Cari Blog Ini

Shahih Al-Bukhari hadis nomor 2510

٣ - بَابُ رَهۡنِ السِّلَاحِ
3. Bab menggadaikan senjata


٢٥١٠ - حَدَّثَنَا عَلِيُّ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ: حَدَّثَنَا سُفۡيَانُ: قَالَ عَمۡرٌو: سَمِعۡتُ جَابِرَ بۡنَ عَبۡدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (مَنۡ لِكَعۡبِ بۡنِ الۡأَشۡرَفِ، فَإِنَّهُ آذَى اللهَ وَرَسُولَهُ ﷺ؟) فَقَالَ مُحَمَّدُ بۡنُ مَسۡلَمَةَ: أَنَا، فَأَتَاهُ فَقَالَ: أَرَدۡنَا أَنۡ تُسۡلِفَنَا وَسۡقًا أَوۡ وَسۡقَيۡنِ، فَقَالَ: ارۡهَنُونِي نِسَاءَكُمۡ، قَالُوا: كَيۡفَ نَرۡهَنُكَ نِسَاءَنَا، وَأَنۡتَ أَجۡمَلُ الۡعَرَبِ؟ قَالَ: فَارۡهَنُونِي أَبۡنَاءَكُمۡ، قَالُوا: كَيۡفَ نَرۡهَنُ أَبۡنَاءَنَا، فَيُسَبُّ أَحَدُهُمۡ، فَيُقَالُ: رُهِنَ بِوَسۡقٍ أَوۡ وَسۡقَيۡنِ، هٰذَا عَارٌ عَلَيۡنَا، وَلَكِنَّا نَرۡهَنُكَ اللَّأۡمَةَ - قَالَ سُفۡيَانُ: يَعۡنِي السِّلَاحَ - فَوَعَدَهُ أَنۡ يَأۡتِيَهُ، فَقَتَلُوهُ، ثُمَّ أَتَوُا النَّبِيَّ ﷺ فَأَخۡبَرُوهُ.

[الحديث ٢٥١٠ - أطرافه في: ٣٠٣١، ٣٠٣٢، ٤٠٣٧].

2510. ‘Ali bin ‘Abdullah telah menceritakan kepada kami: Sufyan menceritakan kepada kami: ‘Amr berkata: Aku mendengar Jabir bin ‘Abdullah—radhiyallahu ‘anhuma—mengatakan:

Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—berkata, “Siapa yang bisa membunuh Ka’b bin Al-Asyraf? Sesungguhnya dia telah mengganggu Allah dan Rasul-Nya.”

Muhammad bin Maslamah berkata, “Saya.”

(Setelah itu,) Muhammad bin Maslamah mendatangi Ka’b seraya berkata, “Kami harap engkau mau meminjami kami satu wasak atau dua wasak (bahan makanan).”

Ka’b berkata, “Gadaikan istri-istri kalian kepadaku!”

Mereka berkata, “Bagaimana mungkin kami akan menggadaikan istri-istri kami kepadamu sementara engkau adalah orang Arab yang paling tampan?”

Ka’b berkata, “Gadaikan putra-putra kalian kepadaku!”

Mereka berkata, “Bagaimana kami akan menggadaikan putra-putra kami? Nanti salah seorang dari mereka akan diejek, lalu dikatakan: Dia digadaikan dengan satu atau dua wasak (bahan makanan). Ini merupakan aib bagi kami. Tetapi kami akan menggadaikan la`mah kepadamu.” Sufyan berkata: La`mah adalah senjata.

Muhammad bin Maslamah berjanji akan datang ke tempat Ka’b. (Singkat cerita,) mereka pun membunuh Ka’b lalu mereka mendatangi Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan menceritakannya.

Syarh Al-Ajurrumiyyah - Isim yang Di-Raf' - Mubtada` dan Khabar

بَابُ الۡمُبۡتَدَأِ وَالۡخَبَرِ


الۡمُبۡتَدَأُ هُوَ الۡاِسۡمُ الۡمَرۡفُوعُ الۡعَارِي عَنِ الۡعَوَامِلِ اللَّفۡظِيَّةِ، وَالۡخَبَرُ هُوَ الۡاِسۡمُ الۡمَرۡفُوعُ الۡمُسۡنَدُ إِلَيۡهِ، نَحۡوُ قَوۡلِكَ: زَيۡدٌ قَائِمٌ، وَالزَّيۡدَانِ قَائِمَانِ، وَالزَّيۡدُونَ قَائِمُونَ.

Mubtada` adalah isim yang di-raf’ yang terlepas dari ‘amil yang berupa lafaz. Khabar adalah isim yang di-raf’ yang disandari. Contohnya adalah ucapanmu: زَيۡدٌ قَائِمٌ (Zaid berdiri), الزَّيۡدَانِ قَائِمَانِ (Dua Zaid itu berdiri), الزَّيۡدُونَ قَائِمُونَ (Zaid-Zaid itu berdiri).

وَالۡمُبۡتَدَأُ قِسۡمَانِ: ظَاهِرٌ، وَمُضۡمَرٌ، فَالظَّاهِرُ مَا تَقَدَّمَ ذِكۡرُهُ، وَالۡمُضۡمَرُ اثۡنَا عَشَرَ، وَهِيَ: أَنَا، وَنَحۡنُ، وَأَنۡتَ، وَأَنۡتِ، وَأَنۡتُمَا، وَأَنۡتُمۡ، وَأَنۡتُنَّ، وَهُوَ، وَهِيَ، وَهُمَا، وَهُمۡ، وَهُنَّ، نَحۡوُ قَوۡلِكَ: أَنَا قَائِمٌ، وَنَحۡنُ قَائِمُونَ، وَمَا أَشۡبَهَ ذٰلِكَ.

Mubtada` ada dua jenis: zhahir (tampak) dan mudhmar (tersembunyi). Mubtada` yang zhahir sudah disebutkan di awal. Adapun mubtada` yang mudhmar ada dua belas, yaitu: أَنَا (aku), نَحۡنُ (kami), أَنۡتَ (engkau (laki-laki)), أَنۡتِ (engkau (perempuan)), أَنۡتُمَا (engkau berdua), أَنۡتُمۡ (kalian (laki-laki)), أَنۡتُنَّ (kalian (perempuan)), هُوَ (dia (laki-laki)), هِيَ (dia (perempuan)), هُمَا (mereka berdua), هُمۡ (mereka (laki-laki)), هُنَّ (mereka (perempuan)). Contohnya adalah ucapanmu: أَنَا قَائِمٌ (Aku berdiri), نَحۡنُ قَائِمُونَ (Kami berdiri), dan semisal itu.

الشَّرۡحُ

Syarah

قَوۡلُ الۡمُؤَلِّفِ -رَحِمَهُ اللهُ-: (بَابُ الۡمُبۡتَدَأِ وَالۡخَبَرِ) الۡمُبۡتَدَأُ وَالۡخَبَرُ مِنۡ مَرۡفُوعَاتِ الۡأَسۡمَاءِ، وَهُمَا الثَّالِثُ وَالرَّابِعُ؛ لِأَنَّ الۡأَوَّلَ: الۡفَاعِلُ، وَالثَّانِيَ: نَائِبُ الۡفَاعِلِ. الثَّالِثُ وَالرَّابِعُ: (الۡمُبۡتَدَأُ وَالۡخَبَرُ)، مِثۡلُ: (اللهُ رَبُّنَا)، وَ(مُحَمَّدٌ نَبِيُّنَا) هَٰذَا مِثَالُ ابۡنِ هِشَامٍ -رَحِمَهُ اللهُ- فِي الۡقَطۡرِ، أَمَّا ابۡنُ مَالِكٍ فَمِثَالُهُ (اللهُ بَرٌّ وَالۡأَيَادِي شَاهِدَةٌ)، وَكِلَا الۡمِثَالَيۡنِ طَيِّبٌ. (الۡأَيَادِي): النِّعَمُ.

Ucapan mualif—rahimahullah—, “Bab Mubtada` dan Khabar.”

Mubtada` dan khabar termasuk isim-isim yang di-raf’. Keduanya adalah yang ketiga dan keempat, karena yang pertama adalah fa’il dan yang kedua adalah na`ib fa’il. Ketiga dan keempat adalah mubtada` dan khabar. Contoh, “اللهُ رَبُّنَا (Allah adalah Tuhan kami)” dan “مُحَمَّدٌ نَبِيُّنَا (Muhammad adalah nabi kami). Ini adalah contohnya Ibnu Hisyam—rahimahullah—dalam Qathr An-Nada.

Adapun Ibnu Malik, contohnya adalah, “Allah adalah Yang melimpahkan kebaikan dan kenikmatan-kenikmatan itu adalah yang menjadi saksi.”

Setiap dua contoh tersebut adalah baik.

الۡأَيَادِي artinya kenikmatan-kenikmatan.

(الۡمُبۡتَدَأُ) يَقُولُ الۡمُؤَلِّفُ: (الۡاِسۡمُ الۡمَرۡفُوعُ الۡعَارِي عَنِ الۡعَوَامِلِ اللَّفۡظِيَّةِ).

وَقَوۡلُهُ: (الۡعَارِي) يَعۡنِي: الۡخَالِيَ.

وَقَوۡلُهُ: (الۡعَوَامِلِ اللَّفۡظِيَّةِ) مِثۡلُ: (قَامَ زَیۡدٌ) مَا الَّذِي رَفَعَ (زَيۡدٌ)؟ الۡفِعۡلُ (قَامَ) عَامِلٌ لَفۡظِيٌّ. (ضُرِبَ زَيۡدٌ) مَا الَّذِي رَفَعَهُ؟ الۡفِعۡلُ (ضُرِبَ) وَهَٰذَا عَامِلٌ لَفۡظِيٌّ نُطِقَ بِهِ.

(كَانَ اللهُ غَفُورًا) اسۡمُ الۡجَلَالَةِ (اللهُ) لَا نَقُولُ: مُبۡتَدَأٌ؛ لِأَنَّهُ رَفَعَهُ عَامِلٌ لَفۡظِيٌّ. مَا الَّذِي رَفَعَ اسۡمَ الۡجَلَالَةِ؟ (كَانَ) عَامِلٌ لَفۡظِيٌّ.

Mubtada`

Mualif berkata, “Mubtada` adalah isim yang di-raf’ yang terlepas dari ‘amil-‘amil lafzhi.”

Ucapan beliau, “al-‘ari” artinya yang kosong.

Ucapan beliau, “’amil-‘amil lafzhi” contohnya “قَامَ زَيْدٌ (Zaid telah berdiri)”. Apakah yang membuat زَيْدٌ raf’? Fi’l قَامَ yang merupakan ‘amil lafzhi.

ضُرِبَ زَيْدٌ (Zaid telah dipukul). Apa yang membuat زَيْدٌ raf’? Fi’l ضُرِبَ. Ini adalah ‘amil lafzhi yang diucapkan.

كَانَ اللهُ غَفُورًا (Allah Maha Pengampun) isim al-jalalah (الله) tidak kita katakan mubtada` karena yang membuatnya raf’ adalah ‘amil lafzhi. Apa yang membuat isim al-jalalah raf’? Jawabannya adalah كَانَ yang merupakan ‘amil lafzhi.

(إِنَّ زَيۡدًا قَائِمٌ) (قَائِمٌ): اسۡمٌ مَرۡفُوعٌ، لَكِنۡ مَا الَّذِي رَفَعَهُ؟ (إِنَّ) وَهِيَ عَامِلٌ لَفۡظِيٌّ، لَكِنۡ (زَيۡدٌ قَائِمٌ) مَا الَّذِي رَفَعَ (زَيۡدٌ)؟ لَيۡسَ عَامِلًا لَفۡظِيًّا، إِذَنۡ فَنَعۡرِفُ أَنَّ (زَيۡدٌ): مُبۡتَدَأٌ، لِأَنَّهُ اسۡمٌ مَرۡفُوعٌ عَارٍ عَنِ الۡعَوَامِلِ اللَّفۡظِيَّةِ.

إِنَّ زَيۡدًا قَائِمٌ (Sesungguhnya Zaid berdiri).

قَائِمٌ adalah isim yang di-raf’. Tetapi apa yang membuat dia raf’? Jawabnya adalah إِنَّ yang merupakan sebuah ‘amil lafzhi.

Tetapi زَيْدٌ قَائِمٌ (Zaid berdiri), apa yang membuat زَيْدٌ raf’? Jawabnya: bukan ‘amil lafzhi. Jadi kita mengetahui bahwa زَيْدٌ adalah mubtada` karena dia merupakan isim yang di-raf’ yang terlepas dari ‘amil-‘amil lafzhi.

أَفَادَنَا الۡمُؤَلِّفُ -رَحِمَهُ اللهُ- بِقَوۡلِهِ: (عَارٍ عَنِ الۡعَوَامِلِ اللَّفۡظِيَّةِ) أَنَّهُ لَا بُدَّ لَهُ مِنۡ عَامِلٍ، لَكِنَّهُ مَعۡنَوِيٌّ؛ لِأَنَّ كُلَّ مَعۡمُولٍ لَا بُدَّ لَهُ مِنۡ عَامِلٍ. لَكِنِ الۡعَامِلُ فِي الۡمُبۡتَدَأِ مَعۡنَوِيٌّ. مَا هُوَ؟ الۡاِبۡتِدَاءُ: يَعۡنِي: حَيۡثُ ابۡتَدَأۡنَا بِهِ اسۡتَحَقَّ أَنۡ يَكُونَ مَرۡفُوعًا، فَالۡعَامِلُ حِينَئِذٍ مَعۡنَوِيٌّ لَا لَفۡظِيٌّ.

Mualif—rahimahullah—memberikan faedah kepada kita dengan ucapannya, “Yang kosong dari ‘amil-‘amil yang berupa lafaz,” bahwa ‘amil harus ada akan tetapi ‘amil di sini adalah ‘amil ma’nawi (yang berupa makna). Setiap ma’mul (kata yang bagian akhirnya mengalami perubahan) pasti memiliki ‘amil. Akan tetapi ‘amil dalam mubtada` adalah ‘amil ma’nawi.

Apa ‘amilnya? ‘Amilnya adalah permulaan kalimat. Artinya ketika kita memulai kalimat dengan suatu kata, maka kata tersebut harus di-raf’. Jadi dalam kasus ini, ‘amilnya ma’nawi, bukan lafzhi.

فَقَوۡلُهُ: (الۡاِسۡمُ): خَرَجَ بِهِ الۡفِعۡلُ وَالۡحَرۡفُ.

وَقَوۡلُهُ: (الۡمَرۡفُوعُ): خَرَجَ بِهِ الۡمَنۡصُوبُ وَالۡمَجۡرُورُ، فَلَا يَكُونَا مُبۡتَدَأً.

فَإِذَا قُلۡتَ: (زَيۡدًا أَكۡرَمۡتُ) لَا نَقُولُ: إِنَّ (زَيۡدًا) مُبۡتَدَأٌ؛ لِأَنَّهُ مَنۡصُوبٌ بِالۡفِعۡلِ الَّذِي بَعۡدَهُ. وَإِذَا قُلۡتَ: (بِزَیۡدٍ مَرَرۡتُ) لَا يَكُونُ (زَیۡدٍ) مُبۡتَدَأً؛ لِأَنَّهُ مَجۡرُورٌ عَامِلُهُ مَا بَعۡدَهُ.

Ucapan mualif, “Isim,” berarti fiil dan harf tidak bisa menjadi mubtada`.

Ucapan mualif, “Yang di-raf’,” berarti isim yang manshub dan majrur tidak bisa menjadi mubtada`.

Jika engkau katakan, “زَيۡدًا أَكۡرَمۡتُ (Aku memuliakan Zaid),” jangan engkau katakan bahwa زَيۡدًا adalah mubtada` karena kata tersebut manshub dengan sebab fiil setelahnya.

Jika engkau katakan, “بِزَیۡدٍ مَرَرۡتُ (Aku melewati Zaid),” بِزَیۡدٍ tidak bisa menjadi mubtada` karena kata tersebut majrur. ‘Amilnya adalah kata setelahnya.

وَقَوۡلُهُ: (الۡعَارِي عَنۡ الۡعَوَامِلِ اللَّفۡظِيَّةِ) احۡتِرَازًا مِنَ الۡاِسۡمِ الۡمَرۡفُوعِ الَّذِي رُفِعَ بِعَامِلٍ لَفۡظِيٍّ، كَالۡفَاعِلِ، وَنَائِبِ الۡفَاعِلِ، وَاسۡمِ (كَانَ)، وَخَبَرِ (إِنَّ).

وَقَوۡلُهُ: (الۡاِسۡمُ الۡمَرۡفُوعُ): شَارَكَهُ فِي ذٰلِكَ الۡفَاعِلُ، وَنَائِبُ الۡفَاعِلِ، وَخَرَجَتۡ بَقِيَّةُ الۡمَرۡفُوعَاتِ بِقَوۡلِهِ: (الۡعَارِي عَنِ الۡعَوَامِلِ اللَّفۡظِيَّةِ).

Ucapan mualif, “Yang kosong dari ‘amil-‘amil lafzhi,” untuk membedakan dengan isim marfu’ yang di-raf’ dengan sebab ‘amil lafzhi, seperti fa’il, na`ibul fa’il, isim kana, dan khabar inna.

Ucapan mualif, “Isim marfu’,” yang sama-sama masuk dalam cakupan ucapan ini adalah fa’il dan na`ibul fa’il. Isim-isim marfu’ selain mubtada` keluar dari definisi mubtada` dengan ucapan mualif, “yang kosong dari ‘amil-‘amil lafzhi.”

وَقَوۡلُهُ: (وَالۡخَبَرُ): تَعۡرِيفُهُ: (هُوَ الۡاِسۡمُ الۡمَرۡفُوعُ) وَفِي هَٰذَيۡنِ الۡوَصۡفَيۡنِ شَارَكَ جَمِيعَ الۡأَسۡمَاءِ الۡمَرۡفُوعَةِ: الۡمُبۡتَدَأَ، وَالۡفَاعِلَ، وَنَائِبَ الۡفَاعِلِ، وَخَبَرَ (إِنَّ)، وَاسۡمَ (كَانَ).

قَالَ ابۡنُ مَالِكٍ-رَحِمَهُ اللهُ-:

وَالۡخَبَرُ: الۡجُزۡءُ الۡمُتِمُّ الۡفَائِدَهۡ كَـ: (اللهُ بَرٌّ وَالۡأَيَادِي شَاهِدَهۡ)

وَقَوۡلُهُ: (الۡمُسۡنَدُ إِلَيۡهِ): يَعۡنِي: الَّذِي يُسۡنَدُ إِلَى الۡمُبۡتَدَأِ. وَهَٰذَا الۡقَيۡدُ لِيُخۡرِجَ بَقِيَّةَ الۡمَرۡفُوعَاتِ. لِمَاذَا؟ لِأَنَّ الۡمُبۡتَدَأَ عَارٍ عَنِ الۡعَوَامِلِ اللَّفۡظِيَّةِ غَيۡرُ مُسۡتَنَدٍ إِلَى شَيۡءٍ، وَالۡخَبَرُ مُسۡنَدٌ إِلَى الۡمُبۡتَدَأِ. وَغَيۡرُ الۡمُبۡتَدَأِ أَيۡضًا کَالۡفَاعِلِ مُسۡنَدٌ إِلَى الۡفِعۡلِ.

Ucapan mualif, “Khabar,” definisinya, “isim marfu’”. Dalam dua sifat ini (isim dan marfu’), semua isim marfu’ masuk di dalamnya. Yaitu mubtada`, fa’il, na`ibul fa’il, khabar inna, dan isim kana.

Ibnu Malik—rahimahullah—berkata, “Khabar adalah bagian yang menyempurnakan faedah kalimat, seperti: اللهُ بَرٌّ وَالۡأَيَادِي شَاهِدَهۡ (Allah yang Maha melimpahkan kebaikan dan kenikmatan adalah saksinya).”

Ucapan mualif, “yang disandarkan kepadanya,” yaitu kata yang disandarkan kepada mubtada`. Batasan ini untuk mengeluarkan isim-isim marfu’ yang lain. Mengapa? Karena mubtada` itu kosong dari ‘amil-‘amil lafzhi dan tidak disandarkan kepada kata lain, sedangkan khabar disandarkan kepada mubtada`. Begitu pula isim marfu’ selain mubtada` seperti fa’il yang disandarkan kepada fiil.

أَمۡثِلَةٌ:

(زَيۡدٌ قَائِمٌ) (زَيۡدٌ): مُبۡتَدَأٌ؛ لِأَنَّهُ اسۡمٌ مَرۡفُوعٌ عَارٍ عَنِ الۡعَوَامِلِ اللَّفۡظِيَّةِ. (قَائِمٌ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ؛ لِأَنَّهُ اسۡمٌ مَرۡفُوعٌ مُسۡنَدٌ إِلَى الۡمُبۡتَدَأِ.

نَقُولُ فِي الۡإِعۡرَابِ:

(زَيۡدٌ): مُبۡتَدَأٌ مَرۡفُوعٌ بِالۡاِبۡتِدَاءِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ ضَمَّةٌ ظَاهِرَةٌ فِي آخِرِهِ.

(قَائِمٌ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ ضَمَّةٌ ظَاهِرَةٌ فِي آخِرِهِ.

إِذَنۡ؛ الۡمُبۡتَدَأُ مَرۡفُوعٌ بِالۡاِبۡتِدَاءِ، وَالۡخَبَرُ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، هَٰذَا هُوَ الصَّحِيحُ.

Contoh-contoh:

زَيۡدٌ قَائِمٌ (Zaid berdiri). زَيۡدٌ adalah mubtada` karena kata tersebut merupakan isim marfu’ yang kosong dari ‘amil-‘amil lafzhi. قَائِمٌ adalah khabar dari mubtada` karena kata tersebut merupakan isim marfu’ yang disandarkan kepada mubtada`.

Engkau katakan ketika meng-i’rabnya:

زَيۡدٌ adalah mubtada` yang marfu’ dengan sebab mengawali kalimat. Tanda raf’-nya adalah harakat damah yang tampak di akhir kata.

Jadi, mubtada` di-raf’ dengan sebab permulaan kalimat, sedangkan khabar di-raf’ dengan sebab mubtada`. Inilah yang benar.

مِثَالٌ آخَرُ: (الزَّيۡدَانِ قَائِمَانِ).

(الزَّيۡدَانِ): مُبۡتَدَأٌ مَرۡفُوعٌ بِالۡأَلِفِ نِيَابَةً عَنِ الضَّمَّةِ وَالنُّونُ عِوَضٌ عَنِ التَّنۡوِينِ فِي الۡاِسۡمِ الۡمُفۡرَدِ.

(قَائِمَانِ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الۡأَلِفُ نِيَابَةً عَنِ الضَّمَّةِ؛ لِأَنَّهُ مُثَنًّی وَالنُّونُ عِوَضٌ عَنِ التَّنۡوِينِ فِي الۡاِسۡمِ الۡمُفۡرَدِ.

Contoh lain:

الزَّيۡدَانِ adalah mubtada` yang di-raf’ dengan huruf alif sebagai ganti dari harakat damah; dan huruf nun adalah ganti dari tanwin dalam isim mufrad.

قَائِمَانِ adalah khabar dari mubatada` yang marfu’ dengan sebab mubtada`. Tanda raf’-nya adalah huruf alif sebagai ganti dari damah karena kata tersebut mutsanna; dan huruf nun adalah ganti dari tanwin dalam isim mufrad.

(الزَّيۡدُونَ قَائِمُونَ).

(الزَّيۡدُونَ): مُبۡتَدَأٌ مَرۡفُوعٌ بِالۡاِبۡتِدَاءِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الۡوَاوُ نِيَابَةً عَنِ الضَّمَّةِ؛ لِأَنَّهُ جَمۡعُ مُذَكَّرٍ سَالِمٌ.

(قَائِمُونَ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الۡوَاوُ نِيَابَةً عَنِ الضَّمَّةِ؛ لِأَنَّهُ جَمۡعُ مُذَكَّرٍ سَالِمٌ وَالنُّونُ عِوَضٌ عَنِ التَّنۡوِينِ فِي الۡاِسۡمِ الۡمُفۡرَدِ.

“الزَّيۡدُونَ قَائِمُونَ (Zaid-Zaid itu berdiri)”

الزَّيۡدُونَ adalah mubtada` yang marfu’ karena permulaan kalimat. Tanda raf’-nya adalah huruf wawu sebagai ganti dari harakat damah karena kata tersebut merupakan jamak muzakar salim.

قَائِمُونَ adalah khabar dari mubtada`yang marfu’ karena mubtada`. Tanda raf’-nya adalah huruf wawu sebagai ganti dari harakat damah karena kata tersebut merupakan jamak muzakar salim; dan huruf nun adalah ganti dari tanwin dalam isim mufrad.

(زَيۡدٌ أَخُوكَ).

(زَيۡدٌ): مُبۡتَدَأٌ مَرۡفُوعٌ بِالۡاِبۡتِدَاءِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ ضَمَّةٌ ظَاهِرَةٌ عَلَى آخِرِهِ.

(أَخُوكَ): (أَخُو): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الۡوَاوُ نِيَابَةً عَنِ الضَّمَّةِ، لِأَنَّهُ مِنَ الۡأَسۡمَاءِ الۡخَمۡسَةِ، وَهُوَ مُضَافٌ وَ(الۡكَافُ): مُضَافٌ إِلَيۡهِ مَبۡنِيَّةٌ عَلَى الۡفَتۡحِ فِي مَحَلِّ جَرٍّ.

“زَيۡدٌ أَخُوكَ (Zaid adalah saudaramu).”

زَيۡدٌ adalah mubtada` yang marfu’ karena permulaan kalimat. Tanda raf’-nya adalah harakat damah yang tampak di akhir kata.

أَخُوكَ: (أَخُو) adalah khabar dari mubtada` yang marfu’ karena mubtada`. Tanda raf’-nya adalah huruf wawu sebagai ganti dari harakat damah karena kata tersebut merupakan isim-isim yang lima. Kata tersebut adalah mudhaf. Huruf kaf adalah mudhaf ilaih yang mabni pada harakat fatah dalam kedudukan jarr.

(الۡمُسۡلِمَاتُ قَانِتَاتٌ).

(الۡمُسۡلِمَاتُ): مُبۡتَدَأٌ مَرۡفُوعٌ بِالۡاِبۡتِدَاءِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ ضَمَّةٌ ظَاهِرَةٌ فِي آخِرِهِ.

(قَانِتَاتٌ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ.

الۡمُسۡلِمَاتُ قَانِتَاتٌ (Wanita-wanita muslimah adalah wanita-wanita yang senantiasa taat).

الۡمُسۡلِمَاتُ adalah mubtada` yang marfu’ karena permulaan kalimat. Tanda raf’-nya adalah harakat damah yang tampak di akhir kata.

قَانِتَاتٌ adalah khabar dari mubtada`, yang di-raf’ karena mubtada`.

ثُمَّ قَالَ الۡمُؤَلِّفُ -رَحِمَهُ اللهُ-: (الۡمُبۡتَدَأُ قِسۡمَانِ: ظَاهِرٌ، وَمُضۡمَرٌ فَالظَّاهِرُ مَا تَقَدَّمَ ذِكۡرُهُ): (زَيۡدٌ قَائِمٌ)، (الزَّيۡدَانِ قَائِمَانِ)، (الزَّيۡدُونَ قَائِمُونَ) هَٰذَا الظَّاهِرُ.

وَقَالَ: (وَالۡمُضۡمَرُ اثۡنَا عَشَرَ، وَهِيَ: أَنَا، وَنَحۡنُ، وَأَنۡتَ، وَأَنۡتِ، وَأَنۡتُمَا، وَأَنۡتُمۡ، وَأَنۡتُنَّ، وَهُوَ، وَهِيَ، وَهُمَا، وَهُمۡ، وَهُنَّ).

Kemudian mualif—rahimahullah—berkata, “Mubtada` ada dua bagian: zhahir (yang tampak) dan mudhmar (isim dhamir). Mubtada` yang zhahir telah disebutkan.”

Contoh: زَيۡدٌ قَائِمٌ, الزَّيۡدَانِ قَائِمَانِ, الزَّيۡدُونَ قَائِمُونَ. Ini adalah mubtada` yang zhahir.

Mualif berkata, “Mubtada` yang mudhmar ada dua belas, yaitu: أَنَا، نَحۡنُ، أَنۡتَ، أَنۡتِ، أَنۡتُمَا، أَنۡتُمۡ، أَنۡتُنَّ، هُوَ، هِيَ، هُمَا، هُمۡ، هُنَّ.”

قَوۡلُهُ: (أَنَا): لِلۡمُتَكَلِّمِ وَحۡدَهُ. (نَحۡنُ): لِلۡمُتَكَلِّمِ الۡمُفۡرَدِ وَالۡجَمَاعَةِ، أَوۡ لِلۡمُعَظِّمِ نَفۡسَهُ.

Ucapan mualif, “أَنَا (Saya, aku),” untuk yang berbicara tunggal (kata ganti orang pertama tunggal). “نَحۡنُ (Kami, kita),” untuk yang berbicara tunggal dan jamak, atau untuk yang mengagungkan dirinya.

وَقَوۡلُهُ: (أَنۡتَ): لِلۡمُخَاطَبِ الۡمُذَكَّرِ.

وَقَوۡلُهُ: (أَنۡتِ): لِلۡمُخَاطَبَةِ الۡمُؤَنَّثَةِ.

وَقَوۡلُهُ: (أَنۡتُمَا): لِلۡمُثَنَّى مِنۡ مُذَكَّرٍ أَوۡ مُؤَنَّثٍ. (أَنۡتُمۡ): لِجَمَاعَةِ الذُّكُورِ الۡمُخَاطَبِينَ.

وَقَوۡلُهُ: (أَنۡتُنَّ): لِجَمَاعَةِ الۡإِنَاثِ الۡمُخَاطَبَاتِ.

Ucapan mualif, “أَنۡتَ (engkau, kamu—laki-laki),” untuk yang diajak bicara yang muzakar.

Ucapan mualif, “أَنۡتِ (engkau, kamu—perempuan),” untuk yang diajak bicara yang muanas.

Ucapan mualif, “أَنۡتُمَا (Kalian berdua),” untuk dua, baik muzakar maupun muanas. “أَنۡتُمۡ (kalian—laki-laki),” untuk jamak muzakar yang diajak bicara.

Ucapan mualif, “أَنۡتُنَّ (kalian—perempuan),” untuk jamak muanas yang diajak bicara.

وَقَوۡلُهُ: (هُوَ) لِلۡمُذَكَّرِ الۡغَائِبِ، وَ(هِيَ): لِلۡمُؤَنَّثَةِ الۡغَائِبَةِ، وَ(هُمَا): لِلۡمُثَنَّی الۡغَائِبِ مِنۡ مُذَكَّرٍ أَوۡ مُؤَنَّثٍ، وَ(هُمۡ): لِجَمَاعَةِ الذُّكُورِ الۡغَائِبِينَ.

وَقَوۡلُهُ: وَ(هُنَّ): لِجَمَاعَةِ الۡإِنَاثِ الۡغَائِبَاتِ.

Ucapan mualif, “هُوَ (dia—laki-laki),” untuk muzakar yang tidak hadir (tidak ikut dalam percakapan). “هِيَ (dia—perempuan),” untuk muanas yang tidak hadir (tidak ikut dalam percakapan). “هُمَا (mereka berdua),” untuk dua yang tidak hadir (tidak ikut dalam percakapan), baik muzakar atau muanas. “هُمۡ (mereka—laki-laki),” untuk jamak muzakar yang tidak hadir (tidak ikut dalam percakapan).

Ucapan mualif, “هُنَّ (mereka—perempuan),” untuk jamak muanas yang tidak hadir (tidak ikut dalam percakapan).

إِذَنۡ: الۡمُضۡمَرُ اثۡنَا عَشَرَ. مَا الدَّلِيلُ؟ التَّتَبُّعُ وَالۡاِسۡتِقۡرَاءُ. فَإِنَّ عُلَمَاءَ اللُّغَةِ الۡعَرَبِيَّةِ تَتَبَّعُوا الضَّمَائِرَ الَّتِي تَقَعُ عَلَى الۡمُبۡتَدَأِ، فَوَجَدُوهَا لَا تَخۡرُجُ عَنِ اثۡنَيۡ عَشَرَ ضَمِيرًا.

Jadi mubtada` yang mudhmar ada dua belas. Apa dalilnya? Dalilnya adalah pengamatan dan penelitian, karena ulama bahasa Arab mengamati dhamir (kata-kata ganti) yang terdapat pada mubtada`, lalu mereka mendapatinya tidak keluar dari dua belas dhamir.

قَالَ: نَحۡوُ: (أَنَا قَائِمٌ) (أَنَا): مُبۡتَدَأٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ بِالۡاِبۡتِدَاءِ.

(قَائِمٌ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ ضَمَّةٌ ظَاهِرَةٌ فِي آخِرِهِ.

Beliau berkata: Contoh, “أَنَا قَائِمٌ (Saya berdiri).” أَنَا adalah mubtada` yang mabni pada tanda sukun dalam kedudukan raf’ karena permulaan kalimat.

قَائِمٌ adalah khabar dari mubtada`; yang marfu’ karena permulaan kalimat. Tanda raf’-nya adalah harakat damah yang tampak di akhir kata.

وَقَوۡلُهُ: (نَحۡنُ) (نَحۡنُ قَائِمُونَ) (نَحۡنُ): مُبۡتَدَأٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى الضَّمِّ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ بِالۡاِبۡتِدَاءِ. (قَائِمُونَ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الۡوَاوُ نِيَابَةً عَنِ الضَّمَّةِ؛ لِأَنَّهُ جَمۡعُ مُذَكَّرٍ سَالِمٌ، وَ(النُّونُ) عِوَضٌ عَنِ التَّنۡوِينِ فِي الۡاِسۡمِ الۡمُفۡرَدِ.

Ucapan mualif, “نَحۡنُ (kami/kita), contoh: نَحۡنُ قَائِمُونَ (kami berdiri).” نَحۡنُ adalah mubtada` yang mabni pada harakat damah dalam kedudukan raf’ karena permulaan kalimat. قَائِمُونَ adalah khabar dari mubtada`; yang marfu’ karena mubtada`. Tanda raf’-nya adalah huruf wawu sebagai ganti dari harakat damah karena kata tersebut merupakan jamak muzakar salim; dan huruf nun adalah ganti dari tanwin dalam isim mufrad.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ﴾ [الحجر: ٩]، (نَحۡنُ) هُنَا لِلتَّعۡظِيمِ، وَلَيۡسَتۡ لِلتَّعَدُّدِ.

Allah taala berfirman, “إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ (Sesungguhnya Kami menurunkan Alquran dan sungguh Kami pasti akan menjaganya).” (QS. Al-Hijr: 9). نَحۡنُ (Kami) di sini untuk pengagungan bukan untuk menunjukkan banyaknya jumlah.

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿إِنَّا نَحۡنُ نَرِثُ ٱلۡأَرۡضَ وَمَنۡ عَلَيۡهَا﴾ [مريم: ٤٠]، (نَحۡنُ): يَجُوزُ فِيهَا وَجۡهَانِ: الۡأَوَّلُ: ضَمِيرُ فَصۡلٍ: الثَّانِي: مُبۡتَدَأٌ ثَانٍ مَبۡنِيٌّ عَلَى الضَّمِّ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ. وَجُمۡلَةُ نَرِثُ خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ، وَالۡجُمۡلَةُ مِنَ الۡمُبۡتَدَأِ وَخَبَرُهُ فِي مَحَلِّ رَفۡعِ خَبَرِ (إن).

Allah taala berfirman, “إِنَّا نَحۡنُ نَرِثُ ٱلۡأَرۡضَ وَمَنۡ عَلَيۡهَا (Sesungguhnya Kami akan mewarisi bumi dan segala yang di atasnya).” (QS. Maryam: 40).

نَحۡنُ dalam kalimat ini bisa memiliki dua kedudukan. Pertama: dhamir fashl (kata ganti pemisah). Kedua: mubtada` kedua yang mabni pada harakat damah dalam kedudukan raf’. Kalimat “نَرِثُ...” adalah khabar dari mubtada`. Kalimat yang tersusun dari mubtada` dan khabarnya dalam kedudukan raf’ adalah khabar dari إن.

قَالَ أَعۡرَابِيٌّ مِنۡ بَنِي حَنِيفَةَ وَهُوَ يَمۡزَحُ:

مَرَّ الۡجَرَادُ عَلَى زَرۡعِي فَقُلۡتُ لَهُ الۡزَمۡ طَرِيقَكَ لَا تُولَعُ بِإِفۡسَادِ

فَقَالَ مِنۡهُمۡ خَطِيبٌ فَوۡقَ سُنۡبُلة إِنَّا عَلَى سَفَرٍ لَا بُدَّ مِنۡ زَادِ

الشَّاهِدُ فِي قَوۡلِهِ: (إِنَّا عَلَى سَفَرٍ).

Seorang arab badui dari bani Hanifah berkata dengan bercanda, “مَرَّ الۡجَرَادُ عَلَى زَرۡعِي فَقُلۡتُ لَهُ الۡزَمۡ طَرِيقَكَ لَا تُولَعُ بِإِفۡسَادِ (Belalang lewat di atas ladangku, lalu aku katakan kepadanya: Terus saja di jalanmu, ladangku jangan dihinggapi dengan membawa kerusakan, lalu ada dari mereka yang berbicara di atas bulir, ‘Sesungguhnya kami sedang safar yang harus butuh bekal’).”

Yang sedang kita bahas adalah pada potongan ucapannya, “إِنَّا عَلَى سَفَرٍ.”

قَالَ الۡمُؤَلِّفُ: (وَمَا أَشۡبَهَ ذٰلِكَ). وَمَا الَّذِي يَبۡقَى عِنۡدَنَا؟ عَشَرَةٌ.

Mualif berkata, “Dan yang semisal itu.” Masih ada dhamir raf’ berapa lagi? Sepuluh.

وَقَوۡلُهُ: (أَنۡتَ): (أَنۡتَ قَائِمٌ) (أَنۡ): ضَمِيرُ رَفۡعٍ مُنۡفَصِلٍ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ بِالۡاِبۡتِدَاءِ، وَ(التَّاءُ): حَرۡفُ خِطَابٍ لِلۡوَاحِدِ. وَ(قَائِمٌ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ ضَمَّةٌ ظَاهِرَةٌ عَلَى آخِرِهِ.

Ucapan mualif, “أَنۡتَ (kamu—muzakar).” Contoh, “أَنۡتَ قَائِمٌ (Engkau berdiri).” أَنۡ adalah kata ganti raf’ yang terpisah, mabni pada tanda sukun dalam kedudukan raf’ karena permulaan kalimat. Huruf ta adalah huruf untuk yang diajak bicara muzakar tunggal. قَائِمٌ adalah khabar dari mubtada` yang di-raf’ karena mubtada`. Tanda raf’-nya adalah harakat damah yang tampak di akhir kata.

وَقَوۡلُهُ: (أَنۡتِ): (أَنۡتِ قَائِمَةٌ) (أَنۡ): ضَمِيرٌ مُنۡفَصِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ لِلۡاِبۡتِدَاءِ وَ(التَّاءُ): حَرۡفُ خِطَابٍ لِلۡوَاحِدَةِ. (قَائِمَةٌ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ ضَمَّةٌ ظَاهِرَةٌ فِي آخِرِهِ.

Ucapan mualif, “أَنۡتِ (kamu—muanas).” Contoh: أَنۡتِ قَائِمَةٌ (Engkau berdiri). أَنۡ adalah kata ganti raf’ yang terpisah, mabni pada tanda sukun dalam kedudukan raf’ karena permulaan kalimat. Huruf ta adalah huruf untuk yang diajak bicara muanas tunggal. قَائِمَةٌ adalah khabar dari mubtada` yang di-raf’ karena mubtada`. Tanda raf’-nya adalah harakat damah yang tampak di akhir kata.

وَقَوۡلُهُ: (أَنۡتُمَا): (أَنۡتُمَا قَائِمَانِ) (أَنۡ): ضَمِيرٌ مُنۡفَصِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ مُبۡتَدَأٌ، وَ(التَّاءُ): حَرۡفُ خِطَابٍ. وَالۡمِيمُ وَالۡأَلِفُ عَلَامَةُ التَّثۡنِيَةِ وَ(قَائِمَانِ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الۡأَلِفُ نِيَابَةً عَنِ الضَّمَّةِ؛ لِأَنَّهُ مُثَنًّی، وَالنُّونُ عِوَضٌ عَنِ التَّنۡوِينِ فِي الۡاِسۡمِ الۡمُفۡرَدِ.

Ucapan mualif, “أَنۡتُمَا (Kalian berdua).” Contoh: “أَنۡتُمَا قَائِمَانِ (Kalian berdua berdiri).” أَنۡ adalah kata ganti yang terpisah, mabni pada tanda sukun dalam kedudukan raf’ mubtada`. Huruf ta adalah huruf untuk yang diajak bicara. Huruf mim dan alif adalah tanda tatsniyah (menunjukkan jumlah dua). قَائِمَانِ adalah khabar dari mubtada`; yang di-raf’ karena mubtada`. Tanda raf’-nya adalah huruf alif sebagai ganti dari harakat damah karena kata tersebut mutsanna. Huruf nun adalah ganti dari tanwin dalam isim mufrad.

(أَنۡتُمَا قَائِمَتَانِ) أَنۡ: ضَمِيرٌ مُنۡفَصِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ مُبۡتَدَأٌ، وَ(التَّاءُ): حَرۡفُ خِطَابٍ، وَ(الۡمِيمُ) وَ(الۡأَلِفُ): عَلَامَةُ التَّثۡنِيَةِ. (قَائِمَتَانِ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الۡأَلِفُ نِيَابَةً عَنِ الضَّمَّةِ؛ لِأَنَّهُ مُثَنًّی، وَ(النُّونُ) عِوَضٌ عَنِ التَّنۡوِينِ فِي الۡاِسۡمِ الۡمُفۡرَدِ.

Contoh: “أَنۡتُمَا قَائِمَتَانِ (Kalian berdua berdiri).” أَنۡ adalah kata ganti yang terpisah, mabni pada tanda sukun dalam kedudukan raf’ mubtada`. Huruf ta adalah huruf untuk yang diajak bicara. Huruf mim dan alif adalah tanda tatsniyah (menunjukkan jumlah dua). قَائِمَتَانِ adalah khabar dari mubtada`; yang di-raf’ karena mubtada`. Tanda raf’-nya adalah huruf alif sebagai ganti dari harakat damah karena kata tersebut mutsanna. Huruf nun adalah ganti dari tanwin dalam isim mufrad.

وَقَوۡلُهُ: (أَنۡتُمۡ): (أَنۡتُمۡ قَائِمُونَ) (أَنۡ): ضَمِيرٌ مُنۡفَصِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ مُبۡتَدَأٌ، وَ(التَّاءُ): حَرۡفُ خِطَابٍ. وَ(الۡمِيمُ): عَلَامَةُ الۡجَمۡعِ. (قَائِمُونَ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الۡوَاوُ نِيَابَةً عَنِ الضَّمَّةِ؛ لِأَنَّهُ جَمۡعُ مُذَكَّرٍ سَالِمٌ، وَ(النُّونُ) عِوَضٌ عَنِ التَّنۡوِينِ فِي الۡاِسۡمِ الۡمُفۡرَدِ.

Ucapan mualif, “أَنۡتُمۡ (kalian—muzakar).” Contoh: “أَنۡتُمۡ قَائِمُونَ (kalian—laki-laki—berdiri).” أَنۡ adalah kata ganti yang terpisah yang mabni pada tanda sukun dalam kedudukan raf’ mubtada`. Huruf ta adalah huruf untuk yang diajak bicara. Huruf mim adalah tanda jamak. قَائِمُونَ adalah khabar dari mubtada` yang di-raf’ karena mubtada`. Tanda raf’-nya adalah huruf wawu sebagai ganti dari harakat damah karena kata tersebut adalah jamak muzakar salim. Huruf nun adalah ganti dari tanwin di isim mufrad.

وَقَوۡلُهُ: (أَنۡتُنَّ): (أَنۡتُنَّ قَائِمَاتٌ) (أَنۡ): ضَمِيرٌ مُنۡفَصِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ مُبۡتَدَأٌ، وَ(التَّاءُ): حَرۡفُ خِطَابٍ، وَ(النُّونُ): عَلَامَةُ جَمۡعِ النِّسۡوَةِ. (قَائِمَاتٌ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الضَّمَّةُ الظَّاهِرَةُ فِي آخِرِهِ.

Ucapan mualif, “أَنۡتُنَّ (kalian—muanas),” contoh: أَنۡتُنَّ قَائِمَاتٌ (kalian—perempuan—berdiri). أَنۡ adalah kata ganti yang terpisah yang mabni pada tanda sukun dalam kedudukan raf’ mubtada`. Huruf ta adalah huruf untuk yang diajak bicara. Huruf nun adalah tanda jamak muanas. قَائِمَاتٌ adalah khabar dari mubtada` yang di-raf’ karena muntada`. Tanda raf’-nya adalah harakat damah yang tampak di akhir kata.

وَقَوۡلُهُ: (هُوَ): (هُوَ قَائِمٌ) (هُوَ): ضَمِيرُ رَفۡعٍ مُنۡفَصِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى الۡفَتۡحِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ مُبۡتَدَأٌ. وَ(قَائِمٌ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الضَّمَّةُ الظَّاهِرَةُ فِي آخِرِهِ.

Ucapan mualif, “هُوَ (dia—muzakar),” contoh: هُوَ قَائِمٌ (dia—laki-laki—berdiri). هُوَ adalah kata ganti raf’ yang terpisah yang mabni pada harakat fatah dalam kedudukan raf’ sebagai mubtada`. قَائِمٌ adalah khabar dari mubtada` yang di-raf’ oleh mubtada`. Tanda raf’-nya adalah harakat damah yang tampak di akhir kata.

وَقَوۡلُهُ: (هِيَ): (هِيَ قَائِمَةٌ) (هِيَ): ضَمِيرُ رَفۡعٍ مُنۡفَصِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى الۡفَتۡحِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ مُبۡتَدَأٌ. (قَائِمَةٌ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الضَّمَّةُ الظَّاهِرَةُ فِي آخِرِهِ.

Ucapan mualif, “هِيَ (dia--muanas),” contoh: هِيَ قَائِمَةٌ (Dia—perempuan—berdiri). هِيَ adalah dhamir raf’ yang terpisah yang mabni pada harakat fatah dalam kedudukan raf’ sebagai mubtada`. Tanda raf’-nya adalah harakat damah yang tampak di akhir kata.

وَقَوۡلُهُ: (هُمَا): (هُمَا قَائِمَانِ)، (هُمَا قَائِمَتَانِ) (هُمَا): ضَمِيرُ رَفۡعٍ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ مُبۡتَدَأٌ. (قَائِمَانِ): خَبَرُ مُبۡتَدَأٍ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الۡأَلِفُ نِيَابَةً عَنِ الضَّمَّةِ؛ لِأَنَّهُ مُثَنًّی. (قَائِمَتَانِ): کَمَا قُلۡنَا فِي قَائِمَانِ.

Ucapan mualif, “هُمَا (Mereka berdua)”, contoh: هُمَا قَائِمَانِ (Mereka berdua—laki-laki—berdiri). هُمَا adalah kata ganti raf’ yang mabni pada tanda sukun dalam kedudukan raf’ sebagai mubtada`. قَائِمَانِ adalah khabar dari mubtada` yang di-raf’ oleh mubtada`. Tanda raf’-nya adalah huruf alif sebagai ganti dari harakat damah karena kata tersebut adalah isim mutsanna.

قَائِمَتَانِ sama seperti yang kita katakan dalam قَائِمَانِ.

وَقَوۡلُهُ: (هُمۡ): (هُمۡ قَائِمُونَ) (هُمۡ): ضَمِيرٌ مُنۡفَصِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ مُبۡتَدَأٌ. (قَائِمُونَ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الۡوَاوُ نِيَابَةً عَنِ الضَّمَّةِ؛ لِأَنَّهُ جَمۡعُ مُذَكَّرٍ سَالِمٌ.

Ucapan mualif, “هُمۡ (mereka—muzakar),” contoh: هُمۡ قَائِمُونَ (Mereka—laki-laki—berdiri). هُمۡ adalah kata ganti yang terpisah yang mabni pada tanda sukun dalam kedudukan raf’ sebagai mubtada`. قَائِمُونَ adalah khabar dari mubtada` yang di-raf’ oleh mubtada`. Tanda raf’-nya adalah huruf wawu sebagai ganti dari harakat damah karena kata tersebut adalah jamak muzakar salim.

وَقَوۡلُهُ: (هُنَّ): (هُنَّ قَائِمَاتٌ) (هُنَّ): ضَمِيرٌ مُنۡفَصِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى الۡفَتۡحِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ مُبۡتَدَأٌ. (قَائِمَاتٌ): خَبَرُ الۡمُبۡتَدَأِ مَرۡفُوعٌ بِالۡمُبۡتَدَأِ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ ضَمَّةٌ ظَاهِرَةٌ فِي آخِرِهِ.

Ucapan mualif, “هُنَّ (mereka—muanas),” contoh: هُنَّ قَائِمَاتٌ (mereka—perempuan—berdiri). هُنَّ adalah kata ganti yang terpisah yang mabni pada harakat fatah dalam kedudukan raf’ sebagai mubtada`. قَائِمَاتٌ adalah khabar dari mubtada` yang di-raf’ oleh mubtada`. Tanda raf’-nya adalah harakat damah yang tampak di akhir kata.

الضَّمَائِرُ: (أَنَا وَنَحۡنُ) تُعۡرَبُ جَمِيعًا، وَ(أَنۡتَ وَأَنۡتِ وَأَنۡتُمَا وَأَنۡتُمۡ وَأَنۡتُنَّ) الۡإِعۡرَابُ عَلَى (أَنۡ) وَحۡدَهَا، وَ(هُوَ)... إلخ تُعۡرَبُ جَمِيعًا. فَتَقُولُ: (هُوَ) ضَمِيرٌ، هِيَ ضَمِيرٌ.

Dhamir أَنَا dan نَحۡنُ di-i’rab secara satu kata utuh. Dhamir أَنۡتَ, أَنۡتِ, أَنۡتُمَا, أَنۡتُمۡ, dan أَنۡتُنَّ di-i’rab hanya potongan kata أَنۡ saja. Dhamir هُوَ sampai akhir, di-i’rab secara satu kata utuh, sehingga engkau katakan: هُوَ adalah dhamir/kata ganti, هِيَ adalah kata ganti.

Shahih Al-Bukhari hadis nomor 6630

٦٦٣٠ - حَدَّثَنَا أَبُو الۡيَمَانِ: أَخۡبَرَنَا شُعَيۡبٌ، عَنِ الزُّهۡرِيِّ: أَخۡبَرَنِي سَعِيدُ بۡنُ الۡمُسَيَّبِ: أَنَّ أَبَا هُرَيۡرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (إِذَا هَلَكَ كِسۡرَى فَلَا كِسۡرَى بَعۡدَهُ، وَإِذَا هَلَكَ قَيۡصَرُ فَلَا قَيۡصَرَ بَعۡدَهُ، وَالَّذِي نَفۡسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَتُنۡفَقَنَّ كُنُوزُهُمَا فِي سَبِيلِ اللهِ). [طرفه في: ٣٠٢٧].

6630. Abu Al-Yaman telah menceritakan kepada kami: Syu’aib mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri: Sa’id bin Al-Musayyab mengabarkan kepadaku: Abu Hurairah mengatakan: Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Apabila Kisra telah binasa, tidak ada lagi Kisra setelahnya. Apabila Qaishar telah binasa, tidak ada lagi Qaishar setelahnya. Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, perbendaharaan mereka berdua pasti akan dibelanjakan di jalan Allah.”

Shahih Al-Bukhari hadis nomor 3618

٣٦١٨ - حَدَّثَنَا يَحۡيَى بۡنُ بُكَيۡرٍ: حَدَّثَنَا اللَّيۡثُ، عَنۡ يُونُسَ، عَنِ ابۡنِ شِهَابٍ قَالَ: وَأَخۡبَرَنِي ابۡنُ الۡمُسَيَّبِ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (إِذَا هَلَكَ كِسۡرَى فَلَا كِسۡرَى بَعۡدَهُ، وَإِذَا هَلَكَ قَيۡصَرُ فَلَا قَيۡصَرَ بَعۡدَهُ، وَالَّذِي نَفۡسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَتُنۡفِقُنَّ كُنُوزَهُمَا فِي سَبِيلِ اللهِ). [طرفه في: ٣٠٢٧].

3618. Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami: Al-Laits menceritakan kepada kami dari Yunus, dari Ibnu Syihab. Beliau berkata: Ibnu Al-Musayyab mengabarkan kepadaku dari Abu Hurairah: Beliau mengatakan: Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Ketika Kisra telah binasa, tidak ada Kisra setelahnya. Ketika Qaishar telah binasa, tidak ada Qaishar setelahnya. Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, kalian pasti akan membelanjakan perbendaharan mereka berdua di jalan Allah.”

Shahih Al-Bukhari hadis nomor 3120 dan 3121

٣١٢٠ - حَدَّثَنَا أَبُو الۡيَمَانِ: أَخۡبَرَنَا شُعَيۡبٌ: حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ، عَنِ الۡأَعۡرَجِ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: (إِذَا هَلَكَ كِسۡرَى فَلَا كِسۡرَى بَعۡدَهُ، وَإِذَا هَلَكَ قَيۡصَرُ فَلَا قَيۡصَرَ بَعۡدَهُ، وَالَّذِي نَفۡسِي بِيَدِهِ لَتُنۡفَقَنَّ كُنُوزُهُمَا فِي سَبِيلِ اللهِ). [طرفه في: ٣٠٢٧].

3120. Abu Al-Yaman telah menceritakan kepada kami: Syu’aib mengabarkan kepada kami: Abu Az-Zinad menceritakan kepada kami dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah—radhiyallahu ‘anhu—: Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Ketika Kisra telah binasa, tidak ada Kisra setelahnya. Ketika Qaishar telah binasa, tidak ada Qaishar setelahnya. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, perbendaharan mereka berdua pasti akan dibelanjakan di jalan Allah.”

٣١٢١ - حَدَّثَنَا إِسۡحَاقُ: سَمِعَ جَرِيرًا، عَنۡ عَبۡدِ الۡمَلِكِ، عَنۡ جَابِرِ بۡنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (إِذَا هَلَكَ كِسۡرَى فَلَا كِسۡرَى بَعۡدَهُ، وَإِذَا هَلَكَ قَيۡصَرُ فَلَا قَيۡصَرَ بَعۡدَهُ، وَالَّذِي نَفۡسِي بِيَدِهِ لَتُنۡفَقَنَّ كُنُوزُهُمَا فِي سَبِيلِ اللهِ).

[الحديث ٣١٢١ - طرفاه في: ٣٦١٩، ٦٦٢٩].

3121. Ishaq telah menceritakan kepada kami: Beliau mendengar Jarir dari ‘Abdul Malik, dari Jabir bin Samurah—radhiyallahu ‘anhu—. Beliau mengatakan: Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Ketika Kisra telah binasa, tidak ada Kisra setelahnya. Ketika Qaishar telah binasa, tidak ada Qaishar setelahnya. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, perbendaharan mereka berdua pasti akan dibelanjakan di jalan Allah.”

Shahih Al-Bukhari hadis nomor 4038, 4039, dan 4040

١٦ - بَابُ قَتۡلِ أَبِي رَافِعٍ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ أَبِي الۡحُقَيۡقِ
16. Bab pembunuhan Abu Rafi’ ‘Abdullah bin Abu Al-Huqaiq


وَيُقَالُ: سَلَّامُ بۡنُ أَبِي الۡحُقَيۡقِ، كَانَ بِخَيۡبَرَ، وَيُقَالُ: فِي حِصۡنٍ لَهُ بِأَرۡضِ الۡحِجَازِ. وَقَالَ الزُّهۡرِيُّ: هُوَ بَعۡدَ كَعۡبِ بۡنِ الۡأَشۡرَفِ.

Ada yang berkata, namanya adalah Sallam bin Abu Al-Huqaiq. Kejadiannya di Khaibar. Ada yang berkata, kejadiannya di bentengnya di daerah Hijaz. Az-Zuhri berkata: Peristiwa ini setelah (pembunuhan) Ka’b bin Al-Asyraf.

٤٠٣٨ - حَدَّثَنِي إِسۡحَاقُ بۡنُ نَصۡرٍ: حَدَّثَنَا يَحۡيَى بۡنُ آدَمَ: حَدَّثَنَا ابۡنُ أَبِي زَائِدَةَ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ أَبِي إِسۡحَاقَ، عَنِ الۡبَرَاءِ بۡنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا قَالَ: بَعَثَ رَسُولُ اللهِ ﷺ رَهۡطًا إِلَى أَبِي رَافِعٍ، فَدَخَلَ عَلَيۡهِ عَبۡدُ اللهِ بۡنُ عَتِيكٍ بَيۡتَهُ لَيۡلًا وَهُوَ نَائِمٌ فَقَتَلَهُ. [طرفه في: ٣٠٢٢].

4038. Ishaq bin Nashr telah menceritakan kepadaku: Yahya bin Adam menceritakan kepada kami: Ibnu Abu Za`idah menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Abu Ishaq, dari Al-Bara` bin ‘Azib—radhiyallahu ‘anhuma—. Beliau berkata: Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—mengutus beberapa orang ke tempat Abu Rafi’. Lalu ‘Abdullah bin ‘Atik masuk ke rumahnya di malam hari ketika Abu Rafi’ sudah tidur, lalu membunuhnya.

٤٠٣٩ - حَدَّثَنَا يُوسُفُ بۡنُ مُوسَى: حَدَّثَنَا عُبَيۡدُ اللهِ بۡنُ مُوسَى، عَنۡ إِسۡرَائِيلَ، عَنۡ أَبِي إِسۡحَاقَ، عَنِ الۡبَرَاءِ قَالَ: بَعَثَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِلَى أَبِي رَافِعٍ الۡيَهُودِيِّ رِجَالًا مِنَ الۡأَنۡصَارِ، فَأَمَّرَ عَلَيۡهِمۡ عَبۡدَ اللهِ بۡنَ عَتِيكٍ، وَكَانَ أَبُو رَافِعٍ يُؤۡذِي رَسُولَ اللهِ ﷺ وَيُعِينُ عَلَيۡهِ، وَكَانَ فِي حِصۡنٍ لَهُ بِأَرۡضِ الۡحِجَازِ، فَلَمَّا دَنَوۡا مِنۡهُ، وَقَدۡ غَرَبَتِ الشَّمۡسُ، وَرَاحَ النَّاسُ بِسَرۡحِهِمۡ، فَقَالَ عَبۡدُ اللهِ لِأَصۡحَابِهِ: اجۡلِسُوا مَكَانَكُمۡ، فَإِنِّي مُنۡطَلِقٌ، وَمُتَلَطِّفٌ لِلۡبَوَّابِ، لَعَلِّي أَنۡ أَدۡخُلَ،

4039. Yusuf bin Musa telah menceritakan kepada kami: ‘Ubaidullah bin Musa menceritakan kepada kami dari Isra`il, dari Abu Ishaq, dari Al-Bara`. Beliau berkata:

Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—mengutus beberapa pria Ansar ke tempat Abu Rafi’ seorang Yahudi (untuk membunuhnya). Beliau menunjuk ‘Abdullah bin ‘Atik sebagai pemimpin mereka. Abu Rafi’ biasa mengganggu Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan memberi bantuan untuk memusuhi beliau. Saat itu Abu Rafi’ berada di dalam bentengnya di daerah Hijaz. Ketika utusan Rasulullah sudah mendekati benteng itu, matahari sudah tenggelam dan orang-orang sudah membawa pulang gembalaan mereka, ‘Abdullah berkata kepada para sahabatnya, “Duduklah di tempat kalian! Aku yang akan berangkat dan aku akan mencoba mengelabui penjaga gerbang, barangkali aku bisa masuk.”

فَأَقۡبَلَ حَتَّى دَنَا مِنَ الۡبَابِ، ثُمَّ تَقَنَّعَ بِثَوۡبِهِ كَأَنَّهُ يَقۡضِي حَاجَةً، وَقَدۡ دَخَلَ النَّاسُ، فَهَتَفَ بِهِ الۡبَوَّابُ: يَا عَبۡدَ اللهِ، إِنۡ كُنۡتَ تُرِيدُ أَنۡ تَدۡخُلَ فَادۡخُلۡ، فَإِنِّي أُرِيدُ أَنۡ أُغۡلِقَ الۡبَابَ، فَدَخَلۡتُ فَكَمَنۡتُ، فَلَمَّا دَخَلَ النَّاسُ أَغۡلَقَ الۡبَابَ، ثُمَّ عَلَّقَ الۡأَغَالِيقَ عَلَى وَتَدٍ، قَالَ: فَقُمۡتُ إِلَى الۡأَقَالِيدِ فَأَخَذۡتُهَا، فَفَتَحۡتُ الۡبَابَ، وَكَانَ أَبُو رَافِعٍ يُسۡمَرُ عِنۡدَهُ، وَكَانَ فِي عَلَالِيَّ لَهُ، فَلَمَّا ذَهَبَ عَنۡهُ أَهۡلُ سَمَرِهِ صَعِدۡتُ إِلَيۡهِ، فَجَعَلۡتُ كُلَّمَا فَتَحۡتُ بَابًا أَغۡلَقۡتُ عَلَيَّ مِنۡ دَاخِلٍ،

‘Abdullah maju sampai mendekati gerbang. Kemudian beliau menutupi kepala dengan pakaiannya seakan-akan sedang buang hajat. Penjaga gerbang berteriak kepadanya, “Wahai hamba Allah, jika engkau ingin masuk, cepat masuk! Aku hendak mengunci gerbang ini.”

Aku pun masuk dan bersembunyi. Ketika orang-orang sudah masuk, penjaga gerbang mengunci gerbang kemudian menggantungkan kunci-kuncinya ke suatu kaitan.

‘Abdullah berkata: Aku bangkit menuju kunci-kunci itu lalu mengambilnya. Aku membuka pintu. Saat itu Abu Rafi’ sedang berbincang-bincang dan saat itu dia sedang berada di kamarnya. Ketika teman berbincangnya sudah pergi, aku naik ke kediamannya. Setiap kali aku membuka pintu, aku kunci dari dalam.

قُلۡتُ: إِنِ الۡقَوۡمُ نَذِرُوا بِي لَمۡ يَخۡلُصُوا إِلَيَّ حَتَّى أَقۡتُلَهُ، فَانۡتَهَيۡتُ إِلَيۡهِ، فَإِذَا هُوَ فِي بَيۡتٍ مُظۡلِمٍ وَسۡطَ عِيَالِهِ، لَا أَدۡرِي أَيۡنَ هُوَ مِنَ الۡبَيۡتِ، فَقُلۡتُ: يَا أَبَا رَافِعٍ، قَالَ: مَنۡ هٰذَا؟ فَأَهۡوَيۡتُ نَحۡوَ الصَّوۡتِ فَأَضۡرِبُهُ ضَرۡبَةً بِالسَّيۡفِ وَأَنَا دَهِشٌ، فَمَا أَغۡنَيۡتُ شَيۡئًا، وَصَاحَ، فَخَرَجۡتُ مِنَ الۡبَيۡتِ، فَأَمۡكُثُ غَيۡرَ بَعِيدٍ، ثُمَّ دَخَلۡتُ إِلَيۡهِ، فَقُلۡتُ: مَا هٰذَا الصَّوۡتُ يَا أَبَا رَافِعٍ؟ فَقَالَ: لِأُمِّكَ الۡوَيۡلُ، إِنَّ رَجُلًا فِي الۡبَيۡتِ ضَرَبَنِي قَبۡلُ بِالسَّيۡفِ، قَالَ: فَأَضۡرِبُهُ ضَرۡبَةً أَثۡخَنَتۡهُ وَلَمۡ أَقۡتُلۡهُ، ثُمَّ وَضَعۡتُ ظُبَةَ السَّيۡفِ فِي بَطۡنِهِ حَتَّى أَخَذَ فِي ظَهۡرِهِ، فَعَرَفۡتُ أَنِّي قَتَلۡتُهُ،

Aku berkata: Sesungguhnya jika musuh mengetahuiku, niscaya mereka tidak bisa segera menjangkauku sampai aku membunuhnya. Aku sampai ke kediamannya. Dia berada di dalam sebuah rumah yang gelap di tengah-tengah keluarganya. Aku tidak tahu dia di bagian rumah yang mana.

Aku berkata, “Wahai Abu Rafi’.”

Dia menyahut, “Siapa itu?”

Aku bergerak ke arah suara, lalu aku menyabetnya dengan pedang. Aku hanya mengira-ngira dalam gelap sehingga tidak berhasil langsung membunuhnya. Dia berteriak. Aku keluar dari rumah. Aku diam sejenak tidak jauh dari situ kemudian kembali masuk ke dalam.

Aku bertanya, “Suara apa tadi wahai Abu Rafi’?”

Dia menjawab, “Sialan, tadi ada seorang pria di dalam rumah ini yang menyabetku dengan pedang.”

‘Abdullah bin ‘Atik berkata: Aku kembali menyabetnya sampai luka parah namun belum sampai membunuhnya. Kemudian aku menusukkan pedang ke perutnya sampai tembus ke punggungnya. Aku pun yakin telah membunuhnya.

فَجَعَلۡتُ أَفۡتَحُ الۡأَبۡوَابَ بَابًا بَابًا، حَتَّى انۡتَهَيۡتُ إِلَى دَرَجَةٍ لَهُ، فَوَضَعۡتُ رِجۡلِي، وَأَنَا أُرَى أَنِّي قَدِ انۡتَهَيۡتُ إِلَى الۡأَرۡضِ، فَوَقَعۡتُ فِي لَيۡلَةٍ مُقۡمِرَةٍ، فَانۡكَسَرَتۡ سَاقِي فَعَصَبۡتُهَا بِعِمَامَةٍ، ثُمَّ انۡطَلَقۡتُ حَتَّى جَلَسۡتُ عَلَى الۡبَابِ، فَقُلۡتُ: لَا أَخۡرُجُ اللَّيۡلَةَ حَتَّى أَعۡلَمَ أَقَتَلۡتُهُ؟ فَلَمَّا صَاحَ الدِّيكُ قَامَ النَّاعِي عَلَى السُّورِ، فَقَالَ: أَنۡعَى أَبَا رَافِعٍ تَاجِرَ أَهۡلِ الۡحِجَازِ، فَانۡطَلَقۡتُ إِلَى أَصۡحَابِي، فَقُلۡتُ النَّجَاءَ، فَقَدۡ قَتَلَ اللهُ أَبَا رَافِعٍ، فَانۡتَهَيۡتُ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَحَدَّثۡتُهُ، فَقَالَ: (ابۡسُطۡ رِجۡلَكَ). فَبَسَطۡتُ رِجۡلِي فَمَسَحَهَا، فَكَأَنَّهَا لَمۡ أَشۡتَكِهَا قَطُّ. [طرفه في: ٣٠٢٢].

Aku keluar membuka pintu satu demi satu sampai berhenti di tangganya. Aku menapakkan kakiku. Aku mengira aku sudah sampai ke tanah, ternyata aku terjatuh di saat malam disinari bulan. Betisku patah lalu kubalut dengan serbanku. Kemudian aku beranjak pergi sampai duduk di depan pintu. Aku berkata, “Aku tidak keluar malam ini sampai aku mengetahui bahwa aku telah membunuhnya.”

Ketika ayam telah berkokok, orang yang mengumumkan berita duka berdiri di atas pagar, lalu berkata, “Aku umumkan berita duka kematian Abu Rafi’ saudagar penduduk Hijaz.”

Aku pun pergi ke tempat para sahabatku, seraya berkata, “Ayo cepat, Allah telah membunuh Abu Rafi’.”

Setelah aku sampai bertemu Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, aku menceritakan kepada beliau. Beliau berkata, “Selonjorkan kakimu!”

Aku menyelonjorkan kakiku lalu beliau mengusapnya. Lalu seakan-akan aku tidak merasakan sakit kaki sama sekali.

٤٠٤٠ - حَدَّثَنَا أَحۡمَدُ بۡنُ عُثۡمَانَ: حَدَّثَنَا شُرَيۡحٌ، هُوَ ابۡنُ مَسۡلَمَةَ: حَدَّثَنَا إِبۡرَاهِيمُ بۡنُ يُوسُفَ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ أَبِي إِسۡحَاقَ قَالَ: سَمِعۡتُ الۡبَرَاءَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ:

4040. Ahmad bin ‘Utsman telah menceritakan kepada kami: Syuraih bin Maslamah menceritakan kepada kami: Ibrahim bin Yusuf menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Abu Ishaq. Beliau berkata: Aku mendengar Al-Bara`—radhiyallahu ‘anhu—. Beliau berkata:

بَعَثَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِلَى أَبِي رَافِعٍ عَبۡدَ اللهِ بۡنَ عَتِيكٍ وَعَبۡدَ اللهِ بۡنَ عُتۡبَةَ فِي نَاسٍ مَعَهُمۡ، فَانۡطَلَقُوا حَتَّى دَنَوۡا مِنَ الۡحِصۡنِ، فَقَالَ لَهُمۡ عَبۡدُ اللهِ بۡنُ عَتِيكٍ: امۡكُثُوا أَنۡتُمۡ حَتَّى أَنۡطَلِقَ أَنَا فَأَنۡظُرَ، قَالَ: فَتَلَطَّفۡتُ أَنۡ أَدۡخُلَ الۡحِصۡنَ، فَفَقَدُوا حِمَارًا لَهُمۡ، قَالَ: فَخَرَجُوا بِقَبَسٍ يَطۡلُبُونَهُ، قَالَ: فَخَشِيتُ أَنۡ أُعۡرَفَ، قَالَ: فَغَطَّيۡتُ رَأۡسِي كَأَنِّي أَقۡضِي حَاجَةً، ثُمَّ نَادَى صَاحِبُ الۡبَابِ: مَنۡ أَرَادَ أَنۡ يَدۡخُلَ فَلۡيَدۡخُلۡ قَبۡلَ أَنۡ أُغۡلِقَهُ، فَدَخَلۡتُ ثُمَّ اخۡتَبَأۡتُ فِي مَرۡبِطِ حِمَارٍ عِنۡدَ باب الۡحِصۡنِ،

Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—mengirim ‘Abdullah bin ‘Atik, ‘Abdullah bin ‘Utbah, bersama beberapa orang untuk membunuh Abu Rafi’. Mereka berangkat pergi hingga mendekati bentengnya.

‘Abdullah bin ‘Atik berkata kepada mereka, “Kalian tetap di sini sampai aku pergi melihat.”

Aku berusaha menyusup masuk benteng. Saat itu, mereka kehilangan seekor himar.

‘Abdullah bin ‘Atik berkata: Mereka keluar membawa obor untuk mencarinya.

‘Abdullah bin ‘Atik berkata: Aku khawatir akan dikenali.

‘Abdullah bin ‘Atik berkata: Aku menutupi kepalaku seakan-akan sedang menunaikan hajat. Kemudian penjaga pintu berseru, “Barang siapa ingin masuk, segera masuk sebelum saya menguncinya.”

Aku pun masuk lalu bersembunyi di tempat tambatan himar di dekat pintu benteng.

فَتَعَشَّوۡا عِنۡدَ أَبِي رَافِعٍ، وَتَحَدَّثُوا حَتَّى ذَهَبَتۡ سَاعَةٌ مِنَ اللَّيۡلِ، ثُمَّ رَجَعُوا إِلَى بُيُوتِهِمۡ، فَلَمَّا هَدَأَتِ الۡأَصۡوَاتُ، وَلَا أَسۡمَعُ حَرَكَةً خَرَجۡتُ، قَالَ: وَرَأَيۡتُ صَاحِبَ الۡبَابِ، حَيۡثُ وَضَعَ مِفۡتَاحَ الۡحِصۡنِ فِي كَوَّةٍ، فَأَخَذۡتُهُ فَفَتَحۡتُ بِهِ بَابَ الۡحِصۡنِ، قَالَ: قُلۡتُ إِنۡ نَذِرَ بِي الۡقَوۡمُ انۡطَلَقۡتُ عَلَى مَهَلٍ، ثُمَّ عَمَدۡتُ إِلَى أَبۡوَابِ بُيُوتِهِمۡ، فَغَلَّقۡتُهَا عَلَيۡهِمۡ مِنۡ ظَاهِرٍ، ثُمَّ صَعِدۡتُ إِلَى أَبِي رَافِعٍ فِي سُلَّمٍ، فَإِذَا الۡبَيۡتُ مُظۡلِمٌ قَدۡ طَفِىءَ سِرَاجُهُ، فَلَمۡ أَدۡرِ أَيۡنَ الرَّجُلُ، فَقُلۡتُ: يَا أَبَا رَافِعٍ؟ قَالَ: مَنۡ هٰذَا؟ قَالَ: فَعَمَدۡتُ نَحۡوَ الصَّوۡتِ فَأَضۡرِبُهُ وَصَاحَ، فَلَمۡ تُغۡنِ شَيۡئًا،

Ada orang-orang yang makan malam di tempat Abu Rafi’. Mereka bercakap-cakap sampai sebagian waktu malam berlalu kemudian mereka pulang ke rumah-rumahnya. Ketika sudah hening dan aku tidak mendengar suara gerakan, aku keluar.

‘Abdullah bin ‘Atik berkata: Aku melihat penjaga pintu meletakkan kunci benteng di dalam suatu lubang tembok. Aku mengambilnya lalu aku membuka pintu benteng dengan itu.

‘Abdullah bin ‘Atik berkata: Aku berkata: Jikalau mereka memergokiku, aku bisa pergi dengan mudah. Kemudian aku bergerak menuju ke pintu-pintu rumah mereka dan aku kunci mereka dari luar. Kemudian aku naik tangga ke kediaman Abu Rafi’. Ternyata rumahnya sudah gelap gulita karena pelitanya telah dipadamkan. Jadi aku tidak tahu di mana orang itu.

Aku berkata, “Wahai Abu Rafi’.”

Dia menyahut, “Siapa itu?”

‘Abdullah bin ‘Atik berkata: Aku bergerak ke arah sumber suara lalu aku menyabetnya. Dia berteriak. Aku belum berhasil membunuhnya.

قَالَ ثُمَّ جِئۡتُ كَأَنِّي أُغِيثُهُ، فَقُلۡتُ: مَا لَكَ يَا أَبَا رَافِعٍ؟ وَغَيَّرۡتُ صَوۡتِي، فَقَالَ أَلَا أُعۡجِبُكَ؟ لِأُمِّكَ الۡوَيۡلُ، دَخَلَ عَلَيَّ رَجُلٌ فَضَرَبَنِي بِالسَّيۡفِ، قَالَ: فَعَمَدۡتُ لَهُ أَيۡضًا فَأَضۡرِبُهُ أُخۡرَى، فَلَمۡ تُغۡنِ شَيۡئًا، فَصَاحَ وَقَامَ أَهۡلُهُ، قَالَ: ثُمَّ جِئۡتُ وَغَيَّرۡتُ صَوۡتِي كَهَيۡئَةِ الۡمُغِيثِ، فَإِذَا هُوَ مُسۡتَلۡقٍ عَلَى ظَهۡرِهِ، فَأَضَعُ السَّيۡفَ فِي بَطۡنِهِ، ثُمَّ أَنۡكَفِىءُ عَلَيۡهِ حَتَّى سَمِعۡتُ صَوۡتَ الۡعَظۡمِ، ثُمَّ خَرَجۡتُ دَهِشًا حَتَّى أَتَيۡتُ السُّلَّمَ، أُرِيدُ أَنۡ أَنۡزِلَ فَأَسۡقُطُ مِنۡهُ، فَانۡخَلَعَتۡ رِجۡلِي فَعَصَبۡتُهَا، ثُمَّ أَتَيۡتُ أَصۡحَابِي أَحۡجُلُ، فَقُلۡتُ: انۡطَلِقُوا فَبَشِّرُوا رَسُولَ اللهِ ﷺ، فَإِنِّي لَا أَبۡرَحُ حَتَّى أَسۡمَعَ النَّاعِيَةَ، فَلَمَّا كَانَ فِي وَجۡهِ الصُّبۡحِ صَعِدَ النَّاعِيَةُ، فَقَالَ: أَنۡعَى أَبَا رَافِعٍ، قَالَ: فَقُمۡتُ أَمۡشِي مَا بِي قَلَبَةٌ، فَأَدۡرَكۡتُ أَصۡحَابِي قَبۡلَ أَنۡ يَأۡتُوا النَّبِيَّ ﷺ فَبَشَّرۡتُهُ. [طرفه في: ٣٠٢٢].

‘Abdullah bin ‘Atik berkata: Kemudian aku datang, seakan-akan aku menolongnya. Aku berkata sambil mengubah suaraku, “Ada apa denganmu wahai Abu Rafi’?”

Dia menjawab, “Sialan, tadi ada seorang pria masuk lalu menyabetku dengan pedang.”

‘Abdullah bin ‘Atik berkata: Aku kembali bergerak ke arahnya lalu menyabetnya sekali lagi, namun belum berhasil membunuhnya. Dia berteriak sehingga keluarganya berdiri.

‘Abdullah bin ‘Atik berkata, “Kemudian aku datang dengan mengubah suaraku berlagak hendak menolong. Ternyata dia sedang berbaring di atas punggungnya. Aku pun meletakkan pedang di atas perutnya, kemudian aku condongkan tubuhku kepadanya sampai aku mendengar suara tulang.”

Kemudian aku keluar dengan panik sampai ke tangga. Aku hendak turun namun malah jatuh dari tangga sehingga kakiku terkilir. Aku membalutnya kemudian aku mendatangi para sahabatku dengan terpincang-pincang.

Aku berkata, “Pergilah kalian dan sampaikan kabar gembira kepada Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—! Aku tetap di sini sampai aku mendengar pengumuman berita duka.”

Keesokan harinya, orang yang mengumumkan berita duka naik ke tempat yang tinggi lalu berkata, “Aku umumkan kematian Abu Rafi’.”

‘Abdullah bin ‘Atik berkata: Aku bangkit berjalan tanpa merasakan sakit. Aku menyusul para sahabatku sebelum mereka bertemu Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Lalu aku menyampaikan kabar gembira kepada beliau.

Shahih Al-Bukhari hadis nomor 2326

٦ - بَابُ قَطۡعِ الشَّجَرِ وَالنَّخۡلِ
6. Bab menebang pohon dan kebun kurma


وَقَالَ أَنَسٌ: أَمَرَ النَّبِيُّ ﷺ بِالنَّخۡلِ فَقُطِعَ.

Anas berkata: Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—pernah memerintahkan menebang pohon kurma.

٢٣٢٦ - حَدَّثَنَا مُوسَى بۡنُ إِسۡمَاعِيلَ: حَدَّثَنَا جُوَيۡرِيَةُ، عَنۡ نَافِعٍ، عَنۡ عَبۡدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ: أَنَّهُ حَرَّقَ نَخۡلَ بَنِي النَّضِيرِ وَقَطَعَ، وَهِيَ الۡبُوَيۡرَةُ، وَلَهَا يَقُولُ حَسَّانُ:

وَهَـانَ عَـلَـى سَـرَاةِ بَـنِـي لُـؤَيٍّ حَـرِيـقٌ بِـالۡـبُـوَيۡـرَةِ مُـسۡـتَـطِـيـرٌ

[الحديث ٢٣٢٦ - أطرافه في: ٣٠٢١، ٤٠٣١، ٤٠٣٢، ٤٨٨٤].

2326. Musa bin Isma’il telah menceritakan kepada kami: Juwairiyah menceritakan kepada kami dari Nafi’, dari ‘Abdullah—radhiyallahu ‘anhu—, dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—: Bahwa beliau pernah membakar kebun kurma bani An-Nadhir dan menebangnya. Yaitu Al-Buwairah. Untuk Al-Buwairah inilah, Hassan bersyair, “Para pembesar bani Lu`ai telah terhina dengan berkobarnya api di Al-Buwairah.”

Shahih Al-Bukhari hadis nomor 6333

٦٣٣٣ - حَدَّثَنَا عَلِيُّ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ: حَدَّثَنَا سُفۡيَانُ، عَنۡ إِسۡمَاعِيلَ، عَنۡ قَيۡسٍ قَالَ: سَمِعۡتُ جَرِيرًا قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ ﷺ: (أَلَا تُرِيحُنِي مِنۡ ذِي الۡخَلَصَةِ؟). وَهُوَ نُصُبٌ كَانُوا يَعۡبُدُونَهُ، يُسَمَّى الۡكَعۡبَةَ الۡيَمَانِيَةَ، قُلۡتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي رَجُلٌ لَا أَثۡبُتُ عَلَى الۡخَيۡلِ، فَصَكَّ فِي صَدۡرِي، فَقَالَ: (اللّٰهُمَّ ثَبِّتۡهُ، وَاجۡعَلۡهُ هَادِيًا مَهۡدِيًّا). قَالَ: فَخَرَجۡتُ فِي خَمۡسِينَ مِنۡ أَحۡمَسَ مِنۡ قَوۡمِي، وَرُبَّمَا قَالَ سُفۡيَانُ: فَانۡطَلَقۡتُ فِي عُصۡبَةٍ مِنۡ قَوۡمِي فَأَتَيۡتُهَا فَأَحۡرَقۡتُهَا، ثُمَّ أَتَيۡتُ النَّبِيَّ ﷺ فَقُلۡتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، وَاللهِ مَا أَتَيۡتُكَ حَتَّى تَرَكۡتُهَا مِثۡلَ الۡجَمَلِ الۡأَجۡرَبِ، فَدَعَا لِأَحۡمَسَ وَخَيۡلِهَا. [طرفه في: ٣٠٢٠].

6333. ‘Ali bin ‘Abdullah telah menceritakan kepada kami: Sufyan menceritakan kepada kami dari Isma’il, dari Qais. Beliau berkata: Aku mendengar Jarir berkata: Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—berkata kepadaku, “Tidakkah engkau bisa mengistirahatkanku dari Dzu Al-Khalashah?” Yaitu berhala-berhala yang diibadahi yang dijuluki Ka’bah Yamaniyah.

Aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah orang yang tidak bisa mapan di atas kuda.”

Beliau menepuk dadaku seraya berdoa, “Ya Allah, mapankan dia dan jadikan dia pemberi petunjuk lagi mendapat petunjuk!”

Jarir berkata: Aku berangkat bersama lima puluh orang kabilah Ahmas dari kaumku. Bisa jadi Sufyan berkata: Aku berangkat bersama rombongan kaumku. Aku mendatangi Dzu Al-Khalashah, lalu aku membakarnya. Kemudian aku mendatangi Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah, tidaklah aku datang kepadaku sampai aku telah meninggalkan Dzu Al-Khalashah seperti unta yang kudisan.”

Rasulullah lalu mendoakan kebaikan untuk kabilah Ahmas dan kuda-kudanya.

Shahih Al-Bukhari hadis nomor 4355, 4356, dan 4357

٦٤ - بَابٌ غَزۡوَةُ ذِي الۡخَلَصَةِ
64. Bab perang Dzu Al-Khalashah


٤٣٥٥ - حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ: حَدَّثَنَا خَالِدٌ: حَدَّثَنَا بَيَانٌ، عَنۡ قَيۡسٍ، عَنۡ جَرِيرٍ قَالَ: كَانَ بَيۡتٌ فِي الۡجَاهِلِيَّةِ يُقَالُ لَهُ ذُو الۡخَلَصَةِ، وَالۡكَعۡبَةُ الۡيَمَانِيَةُ، وَالۡكَعۡبَةُ الشَّأۡمِيَّةُ، فَقَالَ لِي النَّبِيُّ ﷺ: (أَلَا تُرِيحُنِي مِنۡ ذِي الۡخَلَصَةِ؟) فَنَفَرۡتُ فِي مِائَةٍ وَخَمۡسِينَ رَاكِبًا، فَكَسَرۡنَاهُ، وَقَتَلۡنَا مَنۡ وَجَدۡنَا عِنۡدَهُ، فَأَتَيۡتُ النَّبِيَّ ﷺ فَأَخۡبَرۡتُهُ، فَدَعَا لَنَا وَلِأَحۡمَسَ.

[طرفه في: ٣٠٢٠].

4355. Musaddad telah menceritakan kepada kami: Khalid menceritakan kepada kami: Bayan menceritakan kepada kami dari Qais, dari Jarir. Beliau mengatakan:

Dahulu di masa jahiliah ada sebuah rumah yang dinamai Dzu Al-Khalashah atau Kakbah Yamaniyah atau Kakbah Syamiyyah. Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—berkata kepadaku, “Maukah engkau mengistirahatkanku dari Dzu Al-Khalashah?”

Aku berangkat bersama rombongan pasukan sebanyak seratus lima puluh penunggang kuda, lalu kami menghancurkannya dan membunuh orang yang kami dapati di rumah itu. Lalu aku pulang mendatangi Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan mengabarkan kepada beliau. Lalu beliau mendoakan kebaikan untuk kami dan untuk kabilah Ahmas.

٤٣٥٦ - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ الۡمُثَنَّى: حَدَّثَنَا يَحۡيَى: حَدَّثَنَا إِسۡمَاعِيلُ: حَدَّثَنَا قَيۡسٌ قَالَ: قَالَ لِي جَرِيرٌ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: قَالَ لِي النَّبِيُّ ﷺ: (أَلَا تُرِيحُنِي مِنۡ ذِي الۡخَلَصَةِ؟) - وَكَانَ بَيۡتًا فِي خَثۡعَمَ، يُسَمَّى الۡكَعۡبَةَ الۡيَمَانِيَةَ - فَانۡطَلَقۡتُ فِي خَمۡسِينَ وَمِائَةِ فَارِسٍ مِنۡ أَحۡمَسَ، وَكَانُوا أَصۡحَابَ خَيۡلٍ، وَكُنۡتُ لَا أَثۡبُتُ عَلَى الۡخَيۡلِ، فَضَرَبَ فِي صَدۡرِي حَتَّى رَأَيۡتُ أَثَرَ أَصَابِعِهِ فِي صَدۡرِي وَقَالَ: (اللّٰهُمَّ ثَبِّتۡهُ، وَاجۡعَلۡهُ هَادِيًا مَهۡدِيًّا). فَانۡطَلَقَ إِلَيۡهَا فَكَسَرَهَا وَحَرَّقَهَا، ثُمَّ بَعَثَ إِلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَقَالَ رَسُولُ جَرِيرٍ: وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالۡحَقِّ، مَا جِئۡتُكَ حَتَّى تَرَكۡتُهَا كَأَنَّهَا جَمَلٌ أَجۡرَبُ، قَالَ: فَبَارَكَ فِي خَيۡلِ أَحۡمَسَ وَرِجَالِهَا خَمۡسَ مَرَّاتٍ. [طرفه في: ٣٠٢٠].

4356. Muhammad bin Al-Mutsanna telah menceritakan kepada kami: Yahya menceritakan kepada kami: Isma’il menceritakan kepada kami: Qais menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Jarir—radhiyallahu ‘anhu—berkata kepadaku: Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—berkata kepadaku, “Tidakkah engkau mengistirahatkanku dari Dzu Al-Khalashah?”

Dzu Al-Khalashah adalah sebuah rumah di Khats’am yang dijuluki Kakbah Yamaniyah.

Aku berangkat dalam rombongan pasukan sebanyak seratus lima puluh penunggang kuda dari kabilah Ahmas. Mereka adalah para ahli penunggang kuda. Tadinya aku adalah orang yang tidak ahli menunggang kuda, lalu Rasulullah memukul di bagian dadaku hingga aku melihat bekas jari-jari beliau di dadaku. Beliau berdoa, “Ya Allah, mapankan dia dan jadikan dia pemberi petunjuk lagi mendapat petunjuk!”

Jarir pergi ke Dzu Al-Khalashah, menghancurkannya, lalu membakarnya. Kemudian Jarir mengirim utusan kepada Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—.

Utusan Jarir berkata, “Demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak mendatangimu sampai aku meninggalkan Dzu Al-Khalashah seakan-akan dia seekor unta yang kudisan.”

Beliau berkata: Lalu Rasulullah mendoakan keberkahan untuk kuda-kuda kabilah Ahmas dan para penunggangnya sebanyak lima kali.

٤٣٥٧ - حَدَّثَنَا يُوسُفُ بۡنُ مُوسَى: أَخۡبَرَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنۡ إِسۡمَاعِيلَ بۡنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنۡ قَيۡسٍ، عَنۡ جَرِيرٍ قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ ﷺ: (أَلَا تُرِيحُنِي مِنۡ ذِي الۡخَلَصَةِ؟) فَقُلۡتُ: بَلَى، فَانۡطَلَقۡتُ فِي خَمۡسِينَ وَمِائَةِ فَارِسٍ مِنۡ أَحۡمَسَ، وَكَانُوا أَصۡحَابَ خَيۡلٍ، وَكُنۡتُ لَا أَثۡبُتُ عَلَى الۡخَيۡلِ، فَذَكَرۡتُ ذٰلِكَ لِلنَّبِيِّ ﷺ، فَضَرَبَ يَدَهُ عَلَى صَدۡرِي حَتَّى رَأَيۡتُ أَثَرَ يَدِهِ فِي صَدۡرِي، وَقَالَ: (اللّٰهُمَّ ثَبِّتۡهُ، وَاجۡعَلۡهُ هَادِيًا مَهۡدِيًّا). قَالَ فَمَا وَقَعۡتُ عَنۡ فَرَسٍ بَعۡدُ. قَالَ: وَكَانَ ذُو الۡخَلَصَةِ بَيۡتًا بِالۡيَمَنِ لِخَثۡعَمَ وَبَجِيلَةَ، فِيهِ نُصُبٌ تُعۡبَدُ، يُقَالُ لَهُ الۡكَعۡبَةُ، قَالَ: فَأَتَاهَا فَحَرَّقَهَا بِالنَّارِ وَكَسَرَهَا. [طرفه في: ٣٠٢٠].

4357. Yusuf bin Musa telah menceritakan kepada kami: Abu Usamah mengabarkan kepada kami dari Isma’il bin Abu Khalid, dari Qais, dari Jarir. Beliau berkata:

Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—berkata kepadaku, “Tidakkah engkau bisa mengistirahatkanku dari Dzu Al-Khalashah?”

Aku berkata, “Tentu.”

Aku berangkat dalam rombongan seratus lima puluh penunggang kuda dari kabilah Ahmas. Mereka adalah para ahli penunggang kuda. Tadinya aku adalah orang yang tidak ahli menunggang kuda, lalu aku menyebutkan hal itu kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Lalu beliau memukulkan tangannya ke dadaku hingga aku melihat bekas tangan beliau di dadaku. Beliau berdoa, “Ya Allah, mapankan dia dan jadikan dia pemberi petunjuk lagi mendapat petunjuk!”

Jarir berkata: Setelah itu aku tidak pernah jatuh dari kuda.

Perawi berkata: Dzu Al-Khalashah adalah sebuah rumah di Yaman milik kabilah Khats’am dan Bajilah. Di dalamnya ada berhala-berhala yang disembah. Rumah ini juga dijuluki Kakbah.

Perawi berkata: Jarir mendatanginya lalu membakarnya dan menghancurkannya.

قَالَ: وَلَمَّا قَدِمَ جَرِيرٌ الۡيَمَنَ، كَانَ بِهَا رَجُلٌ يَسۡتَقۡسِمُ بِالۡأَزۡلَامِ، فَقِيلَ لَهُ: إِنَّ رَسُولَ رَسُولِ اللهِ ﷺ هَاهُنَا، فَإِنۡ قَدَرَ عَلَيۡكَ ضَرَبَ عُنُقَكَ، قَالَ: فَبَيۡنَمَا هُوَ يَضۡرِبُ بِهَا إِذۡ وَقَفَ عَلَيۡهِ جَرِيرٌ، فَقَالَ: لَتَكۡسِرَنَّهَا وَلَتَشۡهَدَنَّ أَنۡ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، أَوۡ لَأَضۡرِبَنَّ عُنُقَكَ. قَالَ: فَكَسَرَهَا وَشَهِدَ، ثُمَّ بَعَثَ جَرِيرٌ رَجُلًا مِنۡ أَحۡمَسَ يُكۡنَى أَبَا أَرۡطَاةَ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ يُبَشِّرُهُ بِذٰلِكَ، فَلَمَّا أَتَى النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالۡحَقِّ، مَا جِئۡتُ حَتَّى تَرَكۡتُهَا كَأَنَّهَا جَمَلٌ أَجۡرَبُ، قَالَ: فَبَرَّكَ النَّبِيُّ ﷺ عَلَى خَيۡلِ أَحۡمَسَ وَرِجَالِهَا خَمۡسَ مَرَّاتٍ.

Perawi berkata: Ketika Jarir tiba di Yaman, di rumah itu ada seseorang yang mengundi nasib dengan anak-anak panah. Ada yang berkata kepadanya, “Sesungguhnya utusan Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—ada di sini. Jika dia berhasil mengalahkanmu, niscaya dia akan menebas lehermu.”

Perawi berkata: Ketika dia sedang menggunakan anak-anak panahnya, tiba-tiba Jarir sudah berdiri di hadapannya seraya berkata, “Engkau harus merusaknya dan engkau harus bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang benar kecuali Allah. Kalau tidak, aku pasti akan memenggal lehermu.”

Perawi berkata: Dia merusak anak-anak panahnya dan bersyahadat. Kemudian Jarir mengutus seorang dari kabilah Ahmas yang dijuluki Abu Arthah kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—untuk memberi kabar gembira itu kepada beliau. Ketika utusan itu telah mendatangi Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, dia berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak datang sampai aku telah meninggalkan rumah itu seakan-akan unta yang kudisan.”

Perawi berkata: Lalu Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—mendoakan keberkahan kepada kuda-kuda kabilah Ahmas dan penunggangnya sebanyak lima kali.

Shahih Al-Bukhari hadis nomor 3823

٣٨٢٣ - وَعَنۡ قَيۡسٍ، عَنۡ جَرِيرِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ قَالَ: كَانَ فِي الۡجَاهِلِيَّةِ بَيۡتٌ يُقَالَ لَهُ ذُو الۡخَلَصَةِ، وَكَانَ يُقَالُ لَهُ الۡكَعۡبَةُ الۡيَمَانِيَةُ، أَوِ: الۡكَعۡبَةُ الشَّأۡمِيَّةُ، فَقَالَ لِي رَسُولُ اللهِ ﷺ: (هَلۡ أَنۡتَ مُرِيحِي مِنۡ ذِي الۡخَلَصَةِ؟). قَالَ: فَنَفَرۡتُ إِلَيۡهِ فِي خَمۡسِينَ وَمِائَةِ فَارِسٍ مِنۡ أَحۡمَسَ، قَالَ: فَكَسَرۡنَا، وَقَتَلۡنَا مَنۡ وَجَدۡنَا عِنۡدَهُ، فَأَتَيۡنَاهُ فَأَخۡبَرۡنَاهُ، فَدَعَا لَنَا وَلِأَحۡمَسَ. [طرفه في: ٣٠٢٠].

3823. Dari Qais, dari Jarir bin ‘Abdullah. Beliau berkata: Dahulu di masa jahiliah ada sebuah rumah yang dinamai Dzu Al-Khalashah. Rumah itu dulu juga dinamai Kakbah Yamaniyah atau Kakbah Syamiyyah. Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—berkata kepadaku, “Apakah engkau bisa mengistirahatkanku dari Dzu Al-Khalashah?”

Jarir berkata: Aku berangkat bersama rombongan pasukan sebanyak seratus lima puluh penunggang kuda dari kabilah Ahmas.

Jarir berkata: Kami menghancurkannya dan membunuh orang yang kami dapati di rumah itu. Lalu kami pulang mendatangi beliau dan mengabarkan kepada beliau. Lalu beliau mendoakan kebaikan untuk kami dan untuk kabilah Ahmas.

Shahih Al-Bukhari hadis nomor 3319

٣٣١٩ - حَدَّثَنَا إِسۡمَاعِيلُ بۡنُ أَبِي أُوَيۡسٍ قَالَ: حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنۡ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الۡأَعۡرَجِ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: (نَزَلَ نَبِيٌّ مِنَ الۡأَنۡبِيَاءِ تَحۡتَ شَجَرَةٍ، فَلَدَغَتۡهُ نَمۡلَةٌ، فَأَمَرَ بِجَهَازِهِ فَأُخۡرِجَ مِنۡ تَحۡتِهَا، ثُمَّ أَمَرَ بِبَيۡتِهَا فَأُحۡرِقَ بِالنَّارِ، فَأَوۡحَى اللهُ إِلَيۡهِ: فَهَلَّا نَمۡلَةً وَاحِدَةً. [طرفه في: ٣٠١٩].

3319. Isma’il bin Abu Uwais telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Malik menceritakan kepadaku dari Abu Az-Zinad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah—radhiyallahu ‘anhu—: Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Ada salah seorang nabi yang singgah di bawah sebuah pohon lalu ada seekor semut yang menggigitnya. Dia memerintahkan agar barang-barang bawaannya dipindahkan dari bawah pohon kemudian dia memerintahkan agar sarang semut itu dibakar. Kemudian Allah mewahyukan kepadanya: Mengapa tidak seekor semut saja?”

Shahih Al-Bukhari hadis nomor 6922

٢ - بَابُ حُكۡمِ الۡمُرۡتَدِّ وَالۡمُرۡتَدَّةِ
2. Bab hukuman bagi pria murtad dan wanita murtad


وَقَالَ ابۡنُ عُمَرَ وَالزُّهۡرِيُّ وَإِبۡرَاهِيمُ: تُقۡتَلُ الۡمُرۡتَدَّةُ. وَاسۡتِتَابَتِهِمۡ.

Ibnu ‘Umar, Az-Zuhri, dan Ibrahim berpendapat bahwa wanita murtad juga dihukum bunuh dan mereka dituntut untuk bertobat.

وَقَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿كَيۡفَ يَهۡدِي اللهُ قَوۡمًا كَفَرُوا بَعۡدَ إِيمَانِهِمۡ وَشَهِدُوا أَنَّ الرَّسُولَ حَقٌّ وَجَاءَهُمُ الۡبَيِّنَاتُ وَاللهُ لَا يَهۡدِي الۡقَوۡمَ الظَّالِمِينَ ۞ أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمۡ أَنَّ عَلَيۡهِمۡ لَعۡنَةَ اللهِ وَالۡمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجۡمَعِينَ ۞ خَالِدِينَ فِيهَا لَا يُخَفَّفُ عَنۡهُمُ الۡعَذَابُ وَلَا هُمۡ يُنۡظَرُونَ ۞ إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنۡ بَعۡدِ ذٰلِكَ وَأَصۡلَحُوا فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ ۞ إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بَعۡدَ إِيمَانِهِمۡ ثُمَّ ازۡدَادُوا كُفۡرًا لَنۡ تُقۡبَلَ تَوۡبَتُهُمۡ وَأُولَئِكَ هُمُ الضَّالُّونَ﴾ [آل عمران: ٨٦ - ٩٠]

Allah taala berfirman, “Bagaimana Allah akan memberi petunjuk kepada suatu kaum yang telah kafir setelah tadinya mereka beriman dan mereka tadinya bersaksi bahwa Rasul itu (Muhammad) adalah benar, serta keterangan-keterangan telah datang kepada mereka? Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang zalim. Mereka itu, balasannya adalah laknat Allah, malaikat, dan manusia seluruhnya ditimpakan kepada mereka. Mereka kekal di dalamnya, azab tidak diringankan dari mereka, dan mereka tidak diberi tangguh. Kecuali orang-orang yang bertobat setelah itu dan melakukan perbaikan, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang yang kafir setelah sebelumnya beriman, kemudian bertambah kafir, tobat mereka tidak akan diterima dan mereka itulah orang-orang yang sesat.” (QS. Ali ‘Imran: 86-90).

وَقَالَ: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنۡ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الۡكِتَابَ يَرُدُّوكُمۡ بَعۡدَ إِيمَانِكُمۡ كَافِرِينَ﴾ [آل عمران: ١٠٠]

Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian menaati sebagian orang-orang yang diberi Alkitab, niscaya mereka akan mengembalikan kalian kepada kekafiran sesudah kalian beriman.” (QS. Ali ‘Imran: 100).

وَقَالَ: ﴿إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا ثُمَّ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا ثُمَّ ازۡدَادُوا كُفۡرًا لَمۡ يَكُنِ اللهُ لِيَغۡفِرَ لَهُمۡ وَلَا لِيَهۡدِيَهُمۡ سَبِيلًا﴾ [النساء: ١٣٧].

Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, kemudian kafir, kemudian beriman, kemudian kafir, kemudian bertambah kekafirannya, niscaya Allah tidak akan mengampuni mereka dan tidak menunjukkan jalan (yang lurus) kepada mereka.” (QS. An-Nisa`: 137).

وَقَالَ: ﴿مَنۡ يَرۡتَدَّ مِنۡكُمۡ عَنۡ دِينِهِ فَسَوۡفَ يَأۡتِي اللهُ بِقَوۡمٍ يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الۡكَافِرِينَ﴾ [المائدة: ٥٤].

Allah berfirman, “Barang siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, niscaya Allah akan datangkan suatu kaum yang Dia cintai dan mereka mencintai-Nya, yang bersikap lembut terhadap kaum mukminin dan bersikap keras kepada orang-orang kafir.” (QS. Al-Ma`idah: 54).

﴿وَلَكِنۡ مَنۡ شَرَحَ بِالۡكُفۡرِ صَدۡرًا فَعَلَيۡهِمۡ غَضَبٌ مِنَ اللهِ وَلَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٌ ۞ ذٰلِكَ بِأَنَّهُمُ اسۡتَحَبُّوا الۡحَيَاةَ الدُّنۡيَا عَلَى الۡآخِرَةِ وَأَنَّ اللهَ لَا يَهۡدِي الۡقَوۡمَ الۡكَافِرِينَ ۞ أُولَئِكَ الَّذِينَ طَبَعَ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمۡ وَسَمۡعِهِمۡ وَأَبۡصَارِهِمۡ وَأُولَئِكَ هُمُ الۡغَافِلُونَ ۞ لَا جَرَمَ﴾ يَقُولُ: حَقًّا ﴿أَنَّهُمۡ فِي الۡآخِرَةِ هُمُ الۡخَاسِرُونَ﴾ إِلَى قَوۡلِهِ: ﴿ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ مِنۡ بَعۡدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ﴾ [النحل: ١٠٦ - ١١٠].

“Akan tetapi barang siapa yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, bagi mereka kemurkaan dari Allah dan bagi mereka azab yang besar. Hal itu dikarenakan mereka lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhirat dan bahwa Allah tidak menunjuki kaum yang kafir. Mereka itulah orang-orang yang Allah mengunci mati hati-hati mereka, pendengaran mereka, dan penglihatan mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang lalai. Tidak diragukan (pasti) bahwa mereka di akhirat adalah orang-orang yang rugi.” Sampai firman-Nya, “Kemudian sesungguhnya Tuhanmu setelah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 106-110).

﴿وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمۡ حَتَّى يَرُدُّوكُمۡ عَنۡ دِينِكُمۡ إِنِ اسۡتَطَاعُوا وَمَنۡ يَرۡتَدِدۡ مِنۡكُمۡ عَنۡ دِينِهِ فَيَمُتۡ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتۡ أَعۡمَالُهُمۡ فِي الدُّنۡيَا وَالۡآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصۡحَابُ النَّارِ هُمۡ فِيهَا خَالِدُونَ﴾ [البقرة: ٢١٧].

“Mereka akan terus memerangi kalian hingga bisa mengembalikan kalian dari agama kalian jika mereka mampu. Barang siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya lalu mati dalam keadaan kafir, mereka itulah yang amalannya akan terhapus di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217).

٦٩٢٢ - حَدَّثَنَا أَبُو النُّعۡمَانِ مُحَمَّدُ بۡنُ الۡفَضۡلِ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بۡنُ زَيۡدٍ، عَنۡ أَيُّوبَ، عَنۡ عِكۡرِمَةَ قَالَ: أُتِيَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ بِزَنَادِقَةٍ فَأَحۡرَقَهُمۡ، فَبَلَغَ ذٰلِكَ ابۡنَ عَبَّاسٍ فَقَالَ: لَوۡ كُنۡتُ أَنَا لَمۡ أُحۡرِقۡهُمۡ، لِنَهۡيِ رَسُولِ اللهِ ﷺ: (لَا تُعَذِّبُوا بِعَذَابِ اللهِ)، وَلَقَتَلۡتُهُمۡ، لِقَوۡلِ رَسُولِ اللهِ ﷺ: (مَنۡ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقۡتُلُوهُ). [طرفه في: ٣٠١٧].

6922. Abu An-Nu’man Muhammad bin Al-Fadhl telah menceritakan kepada kami: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari ‘Ikrimah. Beliau berkata:

Orang-orang zindik dibawa ke hadapan ‘Ali—radhiyallahu ‘anhu—, lalu ‘Ali membakar mereka. Kabar peristiwa itu sampai kepada Ibnu ‘Abbas, lalu beliau berkata: Kalau saya, saya tidak akan membakar mereka karena larangan Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, “Janganlah kalian mengazab dengan azab Allah!” Namun aku tetap menghukum bunuh mereka berdasarkan sabda Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, “Siapa saja yang mengganti agama Islamnya, bunuhlah dia!”