Cari Blog Ini

Tidak Mengafirkan Seorang Muslim dengan sebab Kemaksiatan

٢٤ – وَلَا نَجۡزِمُ لِأَحَدٍ مِنۡ أَهۡلِ الۡقِبۡلَةِ بِجَنَّةٍ وَلَا نَارٍ إِلَّا مَنۡ جَزَمَ لَهُ الرَّسُولُ ﷺ، لَكِنَّا نَرۡجُو لِلۡمُحۡسِنِ وَنَخَافُ عَلَى الۡمُسِيءِ.
24. Kami tidak memastikan seorang pun dari kaum muslimin dengan janah atau neraka kecuali orang yang telah dipastikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi kami mengharapkan (janah) bagi orang yang berbuat baik dan mengkhawatirkan orang yang berbuat buruk.[1]
وَلَا نُكَفِّرُ أَحَدًا مِنۡ أَهۡلِ الۡقِبۡلَةِ بِذَنۡبٍ، وَلَا نُخۡرِجُهُ عَنِ الۡإِسۡلَامِ بِعَمَلٍ.
Kami tidak mengafirkan seorang pun dari kaum muslimin dengan sebab suatu dosa (selain kufur akbar) dan tidak mengeluarkannya dari agama Islam dengan sebab suatu perbuatan (dosa selain kufur akbar).[2]
وَنَرَى الۡحَجَّ وَالۡجِهَادَ مَاضِيَانِ مَعَ كُلِّ إِمَامٍ، بَرًّا كَانَ أَوۡ فَاجِرًا، وَصَلَاةَ الۡجُمُعَةِ خَلۡفَهُمۡ جَائِزَةٌ. 
Kami berpendapat bahwa haji dan jihad terus berlangsung bersama seluruh pemimpin, baik pemimpin itu baik maupun jahat. Kami juga berpendapat bahwa salat Jumat di belakang mereka adalah sah. 
قَالَ أَنَسٌ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (ثَلَاثٌ مِنۡ أَصۡلِ الۡإِيمَانِ: الۡكَفُّ عَمَّنۡ قَالَ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ، وَلَا نُكَفِّرُهُ بِذَنۡبٍ وَلَا نُخۡرِجُهُ مِنَ الۡإِسۡلَامِ بِعَمَلٍ. وَالۡجِهَادُ مَاضٍ مُنۡذُ بَعَثَنِيَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ حَتَّى يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِي الدَّجَّالَ لَا يُبۡطِلُهُ جَوۡرُ جَائِرٍ، وَلَا عَدۡلُ عَادِلٍ، وَالۡإِيمَانُ بِالۡأَقۡدَارِ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ. 
Anas mengatakan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiga hal termasuk pokok keimanan: (1) menahan diri dari orang yang telah mengucapkan ‘tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah’, kami tidak mengafirkannya dengan sebab suatu dosa (selain kufur akbar), dan kami tidak mengeluarkannya dari agama Islam dengan sebab suatu perbuatan (dosa selain kufur akbar); (2) jihad (bersama pemimpin kaum muslimin) terus berlangsung sejak Allah azza wajalla mengutusku hingga akhir umatku memerangi Dajjal. Jihad ini tidak gugur karena kejahatan atau keadilan pemimpin; (3) iman kepada takdir.” (HR. Abu Dawud nomor 2532). 




[1] الۡمُعَيَّنُونَ مِنۡ أَهۡلِ النَّارِ فِي الۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ: 

Orang-orang yang telah ditentukan termasuk penduduk neraka di dalam Alquran dan sunah: 

مِنَ الۡمُعَيَّنُونَ بِالۡقُرۡآنِ: أَبُو لَهَبٍ عَبۡدُ الۡعُزَّى بۡنُ عَبۡدِ الۡمُطَّلِبِ عَمُّ النَّبِيِّ ﷺ، وَامۡرَأَتُهُ أُمُّ جَمِيلٍ أَرۡوَى بِنۡتُ حَرۡبِ بۡنِ أُمَيَّةَ أُخۡتُ أَبِي سُفۡيَانَ لِقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿تَبَّتۡ يَدَآ أَبِى لَهَبٍ وَتَبَّ﴾ [المسد: ١] إِلَى آخِرِ السُّورَةِ. 

Di antara orang-orang yang telah ditentukan (termasuk penduduk neraka) di dalam Alquran adalah Abu Lahab ‘Abdul ‘Uzza bin ‘Abdul Muththalib—paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan istrinya, yaitu Ummu Jamil Arwa binti Harb bin Umayyah saudara perempuan Abu Sufyan. Ini berdasarkan firman Allah taala yang artinya, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.” (QS. Al-Masad: 1). Sampai akhir surah. 

وَمِنَ الۡمُعَيَّنُونَ بِالسُّنَّةِ: أَبُو طَالِبٍ عَبۡدُ مَنَافِ بۡنُ عَبۡدِ الۡمُطَّلِبِ لِقَوۡلِ النَّبِيِّ ﷺ: (أَهۡوَنُ أَهۡلِ النَّارِ عَذَابًا أَبُو طَالِبٍ وَهُوَ مُنۡتَعِلُ نَعۡلَيۡنِ يَغۡلِي مِنۡهُمَا دِمَاغُهُ) رَوَاهُ الۡبُخَارِيُّ. 

Di antara orang-orang yang telah ditentukan (termasuk penduduk neraka) di dalam sunah adalah Abu Thalib ‘Abdu Manaf bin ‘Abdul Muththalib, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Penduduk neraka yang azabnya paling ringan adalah Abu Thalib. Dia memakai sepasang sandal yang menyebabkan otaknya mendidih.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim nomor 212). 

وَمِنۡهُمۡ: عَمۡرُو بۡنُ عَامِرِ بۡنِ لُحَيٍّ الۡخُزَاعِيُّ قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (رَأَيۡتُهُ يَجُرُّ أَمۡعَاءَهُ فِي النَّارِ). رَوَاهُ الۡبُخَارِيُّ وَغَيۡرُهُ. 

Di antara mereka adalah ‘Amr bin ‘Amir bin Luhai Al-Khuza’i. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku melihatnya menyeret ususnya di dalam neraka.” (HR. Al-Bukhari nomor 3522 dan Muslim nomor 2856). 


[2] تَكۡفِيرُ أَهۡلِ الۡقِبۡلَةِ بِالۡمَعَاصِي: 

Mengafirkan ahli kiblat dengan sebab kemaksiatan: 

أَهۡلُ الۡقِبۡلَةِ: هُمُ الۡمُسۡلِمُونَ الۡمُصَلُّونَ إِلَيۡهَا لَا يَكۡفُرُونَ بِفِعۡلِ الۡكَبَائِرِ، وَلَا يَخۡرُجُونَ مِنَ الۡإِسۡلَامِ بِذٰلِكَ، وَلَا يَخۡلُدُونَ فِي النَّارِ: 

لِقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱقۡتَتَلُوا۟ فَأَصۡلِحُوا۟ بَيۡنَهُمَا﴾ [الحجرات: ٩] إِلَى قَوۡلِهِ: ﴿إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٌ فَأَصۡلِحُوا۟ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡ﴾ [الحجرات: ١٠] فَأَثۡبَتَ الۡأُخُوَّةَ الۡإِيمَانِيَّةَ مَعَ الۡقِتَالِ وَهُوَ مِنَ الۡكَبَائِرِ، وَلَوۡ كَانَ كُفۡرًا لَانۡتَفَتِ الۡأُخُوَّةُ الۡإِيمَانِيَّةُ. 

وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ يَقُولُ اللهُ تَعَالَى: (مَنۡ كَانَ فِي قَلۡبِهِ مِثۡقَالُ حَبَّةٍ مِنۡ خَرۡدَلٍ مِنَ إِيمَانٍ فَأَخۡرِجُوهُ – يَعۡنِي: مِنَ النَّارِ –) مُتَّفَقٌّ عَلَيۡهِ. 

Ahli kiblat adalah kaum muslimin, yaitu orang-orang yang salat menghadap kiblat. Mereka tidak kafir dengan sebab melakukan dosa-dosa besar (di bawah kesyirikan), tidak keluar dari Islam dengan sebab itu, dan mereka tidak kekal di dalam neraka. Berdasarkan firman Allah taala yang artinya, “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kalian damaikan antara keduanya,” (QS. Al-Hujurat: 9) sampai firman-Nya yang artinya, “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudara kalian itu.” (QS. Al-Hujurat: 10). Allah menetapkan adanya ukhuwah atas dasar keimanan walaupun mereka berperang, padahal perang sesama mukmin termasuk dosa besar. Apabila perbuatan itu adalah kekufuran niscaya tidak ada ukhuwah atas dasar keimanan ini. 

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah taala berfirman, “Siapa saja yang di dalam hatinya ada keimanan seberat biji sawi, maka keluarkanlah dia.” Yakni dari neraka. (HR. Al-Bukhari nomor 22 dan Muslim nomor 184). 

وَخَالَفَ فِي هَٰذَا طَائِفَتَانِ: 

الۡأُولَى: الۡخَوَارِجُ: 

قَالُوا: فَاعِلُ الۡكَبِيرَةِ كَافِرٌ خَالِدٌ فِي النَّارِ. 

الثَّانِيَةُ: الۡمُعۡتَزِلَةُ: 

قَالُوا: فَاعِلُ الۡكَبِيرَةِ خَارِجٌ عَنِ الۡإِيمَانِ لَيۡسَ بِمُؤۡمِنٍ وَلَا كَافِرٍ، فِي مَنۡزِلَةٍ بَيۡنَ مَنۡزِلَتَيۡنِ، وَهُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ. 

Ada dua kelompok yang menyelisihi prinsip ini: 
  1. Khawarij. Mereka berpendapat bahwa pelaku dosa besar adalah kafir dan kekal di dalam neraka. 
  2. Mu’tazilah. Mereka berpendapat bahwa pelaku dosa besar keluar dari keimanan, bukan seorang mukmin, bukan pula kafir. Dia berada di salah satu manzilah dari dua manzilah dan dia kekal di dalam neraka. 

وَنَرُدُّ عَلَى الطَّائِفَتَيۡنِ بِمَا يَأۡتِي: 

١ – مُخَالِفَتُهُمۡ لِنُصُوصِ الۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ. 

٢ – مُخَالِفَتُهُمۡ لِإِجۡمَاعِ السَّلَفِ. 

Kita bantah dua kelompok ini dengan alasan berikut:
  1. Penyelisihan mereka terhadap nas-nas Alquran dan sunah. 
  2. Penyelisihan mereka terhadap ijmak ulama salaf.