡتُمَا، أَتَخَافَانِ أَنۡ تَكُونَا قَدۡ
حَمَّلۡتُمَا الۡأَرۡضَ مَا لَا تُطِيقُ؟ قَالَا: حَمَّلۡنَاهَا أَمۡرًا هِيَ
لَهُ مُطِيقَةٌ، مَا فِيهَا كَبِيرُ فَضۡلٍ. قَالَ: انۡظُرَا أَنۡ تَكُونَا
حَمَّلۡتُمَا الۡأَرۡضَ مَا لَا تُطِيقُ، قَالَ: قَالَا: لَا، فَقَالَ عُمَرُ:
لَئِنۡ سَلَّمَنِي اللهُ، لَأَدَعَنَّ أَرَامِلَ أَهۡلِ الۡعِرَاقِ لَا
يَحۡتَجۡنَ إِلَى رَجُلٍ بَعۡدِي أَبَدًا،
3700. Musa bin Isma’il telah menceritakan kepada kami: Abu ‘Awanah
menceritakan kepada kami dari Hushain, dari ‘Amr bin Maimun. Beliau berkata:
Aku melihat ‘Umar bin Al-Khaththab—radhiyallahu ‘anhu—di Madinah beberapa hari
sebelum ditusuk, beliau berdiri bersama Hudzaifah bin Al-Yaman dan ‘Utsman bin
Hunaif.
Beliau bertanya, “Bagaimana yang kalian berdua lakukan? Aku khawatir kalian
membebani penduduk negeri itu dengan beban yang tidak dimampuinya.”
Keduanya berkata, “Kami membebaninya dengan suatu kewajiban yang mereka mampu
tanggung. Beban tersebut tidaklah berlebihan.”
‘Umar berkata, “Hati-hatilah kalau kalian membebani penduduk negeri itu dengan
beban yang tidak mereka mampu.”
‘Amr berkata: Keduanya berkata, “Tidak.”
‘Umar berkata, “Jika Allah memberikan keselamatan kepadaku niscaya aku
tinggalkan janda-janda penduduk Irak dalam keadaan tidak butuh kepada seorang
pria selainku selama-lamanya.”
قَالَ: فَمَا أَتَتۡ عَلَيۡهِ إِلَّا رَابِعَةٌ حَتَّى أُصِيبَ، قَالَ إِنِّي
لَقَائِمٌ مَا بَيۡنِي وَبَيۡنَهُ إِلَّا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ عَبَّاسٍ غَدَاةَ
أُصِيبَ، وَكَانَ إِذَا مَرَّ بَيۡنَ الصَّفَّيۡنِ قَالَ: اسۡتَوُوا، حَتَّى
إِذَا لَمۡ يَرَ فِيهِنَّ خَلَلًا تَقَدَّمَ فَكَبَّرَ، وَرُبَّمَا قَرَأَ
سُورَةَ يُوسُفَ أَوِ النَّحۡلَ أَوۡ نَحۡوَ ذٰلِكَ فِي الرَّكۡعَةِ الۡأُولَى
حَتَّى يَجۡتَمِعَ النَّاسُ، فَمَا هُوَ إِلَّا أَنۡ كَبَّرَ فَسَمِعۡتُهُ
يَقُولُ: قَتَلَنِي - أَوۡ أَكَلَنِي – الۡكَلۡبُ، حِينَ طَعَنَهُ، فَطَارَ
الۡعِلۡجُ بِسِكِّينٍ ذَاتِ طَرَفَيۡنِ، لَا يَمُرُّ عَلَى أَحَدٍ يَمِينًا
وَلَا شِمَالًا إِلَّا طَعَنَهُ، حَتَّى طَعَنَ ثَلَاثَةَ عَشَرَ رَجُلًا،
مَاتَ مِنۡهُمۡ سَبۡعَةٌ، فَلَمَّا رَأَى ذٰلِكَ رَجُلٌ مِنَ الۡمُسۡلِمِينَ
طَرَحَ عَلَيۡهِ بُرۡنُسًا، فَلَمَّا ظَنَّ الۡعِلۡجُ أَنَّهُ مَأۡخُوذٌ نَحَرَ
نَفۡسَهُ،
‘Amr berkata: Tidak sampai hari keempat datang kecuali beliau telah ditikam.
‘Amr berkata: Sungguh aku berdiri (di dalam saf) di posisi yang tidak ada
orang antara aku dengan ‘Umar kecuali ‘Abdullah bin ‘Abbas di pagi hari ‘Umar
ditikam. Kebiasaan ‘Umar adalah bila lewat di antara dua saf, beliau berkata,
“Luruskan!” Sampai ketika beliau melihat sudah tidak ada celah di saf-saf,
beliau maju lalu bertakbir. Kadang-kadang beliau membaca surah Yusuf, atau
An-Nahl, atau surah lain semacam itu di rakaat pertama supaya orang-orang
berkumpul. Begitu beliau membaca takbiratulihram, aku mendengar beliau
berkata, “Anjing itu telah membunuhku atau memangsaku,” ketika beliau ditusuk.
Seorang pria kafir non-Arab itu berjalan cepat dengan membawa sebilah pisau
bermata dua. Tidaklah dia melewati seseorang di sebelah kanan dan kiri kecuali
ditusuknya sampai-sampai dia menusuk tiga belas pria. Tujuh di antara mereka
meninggal. Melihat itu, salah seorang muslimin melemparkan burnus kepadanya.
Ketika pria kafir itu menyadari dirinya telah tertangkap, dia menusuk dirinya.
وَتَنَاوَلَ عُمَرُ يَدَ عَبۡدِ الرَّحۡمٰنِ بۡنِ عَوۡفٍ فَقَدَّمَهُ، فَمَنۡ
يَلِي عُمَرَ فَقَدۡ رَأَى الَّذِي أَرَى، وَأَمَّا نَوَاحِي الۡمَسۡجِدِ
فَإِنَّهُمۡ لَا يَدۡرُونَ، غَيۡرَ أَنَّهُمۡ قَدۡ فَقَدُوا صَوۡتَ عُمَرَ،
وَهُمۡ يَقُولُونَ: سُبۡحَانَ اللهِ سُبۡحَانَ اللهِ، فَصَلَّى بِهِمۡ عَبۡدُ
الرَّحۡمٰنِ صَلَاةً خَفِيفَةً، فَلَمَّا انۡصَرَفُوا قَالَ: يَا ابۡنَ
عَبَّاسٍ، انۡظُرۡ مَنۡ قَتَلَنِي، فَجَالَ سَاعَةً ثُمَّ جَاءَ، فَقَالَ:
غُلَامُ الۡمُغِيرَةِ، قَالَ: الصَّنَعُ؟ قَالَ: نَعَمۡ، قَالَ: قَاتَلَهُ
اللهُ، لَقَدۡ أَمَرۡتُ بِهِ مَعۡرُوفًا، الۡحَمۡدُ لِلهِ الَّذِي لَمۡ
يَجۡعَلۡ مَنِيَّتِي بِيَدِ رَجُلٍ يَدَّعِي الۡإِسۡلَامَ، قَدۡ كُنۡتَ أَنۡتَ
وَأَبُوكَ تُحِبَّانِ أَنۡ تَكۡثُرَ الۡعُلُوجُ بِالۡمَدِينَةِ – وَكَانَ
أَكۡثَرَهُمۡ رَقِيقًا – فَقَالَ: إِنۡ شِئۡتَ فَعَلۡتُ، أَيۡ: إِنۡ شِئۡتَ
قَتَلۡنَا؛ قَالَ: كَذَبۡتَ، بَعۡدَ مَا تَكَلَّمُوا بِلِسَانِكُمۡ، وَصَلَّوۡا
قِبۡلَتَكُمۡ، وَحَجُّوا حَجَّكُمۡ.
‘Umar meraih tangan ‘Abdurrahman bin ‘Auf lalu memajukannya. Orang-orang yang
berada di dekat ‘Umar melihat seperti yang kulihat. Adapun orang-orang yang
berada di tepi masjid, mereka tidak tahu kejadian sebenarnya. Mereka hanya
kehilangan suara ‘Umar dan mereka mengucapkan, “Subhanallah subhanallah.”
Lalu ‘Abdurrahman salat mengimami mereka dengan ringkas. Ketika mereka selesai
salat, ‘Umar berkata, “Wahai Ibnu ‘Abbas, lihatlah siapa yang menyerangku!”
Ibnu ‘Abbas pergi menyelidiki sebentar, kemudian dia datang lalu berkata,
“Budak milik Al-Mughirah.”
‘Umar berkata, “Si perajin itu?”
Ibnu ‘Abbas menjawab, “Iya.”
‘Umar berkata, “Semoga Allah memeranginya. Sungguh aku telah memerintahkan
kebaikan untuknya. Segala puji bagi Allah yang tidak menjadikan kematianku di
tangan seseorang yang mengaku Islam. Dahulu engkau dan ayahmu senang apabila
banyak orang kafir non-Arab berada di Madinah.”
Al-‘Abbas dahulu merupakan penduduk Madinah yang paling banyak budaknya. Ibnu
‘Abbas berkata, “Jika engkau mau, tentu aku lakukan.” Maksudnya, jika engkau
mau, kami akan bunuh (mereka).
‘Umar berkata, “Engkau keliru. (Engkau tidak dapat membunuh mereka) setelah
mereka berbicara dengan lisan kalian, salat menghadap kiblat kalian, dan
berhaji seperti haji kalian.”
فَاحۡتُمِلَ إِلَى بَيۡتِهِ، فَانۡطَلَقۡنَا مَعَهُ، وَكَأَنَّ النَّاسَ لَمۡ
تُصِبۡهُمۡ مُصِيبَةٌ قَبۡلَ يَوۡمَئِذٍ، فَقَائِلٌ يَقُولُ: لَا بَأۡسَ،
وَقَائِلٌ يَقُولُ: أَخَافُ عَلَيۡهِ، فَأُتِيَ بِنَبِيذٍ فَشَرِبَهُ، فَخَرَجَ
مِنۡ جَوۡفِهِ، ثُمَّ أُتِيَ بِلَبَنٍ فَشَرِبَهُ، فَخَرَجَ مِنۡ جُرۡحِهِ،
فَعَلِمُوا أَنَّهُ مَيِّتٌ، فَدَخَلۡنَا عَلَيۡهِ، وَجَاءَ النَّاسُ يُثۡنُونَ
عَلَيۡهِ، وَجَاءَ رَجُلٌ شَابٌّ فَقَالَ: أَبۡشِرۡ يَا أَمِيرَ الۡمُؤۡمِنِينَ
بِبُشۡرَى اللهِ لَكَ، مِنۡ صُحۡبَةِ رَسُولِ اللهِ ﷺ، وَقَدَمٍ فِي
الۡإِسۡلَامِ مَا قَدۡ عَلِمۡتَ، ثُمَّ وَلِيتَ فَعَدَلۡتَ، ثُمَّ شَهَادَةٌ،
قَالَ: وَدِدۡتُ أَنَّ ذٰلِكَ كَفَافٌ لَا عَلَيَّ وَلَا لِي، فَلَمَّا
أَدۡبَرَ إِذَا إِزَارُهُ يَمَسُّ الۡأَرۡضَ، قَالَ: رُدُّوا عَلَيَّ
الۡغُلَامَ، قَالَ: ابۡنَ أَخِي ارۡفَعۡ ثَوۡبَكَ، فَإِنَّهُ أَبۡقَى
لِثَوۡبِكَ، وَأَتۡقَى لِرَبِّكَ. يَا عَبۡدَ اللهِ بۡنَ عُمَرَ، انۡظُرۡ مَا
عَلَيَّ مِنَ الدَّيۡنِ،
‘Umar digotong ke rumahnya lalu kami pergi bersamanya. Orang-orang seperti
belum pernah tertimpa musibah sebelum hari itu. Ada yang berkata, “Beliau
tidak apa-apa.” Ada pula yang berkata, “Aku mengkhawatirkan beliau.”
Lalu ada yang datang membawa nabidz (air rendaman kurma). ‘Umar meminumnya
lalu minuman itu keluar dari perutnya. Kemudian ada yang datang membawa susu.
‘Umar meminumnya lalu susu itu keluar dari lukanya. Mereka pun tahu kalau
‘Umar akan meninggal. Kami masuk menemuinya dan orang-orang datang
menyanjungnya. Seorang pemuda datang lalu berkata, “Bergembiralah wahai
amirulmukminin dengan kabar gembira Allah untukmu berupa persahabatan dengan
Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan keutamaan dalam Islam yang telah
engkau ketahui, kemudian engkau menjadi pemimpin dan berbuat adil, kemudian
engkau mendapat kesyahidan.”
‘Umar berkata, “Aku berharap itu semua bisa impas, sehingga seimbang antara
dosa dan kebaikanku.”
Ketika pemuda itu berbalik ternyata izar (pakaian bagian bawah)-nya menyentuh
tanah. ‘Umar berkata, “Panggilkan pemuda itu untuk menemuiku!”
‘Umar berkata, “Wahai putra saudaraku, angkatlah pakaianmu karena lebih awet
untuk pakaianmu dan lebih bertakwa kepada Rabmu. Wahai ‘Abdullah bin ‘Umar,
lihatlah utang yang harus kulunasi!”
فَحَسَبُوهُ فَوَجَدُوهُ سِتَّةً وَثَمَانِينَ أَلۡفًا أَوۡ نَحۡوَهُ، قَالَ:
إِنۡ وَفَى لَهُ مَالُ آلِ عُمَرَ فَأَدِّهِ مِنۡ أَمۡوَالِهِمۡ، وَإِلَّا
فَسَلۡ فِي بَنِي عَدِيِّ بۡنِ كَعۡبٍ، فَإِنۡ لَمۡ تَفِ أَمۡوَالُهُمۡ فَسَلۡ
فِي قُرَيۡشٍ، وَلَا تَعۡدُهُمۡ إِلَى غَيۡرِهِمۡ، فَأَدِّ عَنِّي هٰذَا
الۡمَالَ. انۡطَلِقۡ إِلَى عَائِشَةَ أُمِّ الۡمُؤۡمِنِينَ، فَقُلۡ: يَقۡرَأُ
عَلَيۡكِ عُمَرُ السَّلَامَ، وَلَا تَقُلۡ أَمِيرُ الۡمُؤۡمِنِينَ، فَإِنِّي
لَسۡتُ الۡيَوۡمَ لِلۡمُؤۡمِنِينَ أَمِيرًا، وَقُلۡ: يَسۡتَأۡذِنُ عُمَرُ بۡنُ
الۡخَطَّابِ أَنۡ يُدۡفَنَ مَعَ صَاحِبَيۡهِ.
Mereka menghitungnya lalu mendapatinya berjumlah sekitar 86.000. ‘Umar
berkata, “Jika harta keluarga ‘Umar bisa melunasinya, maka lunasilah dari
harta mereka. Jika tidak cukup, mintalah bani ‘Adi bin Ka’b. Jika harta mereka
masih belum mencukupi, mintalah kepada Quraisy. Jangan minta harta kepada
selain mereka untuk melunasi utangku! Pergilah kepada ‘Aisyah ibunda kaum
mukminin lalu katakan bahwa ‘Umar menyampaikan salam kepadamu. Jangan engkau
katakan amirulmukminin karena hari ini aku sudah bukan pemimpin kaum mukminin.
Katakanlah: ‘Umar bin Al-Khaththab meminta izin agar dikubur bersama dua
sahabatnya.”
فَسَلَّمَ وَاسۡتَأۡذَنَ، ثُمَّ دَخَلَ عَلَيۡهَا، فَوَجَدَهَا قَاعِدَةً
تَبۡكِي، فَقَالَ: يَقۡرَأُ عَلَيۡكِ عُمَرُ بۡنُ الۡخَطَّابِ السَّلَامَ،
وَيَسۡتَأۡذِنُ أَنۡ يُدۡفَنَ مَعَ صَاحِبَيۡهِ، فَقَالَتۡ: كُنۡتُ أُرِيدُهُ
لِنَفۡسِي، وَلَأُوثِرَنَّ بِهِ الۡيَوۡمَ عَلَى نَفۡسِي، فَلَمَّا أَقۡبَلَ،
قِيلَ: هٰذَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ عُمَرَ قَدۡ جَاءَ، قَالَ ارۡفَعُونِي،
فَأَسۡنَدَهُ رَجُلٌ إِلَيۡهِ، فَقَالَ: مَا لَدَيۡكَ؟ قَالَ: الَّذِي تُحِبُّ
يَا أَمِيرَ الۡمُؤۡمِنِينَ أَذِنَتۡ، قَالَ: الۡحَمۡدُ لِلهِ، مَا كَانَ مِنۡ
شَيۡءٍ أَهَمُّ إِلَيَّ مِنۡ ذٰلِكَ، فَإِذَا أَنَا قَضَيۡتُ فَاحۡمِلُونِي،
ثُمَّ سَلِّمۡ، فَقُلۡ: يَسۡتَأۡذِنُ عُمَرُ بۡنُ الۡخَطَّابِ، فَإِنۡ أَذِنَتۡ
لِي فَأَدۡخِلُونِي، وَإِنۡ رَدَّتۡنِي رُدُّونِي إِلَى مَقَابِرِ
الۡمُسۡلِمِينَ.
Ibnu ‘Umar mengucapkan salam dan minta izin kemudian masuk menemuinya. Ibnu
‘Umar mendapati ‘Aisyah sedang duduk menangis lalu Ibnu ‘Umar berkata, “‘Umar
bin Al-Khaththab menyampaikan salam kepadamu dan meminta izin agar dikubur
bersama dua sahabatnya.”
‘Aisyah berkata, “Dulu aku menginginkannya untuk diriku, namun hari ini aku
akan mendahulukannya atas diriku.”
Ketika Ibnu ‘Umar datang, ada yang berkata (kepada ‘Umar), “Ini ‘Abdullah bin
‘Umar sudah datang.”
‘Umar berkata, “Bangkitkan aku!”
Seseorang menyandarkan ‘Umar kepada dirinya. ‘Umar bertanya, “Engkau bawa
kabar apa?”
Ibnu ‘Umar menjawab, “Keinginanmu sudah diizinkan wahai amirulmukminin.”
‘Umar berkata, “Alhamdulillah. Tidak ada hal yang lebih penting bagiku
daripada hal itu. Apabila aku sudah meninggal, usunglah aku kemudian
bersalamlah. Lalu katakanlah: ‘Umar bin Al-Khaththab meminta izin. Jika aku
diizinkan, masukkanlah aku. Jika ‘Aisyah menolakku, kembalikan aku ke
pekuburan kaum muslimin.”
وَجَاءَتۡ أُمُّ الۡمُؤۡمِنِينَ حَفۡصَةُ وَالنِّسَاءُ تَسِيرُ مَعَهَا،
فَلَمَّا رَأَيۡنَاهَا قُمۡنَا، فَوَلَجَتۡ عَلَيۡهِ، فَبَكَتۡ عِنۡدَهُ
سَاعَةً، وَاسۡتَأۡذَنَ الرِّجَالُ، فَوَلَجَتۡ دَاخِلًا لَهُمۡ، فَسَمِعۡنَا
بُكَاءَهَا مِنَ الدَّاخِلِ، فَقَالُوا: أَوۡصِ يَا أَمِيرَ الۡمُؤۡمِنِينَ،
اسۡتَخۡلِفۡ، قَالَ: مَا أَجِدُ أَحَقَّ بِهٰذَا الۡأَمۡرِ مِنۡ هَؤُلَاءِ
النَّفَرِ، أَوِ الرَّهۡطِ، الَّذِينَ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَهُوَ
عَنۡهُمۡ رَاضٍ، فَسَمَّى عَلِيًّا وَعُثۡمَانَ وَالزُّبَيۡرَ وَطَلۡحَةَ
وَسَعۡدًا وَعَبۡدَ الرَّحۡمٰنِ، وَقَالَ: يَشۡهَدُكُمۡ عَبۡدُ اللهِ بۡنُ
عُمَرَ، وَلَيۡسَ لَهُ مِنَ الۡأَمۡرِ شَيۡءٌ - كَهَيۡئَةِ التَّعۡزِيَةِ لَهُ
- فَإِنۡ أَصَابَتِ الۡإِمۡرَةُ سَعۡدًا فَهُوَ ذَاكَ، وَإِلَّا فَلۡيَسۡتَعِنۡ
بِهِ أَيُّكُمۡ مَا أُمِّرَ، فَإِنِّي لَمۡ أَعۡزِلۡهُ عَنۡ عَجۡزٍ وَلَا
خِيَانَةٍ.
Ibunda kaum mukminin Hafshah datang bersama beberapa wanita. Ketika kami
melihatnya, kami bangkit. Hafshah masuk menemui ‘Umar lalu dia menangis di
sisinya beberapa saat lamanya. Beberapa pria meminta izin masuk, lalu Hafshah
masuk ruangan dalam agar mereka bisa masuk. Lalu kami mendengar tangisannya
dari ruangan dalam.
Mereka berkata, “Berilah wasiat, tunjuklah penggantimu, wahai amirulmukminin!”
‘Umar berkata, “Aku tidak mendapati orang yang lebih berhak untuk urusan ini
kecuali beberapa orang yang diridai oleh Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa
sallam—ketika beliau wafat.”
Lalu ‘Umar menyebut nama ‘Ali, ‘Utsman, Az-Zubair, Thalhah, Sa’d, dan
‘Abdurrahman. ‘Umar berkata, “‘Abdullah bin ‘Umar yang akan menjadi saksi
untuk kalian namun dia tidak berhak dalam urusan kepemimpinan
sedikitpun—sebagai bentuk penghiburan untuk Ibnu ‘Umar—. Jika kepemimpinan
nanti jatuh kepada Sa’d, maka dia memang ahlinya, namun jika tidak, maka
siapapun dari kalian yang menjadi pemimpin hendaknya meminta bantuan kepada
Sa’d, karena aku tidak melengserkannya karena tidak mampu, tidak pula karena
pengkhianatan.”
وَقَالَ: أُوصِي الۡخَلِيفَةَ مِنۡ بَعۡدِي، بِالۡمُهَاجِرِينَ الۡأَوَّلِينَ،
أَنۡ يَعۡرِفَ لَهُمۡ حَقَّهُمۡ، وَيَحۡفَظَ لَهُمۡ حُرۡمَتَهُمۡ، وَأُوصِيهِ
بِالۡأَنۡصَارِ خَيۡرًا، الَّذِينَ تَبَوَّؤُوا الدَّارَ وَالۡإِيمَانَ مِنۡ
قَبۡلِهِمۡ، أَنۡ يُقۡبَلَ مِنۡ مُحۡسِنِهِمۡ، وَأَنۡ يُعۡفَى عَنۡ
مُسِيئِهِمۡ، وَأُوصِيهِ بِأَهۡلِ الۡأَمۡصَارِ خَيۡرًا، فَإِنَّهُمۡ رِدۡءُ
الۡإِسۡلَامِ، وَجُبَاةُ الۡمَالِ، وَغَيۡظُ الۡعَدُوِّ، وَأَنۡ لَا يُؤۡخَذَ
مِنۡهُمۡ إِلَّا فَضۡلُهُمۡ عَنۡ رِضَاهُمۡ. وَأُوصِيهِ بِالۡأَعۡرَابِ
خَيۡرًا، فَإِنَّهُمۡ أَصۡلُ الۡعَرَبِ، وَمَادَّةُ الۡإِسۡلَامِ، أَنۡ
يُؤۡخَذَ مِنۡ حَوَاشِي أَمۡوَالِهِمۡ، وَتُرَدَّ عَلَى فُقَرَائِهِمۡ،
وَأُوصِيهِ بِذِمَّةِ اللهِ تَعَالَى، وَذِمَّةِ رَسُولِهِ ﷺ أَنۡ يُوفَى
لَهُمۡ بِعَهۡدِهِمۡ، وَأَنۡ يُقَاتَلَ مِنۡ وَرَائِهِمۡ، وَلَا يُكَلَّفُوا
إِلَّا طَاقَتَهُمۡ.
‘Umar berkata, “Aku mewasiatkan khalifah sepeninggalku dengan kaum muhajirin
yang awal, agar dia mengetahui hak mereka dan agar dia menjaga kehormatan
mereka. Aku juga mewasiatkan dia agar berbuat baik dengan orang-orang Ansar,
yaitu orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum
mereka, agar dia menerima kebaikan dari orang Ansar yang berbuat baik dan
memaafkan kejelekan dari orang Ansar yang berbuat jelek. Aku mewasiatkannya
agar berbuat baik dengan penduduk negeri (kaum muslimin), karena mereka
menolong Islam, mengumpulkan harta, dan menjengkelkan musuh, serta agar tidak
mengambil harta dari mereka kecuali kelebihan harta mereka dengan keridaan
mereka. Aku mewasiatkannya agar berbuat baik dengan orang-orang badui Arab
karena mereka adalah asal-usul bangsa Arab dan komponen agama Islam, yaitu
agar harta yang diambil adalah bukan dari harta berharga mereka lalu harta
tersebut dikembalikan kepada orang-orang fakir mereka. Aku juga mewasiatkan
dia dengan ahli kitab yang berada di bawah perjanjian Allah taala dan
perjanjian Rasul-Nya—shallallahu ‘alaihi wa sallam—agar menepati perjanjian
dengan mereka, agar berperang melindungi mereka, dan agar mereka tidak
dibebani melebihi kemampuan mereka.”
فَلَمَّا قُبِضَ خَرَجۡنَا بِهِ، فَانۡطَلَقۡنَا نَمۡشِي، فَسَلَّمَ عَبۡدُ
اللهِ بۡنُ عُمَرَ قَالَ: يَسۡتَأۡذِنُ عُمَرُ بۡنُ الۡخَطَّابِ، قَالَتۡ:
أَدۡخِلُوهُ، فَأُدۡخِلَ، فَوُضِعَ هُنَالِكَ مَعَ صَاحِبَيۡهِ، فَلَمَّا
فُرِغَ مِنۡ دَفۡنِهِ اجۡتَمَعَ هَؤُلَاءِ الرَّهۡطُ، فَقَالَ عَبۡدُ
الرَّحۡمٰنِ: اجۡعَلُوا أَمۡرَكُمۡ إِلَى ثَلَاثَةٍ مِنۡكُمۡ، فَقَالَ
الزُّبَيۡرُ: قَدۡ جَعَلۡتُ أَمۡرِي إِلَى عَلِيٍّ، فَقَالَ طَلۡحَةُ: قَدۡ
جَعَلۡتُ أَمۡرِي إِلَى عُثۡمَانَ، وَقَالَ سَعۡدٌ: قَدۡ جَعَلۡتُ أَمۡرِي
إِلَى عَبۡدِ الرَّحۡمٰنِ بۡنِ عَوۡفٍ،
Ketika ‘Umar wafat, kami mengeluarkan jenazahnya. Kami pergi dengan berjalan.
Lalu ‘Abdullah bin ‘Umar mengucapkan salam seraya berkata, “‘Umar bin
Al-Khaththab meminta izin.”
‘Aisyah berkata, “Masukkan dia!”
Jenazah ‘Umar dibawa masuk lalu diletakkan di sana bersama dua sahabatnya.
Ketika penguburan ‘Umar selesai, beberapa sahabat (yang disebut oleh ‘Umar)
mengadakan pertemuan.
‘Abdurrahman berkata, “Serahkan urusan kalian kepada tiga orang dari kalian!”
Az-Zubair berkata, “Aku serahkan urusanku kepada ‘Ali.”
Thalhah berkata, “Aku serahkan urusanku kepada ‘Utsman.”
Sa’d berkata, “Aku serahkan urusanku kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf.”
فَقَالَ عَبۡدُ الرَّحۡمٰنِ: أَيُّكُمَا تَبَرَّأَ مِنۡ هٰذَا الۡأَمۡرِ،
فَنَجۡعَلُهُ إِلَيۡهِ وَاللهُ عَلَيۡهِ وَالۡإِسۡلَامُ، لَيَنۡظُرَنَّ
أَفۡضَلَهُمۡ فِي نَفۡسِهِ؟ فَأُسۡكِتَ الشَّيۡخَانِ، فَقَالَ عَبۡدُ
الرَّحۡمٰنِ: أَفَتَجۡعَلُونَهُ إِلَيَّ وَاللهُ عَلَيَّ أَنۡ لَا آلُوَ عَنۡ
أَفۡضَلِكُمۡ؟ قَالَا: نَعَمۡ، فَأَخَذَ بِيَدِ أَحَدِهِمَا فَقَالَ: لَكَ
قَرَابَةٌ مِنۡ رَسُولِ اللهِ ﷺ وَالۡقَدَمُ فِي الۡإِسۡلَامِ مَا قَدۡ
عَلِمۡتَ، فَاللهُ عَلَيۡكَ لَئِنۡ أَمَّرۡتُكَ لَتَعۡدِلَنَّ وَلَئِنۡ
أَمَّرۡتُ عُثۡمَانَ لَتَسۡمَعَنَّ وَلَتُطِيعَنَّ، ثُمَّ خَلَا بِالۡآخَرِ
فَقَالَ لَهُ مِثۡلَ ذٰلِكَ، فَلَمَّا أَخَذَ الۡمِيثَاقَ قَالَ: ارۡفَعۡ
يَدَكَ يَا عُثۡمَانُ، فَبَايَعَهُ، فَبَايَعَ لَهُ عَلِيٌّ، وَوَلَجَ أَهۡلُ
الدَّارِ فَبَايَعُوهُ. [طرفه في:
١٣٩٢].
‘Abdurrahman berkata, “Siapa dari kalian berdua (‘Ali dan ‘Utsman) yang
berlepas diri dari urusan ini lalu kita serahkan urusan pemilihan pemimpin ini
kepadanya? Allah yang akan mengawasinya dan (begitu pula) Islam. Supaya dia
mempertimbangkan dalam hatinya siapa orang yang paling utama dari mereka.”
Keduanya (‘Ali dan ‘Utsman) terdiam. Lalu ‘Abdurrahman berkata, “Apakah kalian
menyerahkannya kepadaku dan Allah yang mengawasiku agar aku tidak keliru dalam
menentukan yang paling utama dari kalian?”
Keduanya menjawab, “Iya.”
‘Abdurrahman menyendiri dengan salah seorang dari mereka berdua lalu berkata,
“Engkau memiliki hubungan kekerabatan dengan Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa
sallam—dan sumbangsih untuk Islam yang telah engkau ketahui. Allah yang
mengawasimu, jika aku memilihmu sebagai pemimpin, maka engkau harus berbuat
adil, dan jika aku memilih ‘Utsman sebagai pemimpin, maka engkau harus
mendengar dan taat.”
Kemudian ‘Abdurrahman menyendiri dengan seorang yang lain lalu mengatakan
ucapan semisal itu. Ketika ‘Abdurrahman telah mengambil janji, beliau berkata,
“Angkat tanganmu, wahai ‘Utsman!”
Lalu ‘Abdurrahman berbaiat kepadanya, lalu ‘Ali berbaiat kepadanya, dan
penduduk Madinah masuk lalu berbaiat kepadanya.