Ulama kita kali ini sangat sangat familier sebagai Imam Ahlus Sunnah negeri Syam di zamannya. Orang yang faqih, pakar hadis dan salah seorang ulama tabiut tabiin yang terkenal. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Amr bin Yuhmad Al Auza’i rahimahullah dengan nama kunyah Abu Amr dan masyhur dengan nama Al Auza’i.
Adapun Al Auza’i adalah nisbat kepada sebuah tempat yang bernama Al Auza’, nama satu wilayah di Damaskus. Sejatinya Auza’ adalah nama sebuah kabilah Yaman yang tinggal di dalam satu wilayah Damaskus. Seiring dengan berjalannya waktu, tempat tinggal mereka dinamakan dengan Al Auza’. Demikian kronologi penamaan tempat tersebut, terlepas dari khilaf yang ada di antara ulama.
Beliau dilahirkan pada tahun 88 H di Ba’labak dan tumbuh berkembang dalam keadaan yatim. Semasa kecil beliau hidup dalam asuhan sang ibu yang berpindah dari satu negeri ke negeri yang lain. Meskipun pada akhirnya beliau pindah ke Beirut dan meninggal di sana.
PERJALANANNYA MENUNTUT ILMU
Al Auza’i tumbuh di kota Karak, sebuah kota di Yordania yang terkenal dengan Benteng Krusadernya. Di situlah ia menuntut berbagai cabang ilmu, menghafal Al Qur’an serta ilmu bahasa. Semangat menuntut ilmu yang tinggi mendorongnya untuk melakukan perjalanan jauh. Sebagaimana para pendahulunya, ia pun terdorong untuk pergi ke Damaskus. Di sana ia menimba ilmu dari Makhul rahimahullah yang dikenal sebagai Faqihnya negeri Syam dan pakar hadis saat itu. Al Auza’i bermulazamah dengan Makhul dan mampu mengambil banyak ilmu darinya. Setelah dirasa cukup lama berguru kepada Makhul, ia pun pergi melanjutkan safari ilmiyahnya menuju ke Yamamah.
Adapun Yamamah adalah nama sebuah daerah lama di Jazirah Arab bagian tengah. Namun sekarang Yamamah adalah bagian tengah dari Najd. Di sana ia fokus sekian lama belajar kepada Yahya bin Abi Katsir rahimahullah. Al Auza’i juga menjalin hubungan yang baik dengan ulama keluarga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam semisal Zainul Abidin, Muhammad Baqir, Ja’far Shadiq, dan yang lainnya. Di samping itu di antara guru hadis dan fikihnya yang terkenal adalah Atha bin Abi Rabah rahimahullah.
Kemudian sempat pula menjadi muridnya Qatadah rahimahullah, sang guru besar dalam ilmu tafsir. Muhammad bin Syihab Az Zuhri rahimahullah juga tidak lepas dari sasaran rihlahnya, ia adalah salah satu imam di Kota Madinah. Bahkan beliau menyempatkan diri untuk bermajelis dengan Nafi’ maula Ibnu Umar rahimahullah. Satu hal yang wajar karena beliau bercita-cita untuk meriwayatkan hadis dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu.
Waktu pun terus bergulir hingga Al-Auza’i menjadi ulama yang sangat mumpuni dan diakui kemampuannya oleh para ulama. Bahkan telah terpenuhi syarat-syarat pada diri beliau untuk menjadi seorang mujtahid mutlak. Mazhab beliau juga tersebar ke berbagai negeri terutama Syam, Maghrib, dan Andalus. Murid-muridnya juga cukup banyak dan sebagiannya menjadi ulama terkenal seperti Abdullah bin Mubarak, Syu’bah bin Hajjaj, Yahya bin Qaththan, Muhammad bin Yusuf, Al Firyabi dan sederetan ulama yang lainnya. Tak ayal sanjungan ulama tak henti-hentinya tertuju kepada Al Auza’i. Yahya bib Ma’in rahimahullah berkata, “Ulama dunia ada 4 yaitu; Ats Tsauri, Abu Hanifah, Malik dan Al Auza’i.” Berkata Ibnu Sa’ad rahimahullah, “Al-Auza’i adalah orang yang tsiqah (terpercaya), pemilik keutamaan, banyak menguasai hadis, ilmu, dan fikih.”
KARAKTERNYA
Al Auza’i adalah seorang ulama Rabbani yang serius dalam mengamalkan ilmunya. Beliau adalah sosok pribadi yang zuhud, wara’, bertakwa, banyak ibadah, dan sedikit bicara. Simak penuturan sekaligus persaksian para ulama tentang ibadah dan keilmuannya. Semua penilaian tentangnya bermuara kepada satu titik temu yang menggambarkan kekaguman ulama terhadapnya.
Al Walid bin Muslim rahimahullah berkata, “Aku belum pernah melihat manusia yang lebih banyak kesungguhannya dalam beribadah daripada Al Auza’i.” Di antara kebiasaan ibadah yang selalu ditekuni oleh beliau adalah zikir pagi. Setelah selesai pelaksanaan salat Subuh, beliau pun berzikir hingga terbitnya matahari. Berkata Ibnu Asakir rahimahullah, “Al Auza’i adalah ahli ibadah, salatnya begitu indah, wara’, banyak diam, banyak menangis, sering melakukan tahajud, dan sangat serius tatkala berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Tiada pernah sekalipun tertawa terbahak-bahak namun maksimalnya hanya tersenyum. Ia tidak pernah menangis di majelis ilmu, namun jika sudah masuk ke dalam rumahnya, ia pun menangis hingga orang-orang merasa kasihan kepadanya.”
Begitulah, Al Auza’i memang sering menangis karena takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Pernah ada seorang wanita datang menemui istri Al Auza’i di rumahnya. Tiba-tiba wanita itu melihat tikar yang digunakan sebagai salat basah. Dia pun berkata, “Barangkali ada anak kecil yang kencing di tikar ini?” Maka sang istri menjawab, “Ini adalah bekas air matanya syaikh (suaminya) dalam sujudnya. Seperti itulah kondisi tikar tersebut setiap harinya.”
KEFASIHANNYA
Kefasihan bahasa dan kedalaman ilmu balaghahnya sering membuat manusia terkesima. Tak heran apabila penjelasan dan kemampuannya dalam bertutur kata mengungguli para ulama di masanya. Bahkan mengalahkan sekian banyak ulama sastra di masa hidupnya. Memang tidak banyak karya tulisnya yang masih bertahan dan bisa dibaca saat ini. Namun demikian petuah dan kata-kata mutiaranya bisa dijumpai dalam berbagai kitab para ulama.
Tiada lain petuah-petuah beliau masih eksis karena penukilan murid-muridnya yang cukup banyak. Ungkapan-ungkapan yang terucap dari lisannya sangat serasi dengan perpaduan makna yang kuat. Teringat kepada hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Sesungguhnya di antara Al Bayan itu ada sihir.” [H.R. Al Bukhari dan Muslim]. Al-Bayan disebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bagian dari sihir karena ada kemiripan pengaruh yang ditimbulkan oleh keduanya. Kefasihan dan keindahan bahasa terkadang bisa membuat orang yang mendengarnya terpana dan kalbunya terlena. Layaknya kondisi orang yang terkena pengaruh ilmu sihir. Sampai-sampai Dhamrah rahimahullah mengatakan, “Tidaklah Al Auza’i mengucapkan suatu kalimat melainkan orang-orang yang berada di majelisnya akan menulis kalimat tersebut karena begitu indahnya.” Al ‘Abbas bin Al Walid bin Mazid rahimahullah berkata, “Belum pernah aku melihat ayahku merasa kagum terhadap suatu perkara dunia sebagaimana kekagumannya terhadap Al Auza’i. Ayahku mengatakan, ‘Subhanallah, Yang Maha Melakukan kehendak-Nya, tidaklah terdengar sebuah kalimat dari Al Auza’i rahimahullah melainkan orang yang mendengarnya ingin menghafal dan mencatatnya.”
Oleh karenanya majelis-majelis beliau penuh dengan para penuntut ilmu dari berbagai penjuru negeri. Tidak sedikit pula orang yang berhasil beliau pengaruhi dengan surat-surat yang dilayangkan kepadanya baik dari kalangan penguasa, ulama, atau penuntut ilmu. Abu Zur’ah rahimahullah berkata tentang beliau, “Kesibukan Al Auza’i adalah menulis dan membuat risalah. Risalah-risalah sangat menyentuh.”
Di antara buktinya adalah surat yang beliau layangkan kepada Abu Ja’far Al Manshur selaku khalifah kedua Bani Umayah. Saat itu ribuan kaum muslimin menjadi tawanan tentara Romawi sedangkan Abu Ja’far enggan untuk membebaskan mereka padahal ia mampu. Maka Al Auza’i mengirim sepucuk surat yang berisi nasihat dan bimbingan dalam menyikapi permasalahan tersebut. Setelah membaca surat itu, Abu Ja’far menerima nasihatnya dan membebaskan kaum muslimin yang tertawan.
Tatkala Khalifah membaca dan memperhatikan isi suratnya tersebut, ia pun tertegun serta terpana karena begitu fasih bahasanya dan sangat indah ungkapannya. Khalifah pun mengatakan kepada juru tulisnya yang paling cerdas, “Engkau harus menjawab tulisan-tulisan Al Auza’i ini!” Dia pun menjawab, “Demi Allah, wahai Amirul Mukminin tidak ada satu pun penduduk bumi saat ini yang mampu mengucapkan kata-kata seperti dia atau bahkan sebagian kata-katanya saja.”
Beliau begitu dihormati oleh Khalifah Abu Ja’far Al Manshur sehingga pernah ditawari untuk menjabat sebagai hakim, namun beliau menolaknya. Di antara petuah dan nasihatnya adalah, “Apabila Allah menghendaki keburukan pada suatu kaum, maka Allah akan menakdirkan mereka menjadi orang-orang yang suka berdebat dan menghalangi mereka untuk beramal kebajikan.” Beliau juga mengatakan, “Zuhud di dunia adalah dengan meninggalkan pujian. Engkau beramal tanpa ingin manusia memuji karena amalanmu.” Beliau juga menegaskan, “Sesungguhnya ada di antara manusia yang suka dipuji, padahal dia di sisi Allah tidak lebih berat dari sayap seekor nyamuk.”
Pembelaan dan komitmennya terhadap sunnah sangat tinggi seiring dengan kebenciannya terhadap bid’ah dan pengusungnya. Pernah ada seseorang berkata, “Aku biasa bermajelis dengan ahlu sunnah dan ahlu bid’ah.” Maka Al Auza’i rahimahullah berkata, “Orang ini ingin menyamakan antara kebenaran dan kebatilan.” Perjuangannya dalam membela Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terefleksikan dalam berbagai petuahnya. Di antaranya beliau berkata, “Bersabarlah dirimu di atas sunnah, tetaplah tegak sebagaimana para shahabat kokoh di atasnya. Katakanlah sebagaimana yang mereka katakan dan tahanlah dirimu dari segala sesuatu yang mereka menahan diri darinya. Tempuhlah jalan salafus shalih karena sungguh akan mencukupi kamu apa saja yang telah mencukupi mereka.”
WAFATNYA
Al Auza’i meninggal setelah sekian lamanya mencurahkan segenap kemampuan dalam menuntut ilmu dan berdakwah. Begitu banyak kaum muslimin yang menghadiri prosesi jenazah beliau hingga dimakamkan.
Adapun tentang sebab kematiannya, berawal ketika beliau masuk ke dalam kamar mandi rumahnya. Saat itu cuaca sangat dingin sehingga sang istri masuk bersamanya dengan membawa semacam kompor berisi arang supaya tidak kedinginan di dalamnya. Kemudian istrinya menutup kamar mandi sehingga asap pun menyebar dan membuat beliau lemas. Akhirnya beliau meninggal di dalam ruangan tersebut karena sulit mendapat udara segar. Tentu istrinya tidak sengaja melakukan perbuatan tersebut dan tanpa sepengetahuannya. Namun Qadhi Beirut saat itu, Sa’id bin Abdul Aziz memerintahkannya supaya membebaskan budak. Beliau meninggal pada hari Ahad bulan Shafar tahun 157 H. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya kepada beliau.
Sumber: Majalah Qudwah edisi 66 vol.06 1440 H rubrik Biografi. Pemateri: Al Ustadz Abu Hafy Abdullah.