Sunan Abu Dawud, siapa yang tidak kenal kitab ini? Kitab yang disusun untuk mengulas pembahasan hadis-hadis Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan urutan bab-bab fikih. Kitab ini termasuk di antara enam kitab induk yang menjadi rujukan dalam membahas hadis.
Semua kalangan pasti kenal kitab ini. Tentunya ketenaran kitab ini tidak lepas dari sosok penyusunnya. Ya, beliau adalah Al Imam Sulaiman bin Al Asy'ats As Sijistaany yang lebih dikenal dengan kunyahnya Al Imam Abu Dawud rahimahullah.
Beliau lahir pada tahun 202 H. Beliau dikenal akan keilmuan dan ketakwaannya. Beliau menjadi rujukan umat di masanya. Beliau memiliki pengetahuan yang luas dalam berbagai macam bidang ilmu. Para ulama di masa itu banyak memberikan pujian untuk beliau. Bahkan Imam Ahmad bin Hambal, tokoh mazhab Hambali pernah meriwayatkan satu hadis dari Imam Abu Dawud.
Imam Abu Bakar Al Khallal rahimahullah, salah seorang imam di masa itu pernah berkata tentang Al Imam Abu Dawud, "Abu Dawud adalah seorang imam yang sangat menonjol di masanya. Tidak ada satupun di masa itu yang mengungguli keilmuannya. Beliau adalah imam yang sangat bertakwa dan taat."
Apakah Anda pernah mendengar istilah "Jihbidz"? Ya, itu adalah gelar bagi para ulama pakar hadis yang memiliki kemampuan khusus dalam hal menilai kesalahan-kesalahan hadis yang sangat samar. Ulama hadis sangatlah banyak, namun tidak semua memiliki kemampuan untuk bisa mengetahui penyakit hadis yang sangat samar. Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu.
Dan ternyata kemampuan itu dimiliki oleh Al Imam Abu Dawud rahimahullah. Hal itu sangat nampak dari pujian para ulama yang diberikan kepada beliau. Berkata Ahmad bin Muhammad bin Yaasiin rahimahullah, "Abu Dawud adalah penjaga Islam yang sangat mengerti hadis Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, baik dari sisi sanad maupun penyakit-penyakitnya. Beliau adalah imam yang sangat rajin dalam beribadah. Sangat menjaga kehormatan diri. Imam yang saleh dan bertakwa. Pakarnya ilmu hadis."
Ketika beliau menyusun kitab sunannya, semua kalangan menerima kitab tersebut. Bahkan mereka mengakui bagaimanakah keilmuan beliau dengan kitab itu. Berkata Muhammad bin Ishaq Ash Shaaghaani dan Ibrahim Al Harbi, "Ketika Abu Dawud menyusun kitab sunannya, seakan hadis ditundukkan untuk beliau. Sebagaimana besi ditundukkan untuk Nabi Dawud 'alaihis salam."
Berkata Muhammad bin Makhlad rahimahullah, "Ketika beliau menyusun kitab sunannya, beliau membacakannya kepada umat manusia. Para ulama hadis menganggap kitab beliau seperti mushaf. Mereka mengikutinya dan tidak menyelisihinya. Semua orang di masa beliau mengakui hafalan dan keunggulan beliau."
Suatu hari Sahl bin Abdillah Attustary datang mengunjungi Imam Abu Dawud. Seseorang berkata, “Wahai Abu Dawud, Sahl datang menemuimu.” Maka beliau pun menyambutnya dengan hangat dan meminta beliau untuk duduk bersamanya.
Sahl berkata, “Wahai Abu Dawud, aku memiliki kebutuhan denganmu.”
“Apa itu?” Tanya Abu Dawud.
“Engkau harus berjanji akan memenuhinya.” Tegas Sahl.
“Ya.” Jawab Abu Dawud.
“Keluarkan lisanmu yang engkau gunakan untuk membaca hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku ingin menciumnya.” Pinta Sahl. Beliau pun mengeluarkan lisannya dan Sahl pun menciumnya.
Subhaanallah, begitulah sikap hormat para ulama di masa itu kepada para pembawa hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hingga ada sebagian yang berlebihan dalam memuji beliau sampai mengatakan, “Abu Dawud diciptakan di dunia untuk mengkhidmat hadis. Dan diciptakan di akhirat untuk surga.”
Beliau juga memiliki sikap adil dan ketegasan. Abu Bakar bin Jabir pembantu Abu Dawud pernah bercerita, “Suatu hari aku pernah bersama Abu Dawud di Kota Baghdad. Kami salat Maghrib di sana. Setelah itu datanglah Abu Ahmad Al Muwaffaq seorang amir (gubernur). Abu Dawud menyambutnya dan berkata, “Tidak biasanya seorang amir datang di waktu seperti ini.”
Dia menjawab, “Aku datang dengan membawa tiga hal.”
“Apa itu?” Tanya Abu Dawud.
Sang amir berkata, “Engkau harus pindah ke Bashrah dan tinggallah di sana. Agar para pencari ilmu datang berguru kepadamu. Sehingga Kota Bashrah menjadi kembali makmur. Karena Bashrah sekarang hancur dan ditinggal oleh manusia, setelah terjadi fitnah besar di sana.”
“Ini yang pertama.” Tanggap Abu Dawud.
Sang amir berkata lagi, “Aku minta engkau membacakan kitab sunanmu untuk anak-anakku.”
“Ya, sebutkan yang ketiga!”
Sang amir berkata, “Aku memintamu untuk mengajari mereka secara khusus. Karena anak-anak khalifah tidak bisa duduk bersama orang-orang umum.”
Dengan tegas Abu Dawud menolak dan berkata, “Kalau ini aku tidak bisa mengabulkannya. Semua manusia sama dalam hal mencari ilmu.” Anak-anak sang amir akhirnya hadir di majelis Abu Dawud, mereka duduk dengan memakai baju yang melingkar dan memiliki penutup. Mereka duduk dengan masyarakat umum yang lain. MasyaAllah, begitulah ilmu mengangkat derajat pemiliknya.
Ada sebuah kisah yang sangat menakjubkan dari beliau. Sebagai bukti akan ketakwaan beliau dan ketaatan beliau dalam menjalankan sunnah dan ibadah. Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah penulis kitab Fathul Baari berkata, “Ibnu Abdil Barr meriwayatkan dengan sanad yang baik dari Abu Dawud rahimahullah penyusun kitab Sunan. Suatu hari beliau (Abu Dawud) sedang naik kapal. Tiba-tiba beliau mendengar seseorang bersin di seberang dermaga, kemudian orang ini membaca Alhamdulillah. Segera Abu Dawud menyewa sampan kecil dengan tarif satu dirham. Beliau mendayungnya hingga menghampiri lelaki tadi, kemudian beliau membaca, ‘yarhamukallah.’ Setelah itu beliau kembali ke tempat semula.
Beliau ditanya mengapa bersusah payah menyewa sampan kecil hanya untuk menanggapi orang yang bersin. Beliau menjawab, “Siapa tahu orang tadi memiliki doa yang dikabulkan.”
Maksud beliau ketika dia berdoa untuk Abu Dawud, harapan beliau Allah mengabulkannya. Ketika waktu malam tiba, semua penduduk kapal tertidur. Tiba-tiba mereka mendengar seseorang berkata, “Wahai penghuni kapal, sungguh Abu Dawud telah membeli surga dari Allah dengan satu dirham.”
MasyaAllah, alangkah semangatnya beliau dalam beribadah kepada Allah, bahkan dengan hal yang remeh sekalipun beliau berupaya untuk bisa menjalankannya. Semoga Allah merahmati beliau.
Beliau meninggal pada tanggal enam belas bulan Syawwal tahun dua ratus tujuh puluh lima. Semoga Allah merahmati beliau. Kita memohon kepada Allah taufik dan hidayah untuk bisa meniru dan meniti jejak ulama kita dalam membela sunnah, menyebarkannya, dan mendakwahkannya. Amin.
Disadur dari kitab Siyar A’laamun Nubala’ karya Al Hafizh Adz Dzahabi dan dari kitab Karaamaatul Auliya karya Abdur Raqib Al Ibbi.
Sumber: Majalah Qudwah edisi 69 vol.06 1440 H rubrik Ulama. Pemateri: Al Ustadz Abu Amr As Sidawy.