Anak kecil itu tak sabar menunggu pujaan hatinya datang ke negeri tempat tinggalnya. Memang, ia hanya bisa mendengar cerita akan kemuliaan dan berkah sang Nabi, yang ramai diperbincangkan oleh penduduk negerinya. Rasa cinta pun tumbuh dalam hatinya. Ia sangat berharap suatu saat dapat bersua dengan Nabi sang pujaan hati. Terlebih, bimbingan sang ibunda tentang keimanan dan kebaikan agama yang dibawa sang Nabi. Hal tersebut menambah kerinduan akan pertemuan dengannya.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu adalah anak kecil itu. Saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke negerinya, ia baru berusia sekitar sepuluh tahun. Para penduduk menyambut kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka memberikan berbagai hadiah kepada sang Nabi, demi mempererat hubungan dengan beliau. Datanglah ibunda Anas, Ummu Sulaim Ghumaisha binti Milhan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia mengatakan, “Ya Rasulullah, semua laki-laki dan wanita dari Anshar telah memberimu hadiah. Tetapi aku tidak mempunyai apapun yang bisa aku jadikan hadiah untukmu, selain anak laki-lakiku ini. Terimalah dia, dan dia akan berkhidmah kepadamu sesuai dengan apa yang engkau inginkan.”
Sejak saat itu, Anas kecil senantiasa berada di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selalu mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nama lengkap Anas adalah Anas bin Malik bin Nadzar bin Dhamdham bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin Adi bin An Najjar Al Anshari Al Khazraji. Oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau sering dipanggil dengan sebutan Unais (Anas kecil). Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberi kuniah Abu Hamzah kepadanya.
Selama lebih kurang 10 tahun lamanya, Anas kecil menimba ilmu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anas kecil pun begitu terkesan terhadap pergaulan beliau dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Suatu ketika, Anas bercerita,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Paling lapang dadanya dan paling besar kasih sayangnya. Suatu hari, beliau mengutusku untuk suatu keperluan. Aku berangkat, tetapi aku menuju anak-anak yang sedang bermain di pasar, bukan melaksanakan tugas beliau. Aku ingin bermain bersama mereka. Aku pun tidak menunaikan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beberapa saat setelah berada di tengah-tengah anak-anak itu, aku merasa seseorang berdiri di belakangku dan memegang bajuku. Aku menoleh, ternyata orang itu adalah Rasulullah. Dengan tersenyum, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Wahai Unais, apakah kamu telah pergi seperti yang aku perintahkan?’ Maka aku pun salah tingkah. Aku menjawab, ‘Ya, sekarang aku berangkat wahai Rasulullah.’
Demi Allah, aku telah berkhidmah kepada beliau selama sepuluh tahun. Beliau tidak pernah berkata untuk sesuatu yang aku lakukan, ‘Mengapa kamu melakukan ini?’ Beliau tidak pula pernah berkata untuk sesuatu yang aku tinggalkan, ‘Mengapa kamu tinggalkan ini?’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bercanda memanggil Anas dengan, “Wahai yang memiliki dua telinga.”
KEUTAMAAN ANAS BIN MALIK
Keutamaan Anas sangat banyak. Anas bin Malik banyak mengikuti peperangan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anas adalah anak kecil yang membantu Nabi tatkala pecah perang Badar Kubra. Sebagian ulama tidak memasukkan beliau ke dalam barisan Ahli Badar, sebab beliau ketika itu belum cukup umur untuk dikatakan sebagai prajurit. Selain perang Badar, beliau juga mengikuti Baiat Ridwan, saat-saat kejadian Hudaibiyyah.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu masuk urutan ketiga dari shahabat yang banyak meriwayatkan hadits. Beliau radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan sebanyak 2.286 hadits. Beliau mengatakan, “Ambillah (Al Qur`an dan As Sunnah) dariku. Karena aku mengambilnya langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah subhanahu wa ta’ala. Kamu tidak akan mendapatkan kabar yang lebih kuat, kecuali dariku.”
Beliau adalah seorang yang sangat teguh dalam melaksanakan sunnah. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Saya tidak pernah melihat seorang shahabat pun yang mirip dengan shalatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selain daripada Ibnu Ummu Sulaim (Anas bin Malik).”
Selain menimba ilmu secara langsung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau juga mendapatkan banyak ilmu dari Abu Bakar, Umar, Utsman, Mu’adz, Usaid Al Hudair, Abi Thalhah (ayah tiri beliau), Ibunya sendiri Ummu Sulaim binti Milhan, Ubadah bin Shamit, Abu Dzar, Abu Hurairah, Fathimah, dan masih banyak lainnya. Beliau juga banyak mencetak para ulama setelahnya. Di antaranya adalah Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin, Asy Sya’bi, Abu Kilabah, Makhul, Umar bin Abdul Aziz, Tsabit Al Bunani, Bakar bin Abdillah Al Muzani, Az Zuhri, Qatadah, dan masih banyak pemuka Tabiin lainnya.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu adalah shahabat yang paling akhir meninggal dunia. Beliau hidup setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dari 82 tahun. Beliau juga seorang shahabat yang dikaruniai kekayaan. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah, hartaku sangat melimpah. Sampai kurma dan anggurku berbuah dua kali dalam setahun. Jumlah anak dan cucuku mencapai seratus orang.” Dalam riwayat lain seratus enam. Hal ini sebagaimana doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya, “Ya Allah, perbanyaklah anak dan hartanya. Serta masukkanlah dia ke dalam surga.” Dalam riwayat lain, “Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya, panjangkanlah umurnya, dan ampunilah dosanya.”
WAFAT BELIAU
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Kaum Arab masih tersisa. Adapun dari shahabat beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), maka saya adalah orang terakhir yang masih hidup.” Demikian ungkapan dari Anas bin Malik. Namun, sebagian ulama, semisal Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan bahwa generasi yang pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan paling akhir meninggal adalah Abu Ath Thufail ‘Amir bin Waailah.
Ketika Anas wafat, beliau berumur 103 tahun, atau 107, atau dalam riwayat lain 110 tahun. Ulama menyebutkan bahwa beliau adalah shahabat di Bashrah yang terakhir meninggal. Para ahli sejarah berselisih dalam menentukan kapan wafat. Ada yang mengatakan pada tahun 90, 91, 92, ada pula yang mengatakan tahun 93. Dan inilah yang masyhur menurut jumhur.
Di sisi para tabiin, beliau adalah sumber ilmu dari kalangan shahabat yang begitu agung. Sehingga, ketika meninggalnya, Muariq Al ‘Ijli berkata, “Hari ini telah pergi setengah ilmu.” Dia ditanya, “Kenapa bisa demikian wahai Abu Mu’tamir?” Ia menjawab, “Karena, jika ada orang-orang pengikut hawa nafsu menyelisihi hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita katakan pada mereka, ‘Mari kita kembalikan pada orang yang mendengar (Anas) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Referensi:
Al Isti’ab fi Ma’rifatil Ashhab karya Ibnu Abdil Barr rahimahullah.
Al Ishabah fi Tamyizi Ash Shahabah karya Ibnu Hajar rahimahullah.
Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 26 volume 3 1434 H - 2013 M