Cari Blog Ini

Manhajus Salikin - Kitab Shalat (9), Bab Shalat Jum'at dan Shalat Dua Hari Raya

Bab Shalat Jum’at

Setiap yang terkena kewajiban shalat jama’ah maka dia wajib shalat jum’at, jika dia sedang bermukim di suatu tempat.
Termasuk syarat-syarat shalat jum’at adalah: melakukannya pada waktunya, diadakan di dalam pemukiman, didahului dengan dua khuthbah. Dari Jabir, beliau berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيۡهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احۡمَرَّتۡ عَيۡنَاهُ وَعَلَا صَوۡتُهُ وَاشۡتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنۡذِرُ جَيۡشٍ يَقُولُ صَبَّحَكُمۡ وَمَسَّاكُمۡ، وَيَقُولُ أَمَّا بَعۡدُ فَإِنَّ خَيۡرَ الۡحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيۡرَ الۡهَدۡيِ هَدۡيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الۡأُمُورِ مُحۡدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدۡعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika berkhuthbah, kedua mata beliau merah, suaranya lantang, emosinya menggebu-gebu, sampai seakan-akan beliau pemberi peringatan pasukan yang sedang mengatakan: Musuh akan datang di pagi hari, musuh akan datang di sore hari. Beliau bersabda: Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad, sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim[1]). Di dalam lafazh Imam Muslim yang lain[2],
كَانَتۡ خُطۡبَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيۡهِ وَسَلَّمَ يَوۡمَ الۡجُمۡعَةِ يَحۡمَدُ اللهَ وَيُثۡنِي عَلَيۡهِ ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثۡرِ ذَلِكَ وَقَدۡ عَلَا صَوۡتُهُ...
“Khuthbah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jum’at adalah beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian beliau bersabda setelahnya, dan suara beliau lantang...” Di dalam riwayat Imam Muslim yang lain[3],
مَنۡ يَهۡدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنۡ يُضۡلِلۡ فَلَا هَادِيَ لَهُ
“Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Dan barangsiapa yang Allah sesatkan, tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.” Dan beliau bersabda,
إِنَّ طُولَ صَلَاةِ الرَّجُلِ وَقَصۡرَ خُطۡبَتِهِ مَئِنَةٌ مِنۡ فِقۡهِهِ
“Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan pendeknya khuthbah menunjukkan pemahaman dia terhadap agama.” (HR. Muslim[4]). Dan disunnahkan berkhuthbah di atas mimbar.
Jika imam naik mimbar, maka dia menghadap manusia, lalu mengucapkan salam kepada mereka. Kemudian duduk, lalu mu`adzdzin adzan. Kemudian imam berdiri, khuthbah, lalu duduk. Kemudian khuthbah yang kedua. Lalu shalat ditegakkan. Imam shalat bersama manusia dua raka’at dengan mengeraskan bacaan. Di raka’at pertama membaca surat Al-A’laa, di raka’at kedua membaca Al-Ghaasyiyah, atau surat Al-Jumu’ah dan Al-Munafiqun.
Disunnahkan bagi yang menghadiri shalat Jum’at: mandi, memakai wangi-wangian, memakai pakaiannya yang paling bagus, dan berpagi-pagi menuju masjid. Di dalam Ash-Shahihain,
إِذَا قُلۡتَ لِصَاحِبِكَ أَنۡصِتۡ يَوۡمَ الۡجُمُعَةِ وَالۡإِمَامُ يَخۡطُبُ فَقَدۡ لَغَوۡتَ
“Jika engkau berkata kepada temanmu: Diamlah, pada hari Jum’at, padahal imam sedang berkhuthbah, maka sungguh engkau telah berbuat sia-sia.”[5] Pernah seorang laki-laki masuk masjid pada hari Jum’at ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhuthbah, maka Nabi bertanya, “Apakah engkau sudah shalat?” Orang itu menjawab, “Belum.” Nabi bersabda, “Bangkitlah dan shalatlah dua raka’at.” (Muttafaqun ‘alaih[6]).

Bab Shalat Dua Hari Raya

أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيۡهِ وَسَلَّمَ النَّاسَ بِالۡخُرُوجِ إِلَيۡهَا حَتَّى الۡعَوَاتِقِ وَالۡحُيَّضِ يَشۡهَدُونَ الۡخَيۡرَ وَدَعۡوَةَ الۡمُسۡلِمِينَ وَيَعۡتَزِلُ الۡحُيَّضُ الۡمُصَلَّى
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan manusia agar keluar menghadiri shalat ‘id termasuk gadis-gadis remaja dan wanita yang sedang haidh supaya mereka menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin. Wanita yang sedang haidh menjauh dari tempat shalat. (Muttafaqun ‘alaih[7]).
Waktu shalat ‘id semenjak matahari meninggi setinggi tombak hingga tergelincir.
Sunnahnya mengerjakannya di lapangan, mendahulukan shalat ‘Idul Adhha, mengakhirkan shalat ‘Idul Fithr, makan sebelum shalat ‘Idul Fithr dengan kurma sebanyak ganjil, membersihkan badan dan memakai wangi-wangian, memakai pakaian yang paling bagus, dan berangkat dari satu jalan lalu pulang lewat jalan lain.
Kemudian shalat bersama-sama dua raka’at tanpa adzan dan iqamah. Pada raka’at pertama bertakbir tujuh kali termasuk takbiratul ihram, pada raka’at kedua bertakbir lima kali selain takbir berdiri. Mengangkat tangan pada setiap takbir, memuji Allah dan mengucapkan shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di antara dua takbir. Kemudian membaca surat Al-Fatihah dan surat yang lain dan mengeraskan bacaan. Setelah salam, berkhuthbah kepada manusia dengan dua khuthbah, seperti dua khuthbah Jum’at, hanya saja pada setiap khuthbah ‘Id ini, kaum muslimin diingatkan tentang hukum-hukum yang sesuai pada waktu itu.
Disunnahkan takbir mutlak pada malam-malam hari raya dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Adapun takbir muqayyad adalah setelah shalat-shalat wajib, sejak shalat subuh pada hari ‘Arafah sampai ‘ashr pada akhir hari tasyriq. Bacaannya,
اللهُ أَكۡبَرُ، اللهُ أَكۡبَرُ، اللهُ أَكۡبَرُ، لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، اللهُ أَكۡبَرُ اللهُ أَكۡبَرُ، وَلِلهِ الۡحَمۡدُ

[1] Nomor 867.
[4] Nomor 869 dari hadits ‘Ammar radhiyallahu ‘anhu.
[5] HR. Al-Bukhari (934) dan Muslim (851) dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
[6] HR. Al-Bukhari (931) dan Muslim (875) dari hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma.
[7] HR. Al-Bukhari (351) dan Muslim (890) dari hadits ‘Ummu ‘Athiyyah radhiyallahu ‘anha.