Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah (wafat 260 H) dalam Lum'atul I'tiqad
berkata:
فَيُحَاسِبُهُمُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، وَتُنۡصَبُ الۡمَوَازِينُ، وَتُنۡشَرُ الدَّوَاوِينُ، وَتَتَطَايَرُ صَحَائِفُ الۡأَعۡمَالِ إِلَى الۡأَيۡمَانِ وَالشَّمَائِلِ ﴿فَأَمَّا مَنۡ أُوتِىَ كِتَـٰبَهُۥ بِيَمِينِهِۦ ٧ فَسَوۡفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا ٨ وَيَنقَلِبُ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦ مَسۡرُورًا ٩ وَأَمَّا مَنۡ أُوتِىَ كِتَـٰبَهُۥ وَرَآءَ ظَهۡرِهِۦ ١٠ فَسَوۡفَ يَدۡعُوا۟ ثُبُورًا ١١ وَيَصۡلَىٰ سَعِيرًا﴾ [الانشقاق: ٧-١٢].
Lalu Allah tabaraka wa ta’ala menghisab mereka, memancangkan mizan-mizan, menyebarkan catatan-catatan, dan lembaran-lembaran amal bertebaran ke kanan dan kiri. “Adapun orang yang diberi kitab dari sebelah kanan, maka kelak dia akan dihisab dengan hisab yang mudah dan dia akan kembali ke keluarganya dalam keadaan bahagia. Adapun orang yang diberi kitabnya dari belakang punggungnya, maka kelak dia akan berteriak: Celaka aku; dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala.” (QS. Al-Insyiqaq: 7-12).[1]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin (wafat 1421 H) rahimahullah di dalam
kitab Syarh Lum'atil I'tiqad berkata:
[1]
الۡحِسَابُ:
Hisab:
الۡحِسَابُ لُغَةً: الۡعَدَدُ.
وَشَرۡعًا: إِطِّلَاعُ اللهِ عِبَادَهُ عَلَى أَعۡمَالِهِمۡ.
وَهُوَ ثَابِتٌ بِالۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَإِجۡمَاعِ الۡمُسۡلِمِينَ.
Hisab secara bahasa adalah perhitungan. Adapun secara syariat adalah Allah
memperlihatkan amalan-amalan kepada para hamba-Nya. Hisab adalah suatu
kepastian berdasarkan Alquran, sunah, dan ijmak kaum muslimin.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّ إِلَيۡنَآ إِيَابَهُمۡ ٢٥ ثُمَّ إِنَّ
عَلَيۡنَا حِسَابَهُم﴾ [الغاشية: ٢٥، ٢٦].
وَكَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَقُولُ فِي بَعۡضِ صَلَاتِهِ: (اللّٰهُمَّ حَاسِبۡنِي
حِسَابًا يَسِيرًا) فَقَالَتۡ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنۡهَا: مَا الۡحِسَابُ
الۡيَسِيرُ؟ قَالَ: (أَنۡ يُنۡظَرَ فِي كِتَابِهِ فَيُتَجَاوَزَ عَنۡهُ)
رَوَاهُ أَحۡمَدُ. وَقَالَ الۡأَلۡبَانِيُّ: إِسۡنَادُهُ جَيِّدٌ.
وَأَجۡمَعَ الۡمُسۡلِمُونَ عَلَى ثُبُوتِ الۡحِسَابِ يَوۡمَ
الۡقِيَامَةِ.
Allah taala berfirman, “Sesungguhnya hanya kepada Kami-lah tempat kembali
kalian. Kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” (QS.
Al-Ghasyiyah: 25-26).
Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa dalam sebagian salatnya, “Ya
Allah, hisablah aku dengan hisab yang mudah.”
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya, “Apakah hisab yang mudah itu?”
Nabi menjawab, “Diperlihatkan catatannya, lalu dia dimaafkan.” (HR. Ahmad
nomor 24719). Al-Albani berkata: Sanad-sanadnya bagus.
Kaum muslimin bersepakat akan kepastian hisab pada hari kiamat.
وَصِفَةُ الۡحِسَابِ لِلۡمُؤۡمِنِ: (أَنَّ اللهَ يَخۡلُو بِهِ فَيُقَرِّرُهُ
بِذُنُوبِهِ حَتَّى إِذَا رَأَى أَنَّهُ قَدۡ هَلَكَ قَالَ اللهُ لَهُ
سَتَرۡتُهَا عَلَيۡكَ فِي الدُّنۡيَا وَأَنَا أَغۡفِرُهَا لَكَ الۡيَوۡمَ
فَيُعۡطَى كِتَابُ حَسَنَاتِهِ).
Sifat hisab untuk orang mukmin adalah bahwa Allah akan menyendiri dengannya,
lalu menjadikannya untuk mengakui dosa-dosanya. Hingga ketika dia melihat
bahwa dirinya binasa, Allah berkata kepadanya, “Aku telah menutupinya di dunia
dan Aku mengampuninya untukmu pada hari ini.” Lalu dia diberi catatan
kebaikan-kebaikannya.
(وَأَمَّا الۡكُفَّارُ وَالۡمُنَافِقُونَ فَيُنَادَى بِهِمۡ عَلَى رُءُوسِ
الۡخَلَائِقِ هَٰؤُلَاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمۡ أَلَا لَعۡنَةُ
اللهِ عَلَى الظَّالِمِينَ) مُتَّفَقٌ عَلَيۡهِ مِنۡ حَدِيثِ ابۡنِ
عُمَرَ.
Adapun orang-orang kafir dan munafik, maka mereka diseru di hadapan seluruh
makhluk, “Mereka ini adalah orang-orang yang telah berdusta terhadap Rabb
mereka. Ketahuilah bahwa laknat Allah atas orang-orang yang zalim.” (HR.
Al-Bukhari nomor 4685
dan
Muslim nomor 2768
dari hadis Ibnu ‘Umar).
وَالۡحِسَابُ عَامٌ لِجَمِيعِ النَّاسِ إِلَّا مَنۡ اسۡتَثۡنَاهُمُ النَّبِيُّ
ﷺ وَهُمۡ سَبۡعُونَ أَلۡفًا مِنۡ هَٰذِهِ الۡأُمَّةِ مِنۡهُمۡ عُكَّاشَةُ بۡنُ
مِحۡصَنٍ (يَدۡخُلُونَ الۡجَنَّةَ بِلَا حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ) مُتَّفَقٌ
عَلَيۡهِ.
وَرَوَى أَحۡمَدُ مِنۡ حَدِيثِ ثَوۡبَانَ مَرۡفُوعًا: (أَنَّ مَعَ كُلِّ
وَاحِدٍ سَبۡعِينَ أَلۡفًا) قَالَ ابۡنُ كَثِيرٍ: حَدِيثٌ صَحِيحٌ وَذَكَرَ
لَهُ شَوَاهِدُ.
Hisab ini umum mencakup seluruh manusia kecuali siapa saja yang dikecualikan
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka ada tujuh puluh ribu orang
dari umat ini. Di antara mereka adalah
‘Ukkasyah bin Mihshan. “Mereka akan masuk janah tanpa hisab dan tanpa azab.” (HR.
Al-Bukhari nomor 6541, 6542, dan
Muslim nomor 220).
Imam Ahmad meriwayatkan dari hadis Tsauban (nomor 22782) secara marfuk, “Bahwa
ada tujuh puluh ribu orang menyertai setiap satu orang.” Ibnu Katsir
mengatakan bahwa hadis tersebut adalah hadis yang sahih dan beliau menyebutkan
riwayat-riwayat pendukungnya.
وَأَوَّلُ مَنۡ يُحَاسَبُ هَٰذِهِ الۡأُمَّةُ لِقَوۡلِ النَّبِيِّ ﷺ: (نَحۡنُ
الۡآخِرُونَ السَّابِقُونَ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ الۡمَقۡضِيُّ بَيۡنَهُمۡ قَبۡلَ
الۡخَلَائِقِ) مُتَّفَقٌ عَلَيۡهِ، وَرَوَى ابۡنُ مَاجَه عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ
مَرۡفُوعًا: (نَحۡنُ آخِرُ الۡأُمَمِ وَأَوَّلُ مَنۡ يُحَاسَبُ)
الۡحَدِيث.
Yang paling awal dihisab adalah umat ini, berdasarkan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Kita orang-orang yang akhir, namun yang mendahului pada
hari kiamat, yang diputuskan urusan di antara mereka sebelum makhluk-makhluk
lainnya.” Muttafaqun ‘alaih (HR.
Al-Bukhari nomor 238
dan
Muslim nomor 856).
Ibnu Majah (hadis nomor 4290) juga meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas secara
marfuk, “Kami umat terakhir dan yang pertama dihisab.”
وَأَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ عَلَيۡهِ الۡعَبۡدُ مِنۡ حُقُوقِ اللهِ الصَّلَاةُ
لِقَوۡلِ النَّبِيِّ ﷺ: (أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الۡعَبۡدُ يَوۡمَ
الۡقِيَامَةِ الصَّلَاةُ، فَإِنۡ صَلُحَتۡ صَلُحَ سَائِرُ عَمَلِهِ وَإِنۡ
فَسَدَتۡ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ) رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الۡأَوۡسَطِ،
وَسَنَدُهُ لَا بَأۡسَ بِهِ إِنۡ شَاءَ اللهُ، قَالَهُ الۡمُنۡذِرِيُّ فِي
التَّرۡغِيبِ وَالتَّرۡهِيبِ (١/٢٤٦).
Perkara yang paling awal dihisab pada seorang hamba dari hak-hak Allah adalah
salat, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perkara pertama
dari seorang hamba yang dihisab pada hari kiamat adalah salat. Jika salatnya
baik, maka seluruh amalannya juga baik. Jika salatnya jelek, maka seluruh
amalannya juga jelek.” (HR. Ath-Thabarani di dalam Al-Ausath. Sanadnya tidak
mengapa insya Allah. Ini diutarakan oleh Al-Mundziri di dalam At-Targhib wa
At-Tarhib (1/246).
وَأَوَّلُ مَا يُقۡضَى بَيۡنَ النَّاسِ فِي الدِّمَاءِ لِقَوۡلِ النَّبِيِّ ﷺ:
(أَوَّلُ مَا يُقۡضَى بَيۡنَ النَّاسِ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ فِي الدِّمَاءِ)
مُتَّفَقٌ عَلَيۡهِ.
Perkara pertama yang diputuskan antara manusia adalah dalam hal darah,
berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perkara pertama yang
diputuskan di antara manusia pada hari kiamat adalah dalam hal darah.”
Muttafaqun ‘alaih (HR.
Al-Bukhari nomor 6864
dan Muslim).