Cari Blog Ini

Dua Tangan Allah

Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah (wafat 620 H) di dalam kitab Lum'atil I'tiqad Al-Hadi ila Sabilir Rasyad berkata,
وَقَوۡلُهُ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى: ﴿بَلۡ يَدَاهُ مَبۡسُوطَتَانِ﴾ [المائدة: ٦٤].
Firman Allah subhanahu wa taala yang artinya, “Tetapi kedua tangan-Nya terbuka.” (QS. Al-Ma`idah: 64).[1]


Syekh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah di dalam syarahnya berkata,

[1] الصِّفَةُ الثَّانِيَةُ: الۡيَدَانِ: 

الۡيَدَانِ مِنۡ صِفَاتِ اللهِ الثَّابِتَةِ لَهُ بِالۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَإِجۡمَاعِ السَّلَفِ. 

Sifat kedua: Dua tangan. 

Dua tangan termasuk sifat Allah yang pasti untuk-Nya berdasarkan Alquran, sunah, dan ijmak ulama salaf. 

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿بَلۡ يَدَاهُ مَبۡسُوطَتَانِ﴾ [المائدة: ٦٤]. 

وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (يَمِينُ الله مَلۡأَى لَا يَغِيضُهَا نَفَقَةٌ، سَحَّاءُ اللَّيلَ وَالنَّهَارَ - إِلَى قَوۡلِهِ -: بِيَدِهِ الۡأُخۡرَى القَبۡضُ يَرۡفَعُ ويَخۡفِضُ). رواه مسلم والبخاري معناه. 

وَأَجۡمَعَ السَّلَفُ عَلَى إِثۡبَاتِ الۡيَدَيۡنِ لِلهِ. فَيَجِبُ إِثۡبَاتُهُمَا لَهُ بِدُونِ تَحۡرِيفٍ وَلَا تَعۡطِيلٍ وَلَا تَكۡيِيفٍ وَلَا تَمۡثِيلٍ. وَهُمَا يَدَانِ حَقِيقِيَّتَانِ لِلهِ تَعَالِى يَلِيقَانِ بِهِ. 

Allah taala berfirman yang artinya, “Tetapi kedua tangan-Nya terbuka.” (QS. Al-Ma`idah: 64). 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tangan kanan Allah penuh, tidak ada suatu pemberian pun yang menguranginya, banyak melimpahkan (pemberian) di malam dan siang hari.” Hingga sabdanya, “Kematian ada di tangan-Nya yang lain. Dia mengangkat dan merendahkan (siapa saja yang Dia kehendaki).” (HR. Muslim nomor 993 dan Al-Bukhari nomor 7419 semakna dengannya). 

Ulama salaf telah bersepakat dalam menetapkan dua tangan bagi Allah, sehingga wajib menetapkan kedua tangan untuk-Nya dengan tanpa tahrif (menyelewengkan makna), ta’thil (menolaknya), takyif (mempertanyakan bagaimananya), dan tamtsil (menyerupakannya). Keduanya adalah tangan hakiki bagi Allah taala yang layak untuk-Nya. 

وَقَدۡ فَسَّرَهَا أَهۡلُ التَّعۡطِيلِ بِالنِّعۡمَةِ أَوِ الۡقُدۡرَةِ وَنَحۡوِهَا وَنَرُدُّ عَلَيۡهِمۡ بِمَا سَبَقَ فِي الۡقَاعِدَةِ الرَّابِعَةِ، وَبِوَجۡهٍ رَابِعٍ أَنَّ فِي السِّيَاقِ مَا يَمۡنَعُ تَفۡسِيرَهُمَا بِذٰلِكَ قَطۡعًا كَقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿لِمَا خَلَقۡتُ بِيَدَىَّ﴾ [ص: ٧٥]، وَقَوۡلِهِ ﷺ: (وَبِيَدِه الۡأُخۡرَى الۡقَبۡضُ). 

Para penolak sifat menafsirkannya sebagai nikmat atau kemampuan atau semisalnya. Kita bantah mereka dengan kaidah keempat yang telah lewat dan dengan sisi keempat bahwa di dalam konteks kalimat ada yang menghalangi secara pasti dari menafsirkan kedua tangan dengan makna tadi, seperti firman Allah taala yang artinya, “Kepada yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku.” (QS. Shad: 75). Juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kematian ada di tangan-Nya yang lain.” 

الۡأَوۡجُهُ الَّتِي وَرَدَتۡ عَلَيۡهَا صِفَةُ الۡيَدَيۡنِ وَكَيۡفَ نُوَفِّقُ بَيۡنَهَا: 

الۡأَوَّلُ: الۡإِفۡرَادُ كَقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿تَبَـٰرَكَ ٱلَّذِى بِيَدِهِ ٱلۡمُلۡكُ﴾ [الملك: ١]. 

الثَّانِي: التَّثۡنِيَةُ كَقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿بَلۡ يَدَاهُ مَبۡسُوطَتَانِ﴾ [المائدة: ٦٤]. 

الثَّالِثُ: الۡجَمۡعُ كَقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿أَوَلَمۡ يَرَوۡا۟ أَنَّا خَلَقۡنَا لَهُم مِّمَّا عَمِلَتۡ أَيۡدِينَآ أَنۡعَـٰمًا﴾ [يس: ٧١]. 

Bentuk-bentuk lafal sifat dua tangan yang terdapat dalam Alquran dan bagaimana menyelaraskannya:
  1. Bentuk tunggal seperti firman Allah taala yang artinya, “Mahasuci Allah yang di tangan-Nya lah segala kerajaan.” (QS. Al-Mulk: 1). 
  2. Bentuk tatsniyah (dua) seperti firman Allah taala yang artinya, “Tetapi kedua tangan-Nya terbuka.” 
  3. Bentuk jamak seperti firman Allah taala yang artinya, “Tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah menciptakan untuk mereka binatang ternak dari apa yang telah diciptakan dengan tangan-tangan Kami?” (QS. Yasin: 71). 

وَالتَّوۡفِيقُ بَيۡنَ هَٰذِهِ الۡوُجُوهِ أَنۡ نَقُولَ: 

الۡوَجۡهُ الۡأَوَّلُ مُفۡرَدٌ مُضَافٌ فَيَشۡمُلُ كُلَّ مَا ثَبَتَ لِلهِ مِنۡ يَدٍ وَلَا يُنَافِي الثِّنۡتَيۡنِ، وَأَمَّا الۡجَمۡعُ فَهُوَ لِلتَّعۡظِيمٍ لَا لِحَقِيقَةِ الۡعَدَدِ الَّذِي هُوَ ثَلَاثَةٌ فَأَكۡثَرُ وَحِينَئِذٍ لَا يُنَافِي التَّثۡنِيَةَ، عَلَى أَنَّهُ قَدۡ قِيلَ إِنَّ أَقَلَّ الۡجَمۡعِ اثۡنَانِ، فَإِذَا حُمِلَ الۡجَمۡعُ عَلَى أَقَلِّهِ فَلَا مُعَارِضَةٌ بَيۡنَهُ وَبَيۡنَ التَّثۡنِيَةِ أَصۡلًا. 

Penyelarasan bentuk-bentuk lafal ini adalah dengan kita katakan, bahwa bentuk pertama, yaitu tunggal, adalah mudhaf (disandarkan kepada kata lain), sehingga mencakup segala yang telah tetap bagi Allah berupa tangan dan tidak menafikan jumlah dua. Adapun bentuk jamak maka itu adalah bentuk pengagungan, bukan hakikat hitungan, yaitu tiga ke atas. Dengan demikian hal ini tidak menafikan jumlah dua karena juga ada yang berpendapat bahwa jumlah minimal dari jamak adalah dua. Sehingga, apabila bentuk jamak di sini dibawa kepada makna yang paling sedikit, maka pada asalnya tidak ada kontradiksi antara bentuk jamak dengan jumlah dua.