Cari Blog Ini

As-Sunnah Al-Marwazi hadis nomor 60

[٦٠] حَدَّثَنَا إِسۡحَاقُ (انبا) عَبۡدُ الرَّحۡمَٰنُ بۡنُ مُحَمَّدٍ الۡمُحَارِبِيُّ عَنۡ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ بۡنِ زِيَادِ بۡنِ أَنۡعَمَ الۡإِفۡرِيقِيِّ عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ يَزِيدَ عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ عَمۡرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (سَيَأۡتِي عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسۡرَائِيلَ، مِثۡلًا بِمِثۡلٍ، حَذۡوَ النَّعۡلِ بِالنَّعۡلِ، وَإِنَّهُمۡ تَفَرَّقُوا عَلَى ثِنۡتَيۡنِ وَسَبۡعِينَ مِلَّةً، وَسَتَفۡتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبۡعِينَ مِلَّةً، كُلُّهُمۡ فِي النَّارِ غَيۡرُ وَاحِدَةٍ)، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَا تِلۡكَ الۡوَاحِدَةُ؟ قَالَ: (هُوَ مَا أَنَا عَلَيۡهِ الۡيَوۡمَ وَأَصۡحَابِي). 

60. Ishaq telah menceritakan kepada kami: ‘Abdurrahman bin Muhammad Al-Muharibi memberitakan kepada kami dari ‘Abdurrahman bin Ziyad bin An’am Al-Ifriqi, dari ‘Abdullah bin Yazid, dari ‘Abdullah bin ‘Amr. Beliau mengatakan: 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan datang pada umatku apa yang telah datang kepada bani Israil. Sama persis. Tidak berbeda. Sesungguhnya mereka telah terpecah menjadi tujuh puluh dua sekte dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga sekte. Mereka semua di dalam neraka kecuali satu.” 

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kelompok apa yang satu itu?” 

Beliau menjawab, “Kelompok yang mengikuti jalan hidup yang ditempuh olehku dan para sahabatku pada hari ini.”

As-Sunnah Al-Marwazi hadis nomor 71

[٧١] حَدَّثَنَا عِيسَىٰ بۡنُ مُسَاوِرٍ (انبا) الۡوَلِيدُ بۡنُ مُسۡلِمٍ عَنۡ ثَوۡرِ بۡنِ يَزِيدَ عَنۡ خَالِدِ بۡنِ مَعۡدَانَ عَنۡ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ بۡنِ عَمۡرٍو السُّلَمِيِّ وَحُجۡرِ بۡنِ حُجۡرِ الۡكَلَاعِيِّ، قَالَا: دَخَلَنَا عَلَى عِرۡبَاضِ بۡنِ سَارِيَةَ – وَهُوَ الَّذِي نَزَلَ فِيهِ -: ﴿ٱلَّذِينَ إِذَا مَآ أَتَوۡكَ لِتَحۡمِلَهُمۡ قُلۡتَ لَآ أَجِدُ مَآ أَحۡمِلُكُمۡ عَلَيۡهِ﴾ - وَهُوَ مَرِيضٌ، فَقُلۡنَا لَهُ: إِنَّا جِئۡنَاكَ زَائِرِينَ وَعَائِدِينَ وَمُقۡتَبِسِينَ، فَقَالَ عِرۡبَاضٌ: إِنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ صَلَّىٰ لَنَا صَلَاةَ الۡغَدَاةِ، ثُمَّ أَقۡبَلَ عَلَيۡنَا فَوَعَظَنَا مَوۡعِظَةً بَلِيغَةً، ذَرَفَتۡ مِنۡهَا الۡعُيُونُ، وَوَجِلَتۡ مِنۡهَا الۡقُلُوبُ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ هَٰذِهِ لَمَوۡعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعۡهَدُ إِلَيۡنَا؟ قَالَ: (أُوصِيكُمۡ بِتَقۡوَىٰ اللهِ، وَالسَّمۡعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنۡ عَبۡدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنۡ يَعِشۡ مِنۡكُمۡ [بَعۡدِي] فَسَيَرَى اخۡتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيۡكُمۡ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الۡخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الۡمَهۡدِيِّينَ، عَضُّوا عَلَيۡهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمۡ وَمُحۡدَثَاتِ الۡأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدۡعَةٍ ضَلَالَةٌ). 

71. ‘Isa bin Musawir telah menceritakan kepada kami: Al-Walid bin Muslim memberitakan kepada kami dari Tsaur bin Yazid, dari Khalid bin Ma’dan, dari ‘Abdurrahman bin ‘Amr As-Sulami dan Hujr bin Hujr Al-Kala’i. Keduanya berkata: Kami masuk menemui Al-‘Irbadh bin Sariyah. Pada beliau turun ayat yang artinya, “Orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawa kalian.” (QS. At-Taubah: 92). Ketika itu beliau sedang sakit. 

Kami berkata kepada beliau: Sesungguhnya kami datang kepadamu dalam rangka mengunjungi, menjenguk, dan mengambil ilmu. 

‘Irbadh mengatakan: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam salat Subuh mengimami kami kemudian beliau menghadap kepada kami dan memberi nasihat yang sangat mengena sehingga air mata berlinang dan hati-hati bergetar karenanya. 

Seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini adalah nasihat orang yang akan berpisah, lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” 

Rasulullah bersabda, “Aku wasiatkan kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar, dan taat walaupun dipimpin oleh budak Abyssinia (Etiopia). Karena siapa saja di antara kalian yang masih hidup sepeninggalku, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, kalian wajib mengikuti sunahku dan sunah para khalifah yang rasyid dan diberi petunjuk. Gigitlah sunah itu dengan gigi-gigi geraham dan waspadalah kalian dari perkara yang diada-adakan. Karena setiap bidah adalah kesesatan.”

Tidak Mengafirkan Seorang Muslim dengan sebab Kemaksiatan

٢٤ – وَلَا نَجۡزِمُ لِأَحَدٍ مِنۡ أَهۡلِ الۡقِبۡلَةِ بِجَنَّةٍ وَلَا نَارٍ إِلَّا مَنۡ جَزَمَ لَهُ الرَّسُولُ ﷺ، لَكِنَّا نَرۡجُو لِلۡمُحۡسِنِ وَنَخَافُ عَلَى الۡمُسِيءِ.
24. Kami tidak memastikan seorang pun dari kaum muslimin dengan janah atau neraka kecuali orang yang telah dipastikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi kami mengharapkan (janah) bagi orang yang berbuat baik dan mengkhawatirkan orang yang berbuat buruk.[1]
وَلَا نُكَفِّرُ أَحَدًا مِنۡ أَهۡلِ الۡقِبۡلَةِ بِذَنۡبٍ، وَلَا نُخۡرِجُهُ عَنِ الۡإِسۡلَامِ بِعَمَلٍ.
Kami tidak mengafirkan seorang pun dari kaum muslimin dengan sebab suatu dosa (selain kufur akbar) dan tidak mengeluarkannya dari agama Islam dengan sebab suatu perbuatan (dosa selain kufur akbar).[2]
وَنَرَى الۡحَجَّ وَالۡجِهَادَ مَاضِيَانِ مَعَ كُلِّ إِمَامٍ، بَرًّا كَانَ أَوۡ فَاجِرًا، وَصَلَاةَ الۡجُمُعَةِ خَلۡفَهُمۡ جَائِزَةٌ. 
Kami berpendapat bahwa haji dan jihad terus berlangsung bersama seluruh pemimpin, baik pemimpin itu baik maupun jahat. Kami juga berpendapat bahwa salat Jumat di belakang mereka adalah sah. 
قَالَ أَنَسٌ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (ثَلَاثٌ مِنۡ أَصۡلِ الۡإِيمَانِ: الۡكَفُّ عَمَّنۡ قَالَ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ، وَلَا نُكَفِّرُهُ بِذَنۡبٍ وَلَا نُخۡرِجُهُ مِنَ الۡإِسۡلَامِ بِعَمَلٍ. وَالۡجِهَادُ مَاضٍ مُنۡذُ بَعَثَنِيَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ حَتَّى يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِي الدَّجَّالَ لَا يُبۡطِلُهُ جَوۡرُ جَائِرٍ، وَلَا عَدۡلُ عَادِلٍ، وَالۡإِيمَانُ بِالۡأَقۡدَارِ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ. 
Anas mengatakan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiga hal termasuk pokok keimanan: (1) menahan diri dari orang yang telah mengucapkan ‘tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah’, kami tidak mengafirkannya dengan sebab suatu dosa (selain kufur akbar), dan kami tidak mengeluarkannya dari agama Islam dengan sebab suatu perbuatan (dosa selain kufur akbar); (2) jihad (bersama pemimpin kaum muslimin) terus berlangsung sejak Allah azza wajalla mengutusku hingga akhir umatku memerangi Dajjal. Jihad ini tidak gugur karena kejahatan atau keadilan pemimpin; (3) iman kepada takdir.” (HR. Abu Dawud nomor 2532). 




[1] الۡمُعَيَّنُونَ مِنۡ أَهۡلِ النَّارِ فِي الۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ: 

Orang-orang yang telah ditentukan termasuk penduduk neraka di dalam Alquran dan sunah: 

مِنَ الۡمُعَيَّنُونَ بِالۡقُرۡآنِ: أَبُو لَهَبٍ عَبۡدُ الۡعُزَّى بۡنُ عَبۡدِ الۡمُطَّلِبِ عَمُّ النَّبِيِّ ﷺ، وَامۡرَأَتُهُ أُمُّ جَمِيلٍ أَرۡوَى بِنۡتُ حَرۡبِ بۡنِ أُمَيَّةَ أُخۡتُ أَبِي سُفۡيَانَ لِقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿تَبَّتۡ يَدَآ أَبِى لَهَبٍ وَتَبَّ﴾ [المسد: ١] إِلَى آخِرِ السُّورَةِ. 

Di antara orang-orang yang telah ditentukan (termasuk penduduk neraka) di dalam Alquran adalah Abu Lahab ‘Abdul ‘Uzza bin ‘Abdul Muththalib—paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan istrinya, yaitu Ummu Jamil Arwa binti Harb bin Umayyah saudara perempuan Abu Sufyan. Ini berdasarkan firman Allah taala yang artinya, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.” (QS. Al-Masad: 1). Sampai akhir surah. 

وَمِنَ الۡمُعَيَّنُونَ بِالسُّنَّةِ: أَبُو طَالِبٍ عَبۡدُ مَنَافِ بۡنُ عَبۡدِ الۡمُطَّلِبِ لِقَوۡلِ النَّبِيِّ ﷺ: (أَهۡوَنُ أَهۡلِ النَّارِ عَذَابًا أَبُو طَالِبٍ وَهُوَ مُنۡتَعِلُ نَعۡلَيۡنِ يَغۡلِي مِنۡهُمَا دِمَاغُهُ) رَوَاهُ الۡبُخَارِيُّ. 

Di antara orang-orang yang telah ditentukan (termasuk penduduk neraka) di dalam sunah adalah Abu Thalib ‘Abdu Manaf bin ‘Abdul Muththalib, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Penduduk neraka yang azabnya paling ringan adalah Abu Thalib. Dia memakai sepasang sandal yang menyebabkan otaknya mendidih.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim nomor 212). 

وَمِنۡهُمۡ: عَمۡرُو بۡنُ عَامِرِ بۡنِ لُحَيٍّ الۡخُزَاعِيُّ قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (رَأَيۡتُهُ يَجُرُّ أَمۡعَاءَهُ فِي النَّارِ). رَوَاهُ الۡبُخَارِيُّ وَغَيۡرُهُ. 

Di antara mereka adalah ‘Amr bin ‘Amir bin Luhai Al-Khuza’i. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku melihatnya menyeret ususnya di dalam neraka.” (HR. Al-Bukhari nomor 3522 dan Muslim nomor 2856). 


[2] تَكۡفِيرُ أَهۡلِ الۡقِبۡلَةِ بِالۡمَعَاصِي: 

Mengafirkan ahli kiblat dengan sebab kemaksiatan: 

أَهۡلُ الۡقِبۡلَةِ: هُمُ الۡمُسۡلِمُونَ الۡمُصَلُّونَ إِلَيۡهَا لَا يَكۡفُرُونَ بِفِعۡلِ الۡكَبَائِرِ، وَلَا يَخۡرُجُونَ مِنَ الۡإِسۡلَامِ بِذٰلِكَ، وَلَا يَخۡلُدُونَ فِي النَّارِ: 

لِقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱقۡتَتَلُوا۟ فَأَصۡلِحُوا۟ بَيۡنَهُمَا﴾ [الحجرات: ٩] إِلَى قَوۡلِهِ: ﴿إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٌ فَأَصۡلِحُوا۟ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡ﴾ [الحجرات: ١٠] فَأَثۡبَتَ الۡأُخُوَّةَ الۡإِيمَانِيَّةَ مَعَ الۡقِتَالِ وَهُوَ مِنَ الۡكَبَائِرِ، وَلَوۡ كَانَ كُفۡرًا لَانۡتَفَتِ الۡأُخُوَّةُ الۡإِيمَانِيَّةُ. 

وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ يَقُولُ اللهُ تَعَالَى: (مَنۡ كَانَ فِي قَلۡبِهِ مِثۡقَالُ حَبَّةٍ مِنۡ خَرۡدَلٍ مِنَ إِيمَانٍ فَأَخۡرِجُوهُ – يَعۡنِي: مِنَ النَّارِ –) مُتَّفَقٌّ عَلَيۡهِ. 

Ahli kiblat adalah kaum muslimin, yaitu orang-orang yang salat menghadap kiblat. Mereka tidak kafir dengan sebab melakukan dosa-dosa besar (di bawah kesyirikan), tidak keluar dari Islam dengan sebab itu, dan mereka tidak kekal di dalam neraka. Berdasarkan firman Allah taala yang artinya, “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kalian damaikan antara keduanya,” (QS. Al-Hujurat: 9) sampai firman-Nya yang artinya, “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudara kalian itu.” (QS. Al-Hujurat: 10). Allah menetapkan adanya ukhuwah atas dasar keimanan walaupun mereka berperang, padahal perang sesama mukmin termasuk dosa besar. Apabila perbuatan itu adalah kekufuran niscaya tidak ada ukhuwah atas dasar keimanan ini. 

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah taala berfirman, “Siapa saja yang di dalam hatinya ada keimanan seberat biji sawi, maka keluarkanlah dia.” Yakni dari neraka. (HR. Al-Bukhari nomor 22 dan Muslim nomor 184). 

وَخَالَفَ فِي هَٰذَا طَائِفَتَانِ: 

الۡأُولَى: الۡخَوَارِجُ: 

قَالُوا: فَاعِلُ الۡكَبِيرَةِ كَافِرٌ خَالِدٌ فِي النَّارِ. 

الثَّانِيَةُ: الۡمُعۡتَزِلَةُ: 

قَالُوا: فَاعِلُ الۡكَبِيرَةِ خَارِجٌ عَنِ الۡإِيمَانِ لَيۡسَ بِمُؤۡمِنٍ وَلَا كَافِرٍ، فِي مَنۡزِلَةٍ بَيۡنَ مَنۡزِلَتَيۡنِ، وَهُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ. 

Ada dua kelompok yang menyelisihi prinsip ini: 
  1. Khawarij. Mereka berpendapat bahwa pelaku dosa besar adalah kafir dan kekal di dalam neraka. 
  2. Mu’tazilah. Mereka berpendapat bahwa pelaku dosa besar keluar dari keimanan, bukan seorang mukmin, bukan pula kafir. Dia berada di salah satu manzilah dari dua manzilah dan dia kekal di dalam neraka. 

وَنَرُدُّ عَلَى الطَّائِفَتَيۡنِ بِمَا يَأۡتِي: 

١ – مُخَالِفَتُهُمۡ لِنُصُوصِ الۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ. 

٢ – مُخَالِفَتُهُمۡ لِإِجۡمَاعِ السَّلَفِ. 

Kita bantah dua kelompok ini dengan alasan berikut:
  1. Penyelisihan mereka terhadap nas-nas Alquran dan sunah. 
  2. Penyelisihan mereka terhadap ijmak ulama salaf.

Shahih Muslim hadits nomor 2541

٢٢٢ – (٢٥٤١) - حَدَّثَنَا عُثۡمَانُ بۡنُ أَبِي شَيۡبَةَ: حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنِ الۡأَعۡمَشِ، عَنۡ أَبِي صَالِحٍ، عَنۡ أَبِي سَعِيدٍ. قَالَ: كَانَ بَيۡنَ خَالِدِ بۡنِ الۡوَلِيدِ وَبَيۡنَ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ بۡنِ عَوۡفٍ شَىۡءٌ، فَسَبَّهُ خَالِدٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (لَا تَسُبُّوا أَحَدًا مِنۡ أَصۡحَابِي، فَإِنَّ أَحَدَكُمۡ لَوۡ أَنۡفَقَ مِثۡلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، مَا أَدۡرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمۡ، وَلَا نَصِيفَهُ).


222. (2541). ‘Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami: Jarir menceritakan kepada kami dari Al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Sa’id. Beliau mengatakan: Dahulu, antara Khalid bin Al-Walid dengan ‘Abdurrahman bin ‘Auf ada suatu permasalahan, sehingga Khalid mencelanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencela seorang pun dari sahabat-sahabatku. Karena andai salah seorang kalian menginfakkan emas semisal gunung Uhud, niscaya tidak akan mencapai (infak) satu mud (satu cakupan kedua telapak tangan) salah seorang mereka (berupa bahan makanan). Separuhnya pun tidak.”

(...) - حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الۡأَشَجُّ وَأَبُو كُرَيۡبٍ. قَالَا: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنِ الۡأَعۡمَشِ. (ح) وَحَدَّثَنَا عُبَيۡدُ اللهِ بۡنُ مُعَاذٍ: حَدَّثَنَا أَبِي. (ح) وَحَدَّثَنَا ابۡنُ الۡمُثَنَّىٰ وَابۡنُ بَشَّارٍ. قَالَا: حَدَّثَنَا ابۡنُ أَبِي عَدِيٍّ. جَمِيعًا عَنۡ شُعۡبَةَ، عَنِ الۡأَعۡمَشِ، بِإِسۡنَادِ جَرِيرٍ وَأَبِي مُعَاوِيَةَ.... بِمِثۡلِ حَدِيثِهِمَا. 

وَلَيۡسَ فِي حَدِيثِ شُعۡبَةَ وَوَكِيعٍ ذِكۡرُ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ بۡنِ عَوۡفٍ وَخَالِدِ بۡنِ الۡوَلِيدِ. 

Abu Sa’id Al-Asyajj dan Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami. Keduanya berkata: Waki’ menceritakan kepada kami dari Al-A’masy. (Dalam riwayat lain) ‘Ubaidullah bin Mu’adz telah menceritakan kepada kami: Ayahku menceritakan kepada kami. (Dalam riwayat lain) Ibnu Al-Mutsanna dan Ibnu Basysyar telah menceritakan kepada kami. Keduanya berkata: Ibnu Abu ‘Adi menceritakan kepada kami. Semuanya dari Syu’bah, dari Al-A’masy, melalui sanad Jarir dan Abu Mu’awiyah… semisal hadis keduanya. 

Dalam hadis Syu’bah dan Waki’ tidak disebutkan ‘Abdurrahman bin ‘Auf dan Khalid bin Al-Walid.

Pemilik Karamah

Menurut pendapat yang sahih beliau bernama Abdullah bin Tsuwab. Di masa kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau telah memeluk Islam. Beliau berangkat dari negeri Yaman menuju Madinah untuk berjumpa dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliaulah yang lebih terkenal dengan kunyah Abu Muslim Al Khaulani. 

Sesampainya beliau di Madinah ternyata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. Dan shahabat Abu Bakar Ash Shiddiq telah dibai’at menjadi khalifah. Keberadaan para shahabat tidak beliau sia-siakan. Beliau bersemangat untuk belajar dan menggali ilmu dari mereka. Beberapa senior shahabat masuk dalam daftar guru-guru beliau, seperti ‘Umar bin Al Khatthab, Mu’adz bin Jabal, Abu ‘Ubaidah, Abu Dzar Al Ghifary, dan ‘Ubadah bin Shamit

Beliau juga dikenal sebagai orang yang bijaksana. Beliau juga memiliki semangat untuk mengingkari kemungkaran. Disebutkan oleh Imam Ma’mar dari Imam Az Zuhri beliau berkata, “Aku pernah berada di sisi Al Walid bin ‘Abdil Malik. Dia mencela ‘Aisyah Ummul Mukminin. Akupun berkata, ‘Wahai Amiirul mukminin, maukah aku ceritakan seorang dari Negeri Syam yang telah mendapatkan hikmah?’ Dia berkata, ‘Siapa dia?’ Aku menjawab, ‘Dia adalah Abu Muslim Al Khaulani.’ Beliau pernah mendengar penduduk Syam mencela Aisyah Ummul Mukminin. Maka Abu Muslim berkata kepada mereka, ‘Maukah aku beritakan kepada kalian, permisalan antara aku dengan ibu kalian ini? Bagaikan dua mata pada kepala seseorang. Kedua mata ini mengganggu pemiliknya. Dan pemiliknya tidak bisa menghukum keduanya kecuali dengan hal baik untuk keduanya. Maka sang khalifah pun terdiam.” 

Beliau juga dikenal sangat giat dalam beribadah. Berkata ‘Utsman bin Abil ‘Atikah, “Abu Muslim menggantungkan cambuk di masjid. Beliau berkata, “Aku lebih layak dicambuk daripada hewan ternak. Bila beliau merasa malas dalam ibadah beliau mencambuk betisnya sekali atau dua kali.” Kesalehan beliau membuat beliau dianugerahi karamah oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam banyak kesempatan. 

Namun di antaranya ada yang diriwayatkan dari jalur yang lemah dan ada pula yang sahih. Di antara karamah beliau yang sahih, disebutkan oleh Imam Ibnu Abi Dunya dari Abdul Malik bin ‘Umar, dia berkata, “Abu Muslim Al Khaulaany bila beliau berdoa minta hujan, Allah langsung menurunkan hujan.” 

Disebutkan pula oleh Imam Ibnu Abi Dunya dari Sulaiman bin Mughirah, beliau berkata menjelaskan serangan kaum muslimin kala itu untuk menaklukkan Romawi. Abu Muslim sampai di tepi sungai Daljah bersama pasukan. Jembatan kayu rusak karena besarnya sungai tersebut. Abu Muslim pun berjalan di atas air diikuti oleh pasukannya. Kemudian beliau menoleh ke arah mereka sambil bertanya, “Apakah kalian merasa kehilangan sesuatu? Kita akan berdoa kepada Allah untuk mengembalikannya.” 

Disebutkan pula oleh Al Imam Al Laalikai dari Sulaiman, beliau berkata, “Abu Muslim memiliki seorang budak perempuan. Suatu hari budak perempuan ini berkata kepada Abu Muslim, “Wahai Abu Muslim, sungguh aku sudah menaburkan racun ke dalam makananmu berkali-kali. Tapi aku melihat dirimu baik-baik saja?!” Abu Muslim kaget dan bertanya, “Mengapa kau lakukan itu padaku?” Dia menjawab, “Sungguh aku adalah budak perempuan yang masih muda. Aku adalah milikmu. Tapi engkau sama sekali tidak mendekatiku dan engkau juga enggan untuk menjualku.” 

Maka Abu Muslim berkata, “Sungguh kebiasaanku bila hendak makan aku baca doa: 
بِسۡمِ اللهِ خَيۡرِ الۡأَسۡمَاءِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسۡمِهِ دَاءٌ رَبِّ الۡأَرۡضِ وَرَبِّ السَّمَاءِ 
Dengan menyebut nama Allah, sebaik-baik nama yang tidak akan membahayakan diriku penyakit apapun bila menyebut nama-Nya, Rabb bumi dan langit.

Subhaanallah, sungguh besar kekuasaan Allah. Allah menampakkan kepada hamba-hamba-Nya betapa besar keagungan dan kekuasaan-Nya. Seorang manusia biasa bukan Nabi dan bukan Rasul. Dengan kesalehannya Allah menampakkan kepadanya dan kepada seluruh hamba sesuatu yang sangat menakjubkan. 

Beliau memang dikenal sebagai orang yang mustajab doanya. Hal itu ditunjukkan oleh kejadian luar biasa berikut ini. Bilal bin Ka’b berkata, “Ada beberapa anak kecil datang kepada Abu Muslim dan berkata, “Wahai Aba Muslim! Berdoalah kepada Allah agar menahan rusa itu supaya kami bisa menangkapnya.” Beliau pun berdoa kepada Allah. Rusa itu pun tertahan dan mereka pun menangkapnya dengan mudah. 

Beliau juga dikenal memiliki kedermawanan yang luar biasa. Hal itu dikisahkan oleh ‘Atha’ Al Khurasaany beliau berkata, “Suatu hari istri Abu Muslim berkata kepadanya, “Tepung di rumah habis!” Beliau bertanya, “Apakah engkau memiliki uang?” “Ya, ada satu dirham. Aku dapatkan setelah menjual kain.” Jawab istrinya. “Serahkan kepadaku dan tolong ambilkan kantong untuk belanja.” Pinta Abu Muslim. Beliau pun membawa uang tadi dan menenteng kantong masuk ke dalam pasar. Tiba-tiba ada seorang yang meminta-minta kepada beliau dan terus merengek memohon belas kasih dari beliau. 

Beliau tidak tega dan akhirnya diberikanlah uang satu dirham itu kepada pengemis tadi. Beliau pun mengisi kantong yang dibawanya dengan pasir. Beliau pulang dengan penuh kekhawatiran. Takut bila istrinya marah karena tidak membawa apa-apa. Sambil membawa kantong berisi pasir beliau bergegas pulang. Sesampainya di rumah beliau membuka kantong itu, ternyata isinya berubah menjadi tepung yang sangat putih. Istri beliau pun mengambil tepung itu dan membuat adonan roti darinya. 

Ketika malam tiba sang istri menyuguhkan roti yang tadi ia buat untuk suaminya. Ketika melihat roti Abu Muslim bertanya kepada istrinya, “Dari mana roti ini?” Istrinya menjawab, “Dari tepung yang engkau bawa tadi.” Beliau memakannya sambil menangis. 

Subhanallah kedermawanan yang sangat menakjubkan. Dalam kondisi yang amat susah beliau masih bersemangat untuk bersedekah. Dan Allah membalas kebaikan beliau dan menggantikannya dengan yang lebih baik. 

Beliau juga dikenal pemberani dan sangat perhatian dengan para penguasa. Bila beliau melihat ada hal yang perlu diluruskan beliau segera menemui penguasa tersebut dan menasehatinya dengan bijak dan penuh hikmah. 

Disebutkan beliau pernah mendatangi Mu’awiyah bin Yazid. Beliau berkata kepadanya memberi nasehat, “Janganlah engkau memihak dengan kabilah manapun. Hal itu membuat engkau jauh dari keadilan.” Disebutkan oleh para ulama ahli sejarah beliau meninggal di bumi Romawi. Semoga Allah membalas segala kebaikan dan perjuangan beliau dengan pahala yang melimpah. 


Disadur dari kitab Siyar A’laamun Nubala’ dan yang lain. 

Sumber: Majalah Qudwah edisi 72 vol.07 1441 H rubrik Ulama. Pemateri: Al Ustadz Abu Amr As Sidawiy.

Shahih Muslim hadits nomor 2540

٥٤ - بَابُ تَحۡرِيمِ سَبِّ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمۡ
54. Bab pengharaman mencela sahabat radhiyallahu ‘anhum


٢٢١ – (٢٥٤٠) - حَدَّثَنَا يَحۡيَىٰ بۡنُ يَحۡيَىٰ التَّمِيمِيُّ وَأَبُو بَكۡرِ بۡنُ أَبِي شَيۡبَةَ وَمُحَمَّدُ بۡنُ الۡعَلَاءِ. قَالَ يَحۡيَىٰ: أَخۡبَرَنَا. وَقَالَ الۡآخَرَانِ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الۡأَعۡمَشِ، عَنۡ أَبِي صَالِحٍ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ. قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (لَا تَسُبُّوا أَصۡحَابِي، لَا تَسُبُّوا أَصۡحَابِي. فَوَالَّذِي نَفۡسِي بِيَدِهِ، لَوۡ أَنَّ أَحَدَكُمۡ أَنۡفَقَ مِثۡلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، مَا أَدۡرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمۡ، وَلَا نَصِيفَهُ).

221. (2540). Yahya bin Yahya At-Tamimi, Abu Bakr bin Abu Syaibah, dan Muhammad bin Al-‘Ala` telah menceritakan kepada kami. Yahya berkata: Telah mengabarkan kepada kami. Dua rawi lainnya berkata: Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami dari Al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah. Beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencela para sahabatku! Janganlah kalian mencela para sahabatku! Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, andai saja salah seorang kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan mencapai (infak) salah seorang mereka (berupa bahan makanan) sebanyak satu mud (satu cakupan kedua telapak tangan). Separuhnya pun tidak.”

‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu

Nama kuniyah beliau adalah Abu Najiih. Beliau berasal dari Bani Sulaim. Beliau adalah satu dari tujuh orang Bani Sulaim yang berbaiat kepada Nabi. Syuraih bin Ubaid berkata; Kami datang kepada Nabi, tujuh orang dari Bani Sulaim. Yang tertua di antara kami adalah Irbadh bin Sariyah, lalu kami pun membaiat Nabi. 

Sebenarnya Bani Sulaim terhitung memiliki kekerabatan sebagai paman-paman Nabi dari jalur ibu. Bani Sulaim sendiri adalah kelompok besar yang lahir darinya berbagai kabilah besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda; 
أَنَا ابۡنُ الۡعَوَاتِكِ مِنۡ سُلَيۡمٍ 
Aku adalah putra dari awatik yang berasal dari Sulaim.

Awatik, bentuk jamak dari nama Atikah. Maksud beliau adalah tiga wanita utama Quraisy. Mereka adalah Atikah bintu Hilal, yang dinikahi oleh pemimpin Quraisy saat itu yaitu Qusay bin Kilab, sehingga melahirkan Abdu Manaf, kakek dari dua Qabilah (Bani Umayyah dan Bani Hasyim). Abdu Manaf lalu menikahi Atikah bintu Murrah (anak perempuan dari bibi dari jalur ibu). Maka lahir darinya Hasyim bin Abdi Manaf (kakek dari ahli bait Bani Hasyim). Adapun Atikah yang ketiga bernama Atikah bintu Al ‘Aqwash. Ia adalah anak perempuan dari saudara laki-laki Atikah yang kedua sekaligus cucu wanita dari saudara laki-laki Atikah yang pertama. Ia dinikahi oleh Abdu Manaf bin Zahrah, anak saudara laki-laki dari Qusay bin Kilab. Lahir darinya Wahab bin Abdi Manaf, ayah dari Aminah, ibu Rasulullah. Oleh karenanya, Bani Sulaim memiliki kedekatan nasab dengan Nabi.

Irbadh bin Sariyah meriwayatkan beberapa hadis dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terhitung sebanyak 31 hadis beliau riwayatkan dari Nabi. Beliau adalah shahabat yang hadisnya tidak disebutkan dalam kitab shahihain (shahih Al Bukhari dan Muslim). Adapun murid-murid beliau yang meriwayatkan hadis dari beliau di antaranya; Abdurrahman bin Amr As Sulami, Abu Salamah Abdurrahman bin Maisarah Al Hadrami, Abu Rahm Ahzaab bin Usaid As Simaai, Habiib bin Ubaid, Abdullah bin Abi Bilaal, Suwaid bin Jabalah, Abdul A’la bin Hilal, Jubair bin Nufair, Khalid bin Ma’dan, Ubadah bin Aufa An Namiiri, Hajar bin Hajar, serta yang lainnya. Di antara hadis yang beliau riwayatkan dari nabi adalah hadis yang masyhur bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah salat subuh mengimami kami. (Setelah selesai) beliau menghadap kepada kami dan menasihati kami dengan nasihat yang menyentuh, sehingga menjadikan air mata menetes dan kalbu bergetar. Maka kami mengatakan: ‘Wahai Rasulullah seakan-akan (nasihat) ini adalah nasihat perpisahan, maka berilah kami wasiat’. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Aku wasiatkan kalian untuk bertaqwa kepada Allah, mendengar dan taat (kepada pemimpin) walau dia seorang budak habasyah. Karena siapa saja dari kalian yang hidup setelahku, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, wajib atas kalian (untuk berpegang) dengan sunnahku dan sunnah para Al khulafa’ Ar Rasyidin yang terpetunjuk. Gigitlah sunah tersebut dengan geraham (kalian). Dan berhati-hatilah kalian dari perkara yang baru, karena setiap bidah adalah sesat.” 

Beliau adalah seorang shahabat yang senantiasa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baik dalam keadaan safar ataukah mukim. Oleh karenanya ada banyak hadis yang beliau dapatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara sebab beliau dekat dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah karena beliau pernah menjadi ahlu shuffah. Ya, Irbadh bin Sariyah As Sulami radhiyallahu ‘anhu adalah salah seorang shahabat dari ahli Shuffah. 

SEDIKIT GAMBARAN TENTANG AHLU SHUFFAH 


Shuffah adalah suatu tempat yang terletak di masjid Nabawi bagian belakang sebelah timur laut masjid Nabawi. Tempat tersebut dinaungi dengan pelepah-pelepah kurma. Shuffah sendiri semakna dengan dzillah yang berarti naungan. Nabi mempersiapkan tempat tersebut sebagai tempat singgah setiap orang yang asing (pendatang) yang belum berkeluarga dari kalangan muhajirin. Selain itu, shuffah juga digunakan untuk singgahnya para utusan kabilah. Sehingga yang menempat shuffah terkadang banyak terkadang sedikit. Kebanyakan Ahlu shuffah adalah para dhuafa. Sedikit gambaran tentang kemiskinan yang diderita oleh ahlu shuffah adalah apa yang disebutkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
لَقَدۡ رَأَيۡتُ سَبۡعِينَ مِنۡ أَهۡلِ الصُّفَّةِ مَا مِنۡهُمۡ رَجُلٌ عَلَيۡهِ رِدَاءٌ. إِمَّا إِزَارٌ وَإِمَّا كِسَاءٌ قَدۡ رَبَطُوا فِي أَعۡنَاقِهِمۡ مِنۡهَا مَا يَبۡلُغُ نِصۡفُ السَّاقَيۡنِ، وَمِنۡهَا مَا يَبۡلُغُ الۡكَعۡبَيۡنِ فَيَجۡمَعُهُ بِيَدِهِ كَرَاهِيَةً أَنۡ تُرَى عَوۡرَتُهُ 
“Sungguh aku melihat 70 orang ahli shuffah, tak seorangpun dari mereka yang mengenakan ridaa’ (pakaian atas), kalau bukan memakai izar (pakaian bawah), maka memakai kain yang diikatkan pada leher mereka. Ada yang panjangnya menjulur sampai separuh betis, ada pula yang menjulur sampai ke mata kaki. Mereka pun memegangi ujung-ujungnya dengan tangannya karena khawatir terlihat auratnya.” [Riwayat Al Bukhari]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri sering duduk-duduk bersama mereka. Mengajak mereka makan dan minum apabila beliau memiliki keluasan rezeki. Demikianlah perhatian dan kecintaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap ahlu shuffah. Demikian pula para shahabat, terkadang mereka menjamu dua atau tiga orang dari mereka untuk makan di rumah mereka. Terkadang pula para shahabat mengirim kurma muda yang bagus untuk mereka makan. Ada pula di antara orang-orang munafikin yang melakukan hal yang sama seperti shahabat, namun mereka memberikan kurma yang jelek-jelek kepada mereka. Maka Allah pun turunkan firman-Nya 
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَنفِقُوا۟ مِن طَيِّبَـٰتِ مَا كَسَبۡتُمۡ وَمِمَّآ أَخۡرَجۡنَا لَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا۟ ٱلۡخَبِيثَ مِنۡهُ تُنفِقُونَ وَلَسۡتُم بِـَٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغۡمِضُوا۟ فِيهِ ۚ وَٱعۡلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ 
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya. Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” [Q.S. Al Baqarah: 267

Mayoritas amalan ahlu shuffah adalah belajar Al Quran dan hukum-hukum syariat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di siang hari mereka berupaya mencari penghidupan halal, untuk kemudian kembali ke masjid, hingga Allah bukakan rezeki bagi mereka. 

Bila ada panggilan jihad, mereka bersiap untuk urut serta bagi yang memiliki harta sebagai bekal jihad. Mereka juga sebagai kaum yang banyak menimba ilmu dan pemahaman dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara ahlu shuffah yang terkenal adalah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu

Ahli shuffah sejatinya adalah pembesar-pembesar shahabat dalam sikap wara’. Merekalah orang-orang yang bertawakal kepada Allah, dan senantiasa berkhidmat kepada nabi. Allah memilih mereka seperti apa yang Allah pilihkan untuk Nabi-Nya berupa kehidupan yang miskin, sederhana, dan tunduk dalam peribadahan kepada-Nya. Bersamaan dengan itu, mereka juga hidup tanpa meminta-minta kepada manusia. Mereka rela meninggalkan dunia mereka, berhijrah meninggalkan harta, kedudukan serta negeri mereka, demi meraih apa yang di sisi Allah. Demikianlah keutamaan ahlu shuffah. 

Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu pun adalah bagian dari mereka. Beliau diketahui adalah salah satu shahabat yang banyak menangis. Beliau juga termasuk ahlu shuffah yang turun kepada mereka firman-Nya: 
وَلَا عَلَى ٱلَّذِينَ إِذَا مَآ أَتَوۡكَ لِتَحۡمِلَهُمۡ قُلۡتَ لَآ أَجِدُ مَآ أَحۡمِلُكُمۡ عَلَيۡهِ تَوَلَّوا۟ وَّأَعۡيُنُهُمۡ تَفِيضُ مِنَ ٱلدَّمۡعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا۟ مَا يُنفِقُونَ 
“Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan (untuk berjihad), lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu.” Lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” [Q.S. At Taubah 92

Di antara sikap bijak Irbadh bin Sariyah adalah kejadian berikut ini. Suatu ketika Muawiyyah radhiyallahu ‘anhu memberikan seekor keledai dari hasil ghanimah kepada Miqdad, maka Irbadh pun mengatakan kepada Miqdad, “Tidak ada hakmu mengambilnya, dan tidak ada haknya untuk memberikannya kepadamu, seakan aku melihatmu sedang membawa api.” Maka Miqdad pun akhirnya mengembalikan keledai tersebut. 

Setelah kaum muslimin menaklukkan Syam, negeri bagian kerajaan Romawi, beliau bermukim di Hims, salah satu kota di Negeri Syam. Di sana beliau banyak memberi faedah ilmiyyah kepada kaum muslimin. Beliau meninggal di tahun 75 H di kota Hims. Sebagian ulama menyebutkan bahwa beliau meninggal sebelumnya, yakni pada kejadian Ibnu Zubair. Semoga Allah meridainya. [Ustadz Hammam] 


Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 91 vol.07 1441H/2019M rubrik Figur.

Shahih Muslim hadits nomor 184

٨٢ - بَابُ إِثۡبَاتِ الشَّفَاعَةِ وَإِخۡرَاجِ الۡمُوَحِّدِينَ مِنَ النَّارِ
82. Bab penetapan syafaat dan pengeluaran orang-orang yang bertauhid dari neraka


٣٠٤ – (١٨٤) - وَحَدَّثَنِي هَارُونُ بۡنُ سَعِيدٍ الۡأَيۡلِيُّ: حَدَّثَنَا ابۡنُ وَهۡبٍ؛ قَالَ: أَخۡبَرَنِي مَالِكُ بۡنُ أَنَسٍ، عَنۡ عَمۡرِو بۡنِ يَحۡيَىٰ بۡنِ عُمَارَةَ قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي، عَنۡ أَبِي سَعِيدٍ الۡخُدۡرِيِّ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: (يُدۡخِلُ اللهُ أَهۡلَ الۡجَنَّةِ الۡجَنَّةَ، يُدۡخِلُ مَنۡ يَشَاءُ بِرَحۡمَتِهِ. وَيُدۡخِلُ أَهۡلَ النَّارِ النَّارَ. ثُمَّ يَقُولُ: انۡظُرُوا مَنۡ وَجَدۡتُمۡ فِي قَلۡبِهِ مِثۡقَالَ حَبَّةٍ مِنۡ خَرۡدَلٍ مِنۡ إِيمَانٍ فَأَخۡرِجُوهُ، فَيُخۡرَجُونَ مِنۡهَا حُمَمًا قَدِ امۡتَحَشُوا. فَيُلۡقَوۡنَ فِي نَهۡرِ الۡحَيَاةِ - أَوِ الۡحَيَا - فَيَنۡبُتُونَ فِيهِ كَمَا تَنۡبُتُ الۡحِبَّةُ إِلَىٰ جَانِبِ السَّيۡلِ، أَلَمۡ تَرَوۡهَا كَيۡفَ تَخۡرُجُ صَفۡرَاءَ مُلۡتَوِيَةً). 


304. (184). Harun bin Sa’id Al-Aili telah menceritakan kepadaku: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Malik bin Anas mengabarkan kepadaku dari ‘Amr bin Yahya bin ‘Umarah. Beliau berkata: Ayahku menceritakan kepadaku dari Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah memasukkan penghuni janah ke dalam janah dan memasukkan siapa saja yang Dia inginkan dengan rahmat-Nya. Allah memasukkan penghuni neraka ke dalam neraka. Kemudian Dia berkata: Lihatlah! Siapa saja yang kalian dapati di dalam hatinya ada keimanan seberat biji sawi, maka keluarkan dia. Maka mereka dikeluarkan dari neraka dalam keadaan hangus terbakar. Lalu mereka dicelupkan ke dalam sungai kehidupan atau sungai hujan, lalu mereka tumbuh di dalamnya sebagaimana benih-benih tanaman tumbuh di bantaran sungai. Tidakkah kalian melihatnya bagaimana dia keluar dalam keadaan kuning dan meliuk-liuk?” 

٣٠٥ – (...) - وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكۡرِ بۡنُ أَبِي شَيۡبَةَ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ: حَدَّثَنَا وُهَيۡبٌ. (ح) وَحَدَّثَنَا حَجَّاجُ بۡنُ الشَّاعِرِ: حَدَّثَنَا عَمۡرُو بۡنُ عَوۡنٍ: أَخۡبَرَنَا خَالِدٌ، كِلَاهُمَا عَنۡ عَمۡرِو بۡنِ يَحۡيَىٰ، بِهَٰذَا الۡإِسۡنَادِ. وَقَالَا: فَيُلۡقَوۡنَ فِي نَهۡرٍ يُقَالُ لَهُ: الۡحَيَاةُ. وَلَمۡ يَشُكَّا. 

وَفِي حَدِيثِ خَالِدٍ: كَمَا تَنۡبُتُ الۡغُثَاءَةُ فِي جَانِبِ السَّيۡلِ. 

وَفِي حَدِيثِ وُهَيۡبٍ: كَمَا تَنۡبُتُ الۡحِبَّةُ فِي حَمِئَةٍ أَوۡ: حَمِيلَةِ السَّيۡلِ. 

305. Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami: ‘Affan menceritakan kepada kami: Wuhaib menceritakan kepada kami. (Dalam riwayat lain) Hajjaj bin Asy-Sya’ir telah menceritakan kepada kami: ‘Amr bin ‘Aun menceritakan kepada kami: Khalid mengabarkan kepada kami. Masing-masing keduanya dari ‘Amr bin Yahya melalui sanad ini. Keduanya berkata: Lalu mereka dimasukkan ke dalam suatu sungai yang diberi nama sungai kehidupan. Keduanya tidak ragu. 

Di dalam hadis Khalid: Sebagaimana tumbuhnya (benih tanaman) di lumpur di sisi aliran air. 

Di dalam hadis Wuhaib: Sebagaimana benih tanaman tumbuh di tanah hitam di pinggir sungai atau di lumpur yang terbawa banjir.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 3673

٣٦٧٣ - حَدَّثَنَا آدَمُ بۡنُ أَبِي إِيَاسٍ: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ، عَنِ الۡأَعۡمَشِ قَالَ: سَمِعۡتُ ذَكۡوَانَ يُحَدِّثُ، عَنۡ أَبِي سَعِيدٍ الۡخُدۡرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (لَا تَسُبُّوا أَصۡحَابِي، فَلَوۡ أَنَّ أَحَدَكُمۡ أَنۡفَقَ مِثۡلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمۡ وَلَا نَصِيفَهُ). 

تَابَعَهُ جَرِيرٌ، وَعَبۡدُ اللهِ بۡنُ دَاوُدَ، وَأَبُو مُعَاوِيَةَ، وَمُحَاضِرٌ، عَنِ الۡأَعۡمَشِ. 

3673. Adam bin Abu Iyas telah menceritakan kepada kami: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Al-A’masy. Beliau berkata: Aku mendengar Dzakwan menceritakan dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencela para sahabatku. Andai salah seorang kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak bisa menyamai (infak) salah seorang mereka (berupa bahan makanan) sebanyak satu mud (satu cakupan kedua telapak tangan), tidak pula separuhnya.” 

Jarir, ‘Abdullah bin Dawud, Abu Mu’awiyah, dan Muhadhir mengiringi Syu’bah dari Al-A’masy.

Sunan Abu Dawud hadits nomor 4658

١١ – بَابٌ فِي النَّهۡيِ عَنۡ سَبِّ أَصۡحَابِ رَسُولِ اللهِ ﷺ
11. Bab tentang larangan mencela para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


٤٦٥٨ – (صحيح) حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، نا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الۡأَعۡمَشِ، عَنۡ أَبِي صَالِحٍ، عَنۡ أَبِي سَعِيدٍ [الۡخُدۡرِيِّ] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (لَا تَسُبُّوا أَصۡحَابِي، فَوَالَّذِي نَفۡسِي بِيَدِهِ لَوۡ أَنۡفَقَ أَحَدُكُمۡ مِثۡلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمۡ وَلَا نَصِيفَهُ). [(الصحيحة)(١٧٥٨)]. 

4658. [Sahih] Musaddad telah menceritakan kepada kami: Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami dari Al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Sa’id Al-Khudri. Beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencela para sahabatku. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, andai salah seorang kalian berinfak emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan bisa menyamai (infak) salah seorang mereka (berupa bahan makanan) sebanyak satu mud (satu cakupan kedua telapak tangan). Tidak pula separuhnya.”

Shahih Muslim hadits nomor 219

٣٧٣ – (٢١٩) - حَدَّثَنَا قُتَيۡبَةُ بۡنُ سَعِيدٍ: حَدَّثَنَا عَبۡدُ الۡعَزِيزِ - يَعۡنِي ابۡنَ أَبِي حَازِمٍ -، عَنۡ أَبِي حَازِمٍ، عَنۡ سَهۡلِ بۡنِ سَعۡدٍ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: (لَيَدۡخُلَنَّ الۡجَنَّةَ مِنۡ أُمَّتِي سَبۡعُونَ أَلۡفًا أَوۡ سَبۡعُ مِئَةِ أَلۡفٍ - لَا يَدۡرِي أَبُو حَازِمٍ أَيَّهُمَا قَالَ – مُتَمَاسِكُونَ، آخِذٌ بَعۡضُهُمۡ بَعۡضًا، لَا يَدۡخُلُ أَوَّلُهُمۡ حَتَّى يَدۡخُلَ آخِرُهُمۡ، وُجُوهُهُمۡ عَلَى صُورَةِ الۡقَمَرِ لَيۡلَةَ الۡبَدۡرِ). 

[البخاري: كتاب الرقاق، باب صفة الجنة والنار، رقم: ٦٥٥٤]. 

373. (219). Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami: ‘Abdul ‘Aziz bin Abu Hazim menceritakan kepada kami dari Abu Hazim, dari Sahl bin Sa’d: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tujuh puluh ribu atau tujuh ratus ribu—Abu Hazim tidak tahu mana yang diucapkan dari dua bilangan itu—dari umatku pasti akan masuk janah. Mereka saling berpegangan. Yang paling awal dari mereka tidak masuk hingga yang paling akhir masuk. Wajah-wajah mereka cerah seperti bulan di malam purnama.”

Shahih Muslim hadits nomor 2856

٥٠ – (٢٨٥٦) - حَدَّثَنِي زُهَيۡرُ بۡنُ حَرۡبٍ: حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنۡ سُهَيۡلٍ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ. قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (رَأَيۡتُ عَمۡرَو بۡنَ لُحَىِّ بۡنِ قَمَعَةَ بۡنِ خِنۡدِفَ، أَبَا بَنِي كَعۡبٍ هَٰؤُلَاءِ، يَجُرُّ قُصۡبَهُ فِي النَّارِ). 

50. (2856). Zuhair bin Harb telah menceritakan kepadaku: Jarir menceritakan kepada kami dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah. Beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku telah melihat ‘Amr bin Luhai bin Qama’ah bin Khindif, bapak bani Ka’b ini, menyeret ususnya di dalam neraka.” 

٥١ – (...) - حَدَّثَنِي عَمۡرٌو النَّاقِدُ وَحَسَنٌ الۡحُلۡوَانِيُّ وَعَبۡدُ بۡنُ حُمَيۡدٍ. قَالَ عَبۡدٌ: أَخۡبَرَنِي. وَقَالَ الۡآخَرَانِ: حَدَّثَنَا يَعۡقُوبُ. وَهُوَ ابۡنُ إِبۡرَاهِيمَ بۡنِ سَعۡدٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، عَنۡ صَالِحٍ، عَنِ ابۡنِ شِهَابٍ. قَالَ: سَمِعۡتُ سَعِيدَ بۡنَ الۡمُسَيَّبِ يَقُولُ: إِنَّ الۡبَحِيرَةَ الَّتِي يُمۡنَعُ دَرُّهَا لِلطَّوَاغِيتِ، فَلَا يَحۡلُبُهَا أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ. وَأَمَّا السَّائِبَةُ الَّتِي كَانُوا يُسَيِّبُونَهَا لِآلِهَتِهِمۡ، فَلَا يُحۡمَلُ عَلَيۡهَا شَىۡءٌ. 

وَقَالَ ابۡنُ الۡمُسَيَّبِ: قَالَ أَبُو هُرَيۡرَةَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (رَأَيۡتُ عَمۡرَو بۡنَ عَامِرٍ الۡخُزَاعِيَّ يَجُرُّ قُصۡبَهُ فِي النَّارِ، وَكَانَ أَوَّلَ مَنۡ سَيَّبَ السُّيُوبَ). 

[البخاري: كتاب التفسير، باب: ﴿ما جعل الله من بحيرة ولا سائبة...﴾، رقم: ٤٦٢٣]. 

51. ‘Amr An-Naqid, Hasan Al-Hulwani, dan ‘Abd bin Humaid telah menceritakan kepadaku. ‘Abd berkata: Telah mengabarkan kepadaku. Dua rawi lainnya berkata: Ya’qub menceritakan kepada kami—beliau adalah putra Ibrahim bin Sa’d—: Ayahku menceritakan kepada kami dari Shalih, dari Ibnu Syihab. Beliau berkata: Aku mendengar Sa’id bin Al-Musayyab berkata: Sesungguhnya bahirah adalah unta betina yang air susunya dicegah hanya untuk tagut-tagut, sehingga tidak ada seorang pun yang boleh memerahnya. Adapun sa`ibah adalah hewan yang dibiarkan bebas untuk sesembahan mereka (selain Allah), sehingga tidak boleh dipikuli apapun. 

Ibnu Al-Musayyab berkata: Abu Hurairah berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku telah melihat ‘Amr bin ‘Amir Al-Khuza’i menyeret ususnya di dalam neraka. Dia adalah orang yang memelopori membiarkan bebas hewan sa`ibah.”

Ayat Kursi Akhir Hidupnya

Dahulu kala negeri Syam sangat produktif melahirkan ulama-ulama besar. Di antara sekian banyak ulama terdahulu dari negeri ini lahir di kota Halab. Adapun sekarang kota ini lebih dikenal dengan nama Kota Aleppo. Aleppo adalah sebuah kota kuno besar dan merupakan salah satu kota tertua di dunia. Di kota inilah dahulu terlahir seorang ulama pakar hadis yang bernama Al Mizzi Yusuf bin Abdurrahman bin Yusuf Abul Hajjaj Jamaluddin Al Kalbi Al Mizzi rahimahullah. Ulama yang populer dengan sebutan Al Mizzi ini lahir pada 10 Rabiul Awwal tahun 654 di Kota Halab. Namun beliau tumbuh dan berkembang di Kota Mizzah dekat Damaskus hingga beliau dinisbatkan kepada kota tersebut. 

PERJALANAN MENUNTUT ILMU 


Sejak kecil Al Mizzi sudah hafal Al Quran dengan hafalan yang baik lagi kuat. Pengalaman pertama kali belajar beliau jalani pada tahun 675 H dan banyak mengambil ilmu dari Ahmad bin Abil Khair Ad Dimasyqi Al Hambali. Sejak saat itulah Al Mizzi memiliki antusias yang menjulang tinggi untuk mendalami ilmu hadis. Selain itu beliau juga belajar kepada Al Muslim bin ‘Alan, Al Fahr bin Al Bukhar, Muhyiddin An Nawawi, dan yang lainnya. Yang menakjubkan adalah beliau meriwayatkan hadis sendiri dari para ulama. 

Kemudian setelahnya belajar kitab-kitab induk seperti As Sunnah, Al Musnad, Al Mu’jamul Kabir, Tarikhul Khatib, An Nasab karya Az Zubair, Al Mustakhraj ala Muslim, Al Hilyah, Ad Dalail, Muwatha dan masih banyak yang lainnya. Al Mizzi sempat melakukan perjalanan panjang dalam periwayatan hadis seperti ulama salaf pada umumnya. Berbagai negeri Islam pernah dijelajahi seperti Haramain, Mesir, Halab, Iskandariyah, Himsh, Ba’labak, Bilbis, dan selainnya. Di sana beliau menguatkan ilmu-ilmu dasar seperti bahasa, tashrif, atau yang semisalnya. Oleh karenanya beliau sangat ahli dalam ilmu bahasa, hadis, dan para perawinya. 

Jika ditotal jumlah guru beliau kurang lebih seribu ulama dari berbagai penjuru negeri. Seperti Abul Abbas bin Salamah, Ismail bin Al Asqalani, Ibnu Abi Umar, Ibnu Alan, Al ‘Izz Al Harani, Ibnu Ad Darji, An Nawawi, Az Zawawi, Dimyathi, Ibnu Daqiqil Ied, Ibnu Nafis, Ibnu Taimiyah, dan masih banyak yang lainnya. Sebagaimana muncul pula nama-nama besar yang pernah berguru kepadanya seperti Al Barzali, Ibnul Fahr, Al ‘Alai, Ibnu Katsir, Ibnu Athar, Al Jumaizi, Ibnul Ja’bari, dan selainnya. 

Pada masa mudanya sempat bermajelis kepada Afif At Tilmisani. Namun Al Mizzi rahimahullah meninggalkannya tatkala mengetahui kesesatannya. Afif At Tilmisani adalah seorang penyair sesat dan menyimpang. 

Al Mizzi sendiri mempunyai seorang istri yang shalihah pengajar Al Quran yang sangat handal. Sang istri dialah Aisyah bintu Ibrahim bin Shadiq, seorang penghafal Al Quran. Hingga sekian banyak wanita bisa menghatamkan Al Quran atas jasanya. Putrinya yang bernama AmaturRahim Zainab adalah istri Al Hafidz Ibnu Katsir Ad Dimasyqi. Ibnu Katsir merupakan salah satu murid Al Mizzi yang sangat terkenal. Sangat jarang wanita saat itu yang berkarakter istri Al Mizzi. Seorang wanita yang dikenal sebagai ahli ibadah, penghafal Al Quran, zuhud, dan fasih bahasanya. Sang istri meninggal sembilan bulan sebelum kematian suaminya dalam usia delapan puluh tahun. Al Mizzi sangat mencintai dan memuliakan istrinya tersebut. Bahkan Al Mizzi hampir-hampir tidak pernah menyelisihinya dalam suatu perkara. Hal ini karena besarnya kecintaan dan penghormatan Al Mizzi terhadapnya.

AKHLAKNYA 


Keindahan akhlak menghiasi kehidupan Al Mizzi rahimahullah dalam berinteraksi dengan sesama. Berpredikat sebagai ahli hadis dan ulama besar tidak membuatnya lupa diri. Cukup banyak perangai terpuji yang melekat pada dirinya sebagai pribadi yang baik. Di antaranya adalah sifat malu, sabar, qana’ah, rendah hati, berkasih sayang dengan sesama, sangat sedikit bicara kecuali apabila ditanya maka beliau pun menjawab dengan jawaban sangat baik, tidak pernah melakukan ghibah yang terlarang terhadap siapa pun, zuhud, hidup dalam kemiskinan, dan kesederhanaan. 

Beliau adalah figur ulama yang komitmen dalam mengamalkan dan membela kebenaran. Hingga pernah dipenjara karena menyuarakan al haq bersama Ibnu Taimiyah. Sebagai ulama yang berakidah Ahlus Sunnah, Al Mizzi banyak mendapatkan penentangan dari manusia. Puncaknya terjadi pada tahun 705 H ketika mengajarkan Kitab Khalqu Af’alil Ibad karya Imam Al Bukhari rahimahullah. Saat itu beliau membacakan sebuah pasal dalam kitab tersebut yang membantah ideologi orang-orang Jahmiyah. Mendengar hal itu maka marahlah sebagian hadirin dan mereka merasa tersinggung seraya mengatakan, “Kitalah yang sedang dia bicarakan.” Mereka pun melaporkannya kepada Qadhi Ibnu Shasra, dia adalah salah satu musuh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang bermadzhab syafi’iyah. Sehingga dia memerintahkan agar Al Mizzi dipenjara, maka akhirnya beliau dipenjara. Tatkala mendengar hal itu, Ibnu Taimiyah bergegas menuju penjara dan membebaskannya. 

Satu hal yang menarik pada diri beliau adalah perhatian yang besar terhadap keluarganya dalam ilmu agama. Beliau senantiasa membawa keluarga dan handai taulan ke majelis-majelis periwayatan hadis. Bahkan beliau pun membawa budak-budak perempuannya ke berbagai majelis ilmu. 

Beliau adalah figur ulama yang lembut, tenang, dan sabar dalam menghadapi orang-orang yang menggibahi atau menyakitinya. Sebagaimana gangguan yang pernah dilakukan oleh Abul Hasan Ibnul Athar. Namun Al Mizzi tidak pernah membicarakan dan mencelanya. Beliau sedikit berbicara kecuali jika ditanya maka beliaupun menjawab dan memberikan faedah.

KITAB-KITABNYA 


Karya tulisnya cukup banyak, di antaranya yang sangat populer adalah Tahdzibul Kamal fi Asmair Rijal yang terdiri dari 12 jilid dan Tuhfatul Asyraf bi Ma’rifatil Athraf yang terdiri dari 8 jilid. Ibnu Thulun mengatakan tentang kedua kitab tersebut, “Telah diketahui bahwa para ahli hadis sepeninggal Al Mizzi sangat membutuhkan kedua kitab ini. Karya beliau yang lain adalah Al Muntaqa minal Ahadis dan Al Kuna. Nama Al Mizzi melambung dalam dunia hadis lewat dua karya monumentalnya. Yaitu Tahdzibul Kamal dan Tuhfatul Asyraf bima’rifatil Athraf

Al Hafidz Abu Abdillah Adz Dzahabi rahimahullah mengatakan, “Aku pernah melihat manusia dengan hafalan yang sangat kuat, mereka adalah; Ibnu Daqiqil Ied, Ad Dimyathi, Ibnu Taimiyah, dan Al Mizzi. Adapun Ibnu Daqiqil Ied adala yang paham tentang hadis, Ad Dimyathi adalah yang paling berilmu tentang nasab, sementara Ibnu Taimiyah adalah yang paling hafal berbagai matan, dan Al Mizzi yang paling mengetahui tentang perawi-perawi hadis.” Adz Dzahabi juga menyatakan, “Aku belum pernah melihat seorang pun yang lebih kuat hafalannya dalam ilmu hadis daripada Al Mizzi.” Adz Dzahabi memberikan sanjungan yang sangat tinggi dalam kitabnya Tadzkiratul Huffazh, “Al Mizzi belajar ilmu bahasa dan menjadi pakar dalam bidang ilmu tersebut. Adapun berkenaan dengan pengetahuannya tentang para perawi hadis, maka dia adalah pembawa bendera ilmu Rijal. Tidak akan dijumpai ulama dengan kapasitas keilmuan seperti dia.” At Taaj As Subki mengatakan, “Al Mizzi adalah syaikh kami, ustadz kami, suri tauladan bagi kami, beliaulah Jamaluddin Abul Hajjaj Al Mizzi, penghafal andal di zaman kami, pembawa bendera Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.” 

Al Mizzi meninggal pada hari Sabtu sebelum tiba waktu Ashar pada tanggal 12 Shafar tahun 742 H. Beliau sakitselama beberapa hari karena penyakit thaun sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Katsir. Akhirnya beliau meninggal dalam keadaan membaca ayat kursi. Jenazah beliau disalati pada hari Ahad pagi dan dimakamkan di pemakaman Shufiyah tepat di samping makam Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya kepada beliau. Allahu A’lam


Sumber: Majalah Qudwah edisi 72 vol.07 1441 H rubrik Biografi. Pemateri: Al-Ustadz Abu Hafy Abdullah.

Sunan Abu Dawud hadits nomor 2532

٣٥ - بَابٌ فِي الۡغَزۡوِ مَعَ أَئِمَّةِ الۡجَوۡرِ 
35. Bab tentang berperang bersama pemimpin yang zalim 


٢٥٣٢ – (ضعيف) حَدَّثَنَا سَعِيدُ بۡنُ مَنۡصُورٍ، نا أَبُو مُعَاوِيَةَ، نا جَعۡفَرُ بۡنُ بُرۡقَانَ، عَنۡ يَزِيدَ بۡنِ أَبِي نُشۡبَةَ، عَنۡ أَنَسِ بۡنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ‏: (ثَلَاثَةٌ مِنۡ أَصۡلِ الۡإِيمَانِ: الۡكَفُّ عَمَّنۡ قَالَ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ، وَلَا [تُكَفِّرۡهُ] بِذَنۡبٍ، وَلَا [تُخۡرِجۡهُ] مِنَ الۡإِسۡلَامِ بِعَمَلٍ؛ وَالۡجِهَادُ مَاضٍ مُنۡذُ بَعَثَنِيَ اللهُ إِلَى أَنۡ يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِي الدَّجَّالَ، لَا يُبۡطِلُهُ جَوۡرُ جَائِرٍ، وَلَا عَدۡلُ عَادِلٍ؛ وَالۡإِيمَانُ بِالۡأَقۡدَارِ). 

2532. [Daif] Sa’id bin Manshur telah menceritakan kepada kami: Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami: Ja’far bin Burqan menceritakan kepada kami dari Yazid bin Abu Nusybah, dari Anas bin Malik. Beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiga hal yang termasuk pokok keimanan: (1) menahan diri dari (membunuh) orang yang telah mengucapkan ‘tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah’, tidak mengafirkannya dengan sebab suatu dosa (selain kufur akbar), dan tidak mengeluarkannya dari Islam dengan sebab suatu perbuatan (dosa selain kufur akbar); (2) jihad terus berlangsung semenjak Allah mengutusku hingga akhir umatku memerangi Dajjal, jihad tidak gugur karena kezaliman atau keadilan pemimpin; (3) dan iman kepada takdir.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 3522

٣٥٢٢ - حَدَّثَنَا أَبُو الۡيَمَانِ: أَخۡبَرَنَا شُعَيۡبٌ، عَنِ الزُّهۡرِيِّ قَالَ: سَمِعۡتُ سَعِيدَ بۡنَ الۡمُسَيِّبِ قَالَ: الۡبَحِيرَةُ الَّتِي يُمۡنَعُ دَرُّهَا لِلطَّوَاغِيتِ وَلَا يَحۡلُبُهَا أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ، وَالسَّائِبَةُ: الَّتِي كَانُوا يُسَيِّبُونَهَا لِآلِهَتِهِمۡ فَلَا يُحۡمَلُ عَلَيۡهَا شَىۡءٌ. قَالَ: وَقَالَ أَبُو هُرَيۡرَةَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (رَأَيۡتُ عَمۡرَو بۡنَ عَامِرِ بۡنِ لُحَىٍّ الۡخُزَاعِيَّ يَجُرُّ قُصۡبَهُ فِي النَّارِ، وَكَانَ أَوَّلَ مَنۡ سَيَّبَ السَّوَائِبَ). [الحديث ٣٥٢٢ – طرفه في: ٤٦٢٣]. 

3522. Abu Al-Yaman telah menceritakan kepada kami: Syu’aib mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri. Beliau berkata: Aku mendengar Sa’id bin Al-Musayyib berkata: Bahirah adalah (unta betina) yang air susunya tidak boleh diperah seorang pun dan hanya dipersembahkan untuk tagut-tagut. Sa`ibah adalah binatang ternak yang dibiarkan bebas untuk sesembahan mereka (selain Allah), sehingga tidak boleh untuk memikul beban sedikit pun. Sa’id berkata: Abu Hurairah mengatakan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku melihat ‘Amr bin ‘Amir bin Luhai Al-Khuza’i menyeret ususnya di dalam neraka. Dia adalah orang yang memelopori membiarkan hewan-hewan sa`ibah.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 6564

٦٥٦٤ - حَدَّثَنَا إِبۡرَاهِيمُ بۡنُ حَمۡزَةَ، حَدَّثَنَا ابۡنُ أَبِي حَازِمٍ، وَالدَّرَاوَرۡدِيُّ، عَنۡ يَزِيدَ، عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ خَبَّابٍ، عَنۡ أَبِي سَعِيدٍ الۡخُدۡرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ ﷺ، وَذُكِرَ عِنۡدَهُ عَمُّهُ أَبُو طَالِبٍ، فَقَالَ: (لَعَلَّهُ تَنۡفَعُهُ شَفَاعَتِي يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ، فَيُجۡعَلُ فِي ضَحۡضَاحٍ مِنَ النَّارِ يَبۡلُغُ كَعۡبَيۡهِ، يَغۡلِي مِنۡهُ أُمُّ دِمَاغِهِ). [طرفه في: ٣٨٨٥]. 

6564. Ibrahim bin Hamzah telah menceritakan kepada kami: Ibnu Abu Hazim dan Ad-Darawardi menceritakan kepada kami dari Yazid, dari ‘Abdullah bin Khabbab, dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu: Bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika pamannya, yaitu Abu Thalib, disebut di dekat beliau, “Semoga syafaatku bermanfaat untuknya pada hari kiamat, sehingga dia diletakkan didalam neraka yang dangkal, apinya sebatas kedua mata kakinya, namun menyebabkan otak kepalanya mendidih.”

Sunan Ad-Darimi hadits nomor 2797

٧٦ – بَابٌ فِي الطَّاعَةِ وَلُزُومِ الۡجَمَاعَةِ
76. Bab tentang ketaatan dan menetapi al-jama’ah (jemaah kaum muslimin yang bersatu di atas kebenaran)


٢٧٩٧ – حَدَّثَنَا الۡحَكَمُ بۡنُ الۡمُبَارَكِ، أَخۡبَرَنَا الۡوَلِيدُ بۡنُ مُسۡلِمٍ، عَنۡ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ بۡنِ يَزِيدَ بۡنِ جَابِرٍ قَالَ: أَخۡبَرَنِي زُرَيۡقُ بۡنُ حَيَّانَ مَوۡلَى بَنِي فَزَارَةَ: أَنَّهُ سَمِعَ مُسۡلِمَ بۡنَ قَرَظَةَ الۡأَشۡجَعِيَّ يَقُولُ: سَمِعۡتُ عَوۡفَ بۡنَ مَالِكٍ الۡأَشۡجَعِيَّ يَقُولُ: سَمِعۡتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيۡهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: (خِيَارُ أَئِمَّتِكُمۡ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمۡ وَيُحِبُّونَكُمۡ، وَتُصَلُّونَ عَلَيۡهِمۡ وَيُصَلُّونَ عَلَيۡكُمۡ، وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمۡ الَّذِينَ تُبۡغِضُونَهُمۡ وَيُبۡغِضُونَكُمۡ، وَتَلۡعَنُونَهُمۡ وَيَلۡعَنُونَكُمۡ) قُلۡنَا: أَفَلَا نُنَابِذُهُمۡ يَا رَسُولَ اللهِ عِنۡدَ ذٰلِكَ؟ قَالَ: (لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلَاةَ، أَلَا مَنۡ وُلِّيَ عَلَيۡهِ وَالٍ فَرَآهُ يَأۡتِي شَيۡئًا مِنۡ مَعۡصِيَةِ اللهِ، فَلۡيَكۡرَهۡ مَا يَأۡتِي مِنۡ مَعۡصِيَةِ اللهِ، وَلَا يَنۡزِعَنَّ يَدًا مِنۡ طَاعَةٍ) قَالَ ابۡنُ جَابِرٍ: فَقُلۡتُ: آللهِ يَا أَبَا الۡمِقۡدَامِ! أَسَمِعۡتَ هَٰذَا مِنۡ مُسۡلِمِ بۡنِ قَرَظَةَ؟ فَاسۡتَقۡبَلَ الۡقِبۡلَةَ، وَجَثَا عَلَى رُكۡبَتَيۡهِ، فَقَالَ: آللهِ لَسَمِعۡتُ هَٰذَا مِنۡ مُسۡلِمِ بۡنِ قَرَظَةَ، يَقُولُ: سَمِعۡتُ عَمِّي عَوۡفَ بۡنَ مَالِكٍ يَقُولُ: سَمِعۡتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيۡهِ وَسَلَّمَ يَقُولُهُ. 

2797. Al-Hakam bin Al-Mubarak telah menceritakan kepada kami: Al-Walid bin Muslim mengabarkan kepada kami dari ‘Abdurrahman bin Yazid bin Jabir. Beliau berkata: Zuraiq bin Hayyan maula bani Fazarah mengabarkan kepadaku bahwa beliau mendengar Muslim bin Qarazhah Al-Asyja’i berkata: Aku mendengar ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i mengatakan: 

Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pemimpin terbaik kalian adalah orang-orang yang kalian mencintai mereka dan mereka mencintai kalian. Kalian mendoakan kebaikan mereka dan mereka mendoakan kebaikan kalian. Pemimpin terjelek kalian adalah orang-orang yang kalian membenci mereka dan mereka membenci kalian. Kalian melaknat mereka dan mereka melaknat kalian.” 

Kami bertanya, “Apakah kami boleh menghunuskan senjata kepada mereka ketika itu, wahai Rasulullah?” 

Beliau bersabda, “Tidak boleh, selama mereka masih menegakkan salat di tengah-tengah kalian. Ketahuilah, siapa saja yang dipimpin oleh seseorang, lalu dia melihatnya melakukan suatu kemaksiatan kepada Allah, maka bencilah kemaksiatannya, namun jangan mencabut tangan dari ketaatan.” 

Ibnu Jabir berkata: Aku bertanya, “Demi Allah, wahai Abu Al-Miqdam, apakah engkau mendengar ini dari Muslim bin Qarazhah?” 

Lalu Zuraiq menghadap kiblat dan berlutut di atas kedua lututnya seraya berkata, “Demi Allah, aku benar-benar mendengar ini dari Muslim bin Qarazhah. Beliau berkata: Aku mendengar pamanku, yaitu ‘Auf bin Malik, berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkannya.”

Asy-Syari'ah hadits nomor 28

٢٨ – وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكۡرٍ عَبۡدُ اللهِ بۡنُ مُحَمَّدِ بۡنِ عَبۡدِ الۡحَمِيدِ الۡوَاسِطِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا زُهَيۡرُ بۡنُ مُحَمَّدٍ الۡمَرۡوَزِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا أَحۡمَدُ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ يُونُسَ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكۡرِ بۡنُ عَيَّاشٍ عَنۡ مُوسَى بۡنِ عَبِيدَةَ عَنِ ابۡنَةِ سَعۡدٍ عَنۡ أَبِيهَا سَعۡدٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (افۡتَرَقَتۡ بَنُو إِسۡرَائِيلَ عَلَى إِحۡدَى وَسَبۡعِينَ مِلَّةً: وَلَنۡ تَذۡهَبَ الۡأَيَّامُ وَاللَّيَالِي حَتَّى تَفۡتَرِقَ أُمَّتِي عَلَى مِثۡلِهَا – أَوۡ قَالَ: عَنۡ مِثۡلِ ذٰلِكَ – وَكُلُّ فِرۡقَةٍ مِنۡهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً؛ وَهِيَ الۡجَمَاعَةُ). 

28. Abu Bakr ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdul Hamid Al-Wasithi telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Zuhair bin Muhammad Al-Marwazi menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Ahmad bin ‘Abdullah bin Yunus menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Abu Bakr bin ‘Ayyasy menceritakan kepada kami dari Musa bin ‘Abidah, dari putri Sa’d, dari ayahnya, yaitu Sa’d radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bani Israil telah terpecah belah menjadi tujuh puluh satu sekte. Tidaklah hari-hari dan malam-malam berlalu kecuali nanti umatku akan berpecah belah semisal itu. Setiap firkah/kelompok darinya ada di dalam neraka kecuali satu, yaitu al-jama’ah (orang-orang yang bersatu di atas kebenaran).”

Asy-Syari'ah hadits nomor 25, 26, dan 27

٢٥ – حَدَّثَنَا أَبُو شُعَيۡبٍ عَبۡدُ اللهِ بۡنُ الۡحَسَنِ الۡحَرَّانِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا عَاصِمُ بۡنُ عَلِيٍّ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو مَعۡشَرٍ. [ح] وَأَخۡبَرَنَا أَبُو عَبۡدِ اللهِ أَحۡمَدُ بۡنُ الۡحَسَنِ بۡنِ عَبۡدِ الۡجَبَّارِ الصُّوفِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ بَكَّارٍ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو مَعۡشَرٍ عَنۡ يَعۡقُوبَ بۡنِ زَيۡدِ بۡنِ طَلۡحَةَ عَنۡ زَيۡدِ بۡنِ أَسۡلَمَ عَنۡ أَنَسِ بۡنِ مَالِكٍ – ذَكَرَ حَدِيثًا طَوِيلًا قَالَ فِيهِ -: وَحَدَّثَهُمۡ رَسُولُ اللهِ ﷺ عَنِ الۡأُمَمِ فَقَالَ: (تَفَرَّقَتۡ أُمَّةُ مُوسَى عَلَيۡهِ السَّلَامُ عَلَى إِحۡدَى وَسَبۡعِينَ مِلَّةً، سَبۡعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الۡجَنَّةِ، وَتَفَرَّقَتۡ أُمَّةُ عِيسَى عَلَيۡهِ السَّلَامُ عَلَى اثۡنَتَيۡنِ وَسَبۡعِينَ مِلَّةً، إِحۡدَى وَسَبۡعُونَ مِنۡهَا فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الۡجَنَّةِ) وَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (وَتَعۡلُو أُمَّتِي عَلَى الۡفِرۡقَتَيۡنِ جَمِيعًا بِمِلَّةٍ وَاحِدَةٍ، ثِنۡتَانِ وَسَبۡعُونَ مِنۡهَا فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ مِنۡهُمۡ فِي الۡجَنَّةِ) قَالُوا: مَنۡ هُمۡ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: (الۡجَمَاعَةُ). 

25. Abu Syu’aib ‘Abdullah bin Al-Hasan Al-Harrani telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: ‘Ashim bin ‘Ali menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Abu Ma’syar menceritakan kepada kami. (Dalam riwayat lain) Abu ‘Abdullah Ahmad bin Al-Hasan bin ‘Abdul Jabbar Ash-Shufi telah mengabarkan kepada kami. Beliau berkata: Muhammad bin Bakkar menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Abu Ma’syar menceritakan kepada kami dari Ya’qub bin Zaid bin Thalhah, dari Zaid bin Aslam, dari Anas bin Malik. Beliau menyebutkan hadis yang panjang dan beliau berkata padanya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan kepada mereka tentang umat-umat. 

Beliau bersabda, “Umat Nabi Musa ‘alaihis salam telah terpecah belah menjadi tujuh puluh satu sekte. Tujuh puluh di dalam neraka dan satu di dalam janah. Umat Nabi ‘Isa ‘alaihis salam telah terpecah belah menjadi tujuh puluh dua sekte. Tujuh puluh satu darinya di dalam neraka dan satu di dalam janah.” 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umatku melebihi kedua umat itu lebih banyak satu golongan. Tujuh puluh dua darinya di dalam neraka dan satu dari mereka di dalam janah.” 

Para sahabat bertanya, “Siapa mereka, wahai Rasulullah?” 

Beliau bersabda, “Al-jama’ah (orang-orang yang bersatu di atas kebenaran).” 

قَالَ يَعۡقُوبُ بۡنُ زَيۡدٍ: وَكَانَ عَلِيُّ بۡنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ إِذَا حَدَثَ بِهَٰذَا الۡحَدِيثِ عَنۡ رَسُولِ اللهِ ﷺ تَلَا فِيهِ قُرۡآنًا: ﴿وَمِن قَوۡمِ مُوسَىٰٓ أُمَّةٌ يَهۡدُونَ بِٱلۡحَقِّ وَبِهِۦ يَعۡدِلُونَ ۝١٥٩﴾ [الأعرَاف: ١٥٩] ثُمَّ ذَكَرَ أُمَّةَ عِيسَى عَلَيۡهِ السَّلَامُ فَقَرَأَ: ﴿وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡكِتَـٰبِ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوۡا۟ لَكَفَّرۡنَا عَنۡهُمۡ سَيِّـَٔاتِهِمۡ وَلَأَدۡخَلۡنَـٰهُمۡ جَنَّـٰتِ ٱلنَّعِيمِ ۝٦٥ وَلَوۡ أَنَّهُمۡ أَقَامُوا۟ ٱلتَّوۡرَىٰةَ وَٱلۡإِنجِيلَ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡهِم مِّن رَّبِّهِمۡ لَأَكَلُوا۟ مِن فَوۡقِهِمۡ وَمِن تَحۡتِ أَرۡجُلِهِم ۚ مِّنۡهُمۡ أُمَّةٌ مُّقۡتَصِدَةٌ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنۡهُمۡ سَآءَ مَا يَعۡمَلُونَ ۝٦٦﴾ [المائدة: ٦٥، ٦٦] قَالَ: ثُمَّ ذَكَرَ أُمَّتَنَا فَقَرَأَ: ﴿وَمِمَّنۡ خَلَقۡنَآ أُمَّةٌ يَهۡدُونَ بِٱلۡحَقِّ وَبِهِۦ يَعۡدِلُونَ ۝١٨١﴾ [الأعرَف: ١٨١]. 

Ya’qub bin Zaid berkata: Dahulu, ‘Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu apabila menceritakan hadis ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau membaca ayat Alquran yang artinya, “Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan hak dan dengan yang hak itulah mereka menjalankan keadilan.” (QS. Al-A’raf: 159). 

Kemudian beliau menyebutkan umat Nabi ‘Isa ‘alaihis salam, lalu membaca ayat (yang artinya), “Dan sekiranya Ahli Kitab beriman dan bertakwa, tentulah Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami masukkan mereka ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan. Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Alquran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhan mereka, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.” (QS. Al-Ma`idah: 65-66). 

Beliau berkata: Kemudian beliau menyebutkan umat kita, lalu membaca ayat (yang artinya), “Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.” (QS. Al-A’raf: 181). 

٢٦ – وَأَخۡبَرَنَا أَبُو عُبَيۡدٍ عَلِيُّ بۡنُ الۡحُسَيۡنِ بۡنِ حَرۡبٍ الۡقَاضِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا الۡحَسَنُ بۡنُ مُحَمَّدِ بۡنِ الصَّبَاحِ الزَّعۡفَرَانِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا شَبَابَةُ – يَعۡنِي: ابۡنَ سَوَّارٍ – قَالَ: حَدَّثَنَا سُلَيۡمَانُ بۡنُ طَرِيفٍ عَنۡ أَنَسِ بۡنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (يَا ابۡنَ سَلَّامٍ! عَلَى كَمۡ تَفَرَّقَتۡ بَنُو إِسۡرَائِيلَ؟) قَالَ: عَلَى وَاحِدَةٍ وَسَبۡعِينَ – أَوِ اثۡنَتَيۡنِ وَسَبۡعِينَ – فِرۡقَةً، كُلُّهُمۡ يَشۡهَدُ عَلَى بَعۡضٍ بِالضَّلَالَةِ. قَالُوا: أَفَلَا تُخۡبِرُنَا لَوۡ قَدۡ خَرَجۡتَ مِنَ الدُّنۡيَا فَتَفَرَّقَ أُمَّتُكَ، عَلَى مَا يَصِيرُ أَمۡرُهُمۡ؟ قَالَ نَبِيُّ اللهِ ﷺ: (بَلَى، إِنَّ بَنِي إِسۡرَائِيلَ تَفَرَّقُوا عَلَى مَا قُلۡتَ، وَسَتَفۡتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى مَا افۡتَرَقَتۡ عَلَيۡهِ بَنُو إِسۡرَائِيلَ، وَسَتَزِيدُ فِرۡقَةٌ وَاحِدَةٌ لَمۡ تَكُنۡ فِي بَنِي إِسۡرَائِيلَ) وَذَكَرَ الۡحَدِيثَ. 

26. Abu ‘Ubaid ‘Ali bin Al-Husain bin Harb Al-Qadhi telah mengabarkan kepada kami. Beliau berkata: Al-Hasan bin Muhammad bin Ash-Shabah Az-Za’farani menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Syababah bin Sawwar menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Sulaiman bin Tharif menceritakan kepada kami dari Anas bin Malik. Beliau berkata: 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Wahai putra Sallam, bani Israil terpecah belah menjadi berapa?” 

‘Abdullah bin Sallam menjawab, “Menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua firkah. Mereka semua saling menuduh sesat satu sama lain.“ 

Para sahabat bertanya, “Tidakkah engkau mengabarkan kepada kami, andai engkau telah pergi (meninggalkan) dunia ini, lalu umatmu akan berpecah belah? Bagaimana keadaan mereka nanti?” 

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tentu. Sesungguhnya bani Israil berpecah belah menjadi seperti yang telah engkau katakan. Umatku akan terpecah belah seperti terpecah belahnya bani Israil dan akan bertambah lebih satu firkah yang belum ada pada bani Israil.” 

Lalu beliau menyebutkan hadis tersebut. 

٢٧ – وَحَدَّثَنَا أَبُو عَبۡدِ اللهِ أَحۡمَدُ بۡنُ أَبِي عَوۡفٍ الۡبُزُورِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا سُوَيۡدُ بۡنُ سَعِيدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا مُبَارَكُ بۡنُ سُحَيۡمٍ عَنۡ عَبۡدِ الۡعَزِيزِ بۡنِ صُهَيۡبٍ عَنۡ أَنَسِ بۡنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: (افۡتَرَقَتۡ بَنُو إِسۡرَائِيلَ عَلَى إِحۡدَى وَسَبۡعِينَ فِرۡقَةً، وَإِنَّ أُمَّتِي سَتَفۡتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبۡعِينَ فِرۡقَةً، كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا السَّوَادَ الۡأَعۡظَمَ). 

27. Abu ‘Abdullah Ahmad bin Abu ‘Auf Al-Buzuri telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Suwaid bin Sa’id menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Mubarak bin Suhaim menceritakan kepada kami dari ‘Abdul ‘Aziz bin Shuhaib, dari Anas bin Malik, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda, “Bani Israil telah terpecah belah menjadi tujuh puluh satu firkah/kelompok. Dan sesungguhnya umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga firkah. Semuanya di dalam neraka kecuali as-sawad al-a’zham (para pengikut kebenaran).”

Shahih Muslim hadits nomor 148

٦٦ - بَابُ ذَهَابِ الۡإِيمَانِ آخِرَ الزَّمَانِ
66. Bab hilangnya iman di akhir zaman


٢٣٤ – (١٤٨) - حَدَّثَنِي زُهَيۡرُ بۡنُ حَرۡبٍ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ: حَدَّثَنَا حَمَّادٌ: أَخۡبَرَنَا ثَابِتٌ، عَنۡ أَنَسٍ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: (لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لَا يُقَالَ فِي الۡأَرۡضِ: اللهُ، اللهُ). 

234. (148). Zuhair bin Harb telah menceritakan kepadaku: ‘Affan menceritakan kepada kami: Hammad menceritakan kepada kami: Tsabit mengabarkan kepada kami dari Anas: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hari kiamat tidak terjadi hingga di bumi ini tidak ada yang mengucapkan: Allah, Allah.” 

حَدَّثَنَا عَبۡدُ بۡنُ حُمَيۡدٍ: أَخۡبَرَنَا عَبۡدُ الرَّزَّاقِ: أَخۡبَرَنَا مَعۡمَرٌ عَنۡ ثَابِتٍ، عَنۡ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (لَا تَقُومُ السَّاعَةُ عَلَى أَحَدٍ يَقُولُ: اللهُ، اللهُ). 

‘Abd bin Humaid telah menceritakan kepada kami: ‘Abdurrazzaq mengabarkan kepada kami: Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Tsabit, dari Anas. Beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hari kiamat tidak akan terjadi ketika masih ada seseorang yang mengucapkan: Allah, Allah.”

Asy-Syari'ah hadits nomor 29

٢٩ – أَخۡبَرَنَا إِبۡرَاهِيمُ بۡنُ مُوسَى الۡجَوۡزِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ هَارُونَ أَبُو نَشِيطٍ وَإِبۡرَاهِيمُ بۡنُ هَانِئٍ النَّيۡسَابُورِيُّ قَالَا: حَدَّثَنَا أَبُو الۡمُغِيرَةِ قَالَ: حَدَّثَنَا صَفۡوَانُ قَالَ: حَدَّثَنِي أَزۡهَرُ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ الۡحَرَازِيُّ عَنۡ أَبِي عَامِرٍ الۡهَوۡزَنِيِّ عَنۡ مُعَاوِيَةَ بۡنِ أَبِي سُفۡيَانَ أَنَّهُ قَامَ – حِينَ صَلَّى الظُّهۡرَ بِالنَّاسِ بِمَكَّةَ – فَقَالَ: أَلَا إِنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَامَ فِينَا، فَقَالَ: (أَلَا إِنَّ مَنۡ كَانَ قَبۡلَكُمۡ مِنۡ أَهۡلِ الۡكِتَابِ افۡتَرَقُوا عَلَى اثۡنَتَيۡنِ وَسَبۡعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ هَٰذِهِ الۡأُمَّةَ سَتَفۡتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبۡعِينَ، اثۡنَتَانِ وَسَبۡعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الۡجَنَّةِ؛ وَهِيَ الۡجَمَاعَةُ). 

29. Ibrahim bin Musa Al-Jauzi telah mengabarkan kepada kami. Beliau berkata: Muhammad bin Harun Abu Nasyith dan Ibrahim bin Hani` An-Naisaburi menceritakan kepada kami. Keduanya berkata: Abu Al-Mughirah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Shafwan menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Azhar bin ‘Abdullah Al-Harazi menceritakan kepadaku dari Abu ‘Amir Al-Hauzani, dari Mu’awiyah bin Abu Sufyan, bahwa beliau berdiri—ketika selesai mengimami kaum muslimin salat Zuhur di Makkah—lalu beliau berkata: Ketahuilah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di tengah-tengah kami seraya bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan ahli kitab telah terpecah belah menjadi tujuh puluh dua sekte. Dan sesungguhnya umat ini akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga sekte. Tujuh puluh dua di neraka dan satu kelompok di janah. Yaitu al-jama’ah (kaum muslimin yang bersatu di atas syariat Islam).”

Asy-Syari'ah hadits nomor 21 dan 22

٢١ – أَخۡبَرَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبۡدُ اللهِ بۡنُ صَالِحٍ الۡبُخَارِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبۡدَةُ بۡنُ عَبۡدِ الرَّحِيمِ الۡمَرۡوَزِيُّ قَالَ: أَخۡبَرَنَا النَّضۡرُ بۡنُ شُمَيۡلٍ قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ عَمۡرٍو عَنۡ أَبِي سَلَمَةَ عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (تَفَرَّقَ الۡيَهُودُ وَالنَّصَارَى عَلَى إِحۡدَى وَاثۡنَتَيۡنِ وَسَبۡعِينَ فِرۡقَةً، وَتَفۡتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبۡعِينَ فِرۡقَةً). 

21. Abu Muhammad ‘Abdullah bin Shalih Al-Bukhari telah mengabarkan kepada kami. Beliau berkata: ‘Abdah bin ‘Abdurrahim Al-Marwazi menceritakan kepada kami. Beliau berkata: An-Nadhr bin Syumail mengabarkan kepada kami. Beliau berkata: Muhammad bin ‘Amr menceritakan kepada kami dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah. Beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yahudi dan Nasrani telah terpecah belah menjadi tujuh puluh satu dan tujuh puluh dua firkah/kelompok. Umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga firkah.” 

٢٢ – حَدَّثَنَا أَبُو بَكۡرِ بۡنُ أَبِي دَاوُدَ قَالَ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بۡنُ خَشۡرَمٍ قَالَ: أَخۡبَرَنَا الۡفَضۡلُ بۡنُ مُوسَى عَنۡ مُحَمَّدِ بۡنِ عَمۡرٍو عَنۡ أَبِي سَلَمَةَ عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (تَفَرَّقَتِ الۡيَهُودُ عَلَى إِحۡدَى – أَوِ اثۡنَتَيۡنِ – وَسَبۡعِينَ فِرۡقَةً، وَاخۡتَلَفَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحۡدَى – أَوِ اثۡنَتَيۡنِ – وَسَبۡعِينَ فِرۡقَةً، وَتَفۡتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبۡعِينَ فِرۡقَةً). 

22. Abu Bakr bin Abu Dawud telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: ‘Ali bin Khasyram menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Al-Fadhl bin Musa mengabarkan kepada kami dari Muhammad bin ‘Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah. Beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yahudi terpecah belah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua firkah. Nasrani telah berselisih menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua firkah. Umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga firkah.”

Asy-Syari'ah hadits nomor 23 dan 24

٢٣ – أَخۡبَرَنَا أَبُو عَبۡدِ اللهِ أَحۡمَدُ بۡنُ الۡحَسَنِ بۡنِ عَبۡدِ الۡجَبَّارِ الصُّوفِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا الۡهَيۡثَمُ بۡنُ خَارِجَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا إِسۡمَاعِيلُ بۡنُ عَيَّاشٍ عَنۡ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ بۡنِ زِيَادِ بۡنِ أَنۡعَمَ عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ يَزِيدَ عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ عَمۡرٍو أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: (لَيَأۡتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسۡرَائِيلَ: تَفَرَّقَ بَنُو إِسۡرَائِيلَ عَلَى اثۡنَتَيۡنِ وَسَبۡعِينَ مِلَّةً، وَسَتَفۡتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبۡعِينَ، تَزِيدُ عَلَيۡهِمۡ، كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً) فَقَالُوا: مَنۡ هَٰذِهِ الۡمِلَّةُ الۡوَاحِدَةُ؟ قَالَ: (مَا أَنَا عَلَيۡهَا وَأَصۡحَابِي). 

23. Abu ‘Abdullah Ahmad bin Al-Hasan bin ‘Abdul Jabbar Ash-Shufi telah mengabarkan kepada kami. Beliau berkata: Al-Haitsam bin Kharijah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Isma’il bin ‘Ayyasy menceritakan kepada kami dari ‘Abdurrahman bin Ziyad bin An’am, dari ‘Abdullah bin Yazid, dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pasti akan terjadi pada umatku apa yang telah terjadi pada bani Israil. Bani Israil telah terpecah belah menjadi tujuh puluh dua sekte dan umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga. Lebih banyak daripada bani Israil. Seluruhnya di dalam neraka kecuali satu golongan.” 

Para sahabat bertanya, “Siapa golongan yang satu ini?” 

Beliau menjawab, “(Golongan yang mengikuti) jalan hidupku dan para sahabatku.” 

٢٤ – حَدَّثَنَا أَبُو الۡفَضۡلِ جَعۡفَرُ بۡنُ مُحَمَّدٍ الصَّنۡدَلِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكۡرِ بۡنُ زَنۡجُويَه قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ يُوسُفَ الۡفِرۡيَابِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفۡيَانُ – يَعۡنِي: الثَّوۡرِيَّ – عَنۡ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ بۡنِ زِيَادٍ عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ يَزِيدَ عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ عَمۡرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (لَيَأۡتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مِثۡلُ مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسۡرَائِيلَ مِثۡلًا بِمِثۡلٍ حَذۡوَ النَّعۡلِ بِالنَّعۡلِ، وَإِنَّ بَنِي إِسۡرَائِيلَ تَفَرَّقُوا عَلَى اثۡنَتَيۡنِ وَسَبۡعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ أُمَّتِي سَتَفۡتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبۡعِينَ مِلَّةً، كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً) قِيلَ: مَنۡ هِيَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: (مَا أَنَا عَلَيۡهِ وَأَصۡحَابِي). 

24. Abu Al-Fadhl Ja’far bin Muhammad Ash-Shandali telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Abu Bakr bin Zanjuyah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Muhammad bin Yusuf Al-Firyabi menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Sufyan Ats-Tsauri menceritakan kepada kami dari ‘Abdurrahman bin Ziyad, dari ‘Abdullah bin Yazid, dari ‘Abdullah bin ‘Amr. Beliau mengatakan: 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pasti akan datang kepada umatku seperti apa yang telah datang kepada bani Israil. Sama persis, tidak berbeda. Sesungguhnya bani Israil telah terpecah menjadi tujuh puluh dua sekte dan sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga sekte. Semuanya di dalam neraka kecuali satu kelompok.” 

Ada yang bertanya, “Siapa kelompok itu, wahai Rasulullah?” 

Beliau bersabda, “(Kelompok yang mengikuti) jalan hidupku dan para sahabatku.”

Sunan Ibnu Majah hadits nomor 3992

٣٩٩٢ – (صحيح) حَدَّثَنَا عَمۡرُو بۡنُ عُثۡمَانَ بۡنِ سَعِيدِ بۡنِ كَثِيرِ بۡنِ دِينَارٍ الۡحِمۡصِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبَّادُ بۡنُ يُوسُفَ، قَالَ: حَدَّثَنَا صَفۡوَانُ بۡنُ عَمۡرٍو، عَنۡ رَاشِدِ بۡنِ سَعۡدٍ، عَنۡ عَوۡفِ بۡنِ مَالِكٍ؛ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (افۡتَرَقَتِ الۡيَهُودُ عَلَى إِحۡدَى وَسَبۡعِينَ فِرۡقَةً؛ فَوَاحِدَةٌ فِي الۡجَنَّةِ، وَسَبۡعُونَ فِي النَّارِ، وَافۡتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنۡتَيۡنِ وَسَبۡعِينَ فِرۡقَةً، فَإِحۡدَى وَسَبۡعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الۡجَنَّةِ، وَالَّذِي نَفۡسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ! لَتَفۡتَرِقَنَّ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبۡعِينَ فِرۡقَةً، فَوَاحِدَةٌ فِي الۡجَنَّةِ وَثِنۡتَانِ وَسَبۡعُونَ فِي النَّارِ). قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ! مَنۡ هُمۡ؟ قَالَ: (الۡجَمَاعَةُ). [(الروض النضير) أيضًا، (ظلال الجنة)(٦٣)، (الصحيحة)(١٤٩٢)]. 

3992. [Sahih] ‘Amr bin ‘Utsman bin Sa’id bin Katsir bin Dinar Al-Himshi telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: ‘Abbad bin Yusuf menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Shafwan bin ‘Amr menceritakan kepada kami dari Rasyid bin Sa’d, dari ‘Auf bin Malik. Beliau berkata: 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu firkah/pecahan. Satu di janah dan tujuh puluh di neraka. Nasrani terpecah menjadi tujuh puluh dua firkah. Tujuh puluh satu di neraka dan satu di janah. Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, umatku pasti akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga firkah. Satu di janah dan tujuh puluh dua di neraka.” 

Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa mereka?” 

Rasulullah menjawab, “Al-jama’ah (orang-orang yang bersatu di atas syariat Allah).”

Shahih Muslim hadits nomor 147

٢٣٣ – (١٤٧) - حَدَّثَنَا أَبُو بَكۡرِ بۡنُ أَبِي شَيۡبَةَ: حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ نُمَيۡرٍ وَأَبُو أُسَامَةَ عَنۡ عُبَيۡدِ اللهِ بۡنِ عُمَرَ. (ح) وَحَدَّثَنَا ابۡنُ نُمَيۡرٍ: حَدَّثَنَا أَبِي: حَدَّثَنَا عُبَيۡدُ اللهِ، عَنۡ خُبَيۡبِ بۡنِ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ، عَنۡ حَفۡصِ بۡنِ عَاصِمٍ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: (إِنَّ الۡإِيمَانَ لَيَأۡرِزُ إِلَى الۡمَدِينَةِ كَمَا تَأۡرِزُ الۡحَيَّةُ إِلَى جُحۡرِهَا). 

[البخاري: كتاب فضائل المدينة، باب الإيمان يأرز إلى المدينة، رقم: ١٨٧٦]. 

233. (147). Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami: ‘Abdullah bin Numair, Abu Usamah, dan ‘Ubaidullah bin ‘Umar menceritakan kepada kami. (Dalam riwayat lain) Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami: Ayahku menceritakan kepada kami: ‘Ubaidullah menceritakan kepada kami dari Khubaib bin ‘Abdurrahman, dari Hafsh bin ‘Ashim, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya keimanan benar-benar akan berkumpul di Madinah sebagaimana ular berkumpul kembali ke lubang-lubangnya.”